Anda di halaman 1dari 25

HUKUM YANG BERKEADILAN TERHADAP PERDAGANGAN

MANUSIA

Makalah ini dibuat dan diajaukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah

“ Kewarganegaraan ’’

KELAS : AKS 2A

Oleh :

Abdi Rosadi ( 2133023 )

Khairatunnisa (2133002)

Roosidah (2133016)

Ria Amelia (2133021)

Dosen Pengampu : Imam Alfikri Pratama, M.Pd.

PRODI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG 2022 / 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga
kami mampu menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW,berkat beliaulah kita bisa
sampai ke alam yang penuh dengan ilmu pendidikan.

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Imam Alfikri
Pratama, M.Pd. selaku dosen pengampuh mata kuliah Kewarganegaraan yang
telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini yang berjudul
HUKUM YANG BERKEADILAN TERHADAP PERDAGANGAN
MANUSIA.

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar kami bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Petaling,31 Mei 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah.................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3

A. Pengertian Perdagangan........................................................................ 3
B. Manusia Bentuk-bentuk Perdagangan Manusia................................... 4
C. Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Manusia............................. 11
D. Cara atau Pencegahan Perdagangan Manusia....................................... 14
E. Perlindungan Hukum Terhadap Perdagangan Manusia....................... 15
F. Perdagangan Manusia Sebagai Tindak Pidana..................................... 18

BAB III KESIMPULAN................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fenomena tentang adanya tindak pidana trafficking (perdagangan orang)
merupakan suatu persoalan serius yang harus segera disikapi oleh pemerintah
maupun aparatur negara lainnya dalam payung hukum yang secara khusus
mengatur tentang penghapusan tindak pidana trafficking (perdagangan orang).
Hal paling penting untuk mengawali semuanya atau untuk menjadi dasar
dalam Rancangan Undang-undang Penghapusan Tindak Pidana Trafficking
(perdagangan orang) dalam pembahasannya, menurut penulis adalah
penekanan tentang pentingnya kriminalisasi dalam trafficking (perdagangan
orang), guna menemukan dan mempertegas unsur-unsur kriminalisasinya agar
dapat lebih memudahkan kerja para anggota dewan yang sedang membahas
dan menggodok Rancangan Undang-undang Penghapusan Tindak Pidana
Trafficking (perdagangan orang).
Dalam hal ini juga pemerintah Indonesia pada tanggal 12 Desember 2000
telah menandatangani protokol yang kemudian lebih popular dengan sebutan
Palermo Protokol untuk mencegah, memberantas, dan menghukum
perdagangan orang terutama perempuan dan anak ini setidaknya menjadi
instrumen hukum internasional yang mampu menangkap kompleksitas
persoalan trafficking (perdagangan orang). Sudah semestinya semangat
protokol ini mewarnai secara utuh Undang-undang Penghapusan Tindak
Pidana Trafficking (perdagangan orang) yang sedang dibahas dan digodok
oleh anggota dewan. Sebagai contoh Pasal 3 protokol ini (mengenai definisi
menekankan diabaikannya persetujuan dari korban, adanya pengakuan pada
korban dan demikian kepada korban dilekatkan sejumlah hak yang wajib
dipenuhi negara, serta adanya pengakuan pada kerentanan anak terhadap
trafficking (perdagangan orang) dan dengan demikian kepada anak wajib
diberi perlakuan khusus.1
1
Jurnal Bina Mulia Hukum (Volume 2, Nomor 1, September 2017) hal 107-108

1
B. RUMUSAN MSALAH
a. Apa pengertian dari perdagangan orang?
b. Apa saja bentuk-bentuk perdagangan manusia?
c. Apa saja faktor penyebab terjadinya perdagangan manusia?
d. Bagaimana cara atau pencegahan perdagangan manusia?
e. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perdagangan manusia?
f. Bagaimana perdagangan manusia sebagai tindak pidana?

C. TUJUAN MASALAH
a. Dapat mengetahui pengertian dari perdagangan orang.
b. Dapat mengetahui bentuk-bentuk perdagangan manusia.
c. Dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya perdagangan manusia.
d. Dapat mengetahui cara atau pencegahan perdagangan manusia.
e. Dapat mengetahui perlindungan hukum terhadap perdagangan manusia.
f. Dapat mengetahui perdagangan manusia sebagai tindak pidana.

