OLEH :
B. Identifikasi Masalah.............................................................................................. 6
C. Pembatasan Masalah.............................................................................................6
D. Rumusan Masalah................................................................................................. 7
E. Tujuan Penelitian................................................................................................... 7
1. Tujuan Umum................................................................................................. 7
2. Tujuan Khusus................................................................................................7
F. Manfaat Penelitian................................................................................................. 7
1. Manfaat Teoritis..............................................................................................8
2. Manfaat Praktis............................................................................................... 8
G. Kajian Pustaka....................................................................................................... 8
1. Tijauan Umum Tentang Perdagangan Orang (Human Trafficking)...............8
2. Tinjauan Umum Tentang HAM....................................................................10
3. Sistem Peradilan Pidana Indonesia...............................................................12
4. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum..............................................18
H. Metode Penelitian............................................................................................... 20
1. Jenis Penelitian............................................................................................. 20
2. Jenis Pendekatan........................................................................................... 20
3. Sumber Bahan Hukum..................................................................................21
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum............................................................22
5. Metode Pengolahan Bahan Hukum..............................................................22
6. Teknik Analisis Bahan Hukum.....................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
A. Latar Belakangan
Pesatnya pertumbuhan kejahatan telah mendorong para profesional sekolah
dasar di negara ini untuk berpikir kritis tentang mendefinisikan konsep untuk
menyeimbangkan pola kejahatan yang semakin kompleks. Meminta agar hukum
dan peraturan kita menangani hal ini adalah untuk melindungi ketidakadilan.
Kepastian itu penting, namun ketika hukum semakin pasti, maka semakin tidak adil
sebagaimana salah satu asas hukum yang mengatakan Nemo ius ignoraria consetur
(Sunggara, 2020). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bukanlah produk
asli negara kita, melainkan produk adopsi dari Belanda, sehingga sepertinya banyak
ketentuan dalam ketentuan Undang-Undang ini sudah tidak relevan lagi untuk
memerangi kejahatan di negara ini.
Perdagangan orang merupakan kejahatan yang berkembang di Indonesia.
Dokumentasi hukum pasal mengenai masalah ini telah diatur dalam Pasal 297
KUHP, namun sampai saat ini belum dirasakan manfaatnya. Penegakan hukum kita
harus mengambil langkah-langkah kepatuhan yang kuat untuk membuat hukum
pidana kita lebih manusiawi. Sistem hukum pidana kita selalu cenderung
menonjolkan kejahatan dari sudut pandang pelakunya. Menurutnya, jika kita
mengabaikan sudut pandang korban, akan ada sesuatu yang kurang dan tidak
seimbang. Namun, unsur kausal kejahatan tidak akan terjadi tanpa adanya korban
(Ilyas, 2018).
Perdagangan manusia merupakan masalah utama yang mengancam umat
manusia karena kehidupan manusia itu sendiri ada. Salah satu bentuk perdagangan
manusia adalah praktik perbudakan manusia yang terjadi jauh sebelum
perdagangan manusia berkembang menjadi seperti sekarang ini. Semua perbudakan
pada waktu itu dilakukan tanpa memperhatikan hak seseorang untuk hidup bebas,
yang kini mengalami modernisasi dalam bentuk perdagangan budak. Berdasarkan
pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang penghapusan
tindak pidana perdagangan orang, yang dimaksud dengan perbuatan perdagangan
orang sebagai berikut: ut menggambarkan secara jelas pelanggaran-pelanggaran
hak asasi manusia (HAM) (Meliana, 2021). Saat ini, praktik perbudakan sedang
2
dimodernisasi dalam bentuk perdagangan budak. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1)
UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,
yaitu perdagangan orang, sebagai berikut:
“Perekrutan, pemindahan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan
orang, melalui ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk
pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, penipuan atau penyalahgunaan
kekuasaan, atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran
atau keuntungan untuk memperoleh keuntungan. persetujuan dari orang
yang berwenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi”.
