Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tema “Tindak Pidana Perdagangan
Orang” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas, selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang tindak pidana perdagangan
orang bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling
banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Khususnya perdagangan anak
merupakan sesuatu hal yang mudah terjadi karena secara fisik dan mental anak masih sangat
rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan. Perdagangan anak (children trafficking) telah
lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan
martabat manusia. Di masa lalu, perdagangan anak hanya dipandang sebagai pemindahan
secara paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi. Jumlah konvensi terdahulu mengenai
perdagangan hanya memfokuskan aspek ini. Namun seiring dengan perkembangan zaman,
perdagangan didefinisikan sebagai pemindahan, khususnya anak dengan atau tanpa
persetujuan orang yang bersangkutan di dalam suatau negara atau ke luar negeri untuk semua
perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi.
Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi
seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja paksa atau
pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak pidana
perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau
penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan anak tersebut
dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas korban.
Bentuk-bentuk eksploitasi meliputi kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan,
dan praktek-praktek serupa perbudakan, kerja paksa atau pelayanan paksa adalah kondisi
kerja yang timbul melalui cara, rencana, atau pola yang dimaksudkan agar seseorang yakin
bahwa jika orang tersebut tidak melakukan pekerjaan tertentu, maka orang tersebut
mendapatkan resiko akan menderita baik secara fisik maupun psikis.
Tindak pidana perdagangan orang, khususnya anak, telah meluas dalam bentuk
jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan
orang bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara
negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Perluasan definisi perdagangan sebagaimana di kutip dari Wijers dan LapChew yaitu:
Perdagangan sebagai perpindahan manusia khususnya perempuan dan anak, dengan atau
tanpa persetujuan orang bersangkutan, di dalam suatu negara atau ke luar negeri, untuk
semua bentuk perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi dan perbudakan yang
berkedok pernikahan (servile marriage).
Definisi yang luas ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang Indonesia yang telah
mengalami kekerasan yang berkaitan dengan perdagangan orang daripada yang di perkirakan
sebelumnya. Hal ini membawa kepada suatu konsepsi baru mengenai perdagangan. Kerangka
konseptual baru untuk perdagangan ini melambangkan pergeseran dalam beberapa situasi
dibawah ini yang didasari atas poin-poin sebagai berikut:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1) Upaya kebijakan hukum yang dapat dilakukan terhadap pencegahan tindak pidana
perdagangan orang dalam perspektif hukum dan HAM sudah berjalan dengan baik.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dengan adanya Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2007 ini dapat mengatur perlindungan korban perdagangan
manusia sebagai aspek yang penting dalam penegakan hukum, artinya untuk
memberikan perlindungan kepada korban dan saksi. Selain itu, undang-undang ini
juga memberikan perhatian yang besar terhadap penderitaan korban sebagai akibat
tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi yang harus diberikan
oleh pelaku sebagai ganti kerugian bagi korban, dan mengatur pula hak korban atas
rehabilitas imedis dan sosial, pemulangan serta reintegrasi yang harus dilakukan oleh
negara khususnya bagi mereka yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan sosial
akibat tindak pidana perdagangan orang.
2) Upaya perlindungan hokum terhadap korban perdagangan orang dalam perspektif
hokum dan HAM belum sepenuhnya berjalan dengan baik, karena pihak penegak
hukum tidak dapat memantau atau melakukan motif yang dilaksanakan oleh calo
pencari kerja terhadap korban yang membutuhkan kerja keluar negeri.
3) Upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang adalah :
a. Sosialisasi oleh pihak Pemerintah Daerah, lembaga, tokoh agama, masyarakat, dan
pelaku pendidikan.
b. Membentuk lembaga-lembaga yang konsen terhadap program perdagangan orang.
c. Membuka lapangan pekerjaan seperti pabrik industri, pertanian, perkebunan, dan
peternakan.
d. Memberikan bekal keterampilan kepada masyarakat.
B. Saran
1) Perlu upaya yang lebih terintegrasi dari semua pihak dalam mencegah tindak
perdagangan manusia (trafficking), pemberian efek jera bagi para pelaku trafficking,
dan perhatian yang lebih besar kepada korban trafficking.
2) Lebih meningkatkan pengawasan terhadap semua pihak terkait dalam perdagangan
manusia (trafficking) atau lembaga-lembaga yang konsen terhadap penanganan
perdagangan manusia agar tidak terjadi perbuatan melawan hukum oleh pihak terkait.
3) Perlunya melakukan sosialisasi tentang bahaya perdagangan manusia, memberikan
bekal keterampilan kepada masyarakat, dan meningkatkan kontrol sosial masyarakat
untuk meminimalisir terjadinya perdagangan manusia (trafficking).
DAFTAR PUSTAKA
Farhana. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2010. .
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2007 tentang Pencegahan dan
Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak