Anda di halaman 1dari 20

PERLINDUNGA HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK

PIDANA HUMAN TRAFFICING

Oleh :

NAMA :
NIM :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NGURAH RAI

DENPASAR

2023

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yang

mana memerlukan penanganan secara khusus. Hal tersebut dikarenakan

kejahatan akan menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat pada

umumnya. Oleh karena itu, selalu diusahakan berbagai upaya untuk

menanggulangi kejahatan tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulit

untuk memberantas kejahatan secara tuntas karena pada dasarnya kejahatan

akan senantiasa berkembang pula seiring dengan perkembangan masyarakat.1

Banyaknya kejahatan atau tindak pidana yang terjadi di sekitar kita

membuat orang orang menjadi resah, hal ini dapat diketahui melalui media

massa dimana seringkali meliput tindak pidana atau kejahatan yang terjadi di

masyarakat. Kejahatan sendiri tidak hanya merujuk pada kejahatan

pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, tetapi juga kejahatan

seks. Salah satunya tindak pidana pencabulan yang saat ini marak terjadi yang

mana sangat bertentangan dengan norma hidup yang dijunjung tinggi oleh

masyarakat Indonesia.

Perdagangan orang merupakan bentuk kejahatan yang diawali dengan

usaha perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, dan

penerimaan orang dengan paksa maupun tidak dipaksakan karena

perdagangan orang dapat dilakukan dengan persetujuan atau tidak dengan


1
Annisa, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak korban Tindak pidana Pencabulan
di Kota Makassar (studi Kasus Pengadilan Negeri Makassar Tahun 2010-2013). FIS Universitas
Negeri Makasar, h. 5

1
2

persetujuan korban. Pelaku perdagangan orang awalnya menggunakan janji

palsu atau penipuan agar dapat mengeksploitasi korban untuk mendapatkan

keuntungan. Praktik perdagangan manusia di Indonesia bukan hanya terjadi

pada era moderen, melainkan sudah terjadi sejak Indonesia belum merdeka2.

Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan

manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang

lain. Praktek serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang

dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak

suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu

kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya. Perdagangan

orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran

harkat dan martabat manusia. Bertambah maraknya masalah perdagangan

orang di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara-negara yang sedang

berkembang lainnya, telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa,

masyarakat internasional, dan anggota organisasi internasional, terutama

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau

bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi

lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, dan penawaran

kerja.

Maka pemerintah Indonesia sebagai masyarakat Internasional ikut

mendukung penyelesaian permasalahan yang sudah menjadi permasalahan

2
Farhana, 2012, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika), h. 1-2.
3

internasional ini dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan antara

lain :

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pada Pasal 20,

Pasal 21, dan Pasal 28B ayat (2)

2. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

pada Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), dan

Pasal 7.

3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

4. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk lebih

dalam melakukan penelitian dengan judul “PERLINDUNGA HUKUM

TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA HUMAN TRAFFICING ”

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, ada beberapa permasalahan yangakan menjadi

pembahasan yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan penelitian ini,antara

lain :

1) Bagaimanakah Perlindungam hukum terhadap korban tindak

pidana human trafficing?


4

BAB I

PEMBAHASAN

Perdagangan orang khususnya bagi kaum perempuan dan anak, bukan

merupakan masalah yang baru di Indonesia serta bagi negara-negara lain di dunia.

Telah banyak yang mengawali sejarah lahirnya konvensi-konvensi sebagai upaya

dari berbagai Negara untuk menghilangkan penghapusan Perdagangan Orang dan

Penyelundupan Manusia terutama perempuan dan anak secara lintas batas Negara

untuk tujuan prostitusi. Sebagai perbandingan bahwa Perdagangan Orang dan

Penyelundupan Manusia merupakan kejahatan dengan nilai keuntungan terbesar

ke-3 (tiga) setelah kejahatan Penyelundupan Senjata dan Peredaran Narkoba.

Perdagangan orang (trafficking) menurut definisi dari pasal 3 Protokol

PBB berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan

seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain

dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan

kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau

memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang

berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk paling

tidak eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari

eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek

serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh. (Pasal 3

Protokol PBB untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Trafiking Manusia,


5

Khususnya Wanita dan Anak-Anak, ditandatangani pada bulan Desember 2000 di

Palermo, Sisilia, Italia).