Ada dua unsur antara korban dan pelaku. Dari bidang inilah kajian korban,
khususnya yang berkaitan dengan korban perdagangan orang, menjadi sangat
penting. Hal ini dilakukan dalam rangka mencari cara yang tepat untuk digunakan
sebagai pencegah kejahatan agar tidak menimbulkan korban lebih lanjut, dan juga
merupakan prasyarat untuk menyelesaikan studi hukum pidana secara utuh. Selama
ini korban hanya diwakili oleh negara sebagai pihak yang menderita akibat
kejahatan, yang akan membalaskan dendam pelakunya dengan tata cara yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Dari pengertian di atas, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengertian
perdagangan orang berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan protokol yang bertujuan
untuk mencegah, menekan dan menghukum perdagangan orang, khususnya
perdagangan orang. wanita dan anak-anak. , melengkapi Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional (Protokol
Pencegahan, Respons dan Hukuman Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan
Anak-anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa). Perserikatan
Bangsa-Bangsa melawan kejahatan terorganisir transnasional).
Ancaman perdagangan manusia sering terjadi di berbagai negara di dunia,
terutama negara berkembang seperti Indonesia. Selain itu, Indonesia memiliki
posisi geografis yang strategis, sehingga Indonesia sering dijadikan sebagai jalur
transportasi dan perdagangan antar negara. Hal ini tentunya membawa banyak
manfaat bagi negara. Namun tidak dapat dipungkiri juga berdampak merugikan
3
bagi negara, banyak terjadi kejahatan di Indonesia, dan salah satu yang paling
mengancam adalah kejahatan perdagangan orang. Kejahatan ini terjadi karena tidak
menghormati harkat dan martabat manusia. Manusia dianggap sebagai komoditas
yang harganya dapat ditentukan tanpa persetujuannya, diangkut, dikumpulkan,
dikurung dan ditempatkan tanpa memperhatikan kebutuhannya sebagai manusia
(Muzaffar, 2017).
1. Setiap orang yang merekrut, membawa, menampung, menyampaikan,
memindahkan atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, pemaksaan, penipuan, penipuan,
penyalahgunaan, penggunaan kekuasaan atau posisi rentan, berhutang ,
atau memberikan pembayaran atau manfaat meskipun mendapat
persetujuan dari orang yang menguasai orang lain, untuk tujuan
pemanfaatan orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia;
2. Setiap orang yang memasukkan orang ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan maksud untuk dimanfaatkan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau untuk dieksploitasi di negara lain dan
setiap orang yang membawa warga negara Indonesia keluar dari wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan maksud untuk beroperasi di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini merugikan negara, banyak terjadi
kejahatan di Indonesia, dan salah satu yang paling mengancam adalah
perdagangan orang. Kejahatan ini terjadi karena tidak menghormati
martabat manusia. Manusia dianggap sebagai komoditas yang harganya
dapat ditentukan tanpa persetujuannya, diangkut, dikumpulkan, dikurung
dan ditempatkan tanpa memperhatikan kebutuhannya sebagai manusia.5
3. Setiap orang yang mengangkat anak dengan menjanjikan sesuatu atau
memberikan sesuatu dengan maksud untuk dimanfaatkan; Setiap orang
yang membawa anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara yang
mengakibatkan anak tersebut dieksploitasi;
4
B. Identifikasi Masalah
1. Semakin maraknya kasus perdagangan orang di indonesia dengan berbagai alasan
dan dalil untuk bekerja keluar negeri.
2. Adanya sindikat yang menawarkan lowongan pekerjaan ilegal ke luar negeri belum
terdeteksi oleh pihak yang berwajib yang masih sampai saat ini menyebar di
wilayah indonesia.
3. Kurangnya wawasan masyarakat dalam menyikapi kasus-kasus perdangan orang
dengan iming-iming memberi pekerjaan di luar negeri.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang disajikan diatas, perlu untuk
menggaris bawahi kata-kata artikel karya tulis ilmiah ini terkait dengan materi
yang akan ditentukan di dalamnya. Sangat penting untuk tidak meninggalkan
masalah utama yang muncul yang telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga
dapat digambarkan secara sistematis. Untuk menghindari diskusi diluar topic,
batasan diberikan sejauh mana masalah yang akan dibahas.
Berdasarkan masalah yang paparkan diatas, maka pembatasan ruang
lingkup pembahasan yaitu mengenai Tinjauan Yuridis Tentang Penegakan Hukum
Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Perpektif Hukum Pidana
Indonesia.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, pokok permasalahan yang hendak
dibahas dalam proposal ini, yaitu:
1. Bagaimana Penegakan serta Perlindungan Hukum terhadap Korban
Perdagangan Orang di Indonesia (Human Trafficking) ?