2
BAB II

PEMBASASAN

A. Pengertian Perdagangan Manusia


Perdagangann manusia yang dalam Bahasa inggris disebut “human
trafficking” berasal dari kata “trafficking” dan memiliki arti “illegal trade”
atau perdagangan illegal, sedangkan “human” diartikan “manusia” dalam
Bahasa Indonesia. Adapun perdagangan manusia berkaitan erat dengan suatu
tindakan perbudakan atau menyerupai perbudakan. Merujuk pada Protokol
Palermo, perdagangan manusia setidak-tidaknya diartikan sebagai
“pemelacuran orang lain” atau “bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya”,
“kerja atau layanan paksa”,“perbudakan atau praktik-praktik menyerupai
perbudakan”, “perhambaan”, “pengambilan organ tubuh”. Sedangkan
perdagangan manusia menurut Protokol Perserikaatan Bangsa-Bangsa (PBB)
telah diratifikasi ke dalam UU No. 21 Tahun 2017 dimana meliputi
“perekrutan, pengiriman, atau penerimaan” dengan acara “ancaman, paksaan,
kekerasan. Penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau penjeratan
utang” dengan tujuan “segala bentuk eksploitasi”.
UU No. 21 Tahun 2017 juga menjelaskan tentang kategori eksploitasi,
antara lain meliputi “pelacuran atau bentuk-bentuk seks komersil lainnya”,
“kerja paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan”, “penindasan,
pemerasan, pemanfaatan fisik, pemanfaatan kemampuan atau pemanfaatan
organ reproduksi”, memindahkan atau mentransplantasi organ dan atau
jaringan tubuh” seseorang guna meraih keuntungan secara materil maupun
inmateril.
Menurut R. Soseilo, perempuan dan anak laki-laki di bawah umur sebagai
kategori yang paling banyak menjadi korban praktik perdagangan manusia
hanya terbatas pada eksploitasi paksa atau pelacuran paksa. Lebih lanjut, rata-
rata perempuan berusia muda menjadi sasaran dari pelaku praktik
perdagangan manusia dan keluar negeri untuk tujuan pelacuran.2
2
Muhammad Kamal, Human Trafficking, (Makassar :CV. SIGn, 2019) hal 7-8

3
Perdagangan orang atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking
juga dapat diartikan sebagai bentuk kejahatan transnasional baru yang
semakin marak terjadi. Kejahatan dalam bentuk ini biasa ditemui di negara–
negara berkembang yang memiliki jumlah populasi penduduk yang besar
dengan perbandingan jumlah penduduk perempuan dan laki–laki yang tidak
seimbang. Selain itu yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan dalam bentuk
ini adalah adanya kesenjangan ekonomi dengan banyak tuntutan kebutuhan
tenaga kerja murah yang biasanya berasal dari luar negeri.
Hampir setiap negara terlibat dalam jejaring perdagangan orang adalah
bahwa negara dapat berfungsi sebagai negara asal, yaitu negara dimana
orang–orangnya diperdagangkan ke luar, sebagai negara tujuan, yaitu negara
tersebut menjadi tujuan praktik perdangan orang, dan atau sebagai negara
transit, yaitu negara tersebut menjadi persinggahan sementara dalam rute
perdagangan orang.3

B. Bentuk-bentuk Perdagangan Manusia


Berdasarkan literatur, perdagangan manusia di tingkat global dapat
dibedakan dalam beberapa bentuk : (1) berdasarkan tujuan pengiriman; (2)
berdasarkan korbannya; dan (3) berdasarkan bentuk eksploitasi.
1. Berdasarkan tujuan pengiriman
Berdasarkan tujuan pengiriman, perdagangan manusia dapat
dibedakan atas perdagangan dalam negeri (internal-trafficking) dan
perdagangan manusia antar negara/lintas batas (international trafficking).
Perdagangan internal biasanya berlangsung dari desa ke kota atau dari kota
kecil ke kota besar dalam satu negara. Sedangkan perdagangan antar
negara adalah perdagangan manusia dari satu negara ke negara yang lain.
Model ini berkaitan dengan isu imigrasi. Orang masuk dari dan ke satu
negera biasanya melewati jalur resmi, akan tetapi ada juga yang melalui
jalur tidak resmi.

3
Okky Chahyo Nugroho, Jurnal Penelitian Hukum, (Vol 18 No. 4, Desember 2018) hal 544

4
Perdagangan manusia dalam dan luar negeri negeri, biasanya
disebabkan oleh kesenjangan ekonomi dan kesempatan kerja. Orang
memilih hijrah atau pindah demi mendapatkan pekerjaan dan kehidupan
yang lebih baik. Malangnya, sebagian diantaranya justru terperangkap
dalam eksploitasi dan hingga kehilangan hak asasi dan kebebasan.4
2. Berdasarkan korbannya
Berdasarkan korbannya perdagangan manusia dapat dibedakan atas
perdagangan perempuan, anak dan pria. Gambaran tentang hal ini dapat
dilihat dalam bagian berikut.
a. Perdagangan perempuan
Perempuan adalah kelompok yang paling rentan menjadi
korban perdagangan manusia, khususnya untuk eksploitasi seksual,
perbudakan domestik, dan perkawinan paksa.
Kerentanan perempuan untuk diperdagangkan disebabkan atas
beberapa faktor pertama dan utama, adanya kebutuhan (demand)
perempuan untuk dijadikan sebagai pekerja seks komersial. Banyak
perempuan menjadi korban perdagangan manusia, karena tertipu.
Awalnya ditawarkan mendapatkan pekerjaan sebagai pekerja rumah
tangga, model, bekerja di restoran atau pekerjaan lain. Dalam kasus
lain, perempuan diculik dan diancam dengan kekerasan untuk
kemudian diperdagangkan.
Department of State United State of America (2011)
memperkirakan bahwa 80 persen korban perdagangan manusia di
dunia adalah perempuan, 70 persen korban adalah untuk tujuan
eksploitiasi seksual. Laporan Misi Amerika Serikat terhadap UNI-
Eropa tahun 2005 menyebutkan bahwa sebanyak 33 persen perempuan
dewasa dan 23 persen anak perempuan (di bawah usia 18 tahun)
dipaksa masuk ke dalam seks komersial, serta terdapat 14 persen

4
Syamsuddin. Bentuk-bentuk Perdagangan Manusia dan Masalah Psikososial Korban. Jurnal
Sosio Informa, Vol. 6 No. 01, (2020), hal. 20

5
perempuan dewasa dan 11 persen anak perempuan terjerat dalam
bentuk eksploitasi yang lain.5
b. Perdagangan anak
Anak adalah kelompok yang paling rentan diperdagangkan.
Beberapa faktor yang menyebabkan anak rentan diperdagangkan
adalah nilai yang berlaku di masyarakat dimana anak diwajibkan
“berbakti” kepada keluarga, kondisi anak yang lari dari rumah karena
beberapa sebab, rasa kesepian tinggal di rumah, pengaruh negatif
pergaulan dengan teman sebaya, dan kontak dengan hiburan malam.
Pada tahun 2003 diperkirakan 50.000 anak perempuan
diperdagangkan untuk tujuan pelacuran di Kamboja. Lembaga PBB
untuk hak asasi manusia (The World Human Rights Organization) dan
UNICEF mengestimasi bahwa satu dari tiga pelacur di Kamboja
berusia di bawah 18 tahun dan mayoritas berasal dari Vietnam. Anak-
anak Kamboja rentan terjerat dalam pelacuran, mendapatkan perlakuan
salah (abuse) bahkan sering dibunuh.
Kelompok usia anak yang paling banyak diperdagangkan
adalah remaja yang berusia 15 hingga 17 tahun. Kelompok usia ini
terjerat dengan banyak cara dan tujuan yang hampir sama dengan
orang dewasa. Remaja juga cenderung menganggap dirinya cukup
matang. Kelompok usia kedua terdiri pra-remaja. Anak-anak ini
terutama diperdagangkan untuk eksploitasi ekonomi dan dijadikan
pengemis, walaupun juga disasarkan untuk eksploitasi seksual dan
pornografi. Kelompok ketiga terdiri dari kelompok usia sangat muda
yakni bayi yang sebagian besar diperdagangkan untuk adopsi ilegal.
Perdagangan anak melingkupi hampir seluruh rentang bentuk
eksploitasi, bahkan kadang-kadang dalam model kombinasi. Selain itu,
bukti menunjukkan bahwa sekali menjadi korban, anak akan
mengalami ekploitasi berulang kali dalam berbagai cara.

5
Ibid., hal. 21

6
Department of State United State of America (2011)
membedakan tiga bentuk perdagangan manusia dimana korbannya
adalah anak, yakni : Kerja paksa (force child labor), tentara anak
(Child Soldier) dan perdagangan seksual anak (child sex trafficking).6
c. Perdagangan pria
Jika perempuan dan atau anak perempuan kebanyakan terjebak
pada eksploitasi seksual, maka pria biasanya masuk ke dalam
eksploitasi ekonomi. Bentuknya seperti kerja paksa atau bekerja tanpa
bayaran. Peristiwa ini banyak dijumpai pada tenaga kerja Indonesia
yang bekerja pada perusahaan kelapa sawit, atau pekerja konstruksi di
Malaysia. Umumnya korban masuk ke Malaysia lewat jalur illegal,
ataupun masuk lewat jalur legal tetapi tidak melakukan pembaharuan
permit kerja secara berkala. Dalam keadaan seperti ini tenaga kerja
rentan untuk dieksploitasi oleh majikannya.
Korban perdagangan pria di Timur Tengah, diselundupkan dari
India, Pakistan, dan Afghanistan, bahkan hingga ke Eropa melintasi
wilayah Turki. Kasus lain, pria diselundupkan dari Afrika dan
beberapa negara Asia untuk dieksploitasi menjadi buruh. Korban
diharuskan bekerja dengan jam kerja yang panjang di restaurant,
sweatshops (pabrik yang sangat memeras tenaga pekerjanya), dan
perdagangan lain yang dikendalikan oleh komunitas diaspora. Pria
yang terjerat bertahun-tahun hidup tanpa keluarga dan mungkin
mengalami penyakit akibat kecelakaan kerja. Korban tidak boleh
kembali dan mengirimkan uang pada keluarganya.7
3. Berdasarkan bentuk eksploitasi
Berdasarkan bentuk eksploitasinya, perdagangan manusia
dibedakan atas eksploitasi seksual dan eksploitasi non-seksual. Eksploitasi
seksual dibedakan atas pelacuran paksa, kawin paksa dan kawin lewat

6
Ibid., hal. 22
7
Ibid., hal. 23

7
perantara. Sedangkan eksploitasi non-seksual dibedakan atas kerja paksa
dan perdagangan organ tubuh.
a. Eksploitasi seksual
Jenis ini sangat marak akhir-akhir ini, namun sulit untuk didata
sehingga cenderung menjadi fenomena gunung es. Bahkan saat ini
sudah menyentuh kalangan elit, baik sebagai pelaku maupun korban.
1) Pelacuran secara paksa
Sekitar 80 persen perdagangan perempuan dimaksudkan
untuk tujuan pelacuran (sexual trafficking). Korban biasanya
terjebak ke dalam sex trafficking karena tertipu dengan rayuan dari
pelaku (trafficker). Awalnya ditawarkan untuk bekerja bukan
sebagai sex worker, tetapi dijanjikan bekerja di tempat-tempat
seperti warung, restauran, sebagai pembantu, model, penari dan
sebagainya.
Korban biasanya direkrut oleh perekrut lokal yang dibayar
oleh trafficker. Trafficker lokal datang ke desa untuk mencari
gadis, biasanya dibantu oleh penduduk setempat, teman, tetangga
bahkan kerabat korban sendiri, teman pria / pacar, teman
perempuan / teman dekat, orang lain, tukang ojek, tukang becak
atau calo.
Pemaksaan terjadi secara halus hingga kasar, dari tekanan
psikologis emosional hingga fisik ketika korban sudah berada pada
situasi yang dilematis hingga tidak bisa lagi mengelak.
2) Kawin paksa (forced marriages)
Kawin paksa adalah bentuk perkawinan yang paling
tradisional. Pihak keluarga kedua mempelai melakukan
perundingan untuk mengawinkan anaknya. Pada proses penentuan
perkawinan, calon mempelai perempuan tidak diminta persetujuan
atau pilihannya tidak dijadikan sebagai dasar keputusan untuk
melangsungkan perkawinan tersebut.

8
Jika calon mempelai perempuan menolak, perkawinan
tersebut akan tetap dilangsungkan. Perjanjian calon pengantin
perempuan bukanlah hal yang berarti. Jika pada umumnya pihak
keluarga perempuanlah yang mendapatkan imbalan atas
perkawinan yang diatur tersebut, maka di beberapa negara, justru
keluarga perempuanlah yang diharuskan memberikan bayaran atau
mas kawin.
Pada beberapa kasus, anak perempuan dipaksa untuk
menikah dengan tujuan membayar hutang keluarga, atau sebagai
denda atas kesalahan yang dilakukan oleh salah seorang dari
anggota keluarga. Dapat juga sebagai strategi menyelesaikan
perdebatan atau konflik serta tawar menawar dalam urusan bisnis.8
3) Kawin lewat perantara (mail border Brokered or mail order
brides)
Pada beberapa literatur, model ini sering dimasukkan ke
dalam jenis perkawinan paksa, akan tetapi dalam tulisan ini dibuat
berbeda sebab bentuk perkawinan perantara, tidak selalu berawal
dengan paksaan. Kekerasan dan abuse justru terjadi setelah mereka
terikat dalam perkawinan. Perkawinan jenis ini sedang marak,
terutama karena dipermudah dengan adanya media komunikasi
yang dapat menghubungkan antara broker-user dan penjual (pihak
keluarga).9
b. Eksploitasi non-seksual (ekonomi)
Perdagangan manusia berdasarkan eksploitasi non seksual
dibedakan atas kerja paksa dan perdagangan organ tubuh. Penjelasan
lebih jauh tentang hal ini dapat dilihat di bawah ini.
1) Kerja paksa (force labor)
Kerja paksa merupakan salah satu bentuk perdagangan
manusia yang saat ini sedang marak. Laporan ILO tahun 2005

8
Ibid., hal. 23-24
9
Ibid., hal. 24-25

9
mencatat bahwa sekitar 56 persen orang-orang diperdagangkan ke
dalam bentuk eksploitasi ekonomi non-seksual adalah pria dan 44
persen adalah perempuan. Sejalan dengan perkembangan ini,
kalangan pemerintah dan non pemerintah telah menyadari perlunya
membahas lebih serius perdagangan manusia untuk tujuan
eksploitasi di luar eksploitasi seksual.
2) Perdagangan organ tubuh manusia
Hingga saat ini, belum ada data kuantitatif yang pasti
mengenai jumlah kasus perdagangan organ tubuh manusia di
dunia. Akan tetapi dilihat dari isu yang berkembang di media
sosial, diketahui terjadi peningkatan baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
Peningkatan secara kuantitatif paling tidak terlihat dari
seringnya muncul berita yang membahas kasus sejenis. Sedangkan
peningkatan kualitatif terlihat dari kompleksitas jaringan pelaku
yang terlibat hingga susah untuk dilacak.
Bagian-bagian tubuh yang sering diperdagangkan adalah
ginjal, jaringan tubuh (tissue), tulang dan kulit. Seorang broker
biasanya mendapatkan bayaran sekitar $ 100.000 sampai $ 200.000
untuk menetapkan satu proses tranplantasi ginjal dari seorang
pasien kaya dan untuk pasien miskin dan berpendidikan rendah
berkisar $ 1000 hingga $ 5000.10

10
Ibid., hal. 25-26

10
C. Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Manusia
1. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi adalah faktor yang sering manjadi pemicu
terjadinya kejahatan, dikarenakan ekonomi menjadi peran penting untuk
meneruskan keberlangsungan hidup, karena adanya tekanan ekonomi yang
sangat kuat maka banyak masyarakat terutama perempuan dan anak
mencari pekerjaan tanpa melihat kesehatan, keamanan, bahaya, dan
halalnya pekerjaan tersebut yang sebenarnya menjadi ancaman untuk
perempuan dan anak.
Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja
mendorong jutaan penduduk Indonesia untuk melakukan migrasi di dalam
dan luar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka
dan keluarga mereka sendiri. Kemiskinan bukan satu-satunya indikator
kerentanan seseorang terhadap perdagangan manusia. Karena masih ada
jutaan penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan tidak menjadi
korban perdagangan manusia, akan tetapi ada banyak penduduk baik dan
tidak hidup dalam kemiskinan malah menjadi korban dari perdagangan
manusia.
Alasan masyarakat bermigrasi untuk mencari pekerjaan bukan
semata-mata hanya mencari uang, tetapi ingin memperbaiki ekonomi serta
menambah kekayaan materiil. Kenyataan ini didukung oleh media yang
menyajikan tontonan yang glamor dan konsumtif, sehingga membentuk
gaya hidup yang materialisme dan konsumtif. Sehingga banyak kalangan
bawah yang termotivasi untuk hidup mewah.
2. Faktor Keluarga
Peranan keluarga dalam menentukan pola tingkah laku anak
sebelum dewasa maupun sesudahnya sangat penting bagi perkembangan
anak selanjutnya karena tidak seorang pun dilahirkan langsung
mempunyai sifat yang jahat, keluargalah yang merupakan sumber pertama
yang mempengaruhi perkembangan anak. Salah satu faktor terjadinya
kejahatan perdagangan manusia adalah faktor keluarga. Pendapat ini

11
didasarkan pada jumlah korban maupun pelaku Tindak Pidana
Perdagangan manusia yang tertangkap kebanyakan dari pelaku berasal dari
ketidak fungsian keluarga yang tidak harmonis dan broken home,
kurangnya perhatian dari kedua orang tua membuat mereka hidup tanpa
arah dan cenderung bersifat bebas, sehingga memicu penyimpangan sosial
yang berakibat fatal.

3. Faktor Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah, juga menjadi salah satu faktor
terjadinya praktik perdagangan manusia, Dengan pendidikan yang rendah
mudah sekali ditipu oleh para calo yang menjanjikan pekerjaan yang
"baik" dengan gaji yang besar, namun sesungguhnya suatu trik tipuan
untuk dipekerjakan ditempat atau lokasi pelacuran.
Memberikan pendidikan kepada anak kebanyakan juga para orang
tua menyerahkan sepenuhnya si anak mutlak kepada sekolah tanpa
memberi perhatian yang cukup terhadap kepentingan pendidikan anak,
sedangkan kemampuan pendidikan disekolah sangatlah terbatas. Yang
berakibat keterbatasan pengetahuan hanya ada pada ruang lingkup sekolah
saja.
Kategori pendidikan dalam faktor Perdagangan manusia tidak
hanya berupa pendidikan formal semata namun didalamnya juga
diperhatikan pendidikan keterampilan hidup yaitu suatu proses pendidikan
yang mengarah kepada pembekalan keterampilan seseorang agar mampu
dan berani menghadapi problem hidup secara wajar. Semakin rendah
tingkat pendidikan yang dimiliki maka semakin lebar jalan untuk menjadi
korban perdagangan manusia entah disadari atau tidak. Pendidikan yang
kurang baik dapat memicu terjadinya migrasi dan berpotensi terjadinya
perdagangan manusia.
4. Faktor Diskriminasi/Persoalan Gender
Nilai sosial budaya patriarki yang menempatkan laki-laki dan
perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara.

12
Diskriminasi gender ditandai dengan adanya pembakuan peran, yaitu
sebagai istri, sebagai ibu, pengelola rumah tangga, dan pendidik anak-anak
dirumah serta pencari nafkah tambahan dan jenis pekerjaan pun serupa
dengan tugas didalam rumah tangga, misalnya pembantu rumah tangga
dan pengasuh anak. Para perempuan juga mempunyai beban ganda,
subordinasi, marjinalisasi dan kekerasan terhadap perempuan yang
semuanya itu berawal dari diskriminasi, menjadi pemicu maraknya
perdagangan manusia yang korbannya kebanyakan dari kalangan
perempuan.
5. Faktor Lemahnya penegakan Hukum
Faktor lemahnya penegakan hukum juga memicu terjadinya
perdagangan manusia yaitu lemahnya Negara dalam penegakan hukum
dan pemenuhan hak-hak dasar (asasi) warga Negara. Serta kurangnya
sosialisasi terkait pemberian pemahaman atau edukasi kepada masyarakat
tentang perdagangan manusia, namun kurangnya pemahaman ini juga
terjadi pada tingkat penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan maupun
kehakiman. Yang menyebabkan bebasnya para traffickers bebas dalam
melancarkan aksinya.
Lemahnya penegakan hukum dan kurangnya sosialisasi terkait
Undang-Undang perdagangan manusia di Indonesia menyebabkan arus
perdagangan manusia terutama pada perempuan dan anak semakin
meningkat. Masyarakat umumnya dan korban khususnya tidak mengetahui
bahwa perdagangan manusia dapat terjadi didalam lingkup internal
(keluarga) dan eksternal (sosial) dikarenakan ketidak pahaman perihal
perdagangan manusia itu adalah tindak pidana. Maka penegakan dan
sosialisasi kepada masyarakat perihal aturan dan payung hukum sangatlah
penting agar masyarakat paham bahwa kejahatan dapat terjadi dimana dan
kapan saja.11

