Anda di halaman 1dari 6

HUMAN TRAFFICKING

PENDAHULUAN

Human trafficking atau perdagangan manusia oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)


mendefinisikan sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan
seseorang dengan ancaman, penggunaan kekerasan, perbudakan, pemaksaan, pemerangkapan utang
ataupun bentuk-bentuk penipuan yang lainnya dengan tujuan eksploitasi. Perdagangan manusia
berhubungan dengan menjajakan diri (memperdagangkan), tawar-menawar, membuat kesepakatan,
melakukan transakasi dan hubungan seksual. Perdagangan manusia melakukan pemindahtanganan
seseorang dari satu pihak ke pihak yang lainnya dengan menggunakan ancaman, penipuan dan
penguasaan. Perdagangan manusia mengandung elemen pengalihan yang tujuannya bisa untuk apa saja
baik eksploitasi tenaga kerja, pembantu rumah tangga, pengambilan organ tubuh dan sampai kepada
eksploitasi seks komersil. Human Trafficking terutama perempuan dan anak-anak merupakan
perbudakan pada era modern ini. Setiap tahun diperkirakan ada sekitar dua juta manusia yang
diperjualbelikan dan sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Praktik perdagangan perempuan
dan anak-anak berhubungan erat dengan tindakan kriminalitas dan dinyatakan sebagai pelanggaran hak
asazi manusia (HAM.

Maraknya praktik perdagangan perempuan dan anak-anak ini, diawali dengan semakin
meningkatnya migrasi tenaga kerja baik antar daerah, wilayah maupun negara. Faktor dominan yang
dapat dicurigai sebagai penyebab suburnya praktik ini adalah kemiskinan, ketaktersediaan lapangan
kerja, terlebih kebodohan, yang akhirnya menyesatkan dan menjerumuskan mereka pada jual beli jasa
seksual atau perdagangan manusia dari tempat asal, lintas kota bahkan lintas negara. Rendahnya
pendidikan merupakan salah satu faktor yang juga mengakibatkan anak-anak mudah terjebak ke dalam
dunia prostitusi dan tertipu untuk masuk kedalam lingkaran perdagangan anak khususnya anak-anak
perempuan. Anak-anak perempuan kemudian didorong untuk memperoleh penghasilan begitu mereka
berhenti sekolah, agar dapat menjadi mandiri dari segi keuangan karena untuk menghidupi keluarganya.

PERSPEKTIF HISTORIS HUMAN TRAFFICKING

Human trafficking sering dipandang sebagai fenomena baru sekalipun eksploitasi dan trafficking
perempuan telah ada ribuan tahun yang lalu. Human Trafficking telah berubah dari waktu ke waktu.
Melihat bentuk-bentuk human Trafficking dalam perspektif sejarah, memungkinkan kita untuk belajar
dari masa lalu dan menerapkannya pada masa depan.

#Bagaimana human Trafficking berubah dari waktu ke waktu? Human Trafficking bukanlah sebuah
fenomena yang relatif baru, bahkan sudah ada ribuan tahun sebelum masehi di kerajaan Israel, dimulai
dengan perbudakan manusia. 2 Kemiskinan yang menimpa masyarakat Israel teristimewa para petani,
bukan hanya kondisi lahan pertanian yang kurang menguntungkan dan perbedaan individu-individu
pada tingkat kehidupan sosial dalam masyarakat sebagai penyebab kemiskinan, melainkan juga akibat
strukturisasi proses-proses ekonomi dan politik, dalam pengertian bahwa hanya sekelompok kecil
(penyelenggara negara termasuk raja, para nabi dan kelompok sosial elite baru) yang menguasai lahan-
lahan pertanian dan pengambilan keputusan mengenai kehidupan masyarakat Israel.
Kelompok para nabi adalah orang-orang yang dekat kekuasaan bahkan dilibatkan dalam sistem sosial
kemasyarakatan, untuk mengkanonkan Alkitab Ibrani, menyusun kalender keagamaan menyangkut
tugas pelayanan sehari-hari, menasihati hakim, dan menangani kasus-kasus tertentu sebagai pemegang
hak atas tanah, hutan dan kebun anggur. Kelompok sosial elite baru adalah para pedagang dan tuan-
tuan tanah yang mendapat keuntungan, menguatkan posisi dan status sosial ekonomi mereka ketika
Israel Bersatu terbentuk dengan sistem monarki (kerajaan) di bawah pemerintahan raja Daud.

Kerja paksa adalah suatu keharusan kerja tanpa hak dan kewajiban yang harus dimiliki oleh seorang
pekerja maupun budak. Setelah masehi, sebelum larangan perbudakan di abad ke-19, Eropa Barat dan
Amerika Serikat sangat diuntungkan dari perdagangan budak trans-atlantik, karena budak dikirim dari
Afrika ke Amerika untuk bekerja di pertambangan atau di perkebunan. Beberapa sumber mengatakan
bahwa perdagangan budak di Afrika yang dibawa oleh pedagang budak dan dikirim melintasi Atlantik ke
Amerika.

 Cree (2008) orang pertama yang berpendapat bahwa kerja paksa anak-anak selama 1700-an
adalah awal yang sebenarnya dari apa yang sekarang dikenal sebagai perdagangan manusia.
Perdagangan manusia untuk tujuan seksual pertama kali secara sah diakui oleh 'perbudakan
kulit putih'
 (Kangaspunta, 2010) bahwa untuk mendapatkan seorang wanita kulit putih dilakukan
dengan cara kekerasan, obat-obatan, atau dengan penipuan untuk melakukan hubungan
seksual. Kangaspunta, juga berpendapat bahwa pemerintah internasional mulai membahas
'perbudakan kult putih' setelah perdagangan manusia dan perbudakan trans-atlantik dibuat
ilegal. Inggris adalah negara pertama kali membuat hukum yang melarang perbudakan pada
tahun 1807, ketika mereka mengesahkan undang-undang yang membuat Trans-atlantic
perdagangan manusia dan perbudakan ilegal.

STRATEGI DAN TAHAPAN HUMAN TRAFFIKING

Menurut Course Instruction (2011:12) traffickers menerapkan empat strategi umumuntuk merekrut
korban perdagangan manusa yaitu penculikan, target keluarga miskin, pengantinpesanan dan merekrut
pelacur lokal.Strategi pertama, penculikan yaitu korban diambil dengan paksaan dan kekerasan.Strategi
kedua, target keluarga miskin yaitu traffickers meyakinkan keluarga untuk menjualanak-anak mereka.
Karena banyak keluarga di negara berkembang hidup dalam kemiskinan,traffickers menawarkan kepada
keluarga korban, bahwa uang akan membantu mereka untukbertahan hidup. Dengan menjual putrinya,
mereka mendapatkan uang dan kesempatan yang lebihbaik dan menjanjikan. Strategi ketiga, pengantin
pesanan yaitu perkawinan digunakan sebagai operasi perdagangan ilegal. Perkawinan antara lelaki asing
dengan pengantin pesanan perempuanbiasanya dilakukan dengan sistem kontrak meski tidak tertulis.
Hal itu terlihat dari ijin tinggalyang tercantum dalam visa. Visa yang berlaku 2 tahun, berarti setelah 2
tahun pengantin pesananperempuan harus dipulangkan. Ada yang terkatung-katung karena paspor
ditahan, didukungdengan budaya malu, akhirnya memilih jalan pintas menjadi pekerja seks komersial.
Strategi keempat, merekrut pelacur lokal, yaitu traffickers membeli pelacur yang bekerja di klub
malamlokal dari pemilik bordil, hanya iming-iming pelacur dengan menjanjikan mereka masa depan
yang lebih makmur. Dalam beberapa kasus, para pelaku adalah anggota keluarga, teman, atau kenalan
dari korban dan keluarganya.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERDAGANGAN PEREMPUAN dan


ANAK-ANAK di INDONESIA KHUSUS BATAM (Hasil Penelitian di Batam,

Keprihatinan terhadap perempuan dan anak-anak yang menjadi korban sindikat


perdagangan yang berkedok penyaluran tenaga kerja wanita dan anak-anak, sebenarnya munculdari
kebutuhan. Kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan, kebutuhan fisiologis keluarga,kebutuhan
akan rasa aman, rasa memiliki, cinta kasih, kehormatan, harga diri, aktualisasi dantransendensi diri
seperti yang diungkapkan oleh Maslow (Meadow, 2001), sering membuat orangterjebak untuk
melakukan apa saja, asalkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi.Kebutuhan-kebutuhan di
atas memberikan gambaran tentang betapa rumitnya setiapindividu menyediakan dan memperlengkapi
segala sesuatu yang diperlukan untuk hidup.
Ketidaktersediaannya salah satu dari kebutuhan-kebutuhan tersebut akan menghambat,
merintangi dan mempersulit orang untuk mencapai tujuan hidup. Ketika hal-hal yang merintangiitu tidak
dapat diatasi, sehingga gagal untuk mencapai kebutuhan hidup yang ideal, di saat itulahmanusia jatuh
dan terbelenggu dalam masalah.
Masalah kebutuhan yang tidak terpe-nuhi, dapatsaja tergantung pada ba-gaimana seseorang
mencari, mendapatkan dan memperoleh kebutuhantersebut.Pemenuhan kebutuhan itu bukan hanya
kebutuhan perempuan dan anak-anak yang menjadikorban trafficking saja, tetapi juga menjadi
kebutuhan mereka yang terlibat dalam jaringan sindikat perdagangan perempuan dan anak-anak
seperti, para mucikari, para trafficker sebagaipenawar jasa tenaga kerja, dan para sopir taxi yang terlibat
dalam jaringan tersebut. Kebutuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi telah menjadi faktor pemicu
terjadinya suatu sindikat perdagangan perempuan dan anak-anak, karena tanpa disadari pemenuhan
kebutuhan dari pihakpihak tersebut saling melengkapi.

Berikut ini dipaparkan faktor-faktor penyebab perdagangan perempuan dan anak-anak di Indonesia
menurut ranking yang tertinggi ke yang paling rendah.

1. Kemiskinan dan Kelangkaan Lapangan Kerja

Penyebab terjadinya praktek trafficking menurut ranking tertinggi dalam wawancara


dengan Wagner bahwa:
Kemiskinan dan kelangkaan lapangan kerja merupakan faktor pendorong utama terjadinya
perdagangan perempuan dan anak-anak di Indonesia, karena ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dalam hidup, seperti sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan partisipasi sosial 1.
Pendidikan yang kurang, sehingga tidak terampil dalam berpikir, bekerja dan akhirnya
tidak dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan produktif. Tidak ada pekerjaan yang
produktif dalam arti bisa memberikan penghasilan yang cukup, sedangkan tuntutan ekonomi
semakin meningkat. Jumlah keluarga yang sangat besar. Tidak ada faktor produksi secara
ekonomis yang dimiliki oleh seseorang kecuali tenaganya. Tidak ada kesempatan untuk
memperoleh fasilitas-fasilitas itu (tanah, modal, peralatan, dan sebagainya). Tekanan
penduduk, sehingga perbandingan antara tanah dan penduduk tidak seimbang (Indraswari,
2005). Kondisi alam dan lingkungan dimana berbagai kegiatan manusia untuk
mempertahankan hidupnya telah menjurus ke tindakan-tindakan over-eksploitasi lingkungan.
Kebijakan pemerintah menaikkan BBM berakibat meningkatnya beban domestik keluargakeluarga
dalam masyarakat. Dalam mengelola keuangan keluarga, para perempuanlah yang
sangat merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Dalam wawancara dengan Ola2, beliau
memahami bahwa sekalipun budaya patriakhi menempatkan laki-laki sebagai orang yang
paling bertanggungjawab mencari nafkah, dalam kenyataan para perempuanlah (istri) selaluterdesak
dan mengalami dilema kehimpitan keuangan keluarga. Kaum perempuanlah yang
berhadapan dengan seluruh anggota keluarga dan bagaimana harus memenuhi kebutuhan
keluarga ketika kebutuhan itu tidak terpenuhi, keluarga berada dalam masalah dan rentan terhadap
kemiskinan (Indraswari, 2005). Kesemuanya itu mengakibatkan kemiskinan yang bukan
hanya sementara tetapi selama kehidupan itu ada.
Kemiskinan bukanlah sesuatu yang menyenangkan, tetapi dapat disebabkan faktor internal
dan eksternal. Penuturan Wagner dalam wawancara bahwa, sebab-sebab kebodohan
dihubungkan dengan belum adanya kesadaran akan diri sendiri, merasa tidak mampu, tidak ada
kesempatan dan tidak mau memanfaatkan kesempatan, kurang lapangan kerja atau ketrampilan,
malas, tidak mau melakukan pekerjaan yang dianggap rendah, menggantungkan diri pada orang
lain, kurang mampu berwiraswasta, mental peminta-minta karena struktur sosial yang menekan
kehidupan masyarakat. Industrialisasi yang menjadikan semakin berkurangnya lahan pertanian,
sehingga lapangan kerja bagi perempuan-perempuan desa menjadi sangat terbatas, membuat
mereka terjebak dengan iming-iming gaji yang tinggi sebagai tenaga kerja wanita di luar maupun
di dalam negeri, sebagaimana yang dituturkan Gabriel dalam wawancara bahwa:
Sebagian besar perempuan-perempuan pencari kerja karena tekanan kemiskinan itu adalah
Jawa, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi, akhirnya menjadi pekerja seks komersial dipaksa
untuk melayani para turis yang datang dari Singapura, Malaysia dengan ciri-ciri etnis Cina,
Jepang, India, Melayu dan Australia 3.

2. Ekonomi Keluarga dan Kesempatan Pendidikan

Untuk membantu perekonomian keluarga, anak-anak perempuanlah yang dianggap dapat


membantu keberlangsungan hidup keluarga dengan be-kerja, seperti yang dituturkan Nico dalam
wawancara bahwa Masyarakat Indonesia yang terdesak karena tekanan ekonomi keluarga, melihat
anak-anak perempuan adalah tulang punggung keluarga. Hal ini disebabkan karena latarbelakang
pendidikan yang rendah, kurang informasi tentang dunia luar 4.Rendahnya pendidikan merupakan salah
satu faktor yang juga mengakibatkan anak-anak mudah terjebak ke dalam dunia prostitusi dan tertipu
untuk masuk kedalam lingkaran perdagangan anak khususnya anak-anak perempuan. Anak-anak
perempuan kemudian didorong untuk memperoleh penghasilan begitu mereka berhenti sekolah, agar
dapat menjadi mandiri dari segi keuangan karena untuk menghidupi keluarganya. Pendidikan formal
yang rendah menyebabkan banyak di antara mereka yang mendapatkan pekerjaan dengan bayar-an
yang rendah, dengan ketrampilan yang serba terbatas karena pendidikan rendah mereka terpaksa
menerima tawaran-tawaran untuk bekerja di lembah nista. Maksud untuk membantu ekonomi keluarga,
justru membawa mereka terjebak dalam kubangan eksploitasi seksual dan komersial, seperti yang
dituturkan Ola dalam wawancara bahwa Mereka dijanjikan untuk bekerja keluar negeri sebagai TKI
(Tenaga Kerja Indonesia), tetapi dikirim dan dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial di Tanjung Balai
Karimun, Jakarta, Bali dan yang terbanyak di Batam serta beberapa tempat lain di Indonesia. Kondisi
inilah yang kemudian dijadikan target pelaku perdagangan dan jaringan trafficker
mengeksploitasi mereka untuk kepentingan seksual dan komersial.

3. Sex Tourism

Banyak kawasan industri yang berkembang dengan pesat di Indonesia, mengundang


banyak wisatawan asing maupun domestik. Contoh pulau Batam karena panoramanya yang
begitu indah, dan dikelilingi pulau-pulau kecil yang digunakan untuk kepentingan perdagangan,
bahkan ketika Batam pernah menjadi kota perjudian (kasino), sehingga tuntutan pengembangan
wilayah menjadi tidak terelakkan. Sebagai kota perjudian pada zamannya, benar-benar membuat
semaraknya kota Batam khususnya pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu, seperti yang dituturkan
Agus dalam wawancaranya bahwa:
‘’Semaraknya Batam membawa keuntungan dan menambah penghasilan sopir taxi sebagai
pelanggan tetap para penjudi yang adalah wisatawan asing dan yang selalu setia menunggu
wisatawan tersebut selama melakukan transaksi seksual maupun perjudian’’

4. Budaya Malu dan Migrasi Kerja

Penuturan Wagner dalam wawancaranya bahwa:


Budaya malu merupakan suatu fenomena baru yang marak di Batam saat ini.
Batam menjanjikan banyak harapan untuk memenuhi keinginan memperoleh uang dan
kekayaan yang banyak, agar setelah kembali ke kampung halaman atau kota asal dapat
menyenangkan orang tua dan keluarga. Pengalaman tenaga kerja wanita yang pernah direkrut
oleh agen-agen Perusahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), kembali ke kampungnya
dengan membawa uang yang banyak, membuat semakin meningkatnya perempuan dan anakanak
yang menjadi korban trafficking, agar bisa mengulangi sukses yang pernah dialamiTKW yang lain

Memang pada awalnya, masyarakat memandang negatif bila anak-anak perempuan mereka
dikirim sebagai tenaga kerja. Namun ketika ada tenaga kerja wanita yang pulang membawa uang
banyak bahkan ada yang membeli sawah, membangun rumah dan lain sebagainya, akhirnya
banyak perempuan muda dan anak-anak yang bermigrasi untuk bekerja. Hal inilah yang
membuat banyak keluarga kemudian merencanakan strategi penopang kehidupan dengan bekerja
di luar negeri dan bermigrasi (Wawancara, Gabriel). Keinginan memiliki materi dan standar
hidup lebih tinggi, didukung dengan budaya malu kalau kembali tidak membawa uang yang
banyak bagi keluarga memicu terjadinya migrasi, sehingga migrasi dan budaya malu merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya praktik trafficking.

DAMPAK HUMAN TRAFFICKING


Berdasarkan perspektif historis, startegi dan tahapan, serta faktor penyebab human
trafficking, maka hal tersebut menempatkan perempuan korban trafficking dalam situasi yang
beresiko tinggi yang berdampak terhadap fisik, psikis maupu kehidupan sosial perempuan
korban trafficking sebagaimana yang digambarkan Course Instructio yaitu sebagai berikut:
 Dampak psikologi dan kesehatan mental
 Dampak social
 Dampak kesehatan fisik

ANALISA DAN KESIMPULAN

Human Trafficking atau biasa disebut perdagangan manusia, merupakan salah satu masalah
sosial yang marak terjadi beberapa waktu belakangan ini. Persoalan ini telah menimbulkan
keprihatinan besar, karena manusia (khususnya perempuan dan anak-anak) telah dijadikan
komoditi perdagangan. Human trafficking merupakan bentuk baru dari sistem perbudakan pada
abad modern ini. Praktik-praktik ini menjadikan manusia tidak lebih dari barang dan tentunya
bisa digunakan sesuai dengan keinginan pembeli. Ketika ia dibeli, maka ia kehilangan hakhaknya,
bahkan seluruh kemanusiaannya. Setiap orang memiliki mimpinya sendiri tentang suatu kehidupan yang
layak baginya. Dengan sendirinya, ia akan berusaha untuk memenuhi mimpi-mimpinya ini, segala upaya
dilakukan agar mimpi-mimpinya bisa tercapai, namun sayangnya mereka tidak punya apa-apa,
mereka tidak mempunyai pendidikan dan ketrampilan yang layak sebagai modal kerja dan
memperoleh uang. Mereka juga tidak memperoleh uang atau materi dalam bentuk lain yang bisa
dipakai menjadi jaminan hidup mereka. Yang mereka punyai adalah tubuh dan kehidupan yang
sedang mereka jalani, padahal hidup harus terus berlanjut. Dalam melanjutkan kehidupannya,
mereka tidak punya pilihan lain, selain menggunakan apa yang mereka punyai dalam rangka
mencapai mimpi-mimpi mereka. Tubuh, harga diri, dan kemanusiaan mereka dipertaruhkan demi
mimpi-mimpi tersebut. Sangat ironis memang, bahwa kemanusiaan sekarang ini menjadi
komoditi yang bisa diperjualbelikan. Uang, materi menjadi daya pemikat yang luar biasa hebat. Dalam
kondisi yang sangat tidak menguntungkan, iming-iming, tawaran, janji-janji, menimbulkan harapan baru
akan masa depan yang lebih layak. Sayangnya, ada yang memanfaatkan kelemahan, ketidakberdayaan
orang lain demi kepentingan mereka, demi sejumlah uang. Manusia tega memakan manusia lainnya
demi sejumlah uang, yang mereka peroleh dari proses perdagangan tersebut.

Kesimpulannya bahwa human trafficking adalah bentuk penghisapan oleh manusia atas
manusia lainnya, yang telah merusak nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Transaksi jual beli
manusia itu telah mengesampingkan nilai-nilai kemanusian dan menggantinya dengan nilai-nilai
lain, sejauh itu menguntungkan. Hasrat terhadap uang dan materi menggantikan bahkan
menghapuskan nilai-nilai kemanusiaan.

Anda mungkin juga menyukai