2. Bagaimana Implementasi Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Pengaturan
Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia?
E. Tujuan Penelitian
7
1. Tujuan Umum
- Untuk mengetahui upaya perlindungan hukum Tentang Penegakan
Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Perpektif
Hukum Pidana Indonesia.
- Untuk mengetahui Implementasi Hukum Hak Asasi Manusia Dalam
Pengaturan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang di
Indonesia.
2. Tujuan Khusus
- Untuk menambah dan memperdalam pemahaman tentang
Implementasi Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Pengaturan
Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia.
- Untuk menganalisis dan mengkaji terkait Implementasi Hukum Hak
Asasi Manusia Dalam Pengaturan Pencegahan Tindak Pidana
Perdagangan Orang di Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
Di dalam melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan ada manfaat
yang dapat diambil, baik bagi penulis sendiri maupun bagi masyarakat pada
umumnya. Besarnya manfaat positif yang diberikan menunjukan nilai dan kualitas
dari penelitian tersebut. Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Dengan diadakannya penelitian ini semoga dapat memberikan
sumbangan keilmuan pada mahasiswa dan mahasiswi khususnya dalam
bidang hukum pidana mengenai Tinjauan Yuridis Tentang Penegakan
Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Perpektif
Hukum Pidana Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan sebagai pemahaman
bagi masyarkat luas mengenai Tinjauan Yuridis Tentang Penegakan
8
luar negeri, dan perdangan orang tidak hanya sebatas prostitusi dan perbudakan,
namun segala bentuk eksploitatif (Subhandi, 2016).
Hak asasi manusia mengatur bahwa manusia memiliki hak-hak dasar yang
melekat pada identitas manusia, yang keberadaannya berarti bahwa seseorang
memiliki "hak istimewa" yang memberinya hak untuk diperlakukan sesuai dengan
hak istimewa tersebut. Ada pula kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan
“keistimewaan” yang ada pada orang lain (Majda, 2009). Oleh karena itu, hak milik
setiap manusia harus dijalankan dan dilindungi guna mewujudkan kesempurnaan
eksistensi manusia, untuk mewujudkan hal tersebut setiap manusia perlu saling
menyadari dan melindungi secara bersama-sama.
Kebebasan berpendapat adalah pelaksanaan hak yang dimiliki setiap manusia
untuk mengekspresikan sesuatu, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Kebebasan berpendapat berarti seseorang telah memilih untuk menggunakan haknya,
karena dalam pengertian hak asasi manusia seseorang dapat melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu. Ditinjau dari etimologi kata dalam kalimat hak asasi
manusia, arti kata hak dan hak asasi manusia berasal dari bahasa arab yaitu hak yang
berarti wajib, praktis, benar dan tetap sehingga masuk akal. melakukan. atau tidak
melakukan sesuatu. Kata bahasa Arab manusia adalah asay yang berasal dari akar
kata assa, yaussu, asan, artinya membangun, meletakan, mendirikan sehingga asasi
dapat diartikan hal mendasar dan fundamental yang melekat pada obyeknya.
b. Konsep Dasar Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia (fundamental rights) berarti hak-hak dasar (yang sudah
mapan). Hak asasi manusia adalah hak dasar dan melekat pada identitas manusia
yang universal. Dengan demikian, penelitian hak asasi manusia, menurut Todung
Mulya Lubis, pada dasarnya adalah studi tentang totalitas kehidupan, sejauh mana
hidup kita memberi orang posisi alami, dalam hak asasi manusia bukan hanya produk
Barat tetapi merupakan fondasi yang kokoh untuk semua agama dan budaya yang
ada (Nowak, 2003). Indonesia sebagai negara yang mengakui agama dan memelihara
keragaman budaya dalam kehidupan sehari-hari, menjunjung tinggi nilai-nilai HAM
sesuai dengan perkembangan agama dan budaya, oleh karena itu wacana HAM
mudah dipahami namun tidak selalu sesuai dengan kenyataan.
12
Penekanan teori ini adalah bahwa manusia merupakan interaksi sosial dan
kultural serta perbedaan tradisi budaya dan peradaban berisikan perbedaan
cara pandang kemanusiaan.