Sedangkan definisi Perdagangan Orang (trafficking) menurut Undang-

Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang, yaitu : Pasal 1 (ayat 1) ; Tindakan perekrutan,

pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,

penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,

penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi

bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang

memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara

maupun antar Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang

tereksploitasi. Pasal 1 (ayat 2) ; Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap

tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana

yang ditentukan dalam undang-undang ini. (Substansi hukum bersifat formil

karena berdasar pembuktian atas tujuan kejahatan trafiking, hakim dapat

menghukum seseorang).

Berdasarkan pengertian dari berbagai definisi di atas, perdagangan orang

dipahami mengandung ada 3 (tiga) unsur yang menjadi dasar terjadinya tindak

pidana Perdagangan Orang. Apabila dalam hal ini yang menjadi korban adalah

orang dewasa (umur ≥ 18 tahun) maka unsur-unsur trafiking yang harus

diperhatikan adalah PROSES (Pergerakan), CARA, dan TUJUAN (Eksploitasi).

Sedangkan apabila korban adalah Anak (umur ≤ 18 tahun) maka unsur-unsur


6

trafiking yang harus diperhatikan adalah PROSES (Pergerakan) dan TUJUAN

(Eksploitasi) tanpa harus memperhatikan CARA terjadinya trafiking.

Penjelasan unsur-unsur trafiking yang dimaksud adalah apakah ada

PROSES (pergerakan) seseorang menjadi korban dari tindak perdagangan orang

melalui Direkrut, Ditransportasi, Dipindahkan, Ditampung, atau Diterimakan

ditujuan, YA atau TIDAK, sehingga seseorang menjadi korban trafiking.

Sedangkan unsur CARA apakah seseorang tersebut mengalami tindakan

Diancam, Dipaksa dengan cara lain, Diculik, menjadi Korban Pemalsuan, Ditipu

atau menjadi Korban Penyalahgunaan Kekuasaan, YA atau TIDAK, sehingga

seseorang menjadi korban trafiking. Kemudian dilihat dari unsur TUJUAN

(Eksploitasi) apakah korban tereksploitasi seperti dalam bidang Pelacuran, Bentuk

lain dari eksploitasi seksual, Kerja Paksa, Perbudakan, Praktek-praktek lain dari

perbudakan (misal: tugas militer paksa), atau Pengambilan organ-organ tubuh,

YA atau TIDAK, jika memenuhi semua unsur tersebut maka seseorang dipastikan

menjadi korban perdagangan orang.

Di Indonesia, protocol PBB tentang Trafficking diadopsi dalam Rencana

Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan

Anak. RAN dikuatkan dalam bentuk Keppres RI Nomor 88 tahun 2002,

disebutkan Trafficking Perempuan dan Anak adalah segala tindakan

pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau tindakan perekrutan antar

daerah dan antar Negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan, dan

penampungan sementara atau ditempat tujuan, perempuan dan anak. Dengan cara
7

ancaman, penggunaan kekuasaan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu

muslihat, memanfaatkan posisi kerentaan (misalnya ketika seseorang tidak

memiliki pilihan lain), terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang,

memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan

anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual

(termasuk phaedofilia), buruh migrant legal maupun illegal, adopsi anak,

pekerjaan formal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri

pornografi, pengedaran obat terlarang, penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk

eksploitasi lainnya.

Pelaku trafficking diartikan sebagai seorang yang melakukan atau terlibat

dan menyutujui adanya aktivitas perekrutan, transportasi, perdagangan,

pengiriman, penerimaan atau penampungan atau seorang dari satu tempat ke

tempat lainnya untuk tujuan memperoleh keuntungan. Orang yang

diperdagangkan (korban trafficking) adalah seseorang yang direktur, dibawa,

dibeli, dijual, dipindahkan, diterima atau disembunyikan, sebagaimana disebutkan

dalam definisi trafficking pada manusia termasuk anak, baik anak tersebut

mengijinkan atau tidak.

Inti dari trafficking anak adalah adanya unsur eksploitasi dan pengambilan

keuntungan secara sepihak. Eksploitasi disini diartikan sebagai tindakan

penindasan, pemerasan, dan pemanfaatan fisik, seksual, tenaga, dan atau

kemampuan seorang oleh pihak lain yang dilakukan sekurang-kurangnya dengan

cara sewenang-wenang atau penipuan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar


8

pada sebagian pihak. Dalam dunia perdagangan orang (trafficking) banyak sekali

mitos dan kenyataan yang perlu kita pahami agar lebih waspada terhadap berbagai

modus penipuan dari perdagangan orang, misalnya :

(MITOS : Orang-orang yang pindah secara legal tidak akan menjadi

korban trafficking. FAKTA : walaupun korban-korban trafficking di bawa

masuk ke sebuah Negara secara illegal, yang lainnya bisa

mempunyai dokumentasi yang legal atau masuk dengan visa kerja yang

valid.)

