Dosen :
Disusun Oleh :
(20190610044)
FAKULTAS HUKUM
TAHUN 2020
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
BAB II Pembahasan
A. Kesimpulan ………………………………………………………………… 17
B. Saran ………………………………………………………………………….. 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1|Page
lemahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengerti dan paham akan adanya
bahaya yang ditimbulkan dari praktek trafficking.
Salah satu Tujuan dari trafficking ini adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja
(dengan menguras habis tenaga yang dipekerjakan) misalnya kasus- kasus
perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang lalu
misalnya kasus ABK yang diberangkatkan di Kapal Long Xing 629.
Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak
memperoleh restitusi. Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, yaitu berupa ganti kerugian atas: a. kehilangan kekayaan atau
penghasilan, b. penderitaan, c. biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau
psikologis dan/atau d. kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan
orang. Oleh karena itu saya ingin membahas Bagaimana Pemberian Restitusi terhadap
Korban terhadap tindak pidana korupsi.
Rumus Masalah
2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Human trafficking adalah jual beli manusia dalam segala kapasitas oleh para
kriminal untuk mendapatkan uang sedangkan pengertian perdagangan manusia adalah
tindakan kriminal terhadap kemanusiaan. Kegiatannya meliputi tindakan perekrutan,
pengangkutan, mentransfer, menyimpan atau menerima seorang manusia
menggunakan kekerasan, pemaksaan atau lainnya untuk keperluan mengeksploitasi
mereka. Pengertian perdagangan orang mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap
orang, meliputi sederatan masalah dan isu sensitif yang kompleks sehingga ditafsirkan
berbeda-beda oleh setiap orang yang memahaminya tergantung dari sudut pandang
pribadi atau organisasinya. Maka dari itu hingga saat ini salah satu masalah utama
perdagangan orang adalah masalah definisi. Pada masa lalu, masyarakat biasanya
berfikir bahwa perdagangan orang adalah suatu kegiatan yang memindahkan
perempuan melewati perbatasan di luar keinginan mereka dan memaksa mereka untuk
memasuki dunia prostitusi. Seiring berjalannya waktu, masyarakat lebih memahami
mengenai isu perdagangan orang yang kompleks dan sekarang melihat bahwa pada
kenyataan perdagangan orang melibatkan berbagai macam situasi bukan hanya
prostitusi saja melainkan tenaga kerja juga dapat digunakan dengan cara menguras
habis tenaga pekerja dengan paksaan jam kerja.
Dalam Perda Anti Trafiking BAB I disebut pengertian tentang trafiking. Trafiking
adalah rangkaian kegiatan dengan maksud eksploitasi terhadap perempuan dan atau
3|Page
anak yang meliputi kegiatan perdagangan manusia (trafiking) khususnya perempuan
dan anak adalah segala tindakan pelaku trafiking, yang mengandung salah satu atau
lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara,
pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau
di tempat tujuan, perempuan dan anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan
verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan kerentanan
(misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat,
jebakan hutang, dll), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di
mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual,
buruh migran legal maupun illegal, adopsi anak, pengantin pesanan, pembantu rumah
tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ
tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
1. Buruh Migran
Buruh migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat
lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu
relatif menetap. Di Indonesia, pengertian ini menunjuk pada orang Indonesia
yang bekerja di luar negeri atau yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja
4|Page
Indonesia (TKI). Karena persoalan TKI ini seringkali menyentuh para buruh yang
menjadi pekerja kasar di luar negeri.
2. Perdagangan Anak.
Perdagangan anak dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan
percobaan tindakan yang melibatkan perekrutan, transportasi baik di dalam
maupun antar negara, pembelian, penjualan, pengiriman, dan penerimaan anak
dengan menggunakan tipu daya, kekerasan, atau dengan pelibatan hutang untuk
tujuan pemaksaan pekerjaan domestik, pelayanan seksual, perbudakan, atau
segala kondisi perbudakan lain, baik anak tersebut mendapatkan bayaran atau
tidak, di dalam sebuah komunitas yang berbeda dengan komunitas di mana anak
tersebut tinggal ketika penipuan, kekerasan, atau pelibatan hutang tersebut
pertama kali terjadi.
3. Tindakan prostitusi.
Secara harfiah, prostitusi berarti pertukaran hubungan seksual dengan uang atau
hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. Secara hukum, prostitusi
didefinisikan sebagai penjualan jasa seksual yang meliputi tindakan seksual.
Pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk uang atau dalam bentuk lain.
Pada kasus trafiking, ada beberapa arti dan pengertian istilah penting yang dipakai
sesuai definisi trafiking. Istilah-istilah tersebut adalah :
1. Eksploitasi, yaitu memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau
keuntungan seseorang.
2. Eksploitasi Pekerja, yaitu mendapat keuntungan dari hasil kerja orang lain tanpa
memberikan imbalan yang layak.
3. Perekrutan, yaitu tindakan mendaftarkan seseorang untuk suatu pekerjaan atau
aktivitas.
4. Agen, yaitu orang yang bertindak atas nama pihak lain, seseorang yang
memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah.
5. Broker / makelar, yaitu seseorang yang membeli atau menjual atas nama orang
lain.
5|Page
6. Kerja paksa dan praktek serupa perbudakan, yaitu memerintahkan seseorang
untuk bekerja atau memberikan jasa dengan menggunakan kekerasan atau
ancaman, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang dominan, penjeratan
utang, kebohongan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Kerja paksa dapat
dilakukan demi keuntungan pemerintah, orang pribadi, perusahaan atau
asosiasi.
7. Penghambaan, yaitu keadaan di mana seseorang berada di bawah penguasaan
seorang pemilik atau majikan atau hilangnya kebebasan pribadi, untuk bertindak
sebagaimana yang dikehendakinya.
8. Perbudakan, yaitu keadaan di mana seseorang terbelenggu dalam
penghambaan sebagai milik seorang penguasa budak atau suatu rumah tangga
atau praktik untuk memiliki budak atau metode produksi di mana budak
merupakan tenaga kerja pokok.
9. Perbudakan Seksual, yaitu ketika seseorang memiliki orang lain dan
mengeksploitasinya untuk aktivitas seksual.
10. Pekerja Seks Komersial, yaitu seseorang yang melakukan tindakan seksual
untuk memperoleh uang.
11. Pekerja hiburan, yaitu seseorang yang dipekerjakan di bidang jasa layanan /
service dengan kondisi kerja eksploitatif.
Trafiking dapat terjadi karena berbagai macam faktor, kondisi, pemicu, serta
persoalan yang berbeda-beda, antara lain :
6|Page
kewaspadaan dan kurangnya informasi. Selain itu, pengetahuan yang
terbatas mengenai motif-motif dari perdagangan manusia juga menjadi salah
satu penyebab kurangnya perhatian mengenai trafiking.
2. Ekonomi
Faktor ekonomi ini sering menjadi permasalahan yang merupakan pemicu
utama terjadinya kasus perdagangan manusia. Tanggung jawab yang besar
untuk menopang hidup keluarga, keperluan yang tidak sedikit sehingga
membutuhkan uang yang tidak sedikit pula, terlilit hutang yang sangat besar,
dan motif-motif lainnya yang dapat memicu terjadinya tindakan perdagangan
manusia. Tidak hanya itu, hasrat ingin cepat kaya juga mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan tersebut.
3. Pengetahuan yang Terbatas
Faktor selanjutnya adalah pengetahuan masyarakat yang terbatas. Orang
dengan tingkat pendidikan yang rendah memiliki lebih sedikit keahlian
daripada orang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini
menimbulkan kesempatan kerja yang semakin sedikit sehingga akan sangat
sulit untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Dengan iming-iming
bisa cepat kaya, orang-orang dengan situasi seperti ini dapat mudah untuk
direkrut dan dapat menjadi korban perdagangan manusia.
7|Page
D. Perlindungan Hukum Korban dengan Restitusi
Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak
memperoleh restitusi. Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, yaitu berupa ganti kerugian atas : a). kehilangan kekayaan atau
penghasilan, b). penderitaan, c). biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau
psikologis dan/atau d). kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan
orang. Restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan
pengadilan tentang perkara tindak pidana perdagangan orang.
Restitusi adalah para pelaku tindak pidana memberi atau membayar ganti rugi
kepada korban atau keluarganya atas segala hal yang terjadi pada korban akibat dari
perbuatan pelaku yang merugikan korbannya, biasanya Restitusi berupa denda dan
dapat diberikan melalui pihak ketiga.
8|Page
Kehilangan kekayaan, biaya pengobatan fisik dan psikis perlu dimasukan kedalam hak
perlindungan hukum bagi korban sehingga hal tersebut menjadi dasar dalam
penerapan ganti rugi yang harus dibebankan kepada pelaku yang telah mendapat
keuntungan yang besar dari penderitaan korban.
Fungsi restitusi adalah dengan adanya hak Restitusi dengan jumlah nilai denda
yang diberikan oleh pelaku dapat membantu para korban dalam langkah penyembuhan
luka dan gangguan mental, dan juga pemulihan terhadap kehilangan kekayaan. Upaya
pemulihan diharapkan dapat mengembalikan keadaan korban seperti semula sebelum
terjadinya tindak pidana Perdagangan Orang.
Tujuan adanya Pemenuhan hak restitusi diharapkan dapat memberikan efek jera
kepada para pelaku sehingga dapat mengurangi angka tindak pidana perdagangan
orang di Indonesia.
E. Asas-asas Restitusi
1. Asas Manfaat
Perlindungan korban tindak pidana tidak hanya khusus diberikan kepada
korban saja, manfaat tersebut dapat diberikan kepada masyarakat luas dalam
upaya mengurangi kejahatan
2. Asas Keadilan
Perlindungan korban harus memliki rasa keadilan tidak hanya ditujukan
kepada korban, namun juga perlu ditujukan kepada pelaku sehingga kedua
belah pihak dapat diperlakukan secara adil di depan mata hukum
3. Asas Keseimbangan
Salah satu tujuan hukum adalah memulihkan keseimbangan terhadap
tatanan masyarakat yang terganggu untuk kembali pada tempat yang semula.
Keseimbangan merupakan aspek penting dalam pemulihan hak korban.
4. Asas Kepastian Hukum
Bagi aparat penegak hukum dapat menggunakan dasar hukum sebagai
pedoman dalam melaksanakan tugasnya dalam perlindungan hak korban. Pada
9|Page
Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu sebagai berikut :
“Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara
tindak pidana perdagangan orang, dilakukan berdasarkan Hukum Acara Pidana
yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini”.
Pada putusan yang akan saya bahas ini merupakan salah satu agen dari ketiga
agen yang merekrut Anak Buah Kapal (ABK) yang bertanggung jawab atas kasus
dalam putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor 168/Pid.Sus/2020/Pml.
Kasus posisi dalam perkara ini pada intinya yaitu pada sekitar bulan November 2018
Terdakwa bersama dengan saksi JONI KASIYANTO (Terdakwa dalam perkara lain)
mendirikan perusahaan yang bernama PT. Sinar Muara Gemilang untuk merekrut dan
menempatkan tenaga kerja Anak Buah Kapal (ABK) baik dalam negeri maupun ke luar negeri
sesuai Akta Pendirian Perseroan Terbatas No. : 40 tanggal 12 November 2018 Notaris
10 | P a g e
SUPRIHATNOWO, S.H., M.Kn yang beralamat di Jl. Jenderal Urip Sumoharjo No. 325
Pemalang.
PT. Sinar Muara Gemilang tidak memiliki Surat Izin Penempatan Pekerja Migran
Indonesia (SIP3MI) yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan dan Surat Izin Usaha
Perekrutan Dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) yang dikeluarkan oleh Menteri
Perhubungan, namun atas tidak adanya kedua surat tersebut terdakwa bersama dengan saksi
JONI KASIYANTO Als JONI tetap merekrut, mengumpulkan dan mengirimkan ke luar negeri
para calon tenaga kerja Anak Buah Kapal (ABK).
Dalam perkara ini Terdakwa bersama dengan rekannya Joni Kasiyanto telah merekrut
orang-orang yang akan dijadikan tenaga kerja berupa anak buah kapal yang akan dikirimkan
keluar negeri. Untuk meyakinkan dan memudahkan dalam merekrut para pekerja yang akan
dipekerjakan sebagai Anak Buah Kapal (ABK) terdakwa bersama dengan JONI KASIYANTO
memberikan janji-janji seperti akan dipekerjakan di Kapal Ikan dengan fasilitas tempat istirahat
yang baik, jam kerja yang baik, makan dan minum yang cukup dan baik, gaji yang besar,
setiap 6 (enam) bulan kapal akan bersandar ke pelabuhan dan akan mendapatkan bonus
uang.
11 | P a g e
Terdakwa bersama dengan JONI KASIYANTO tidak pernah melakukan pengecekan
mengenai keberadaan dari perusahaan ORIENT COMMERCIAL AND TRADE CO LTD,
sehingga terdakwa bersama dengan JONI KASIYANTO tidak mengetahui apakah
perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang memiliki perijinan yang lengkap sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku di Negara Tiongkok.
