PENDAHULUAN
Maraknya praktik perdagangan perempuan dan anak-anak ini, diawali dengan semakin
meningkatnya migrasi tenaga kerja baik antar daerah, wilayah maupun negara. Faktor dominan yang
dapat dicurigai sebagai penyebab suburnya praktik ini adalah kemiskinan, ketaktersediaan lapangan
kerja, terlebih kebodohan, yang akhirnya menyesatkan dan menjerumuskan mereka pada jual beli jasa
seksual atau perdagangan manusia dari tempat asal, lintas kota bahkan lintas negara. Rendahnya
pendidikan merupakan salah satu faktor yang juga mengakibatkan anak-anak mudah terjebak ke dalam
dunia prostitusi dan tertipu untuk masuk kedalam lingkaran perdagangan anak khususnya anak-anak
perempuan. Anak-anak perempuan kemudian didorong untuk memperoleh penghasilan begitu mereka
berhenti sekolah, agar dapat menjadi mandiri dari segi keuangan karena untuk menghidupi keluarganya.
Human trafficking sering dipandang sebagai fenomena baru sekalipun eksploitasi dan trafficking
perempuan telah ada ribuan tahun yang lalu. Human Trafficking telah berubah dari waktu ke waktu.
Melihat bentuk-bentuk human Trafficking dalam perspektif sejarah, memungkinkan kita untuk belajar
dari masa lalu dan menerapkannya pada masa depan.
#Bagaimana human Trafficking berubah dari waktu ke waktu? Human Trafficking bukanlah sebuah
fenomena yang relatif baru, bahkan sudah ada ribuan tahun sebelum masehi di kerajaan Israel, dimulai
dengan perbudakan manusia. 2 Kemiskinan yang menimpa masyarakat Israel teristimewa para petani,
bukan hanya kondisi lahan pertanian yang kurang menguntungkan dan perbedaan individu-individu
pada tingkat kehidupan sosial dalam masyarakat sebagai penyebab kemiskinan, melainkan juga akibat
strukturisasi proses-proses ekonomi dan politik, dalam pengertian bahwa hanya sekelompok kecil
(penyelenggara negara termasuk raja, para nabi dan kelompok sosial elite baru) yang menguasai lahan-
lahan pertanian dan pengambilan keputusan mengenai kehidupan masyarakat Israel.
Kelompok para nabi adalah orang-orang yang dekat kekuasaan bahkan dilibatkan dalam sistem sosial
kemasyarakatan, untuk mengkanonkan Alkitab Ibrani, menyusun kalender keagamaan menyangkut
tugas pelayanan sehari-hari, menasihati hakim, dan menangani kasus-kasus tertentu sebagai pemegang
hak atas tanah, hutan dan kebun anggur. Kelompok sosial elite baru adalah para pedagang dan tuan-
tuan tanah yang mendapat keuntungan, menguatkan posisi dan status sosial ekonomi mereka ketika
Israel Bersatu terbentuk dengan sistem monarki (kerajaan) di bawah pemerintahan raja Daud.
Kerja paksa adalah suatu keharusan kerja tanpa hak dan kewajiban yang harus dimiliki oleh seorang
pekerja maupun budak. Setelah masehi, sebelum larangan perbudakan di abad ke-19, Eropa Barat dan
Amerika Serikat sangat diuntungkan dari perdagangan budak trans-atlantik, karena budak dikirim dari
Afrika ke Amerika untuk bekerja di pertambangan atau di perkebunan. Beberapa sumber mengatakan
bahwa perdagangan budak di Afrika yang dibawa oleh pedagang budak dan dikirim melintasi Atlantik ke
Amerika.
Cree (2008) orang pertama yang berpendapat bahwa kerja paksa anak-anak selama 1700-an
adalah awal yang sebenarnya dari apa yang sekarang dikenal sebagai perdagangan manusia.
Perdagangan manusia untuk tujuan seksual pertama kali secara sah diakui oleh 'perbudakan
kulit putih'
(Kangaspunta, 2010) bahwa untuk mendapatkan seorang wanita kulit putih dilakukan
dengan cara kekerasan, obat-obatan, atau dengan penipuan untuk melakukan hubungan
seksual. Kangaspunta, juga berpendapat bahwa pemerintah internasional mulai membahas
'perbudakan kult putih' setelah perdagangan manusia dan perbudakan trans-atlantik dibuat
ilegal. Inggris adalah negara pertama kali membuat hukum yang melarang perbudakan pada
tahun 1807, ketika mereka mengesahkan undang-undang yang membuat Trans-atlantic
perdagangan manusia dan perbudakan ilegal.
Menurut Course Instruction (2011:12) traffickers menerapkan empat strategi umumuntuk merekrut
korban perdagangan manusa yaitu penculikan, target keluarga miskin, pengantinpesanan dan merekrut
pelacur lokal.Strategi pertama, penculikan yaitu korban diambil dengan paksaan dan kekerasan.Strategi
kedua, target keluarga miskin yaitu traffickers meyakinkan keluarga untuk menjualanak-anak mereka.
Karena banyak keluarga di negara berkembang hidup dalam kemiskinan,traffickers menawarkan kepada
keluarga korban, bahwa uang akan membantu mereka untukbertahan hidup. Dengan menjual putrinya,
mereka mendapatkan uang dan kesempatan yang lebihbaik dan menjanjikan. Strategi ketiga, pengantin
pesanan yaitu perkawinan digunakan sebagai operasi perdagangan ilegal. Perkawinan antara lelaki asing
dengan pengantin pesanan perempuanbiasanya dilakukan dengan sistem kontrak meski tidak tertulis.
Hal itu terlihat dari ijin tinggalyang tercantum dalam visa. Visa yang berlaku 2 tahun, berarti setelah 2
tahun pengantin pesananperempuan harus dipulangkan. Ada yang terkatung-katung karena paspor
ditahan, didukungdengan budaya malu, akhirnya memilih jalan pintas menjadi pekerja seks komersial.
Strategi keempat, merekrut pelacur lokal, yaitu traffickers membeli pelacur yang bekerja di klub
malamlokal dari pemilik bordil, hanya iming-iming pelacur dengan menjanjikan mereka masa depan
yang lebih makmur. Dalam beberapa kasus, para pelaku adalah anggota keluarga, teman, atau kenalan
dari korban dan keluarganya.
Berikut ini dipaparkan faktor-faktor penyebab perdagangan perempuan dan anak-anak di Indonesia
menurut ranking yang tertinggi ke yang paling rendah.
3. Sex Tourism
Memang pada awalnya, masyarakat memandang negatif bila anak-anak perempuan mereka
dikirim sebagai tenaga kerja. Namun ketika ada tenaga kerja wanita yang pulang membawa uang
banyak bahkan ada yang membeli sawah, membangun rumah dan lain sebagainya, akhirnya
banyak perempuan muda dan anak-anak yang bermigrasi untuk bekerja. Hal inilah yang
membuat banyak keluarga kemudian merencanakan strategi penopang kehidupan dengan bekerja
di luar negeri dan bermigrasi (Wawancara, Gabriel). Keinginan memiliki materi dan standar
hidup lebih tinggi, didukung dengan budaya malu kalau kembali tidak membawa uang yang
banyak bagi keluarga memicu terjadinya migrasi, sehingga migrasi dan budaya malu merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya praktik trafficking.
Human Trafficking atau biasa disebut perdagangan manusia, merupakan salah satu masalah
sosial yang marak terjadi beberapa waktu belakangan ini. Persoalan ini telah menimbulkan
keprihatinan besar, karena manusia (khususnya perempuan dan anak-anak) telah dijadikan
komoditi perdagangan. Human trafficking merupakan bentuk baru dari sistem perbudakan pada
abad modern ini. Praktik-praktik ini menjadikan manusia tidak lebih dari barang dan tentunya
bisa digunakan sesuai dengan keinginan pembeli. Ketika ia dibeli, maka ia kehilangan hakhaknya,
bahkan seluruh kemanusiaannya. Setiap orang memiliki mimpinya sendiri tentang suatu kehidupan yang
layak baginya. Dengan sendirinya, ia akan berusaha untuk memenuhi mimpi-mimpinya ini, segala upaya
dilakukan agar mimpi-mimpinya bisa tercapai, namun sayangnya mereka tidak punya apa-apa,
mereka tidak mempunyai pendidikan dan ketrampilan yang layak sebagai modal kerja dan
memperoleh uang. Mereka juga tidak memperoleh uang atau materi dalam bentuk lain yang bisa
dipakai menjadi jaminan hidup mereka. Yang mereka punyai adalah tubuh dan kehidupan yang
sedang mereka jalani, padahal hidup harus terus berlanjut. Dalam melanjutkan kehidupannya,
mereka tidak punya pilihan lain, selain menggunakan apa yang mereka punyai dalam rangka
mencapai mimpi-mimpi mereka. Tubuh, harga diri, dan kemanusiaan mereka dipertaruhkan demi
mimpi-mimpi tersebut. Sangat ironis memang, bahwa kemanusiaan sekarang ini menjadi
komoditi yang bisa diperjualbelikan. Uang, materi menjadi daya pemikat yang luar biasa hebat. Dalam
kondisi yang sangat tidak menguntungkan, iming-iming, tawaran, janji-janji, menimbulkan harapan baru
akan masa depan yang lebih layak. Sayangnya, ada yang memanfaatkan kelemahan, ketidakberdayaan
orang lain demi kepentingan mereka, demi sejumlah uang. Manusia tega memakan manusia lainnya
demi sejumlah uang, yang mereka peroleh dari proses perdagangan tersebut.
Kesimpulannya bahwa human trafficking adalah bentuk penghisapan oleh manusia atas
manusia lainnya, yang telah merusak nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Transaksi jual beli
manusia itu telah mengesampingkan nilai-nilai kemanusian dan menggantinya dengan nilai-nilai
lain, sejauh itu menguntungkan. Hasrat terhadap uang dan materi menggantikan bahkan
menghapuskan nilai-nilai kemanusiaan.