(MITOS : Seseorang pasti ditipu tentang jenis pekerjaannya apa.

FAKTA : banyak korban yang sadar akan jenis pekerjaan yang

ditawarkan, tetapi mereka tidak tahu kondisi pekerjaannya. Misalnya

wanita-wanita itu tahu bahwa mereka akan bekerja sebagai PRT, tetapi

mereka tidk tahu keadaan-keadaan yang lain (misalnya; tidak boleh

keluar rumah, tidak mendapat makan yang cukup, jam kerja berlebihan,

dsb).

(MITOS : Hanya wanita dan anak-anak yang diperdagangkan untuk

tujuan eksploitasi seksual. FAKTA : walaupun beberapa orang

diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, ada banyak yang

diperdagangkan karena alas an lain, termasuk kerja paksa (di pabrik atau

perkebunan) atau disuruh berperang. Laki-laki juga rawan untuk

diperdagangkan dalam bentuk eksploitasi yang lain).


9

(MITOS : Trafficking hanya terjadi di Perbatasan saja. FAKTA : selain

banyak korban yang ditrafik lintas batas internasional, banyak korban

yang mengalami trafiking domestik, misalnya dari kota ke kota, antar

provinsi, di dalam negeri).

(MITOS : hanya orang yang tidak berpendidikan dan miskin yang

mengalami trafficking. FAKTA : meskipun beberapa korban rentan

karena hidup dalam kemiskinan, semua tipe orang dapat ditrafik. Sebagai

contoh dibeberapa bagian dunia ini perempuan berpendidikan tinggi

beresiko tinggi ditrafik karena hanya sedikit lapangan pekerjaan yang

tersedia di kampong halaman mereka dan mereka akan mencari

kesempatan ditempat lain, salah satunya sekarang sudah ada modus

trafficking dengan dalih pemberian beasiswa pendidikan dan pelatihan

pemain bola bagi anak-anak yang berpretasi, padahal sesampai ditujuan

mereka langsung ditrafik dan diperjakan diperkebunan atau jadi nelayan

dan yang lebih berbahaya lagi dipekerjakan sebagai pekerja dipabrik

narkoba).(Sumber : International Organization for Migration (IOM)

Indonesia, 2011).

Penyelundupan Manusia (Smuggling), menurut definisi Pasal 3 Protokol

PBB Tahun 2000 tentang Penyelundupan Manusia, berarti mencari untuk

mendapat, langsung maupun tidak langsung, keuntungan finansial atau materi

lainnya, dari masuknya seseorang secara illegal ke suatu bagian Negara dimana

orang tersebut bukanlah warga Negara atau memiliki izin tinggal. Masuk secara
10

illegal berarti melintasi batas Negara tanpa mematuhi peraturan/perijinan yang

diperlukan untuk memasuki wilayah suatu Negara secara legal.

Penyelundupan Manusia memiliki unsur yang hampir sama dengan

Perdagangan Orang, yaitu ada unsur PROSES, CARA dan TUJUAN. Unsur

PROSES adalah aktivitas pemindahan seseorang (sama sepeerti dalam

perdagangan orang). Unsur CARA adalah tidak ada unsur penyelewengan

persetujuan kehendak pribadi maupun dengan penggunaan kekerasan, umumnya

calon migrant mencari dan memulai kontak dengan penyelundup sendiri dengan

menyadari tujuannya, yaitu untuk melintasi batas suatu Negara secara illegal.

Sedangkan unsur TUJUAN yaitu selalu ada nilai mendapatkan keuntungan berupa

financial dan pelaksanaannya untuk tujuan melintasi perbatasan Negara yang

dilakukan secara illegal.