Selama bekerja di kapal Longxing 629, banyak para Anak Buah Kapal (ABK) asal
Indonesia yang juga mengalami kekerasan fisik diantaranya ada 3 (tiga) ABK yaitu berupa
pemukulan dan tendangan di bagian kepala, punggung dan betis kaki yang dilakukan oleh
oleh Wakil Mandor (ARFU) SHAU XI LONG.
Selain itu juga ada beberapa Anak Buah Kapal (ABK) mengalami sakit dengan
penyakit yang awalnya terjadi pembengkakan pada kaki, kemudian seluruh tubuh
membengkak, selanjutnya mengalami sesak napas dan tidak bisa makan dan tidak bisa tidur,
para Anak Buah Kapal (ABK) yang sakit sudah dilaporkan ke Kapten Kapal namun Kapten
Kapal tidak ada mengambil tindakan apa-apa, sampai kemudian setelah mengalami sakit lebih
kurang selama 1 bulan kemudian sekitar tanggal 22 Desember 2019 SEPRI yang merupakan
12 | P a g e
ABK warga Indonesia meninggal, oleh Kapten Kapal jenajah SEPRI disimpan dalam frezer
selama lebih kurang 12 jam, selanjutnya dengan alasan Kapal Longxing 629 tidak bisa
bersandar apabila membawa jenajah, dan beberapa Negara yang menolak untuk disinggahi
dengan alasan jenajah mempunyai penyakit menular maka selanjutnya jenajah SEPRI oleh
Kapten dilarung kelaut. Setelah SEPRI meninggal, kemudian atas desakan para Anak Buah
Kapal (ABK) Indonesia kepada Kapten kapal Longxing 629 untuk Anak Buah Kapal (ABK)
yang sakit atas nama KARMAN, YUDHA dan ALFATAH yang juga warga Negara Indonesia
untuk segera dibawa ke rumah sakit untuk segera diobati, selanjutnya oleh Kapten Longxing
629, tanggal 27 Desember 2019 KARMAN, YUDHA dan ALFATAH dipindahkan ke Kapal
Longxing 802 agar dapat dibawa kerumah sakit di Samoa Kepulauan Pasifik, namun
kemudian ALFATAH meninggal dikapal Longxing 802 dan jenajahnya dilarung kelaut.
Peristiwa ABK yang mayatnya dibuang di laut ini sempat menjadi viral dimedia sosial dan
membuat marah khususnya warga Indonesia.
Selanjutnya dalam perkara tersebut, Penuntut Umum telah memohon kepada
Majelis Hakim agar memutus perkara pada pokoknya sebagai berikut :
13 | P a g e
mengakui terus terang perbuatannya telah melakukan tindak pidana tersebut.
Selanjutnya Majelis Hakim telah mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta hukum
tersebut apakah Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang
didakwakan kepadanya. Untuk dapat menyatakan seseorang telah melakukan suatu
tindak pidana, maka perbuatan orang tersebut haruslah memenuhi seluruh unsur-unsur
dari tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Dalam perkara ini Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan
dakwaan yang berbentuk alternatif yaitu kesatu melanggar Pasal 4 Jo Pasal 48 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP atau kedua melanggar Pasal 81 Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Jo Pasal 55 Ayat (1)
Ke 1 KUHP. Dakwaan Penuntut Umum disusun secara alternatif sehingga Majelis Hakim
dapat memilih untuk mempertimbangkan dan membuktikan salah satu dakwaan diatas
yang sekiranya sesuai dengan fakta-fakta di persidangan dan keyakinan Mejelis Hakim.
Setelah mencermati fakta-fakta yang terungkap di persidangan maka Majelis
Hakim memilih untuk mempertimbangkan dan membuktikan dakwaan Kesatu
melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 4 Jo Pasal
48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP, yang unsur-unsurnya adalah
sebagai berikut:
1. Setiap orang ;
2. Membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia
dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia ;
3. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta
melakukan perbuatan ;
Dalam pertimbangan unsur kesatu, kedua, ketiga tersebut diatas, pada pokoknya
Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana karena semua unsur dari Pasal 4
Jo pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP telah terpenuhi, maka
Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana “Turut serta Membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik
14 | P a g e
Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik
Indonesia” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu alternatif Penuntut Umum.
Selanjutnya terhadap perkara ini Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan yang
amarnya adalah sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa Muhamad Zakaria Alias Zakaria Bin Slamet telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta
melakukan perbuatan membawa Warga Negara Indonesia ke luar Negara
wilayah Indonesia dengan maksud dieksploitasi” ;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Muhamad Zakaria Alias Zakaria Bin
Slamet dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan
denda sebesar Rp120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana
kurungan pengganti denda selama 4 (empat) bulan serta Terdakwa Muhamad
Zakaria Alias Zakaria Bin Slamet membayar Restitusi kepada para korban sebagai
berikut :
1) Saksi Muhammad Yusup mengajukan Restitusi sebesar Rp. 103.771752,-
(seratus tiga juta tujuh ratus tujuh puluh tujuh satu ribu tujuh ratus lima puluh
dua rupiah )
2) Saksi Muhammad Yani mengajukan Restitusi sebesar Rp. 105.980.152,-
(seratus lima juta sembilan ratus delapan puluh ribu seratus lima puluh dua
rupiah);
3) Saksi Azuar mengajukan Restitusi sebesar Rp. 105.789.752,- (seratus lima
juta tujuh ratus delapan puluh sembilan ribu tujuh ratus lima puluh dua
rupiah);
4) Saksi Riski Panggareza mengajukan Restitusi sebesar Rp. 141.243.288,-
(seratus empat puluh satu juta dua ratus empat puluh tiga ribu dua ratus
delapan puluh delapan rupiah);
5) Saksi Bernardus Maturbongs mengajukan Restitusi sebesar Rp.
101.200.252,- (seratus satu juta dua ratus ribu dua ratus lima puluh dua
rupiah);
15 | P a g e
6) Saksi Yuda Pratama mengajukan Restitusi sebesar Rp 125.141.700,-(seratus
dua puluh lima juta seratus empat puluh satu ribu rupiah tujuh ratus rupiah);
Dan apabila Restitusi tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan
selama 4 (empat) bulan;
16 | P a g e
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Human Traffict atau perdagangan manusia merupakan tindakan yang berupa
perekrutan, penampungan, pengangkutan, pengiriman, pemindahan serta penerimaan
seseorang manusia, dengan menggunakan cara pemaksaan, ancaman, penculikan,
penyekapan, penipuan, pemalsuan, penyalahgunaan posisi dan wewenang, dan
memberi bayaran sehingga mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang, yang
bertujuan untuk mengeksploitasi seseorang, atau menyebabkan seseorang
tereksploitasi. Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya
berhak memperoleh restitusi. Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, yaitu berupa ganti kerugian atas : a). kehilangan kekayaan atau
penghasilan, b). penderitaan, c). biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau
psikologis dan/atau d). kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan
orang. Dalam Analisis Putusan Nomor 168/Pid.Sus/2020/ PN Pml terdakwa di
dijanjikan jika mereka berhasil merekrut 1 orang maka akan di transfer uang sebesar Rp.
3.000.000.000 sehingga terdakwa mencari-cari cara agar orang mau direkrut olehnya yaitu
dengan menggunakan aksi penipuan. Para korban telah ditipu melalui perjanjian yang
dijanjikan, dalam prakteknya tidak sesuai dengan yang dijanjikan, korban memiliki
keterbelakangan faktor ekonomi sehingga mudah bagi terdakwa untuk merekrut dengan
diberikannya janji-janji seperti jam kerja yang baik, makan dan minum yang cukup, gaji yang
besar dengan uang bonus yang akan diberikan.
Saran
Sedikit saran untuk putusan Analisis Putusan Nomor 168/Pid.Sus/2020/ PN Pml, dalam
amar putusan tersebut telah disebutkan beberapa-beberapa restitusi yang diajukan oleh
korban, tetapi saya tidak menemukan penimbangan Majelis Hakim terhadap restitusi
dalam putusan tersebut, oleh karena itu akan lebih baik lagi jika Majelis Hakim dapat
merevisi Putusan ini.
17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
• https://nasional.kompas.com/read/2020/05/20/20221321/ini-peran-dan-modus-
tersangka-kasus-dugaan-perdagangan-orang-di-kapal-long?page=all
• http://dariuslekalawo.blogspot.com/2017/02/kebijakan-politik-hukum-dalam.html
• http://febrianipurba.blogspot.com/2012/02/makalah-perdagangan-manusia-
di.html
• https://nasional.kompas.com/read/2020/05/21/06420851/begini-kronologi-kasus-
abk-wni-di-kapal-long-xing-629-menurut-polisi?page=all
• https://news.detik.com/berita/d-5022857/polri-ungkap-kronologi-perdagangan-
wni-abk-korban-perbudakan-di-kapal-china
Orang