4) Doktrin Marxis
Doktrin Marxis menolak teori hak-hak alami karena dalam suatu negara
merupakan dasar dari seluruh hak.Hak-hak untuk mendapat pengakuan atas
hak individu harus mendapat pengakuan dari Negara (Lubis, 2011) .
Berdasarkan teori di atas, hak asasi manusia tidak berkembang pada satu
sebab. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan HAM. Hak asasi manusia
tidak hanya berkembang seiring dengan perkembangan orang itu sendiri, tetapi
cenderung dipengaruhi oleh lingkungan, baik individu maupun masyarakat. Pengaruh
yang melingkupi wacana hak asasi manusia harus menjadi kajian untuk dapat
sepenuhnya menyadari dan menerima hak asasi manusia sebagai nilai aturan hidup.
Kewajiban inti manusia adalah seperangkat kewajiban yang, jika tidak
dipenuhi, tidak memungkinkan untuk melaksanakan dan menegakkan hak asasi
manusia. Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam Pasal 1 Nomor (2) Undang-
Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999. Setiap manusia perlu memiliki
rasa saling menghormati dan menghargai hak asasi manusia agar hak asasi manusia
dapat terwujud. menyadari. penuh.
Hak asasi manusia adalah seperangkat prinsip yang diturunkan dari nilai-nilai
dan kemudian menjadi aturan sebagai pedoman perilaku manusia dalam berhubungan
dengan manusia. Kewajiban hak asasi manusia adalah hal-hal yang harus dilakukan
oleh orang itu sendiri. Kewajiban hak asasi manusia sebagai bentuk pembatasan
terhadap hak asasi manusia juga menjadi pengecek agar kondisi sosial masyarakat
lebih kondusif bagi rasa saling menghormati antar sesama hak asasi manusia.
Di Indonesia, hak asasi manusia diatur oleh Undang-Undang Hak Asasi
Manusia Nomor 39 Tahun 1999, Pasal 69 ayat (2), “Semua hak asasi manusia
menciptakan kewajiban dan tanggung jawab mendasar untuk menghormati hak asasi
manusia. kewajiban pemerintah untuk menghormati, melindungi, melindungi dan
14
memajukannya Melalui pasal ini kita dapat memahami bahwa setiap hak asasi
manusia memiliki kewajiban mendasar berupa tanggung jawab untuk menjadi hak
asasi manusia demi terwujudnya hak asasi manusia secara penuh.
bahwa jika telah lewat waktu penahanan seperti tercantum dalam ayat
sebelumnya, maka penyidik, penuntut umum, dan hakim harus sudah
mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum.
b. Pasal 50 mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa untuk segera
diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang
apa yang disangkakan kepadanya pada waktu dimulai pemeriksaan.
c. Pasal 102 ayat (1) menyatakan penyidik yang menerima laporan atau
pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan
tindak pidana wajib segera melakukan penyidikan yang diperlukan.
d. Pasal 106 menyatakan hal yang sama di atas bagi penyidik.
e. Pasal 10 ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal tindak pidana selesai disidk
oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, segera menyerahkan
hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada
Pasal 6 ayat (1) huruf a.
f. Pasal 110 mengatur tentang hubungan penuntut umum dan penyidik yang
semuanya disertau dengan kata segera. Begitu pula Pasal 138.
g. Pasal 140 ayat (1) menyatakan bahwa:
”dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat
dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan”
(Hamzah, 2010).
Dalam praktek peradilan, perwujudan asas ini dapat digambarkan secara lebih
rinci, selama proses hukum masih berlangsung (pengadilan negeri, pengadilan tinggi,
17
pengadilan agung), dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde), Terdakwa tidak dapat dianggap sebagai pelaku, oleh karena itu dalam
proses pidana harus memperoleh haknya menurut hukum (Hamzah, 2010).
3.Asas oportunitas
A.Z. Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut :
“asas hukum yang memeberikan wewenang kepada penuntut umum untuk
menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau
korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.”
4. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
Pada kepala subparagraf ini telah tegas tertulis “pemeriksaan pengadilan”,
yang berarti pemeriksaan pendahuluan, penyidikan, dan praperadilan terbuka untuk
umum. Dalam hal ini dapat diperhatikan pula Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4)
KUHAP yang berbunyi sebagai berikut :
Ayat (3):
“untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan
menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan
atau terdakwanya anak – anak.”
Ayat (4):
“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan
batalnya putusan demi hukum.”
Pada penjelasan ayat (3) dinyatakan cukup jelas, dan untuk ayat (4) lebih dipertegas
lagi, yaitu :
“Jaminan yang diatur dalam ayat (3) di atas diperkuat berlakunya, terbukti
dengan timbulnya akibat hukum jika asas tersebut tidak dipenuhi.” (Hamzah,
2010).
2012). Sebagaimana ditentukan Pasal 4 ayat (1) Undang – Undang nomor 48 tahun
2009 dan penjelasan umum angka 3 huruf a KUHAP yaitu:
“pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda – bedakan
orang”.
Dari beberapa faktor yang diuraikan diatas, faktor penegak hukum menjadi
yang paling penting. Penegak hukum utama adalah Polisi sebagai Penyidik, Jaksa
Penuntut Umum, Hakim, Lembaga Permasyarakatan. Dengan penegak hukum yang
profesional dapat menghindari malpraktik dibidang hukum. Dalam perekrutan para
penegak hukum yang profesional harus memperhatikan tiga hal yaitu:
1. IQ singkatan dari Intellegence Quotient yaitu tingkat kecerdasan. Para
penegak hukum diharapkan memiliki tingkat kecerdasan sesuai standard dan
latar belakang pendidikan penegak hukum juga sangat penting. Karena
keterbatasan kecerdasan dan pendidikannya kebanyakan penegak hukum
salah dalam menerapkan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat
memprediksi akibat dari tindakan/keputusan yang diambil.
2. EQ singkatan dari Emotional Quotient yaitu tingkat kemampuan dalam
mengendali emosi, mampu memahami perasaan orang lain dan sendiri.
Penegak hukum sering berhadapan dengan masyarakat apalagi jika
menghadapi demonstrasi dengan inteligensi emosional yang rendah dapat
menimbulkan tindakan yang gegabah.
3. SQ singkatan dari Spiritual Quotient yaitu tingkat kemampuan dalam
mengamalkan nilai-nilai agama. Jika para penegak hukum tidak sungguh-
sungguh mendalami ajaran agamanya dapat dengan gampang terjerumus ke
hal-hal duniawi yang tidak benar.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian hukum yuridis normatif, yaitu penelitian
terhadap legalisasi sebuah organisasi dimana diatur dalam norma internasional.
Adapun norma internasional ialah Hukum Pidana menyangkut Tinjauan Yuridis
Tentang Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam
Perpektif Hukum Pidana Indonesia.
2. Jenis Pendekatan
21
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Atmasasmita, Romli, 2015 Sistem Peradilan Pidana(Criminal Justice System)
Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionalisme, Penerbit Bina Cipta,
Jakarta, 1996, Hlm. 15.
Ilyas, Ahidi, M Jakfar Puteh, 2018. Islam Tinjauan Spiritual dan Sosial, Banda Aceh,
Yogyakarta: AK Group
Majda, Muhtaj, 200. Dimensi-Dimensi HAM: Mengurangi Hak Ekonomi, sosial dan
Budaya Edisi Ke III, Jakarta : PT. Rajagarfindo Persada, hlm. 15
Mulyadi, Lilik, 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia Suatu Tinjauan Khusus
Terhadap: Surat Dakwaan, Eksepsi, Dan Putusan Peradilan , PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, , Hlm. 17
Muzaffar, Chandra, 2017. Human’s Wrong: Rekor Buruk Dominasi Barat Atas HAM
Yogyakarta: Pilar Media.
Mulyadi, Lilik, 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia Suatu Tinjauan Khusus
Terhadap: Surat Dakwaan, Eksepsi, Dan Putusan Peradilan , PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, , Hlm. 17
ARTIKEL DI INTERNET :
Meliana, Yang, 2021. “Kajian Yuridis Tentang Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam Kehidupan Bernegara Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,” Justici, Vol 13 No.1.
Kusniati, R, 2011. “Sejarah Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia dalam Kaitannya
dengan Konsepsi Negara Hukum”,Jurnal Ilmu Hukum, Vol 4 No.5
PERATURAN PENDUKUNG
Pasal 3 Protocol to Prevent, Suppress, And Punish Trafficking In Persons, Especially
Women And Children, Supplementing The United Nations Convention
Against Transnational Organized Crime (Protokol Untuk Mencegah,
Menindak, Dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan Dan
Anak-Anak, melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang
Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi).