Relevansi Adopsi Ilegal dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang pada Tataran
Internasional
Anak sebagai salah satu entitas representasi perjuangan bangsa dan sumber daya
manusia bagi pembangunan nasional mendatang memiliki hak asasi yang melekat sejak
masih dalam kandungan berupa penghidupan yang layak. Dalam Pasal 28B ayat 2
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disebutkan bahwa,
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”1 Namun, hak tersebut seringkali tidak
dapat dipenuhi lantaran kondisi keluarga yang tidak memungkinkan, misalnya banyak
terjadi penelantaran anak karena faktor ekonomi oleh suatu keluarga. Untuk melindungi
Anak. Namun, tata pengawasan yang dinilai kurang mampu dilakukan telah
Adopsi illegal dapat disebut tindak pidana orang tatkala terbukti adanya unsur-
unsur perbuatan yang terpenuhi dalam tindak pidana perdagangan orang. 2 Ada tiga unsur
yang harus dipenuhi terhadap aktivitas, perbuatan, atau perilaku yang bisa
Women and Children, Supplement the United Nation Convention Againtst Transnational
harboring or receipt
control over another person, for the purpose of exploitation. Exploitation shall include,
tentang anak, anak dianggap bukan hanya sebagai simbolisme penerus peradaban semata,
tetapi juga entitas yang sebenar-benarnya punya hak yang harus dilindungi dengan
upaya-upaya preventif dan sanksi bagi siapapun yang mengambil haknya. Seperti halnya
4
Lihat Pasal 3 huruf a Protocol to Prevent, Suppress ang Punish Traffikking in Person, Especially
Women and Children, Supplement the United Nation Convention Againtst Transnational Organization
Crime.
yang termaktub pada Konvensi Hak Anak (KHA). Konvensi Hak Anak (KHA) adalah
adalah salah satu bagian dari instrument internasional yang luas dan telah ditandatangani
atau diterima oleh 190 negara di dunia, termasuk Indonesia. 5 Sebagai upaya preventif
bahwa, “No child shall be deprived of his or her liberty unlawfully or arbitrarily. The
arrest, detention or imprisonment of a child shall be in conformity with the law and shall
be used only as a measure of last resort and for the shortest appropriate period of time)”.
Sementara itu, dalam Pasal 1 The Council Framework Decision Tahun 2002
pertukaran atau pemindahan kontrol seseorang atas seseorang kepada orang lain dimana
penggunaanya :
di antaranya adalah perekrutan anak-anak untuk menjadi pekerja di jermal dengan upah
5
Elfina Sahetapy, “Perlindungan Hak Anak Kewajiban Siapa,” 2010, diakses melalui melalui
http://www.perkantasjatim.org/index.php?g=articles&id=70, tanggal 13 Juni 2023
6
Mahrus Ali dan Bayu Aji Pramono, Perdagangan Orang: Dimensi, Instrumen Internasional dan
Pengaturannya di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 21.
yang sangat minim, kondisi kerja yang mengancam kesehatan tubuh, mental serta moral
mereka dan pengangkatan anak bayi tanpa proses yang benar (due proces of Law).7 Hal
tersebut berarti output dari adopsi yang tidak sesuai dengan aturan hukum terkait
secara potensial bisa berujung pada praktik tindak pidana perdagangan orang. Hal
itu disebabkan karena adopsi atau pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum.
Jadi teknis adopsi harus disesuaikan dengan koridor hukum yang berlaku. Selain
legalitasnya terjaga, juga sebagai upaya untuk memberikan kejelasan terhadap kehidupan
Sesungguhnya, regulasi yang mengatur terkait perdagangan orang sudah ada sejak
International Convention for the Suppression of Traffic in Women and Children Tahun
1921, International Convention for the Suppression of Traffic in Women of Full Age
Tahun 1933, dan Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Againts
paling progresif dan mengandung muatan teknis yang paling detail kaitannya dengan
adopsi atau pengangkatan anak adalah The Hague Convention on the Jurisdiction and
Applicable Law and Recognition of Decrees Relation to Adoption (Konvensi Den Haag
1965) dan The Hague Convention on the Protection of Children and Co-operation in
7
Harkristuti Harkrisnawo, Tindak Pidana Perdagangan Orang: Beberapa Catatan, Law Reviuw,
Vol 7, 2007, hlm. 6.
manusia di negaranya. Selain pengaturan secarai internasional berbentuk konvensi di
atas, yang tidak kalah penting adalah pengaturan tentang perlindungan korban
perdagangan manusia yang diatur dalam Protokol Palermo yang sudah dijelaskan di
muka.