Perbedaan mendasar yang bisa kita lihat antara Perdagangan Orang

dengan Penyelundupan Manusia, adalah dari sifat dan kualitas persetujuannya,

dimana perdagangan orang persetujuan diperoleh karena kekerasan, paksaan,

penipuan dsb. Sedangkan Penyelundupan Manusia selalu ada persetujuan untuk

pemindahan. Dari Kepentingan, dimana perdagangan orang tujuannya selalu

eksploitasi sedangkan penyeleundupan manusia tujuannya pemindahan orang

secara illegal. Dilihat dari sifat hubungan antara individu dengan fasilitator/pihak

yang mengekploitasi, dimana perdagangan orang antara (korban & trafiker) terjadi

hubungan jangka panjang, berkesinambungan, hingga korban berada di Negara

tujuan hubungan ini masih berlangsung. Sedangkan penyelundupan manusia


11

antara (pembeli & pemasok) hubungan jangka pendek dan putus setelah kegiatan

pemindahan ke suatu negara tercapai.

Dari segi kekerasan dan intimidasi, dimana perdagangan orang selalu

menggunakan kekerasan dan intimidasi, guna mempertahankan korban tetap

berada dalam situasi tereksploitasi, sedangkan untuk penyelundupan manusia

tidak selalu menggunakan kekerasan dan intimidasi. Dari segi Otonomi dan

Kebebasan, untuk perdagangan orang dimana korban selalu dalam posisi lemah

sedangkan untuk penyelundupan manusia korban biasanya tidak terlalu lemah

kecuali jika dibutuhkan agar pemindahan berhasil. Dari Aspek Geografis,

perdagangan orang terjadi secara internal dan lintas batas Negara, sedangkan

penyelundupan manusia terjadi secara lintas batas Negara. Dari segi dokumen,

perdagangan orang bias legal maupun illegal, sedangkan penyelundpan manusia

biasanya selalu illegal. Yang terakhir dari segi kejahatan, dimana untuk

perdagangan orang selalu terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan sifat dari

kejahatannya dilakukan terhadap individu. Sedangkan untuk penyelundupan

manusia bersifat kejahatan terhadap Negara.

Jadi apapun bentuk dan modus tindak pidana kejahatan yang dilakukan

oleh para sponsor atau agen pencari kerja dengan berbagai iming-iming pekerjaan

yang menjanjikan haruslah diwaspadai, apalagi bentuk dan kejahatan tersebut

dapat mengancam masa depan anak-anak kita. Apapun bentuk kejahatannya baik

perdagangan orang maupun penyelundupan manusia tidak ada satupun yang

menguntungkan hanya akan membawa penderitaan dan merugikan berbagai pihak


12

baik Negara, masyarakat, keluarga/orang tua, terlebih lagi terhadap diri individu

yang menjadi korban dan anak-anak

Berhubungan dengan masalah “consent” dan mengingat bahwa hingga

kinipun belum ada konvensi HAM yang memberikan definisi “trafficking” secara

lebih memadai, maka perlu pula kiranya melihat bagaimana pendekatan resmi

yang ada mengenai prostitusi. GAATW (1997) mengidentifikasi empat

pendekatan terhadap prostitusi yang diterapkan di seluruh dunia, yakni:

1. Kriminalisasi. Dalam pendekatan ini, prostitusi dianggap sebagai tindak

pidana dan dilarang oleh hukum. Beberapa negara mengkriminalisasikan

semua pihak yang terlibat dalam prostitusi, baik penjajanya, pembelinya

maupun pihak ketiga yang memperoleh keuntungan dari transaksi seks.

2. Dekriminalisasi. Transaksi seks tidak dianggap sebagai kejahatan.

Sekalipun begitu, eksploitasi atau perilaku aniaya atas pekerja seks bisa

jadi dilarang oleh hukum. Dekriminalisasi ini tidak secara otomatis akan

membuat pemerintah melakukan regulasi atas prostitusi.

3. Regulasi. Semua pekerja seks didaftar, biasanya melalui rumah bordil

tempat mereka beroperasi. Pendaftaran ini biasanya berguna untuk

mengontrol pemeriksaan kesehatan para pekerja seks. Pekerja seks yang

tidak terdaftar diancam dengan hukuman dan karenanya mereka rawan

eksploitasi.

4. Legalisasi. Hukum perburuhan diberlakukan bagi pekerja seks dan

penghasilan mereka dikenai pajak.


13

Terkait aspek yuridis tentang perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh

pemerintah adalah yang paling utama dan utama adalah melalui penggunaan kitab

undang-undang hukum pidana (KUHP). Walaupun dalam produk hukum ini

belum memperhatikan kepentingan korban daripada pelaku, namun setidaknya

ada satu pasal yang memberikan klausan terkait perlindungan terhadap korban

yaitu pada pasal 14c ayat 1 KUHP tentang ganti kerugian yang bersifat

keperdataan. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut: "pada perintah yang

disebut dalam pasal 14c kecuali dalam hal dijatuhkan pidana denda, maka

bersama-sama dengan syarat umum, bahwa orang yang dipidana tak akan

melakukan tindak pidana, hakim boleh mengadakan syarat khusus bahwa orang

yang dipidana itu akan mengganti kerugian yang terjadi karena tindak pidana itu,

semuanya atau sebagiannya saja, yang akan ditentukan pada perintah yang

ditentukan pada perintah itu juga, yang kurang dari masa percobaan itu."

Menurut bunyi pasal di atas menimbulkan penafsiran, bahwa materi

muatan dalam KUHP sudah sedikit memberikan perhatian khusus terhadap

korban. Menurut barda nawawi bahwa dalam hukum pidana positif perlindungn

korban lebih banyak merupakan perlindungan abstrak atau perlindungan tidak

langsung, artinya dengan adanya berbagai banyak perumusan tindak pidana dalam

peraturan perundang-undangan selama ini, bsearti pada hakekatnya telah ada

perlindungan hukum dan hak asasi korban.

Dengan demikian, KUHP belum secaranya nyata dan tegas menentukan

ketentuan secara konkret atau langsung memberikan perlindungan hukum

terhadap korban dan dan juga tidak merumuskan jenis pidana restitusi (ganti rugi)
14

bagi korban dan keluarga korban sekaligus. Hakim hanya diberikan tawaran

secara fakultatif, sehingga ketentuannya. tiada imperatif dan memaksa untuk

melakukan perlindungan mnurut bunyi muatan pasal dalam KUHP.

Selain perlindungan hukum dari KUHP, perlindungan terhadap korban

pun dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi Dan Korban. Khususnya pada pasal 5 ayat (1) yang

memberikan legitimasi terhadap perlindungan keamanan pribadi, keluarga dan

harta bendanya, serta terbebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian

yang akan sedang atau telah diberikannya. Ikut serta dalam proses memilih dan

menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan, memberikan

keterangan tanpa tekanan, mendapat penerjemah, bebas dari pertanyaan yang

menjerat, mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus dan putusan

pengadilan, mendapat identitas baru dan kediaman baru, memperoleh penggantian

biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan, mendapatkan nasehat hukum,

memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan

berakhir.

Salah satu contoh kasus Human trafficking yang perrnah terjadi adalah

Dua orang pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bernama Heriyanto

(33) dan Sugito (33) ditangkap di Terminal Keberangkatan Internasional Bandara

Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, pada Jumat (9/6/2023) sekitar

pukul 13.30 Wita. Mereka ditangkap saat hendak membawa empat pekerja migran

Indonesia (PMI) tanpa surat-surat yang lengkap ke Kamboja.


15

Adapun empat orang yang hendak diberangkatkan ke Kamboja tanpa

surat-surat lengkap bernama Krisman Yulianto (25), Anggi Saputra (24), Wawan

Setiono (37) dan Indra Permana (23). Empat korban dan dua pelaku langsung

diamankan Polres Kawasan Bandara I Gusti Ngurah Rai. Dua perekrut pekerja

tersebut diduga telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2017

tentang Perlindungan Pekerjaan Migran Indonesia (PMI) sesuai dengan Pasal 81

juncto Pasal 69 dan/atau Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 11 undang-undang nomor

21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pedagangan Orang.

Berdasarkan kasus tersebut salah satu aturan yang mengatur terhadap

kejahatan perdaganan orang adalah undang-undang nomor 21 Tahun 2007

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pedagangan Orang. Jika mengkhusus

spesifik mengeai perlindungan terhadap kejahatan perdagangan orang tertera pada

undang-undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Pedagangan Orang. Khususnya pada pasal 43 ayat (1) Ganti kerugian dan serta

rehabilitasi medis dan sosial serta reintegrasi yang harus dilakukan oleh negara

khususnya bagi korban yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat

tindak pidana perdagangan orang. Kemudian pasal berikutnya dari pasal 44, pasal

47, pasal 48, dan pasal 51 hingga pasal 54 undang-undang nomor 21 tahun 2007

yang berturut-turut mengatur tentang kerahasiaan identitas korban, hak

mendapatkan restitusi atau ganti rugi, baik terkait hak milik, biaya selama

mengemban proses hukum, baik didalam negeri maupun di luar negeri, dan

restitusi tersebut harus


16

dicantumkan sekaligus pada amar putusan pengadilan. Karena semakin

besar dan masive kejahatan perdagangan manusia di Indonesia setelah

dikeluarkannya undang-undang tersebut, maka pemerintah dan Parlemen kita

menerbitkan lagi Undang-undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang pengesahan

Protokol untuk Mencegah, Menindak dan Menghukum, terutama perempuan, dan

anak-anak, suplemen konvensi PBB menentang kejahatan Transnasional yang

terorganisir (protocol to prevent, suppress, punish, trafficking in persons,

especially women and children, Suplementing the united nations convention

Against transnasional organized crime ). Selain itu pemerintah bersama DPR juga

telah menerbitkan undang-undang nomor 15 tahun 2009 tentang pengesahan

protokol pemberantasan penyelundupan, migran baik melalui darat, laut, maupun

udara, suplemen konvensi PBB menentang kejahatan transnasional yang

terorganisasi (Protocol Against Smuggling Of Migrant By Land, Sea, And Air).


17

BAB III

PENUTIP

Dari beberapa hal yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini, maka dapat ditarik
garis linier terkait kesimpulan yang didapat yaitu:

a) Perlindungan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang di


Indonesia memang sudah sedemikian rupa diatur, namun dalam
hal pelaksanaan penegakkan hukumnya, para aparat dan
pemerintah masih belum secara serius mengimplikasikannya.
Produk hukum yang menjadi lokomotif utama dan primadona para
penegak hukum yaitu KUHP masih belum memberikan tendenti
keperpihakan terhadap korban, karenan memang produktersebut
masih menawarkan klausal abstrak terkait korban yang hanya
diwakilkan oleh negara.
b) Faktor penyebab sulitnya perlindungan sebenarnya tidak hanya
dipemerintah saja melainkan korban itu sendiri yang terkadang
melalukan pembiaran karena yang pertama tidak mampu bereaksi
terhadap penyimpangan, yang kedua, sikorban atau badan kontrol
lain mungkin takut akan ada akibat yang lebih serius karena
pertentangan tersebut, yang ketiga, sikap tidak eduli ini sudah
menjadi iklim sosial yang ditimbulkan oleh tidak adanya rekasi
yang luas.
DAFTAR BACAAN

Buku

Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang
(Legisprudence). Penerbit Kencana. Jakarta,

Annisa, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak korban Tindak pidana


Pencabulan di Kota Makassar (studi Kasus Pengadilan Negeri Makassar
Tahun 2010-2013). FIS Universitas Negeri Makasar,

Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, Jakarta,

Barda Nawawi Arief, 2010 Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan


Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti Bandung,

______________, 2011, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana


(Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group),
______________, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya,

Cst Kansil, 2002, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta,

Diana Halim Koentjoro, 2014, Hukum Administrasi Negara, (Bogor Selatan :


GhaliaIndonesia),

Didi Nazmi Yunas, 2000, Konsepsi Negara Hukum, Padang : Angkasa Raya
Padang,

Farhana, 2012, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, (Jakarta: Sinar


Grafika),

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka,

Moh. Kusnardi, 1987, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta,

Muhammad Yamin, 1982, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Ghalia


Indonesia, Jakarta,

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,
Alumni, Bandung,

O. Notohamidjojo, 1970, Makna Negara Hukum, Badan Penerbit Kristen, Jakarta,


Padmo Wahyono, 1984, Guru Pinandita, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta,

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat- Sebuah Studi


Tentang Prinsip- prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam
Lingkungan Peradilan Umum Dan Pembentukan Peradilan Administrasi
Negara, Bina Ilmu, Surabaya.

Rozikin Daman, 2011, Hukum Tata Negara, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada),
Satjipto raharjo, 2011, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia,:
Penerbit Buku Kompas, Jakarta,

Soerjono Soekanto, 2011, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan


HukumRaja Grafindo Persada, Jakarta,

Sudarto, 2012, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Alumni, Bandung,

Sumali, 2003, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti


Undang-undang (Perpu), Universitas Muhammadiyah Malang, Malang,

Utrecht, 1962, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta,

Internet

2 Pelaku Perdagangan Orang Ditangkap di Bandara Ngurah Rai, URL:


https://www.detik.com/bali/hukum-dan-kriminal/d-6768601/2-pelaku-
perdagangan-orang-ditangkap-di-bandara-ngurah-rai. Diakses pada
tanggal 2 Desember 2023 Pada Pukul 21.34

Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Perdagangan Orang.

Anda mungkin juga menyukai