DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
1.
2024
BAB I
PENDAHULUAN
Dari definisi di atas ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari
beberapa pengertian trafficking yaitu :
Hak Korban dan/ atau Saksi juga diberikan kepada keluarganya dengan
rincian sebagai berikut :
1. Memperoleh kerahasiaan identitas (Pasal 44) Hak ini diberikan juga
kepada keluarga korban dan/ atau saksi sampai derajat kedua.
2. Hak untuk mendapat jaminan perlindungan dari ancaman yang
membahayakan diri, jiwa dan/atau hartanya (Pasal 47).
3. Restitusi (Pasal 48). Restitusi ini adalah pembayaran ganti kerugian
yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/ atau immateriil
yang diderita korban atau ahli warisnya (Pasal 1 angka 13 Undang –
Undang Nomor 21 Tahun 2007). Pengaturan restitusi berupa ganti
kerugian atas garis besarnya adalah sebagai berikut :
1) Kehilangan kekayaan atau penghasilan
2) Penderitaan
3) Biaya untuk tindakan perawatan medis dan atau psikologis
4) Kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan
orang
Restitusi diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar
putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana perdagangan
orang. Pemberian restitusi dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan
pengadilan tingkat pertama. Restitusi tersebut dapat dititipkan
terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara diputus. Pemberian
restitusi dilakukan dalam 14 hari terhitung sejak diberitahukannya
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal
pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi,
maka hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi
yang dititipkan dikembalikan kepada yang bersangkutan.
Pelaksanaan pemberian restitusi dilaporkan kepada ketua
pengadilan yang memutus perkara dan ditandai tanda bukti
pelaksanaannya.
4. Rehabilitasi (Pasal 51)
Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik,
psikis, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara
wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Penjelasannya
adalah sebagai berikut :
1) Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi
sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila
yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun
psikis akibat tindak pidana perdagangan orang.
2) Rehabilitasi diajukan oleh korban atau keluarga korban, teman
korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pekerja sosial,
setelah korban melaporkan kasus yang dialaminya atau pihak lain
melaporkannya kepada Polri.
3) Permohonan diajukan kepada pemerintah melalui menteri atau
instansi yang menangani masalah – masalah kesehatan dan sosial
di daerah. Dalam penjelasan Pasal 53 ayat (3) menegaskan yang
dimaksud dengan pemerintah adalah “instansi” yang bertanggung
jawab dalam bidang kesehatan, dan/ atau penanggulangan masalah
– masalah sosial serta dapat dilaksanakan secara bersama – sama
antara penyelenggara kewenangan tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota khususnya dari mana korban berasal atau bertempat
tinggal.
4) Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi wajib
memberikan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan
dan integrasi sosial paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
diajukan permohonan.
5) Untuk penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi kesehatan,
rehabilitasi sosial, ppemulangan dan reintegrasi sosial pemerintah
serta pemerintah daerah wajib membentuk rumah perlindungan
sosial atau pusat trauma.
6) Di samping perlindungan seperti yang telah diutarakan, sesuai
Pasal 53 dan Pasal 54 bagi korban juga mendapat hak perlindungan
antara lain :
a) Apabila korban mengalami trauma atau penyakit yang
membahayakan dirinya akibat tindak pidana perdagangan
orang, maka menteri atau instansi yang menangani masalah –
masalah kesehatan dan sosial di daerah wajib memberikan
pertolongan pertama paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
permohonan diajukan.
b) Apabila korban di luar negeri memerlukan perlindungan, maka
pemerintah RI melalui perwakilannya di luar negeri wajib
melindungi pribadi dan kepentingan korban dan mengusahakan
memulangkan ke Indonesia atas biaya negara.
c) Apabila korban warga negara asing, berada di Indonesia, maka
pemerintah RI mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke
negara asalnya melalui koordinasi dengan perwakilannya di
Indonesia.
Resiko mencederai
diri sendiri, orang lain
atau lingkungan Gangguan Pola Tidur
I. IDENTITAS
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Pekerjaan :
5. Alamat dan No. Tlp :
6. Penanggungjawab & :
Hubungan dengan klien
II. POLA PERSEPSI KESEHATAN ATAU PENANGANAN KESEHATAN
1. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3. Lamanya Keluhan
4. Fokus Yang Memperberat
5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Keluhan
6. Riwayat Penyakit Dahulu
7. Persepsi Klien Tentang Status Kesehatan dan Kesejahteraan
8. Riwayat Kesehatan Keluarga
9. Susunan Keluarga (Genogram)
10. Riwayat Alergi
III. POLA NUTRISI DAN METABOLIK
IV. POLA ELIMINASI
V. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
VI. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR
VII. POLA KOGNITIF DAN PERSEPTUAL
VIII. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI
1. Role Peran : Konflik peran
2. Identity atau Identitas Diri : Merasa terkekang dan kurang mampu
menentukan pilihan
IX. POLA PERAN DAN HUBUNGAN
X. POLA SEKSUALITAS/ REPRODUKSI
XI. POLA KOPING/TOLERANSI STRESS
XII. POLA NILAI / KEPERCAYAAN
XIII. PENGKAJIAN PERSISTEM (Review of System)
XIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
XV. TERAPI
XVI. ANALISA DATA
Diagnosa Data Fokus Etiologi
Keperawatan
Gangguan DS : a. Gangguan peran
Identitas Diri a. Persepsi terhadap diri berubah sosial
(D.0084) b. Bingung dengan nilai-nilai b. Tidak terpenuhinya
budaya, tujuan hidup, jenis tugas
kelamin perkembangan
DO : c. Gangguan
a. Perilaku tidak konsisten neurologis
b. Hubungan yang tidak efektif d. Ketidakadekuatan
c. Strategi koping yang tidak stimulasi sensori
efektif
d. Penampilan peran tidak efektif
Isolasi Sosial DS : a. Keterlabatan
(D.0121) a. Merasa ingin sendirian perkembangan
b. Merasa tidak aman di tempat b. Ketidakmampuan
umum menjalin hubungan
c. Merasa berbeda dengan orang yang memuaskan
lain c. Ketidaksesuaian
d. Merasa asyik dengan pikiran minat dengan
sendiri tahap
e. Merasa tidak mempunyai perkembangan
tujuan yang jelas d. Ketidaksesuaian
DO : nilai-nilai dengan
a. Menarik diri norma
b. Tidak berminat / menolak e. Ketidaksesuaian
berinteraksi dengan orang perilaku sosial
dengan norma
lain atau lingkungan f. Perubahan
c. Afek datar penampilan
d. Afek sedih fisik
e. Riwayat ditolak g. Perubahan status
f. Menunjukkan permusuhan mental
g. Tidak mampu memenuhi h. Ketidakadekuatan
harapan orang lain sumber daya
h. Kondisi difabel personal (mis.
i. Tindakan tidak berarti disfungsi
j. Tidak ada kontak mata berduka,
k. Perkembangan lambat pengendalian diri
l. Tidak bergairah / lesu buruk)
b. SP (ISOLASI SOSIAL)
No. Pasien Keluarga
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
orang lain. klien beserta proses terjadinya.
3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian berinteraksi dengan Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan isolasi sosial.
orang lain.
4. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang.
5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan isolasi
sosial.
2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat langsung kepada klien
berkenalan dengan satu orang. isolasi sosial.
3. Membantu klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning).
2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
berkenalan dengan dua orang atau lebih.
3. Menganjurkan klien memasukkan jadwal dala kegiatan harian.
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdangan
perempuan dan anak-anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia
‘trafficker’ dengan cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan, penggunaan
kekerasan, penculikan, tipu daya, penipuan ataupun penyalahgunaan kekuasaan atau
kedudukan. Jenis-jenis trafficking ini meliputi perkawinan transinternasional,
eksploitasi seksual phedopilia, pembantu rumah tangga dalam kondisi buruk, dan
penari erotis.
Faktor penyebab utama terjadinya tindakan trafficking ini adalah karena
kemiskinan dan beberapa diantaranya adalah, karena tingkat pendidikan yang rendah,
penganiyaan terhadap perempuan, perkawinan usia muda, dan kondisi sosial budaya
masyarakat yang patriarkhis. Dampak yang bisa ditimbulkan dari trafficking ini
adalah kecemasan, stress, dan ketidakberdayaan.
2.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13. Jakarta: EGC
2. Farhana. 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika
3. Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu
4. Syafaat, Rachmad. 2002. Dagang Manusia-Kajian Trafficking Terhadap Perempuan
dan Anak di Jawa Timur. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
5. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
6. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
7. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.