D. Cara atau Pencegahan Perdagangan Manusia


11
Hasnawati. Tindak Pidana Terhadap Perdagangan Manusia Sebagai Pelanggaran Hak Asasi
Manusia. Skripsi. (Palopo: Institut Agama Islam Negeri Palopo, 2022), hal. 33-37

13
Agar tidak mudah seseorang dibujuk untuk melakukan perdagangan orang
dan masyarakat menjadi tahu tentang bahaya trafiking, maka masyarakat
umum perlu mengetahui beberapa cara atau pengetahuan tentang pencegahan
perdagangan orang, antara lain:12
1. Dari dalam keluarga
a) Perhatian orangtua pada anak.
b) Komunikasi yang lancar antar anggota keluarga.
c) Hubungan yang harmonis antar anggota keluarga.
d) Memberikan pengertian dan pengarahan bahwa tidak selamanya ke
luar daerah/negeri akan menjadi sukses.
e) Mencarikan/mengusahakan pekerjaan yang baik untuk anak.
f) Memberikan pendidikan formal dan keterampi lan untuk anak

2. Dari dalam desa atau tempat tinggal


a) Penelitian dan pengawasan berkas/administrasi.
b) Selektif dalam pengurusan surat.
c) Meneliti keabsahan agen tenaga kerja/PJTKI.

3. Dari dalam masyarakat :


a) Kontrol terhadap orang yang merekrut tenaga kerja.
b) Menghimbau masyarakat agar peka terhadap keadaan yang
mencurigakan.
c) Membuka lapangan kerja.
d) Kerjasama antar berbagai instansi perlu ditingkatkan

12
Riza Setiawan, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Anak,
(Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2009), hal. 11-12

14
E. Perlindungan Hukum Terhadap Perdagangan Manusia
Setiap kewarganegaraan memiliki hak untuk diberikan perlindungan
hukum oleh negara. Perlindungan adalah pemberian jaminan atas keamanan,
ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian dari pelindung atas segala bahaya
yang mengancam pihak yang dilindungi.
Menurut Philipus M. Hadjon, yang dimaksud dengan perlindungan hukum
adalah suatu kondisi subjektif yang menyatakan hadirnya keharusan pada diri
sejumlah subyek untuk segera memperoleh sumberdaya, guna kelangsungan
eksistensi subyek hukum yang dijamin dan dilindungi oleh hukum, agar
kekuatannya secara terorganisir dalam proses pengambilan keputusan politik
maupun ekonomi, khususnya pada distribusi sumberdaya, baik pada peringkat
individu maupun struktural.13
Negara wajib menyelenggarakan perlindungan hukum bagi warga
negaranya. Sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945, yang
menyatakan bahwa salah satu tujuan pembentukan Pemerintahan Republik
Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Perlunya diberikan perlindungan hukum
bagi korban kejahatan secara memadai tidak saja merupakan isu nasional,
tetapi juga internasional. Perlindungan hukum bagi masyarakat sangatlah
penting karena masyarakat baik kelompok maupun perorangan, dapat menjadi
korban kejahatan dan hal i ni merupakan bagian dari perlindungan kepada
masyarakat.
Dalam memberikan perlindungan bagi korban, hal ini tidak lepas dari
masalah keadilan dan hak asasi manusia, di mana banyak peristiwa yang
ditemukan korban kejahatan kurang memperoleh perlindungan hu kum yang
memadai, perlu perhatian dari pemerintah secara serius, dan memang bukan
merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan dalam upaya
menegakan hukum. Ketentuan mengenai perlindungan korban tindak pidana

13
Ratri Novita Erdianti, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, (Malang: Universitas
Muhamadiyah Malang, 2020), hal. 9

15
perdagangan orang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No.13 tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kecuali ditentukan lain dalam
Undang -Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang sesuai dengan pasal 43. Adapun Undang-Undang No.21
tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang mengatur perlindungan korban sebagai aspek penting
dalam penegakan hukum, yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
dasar kepada korban. Selain itu undang-undang ini juga memberikan perhatian
terhadap penderitaan korban sebagai akibat tindak pidana perdagangan orang
sebagai ganti kerugian bagi korban dan mengatur juga rehabilitasi medis dan
sosial, pemulangan serta reintegrasi yang harus dilakukan negara khususnya
bagi korban yang mengalami penderitaan fisik, psikis dan sosial akibat tindak
pidana perdagangan orang. 14
Hak-hak korban tindak pidana perdagangan orang yang diatur dalam
Undang - Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang adalah sebagai berikut :15

a. Hak kerahasiaan identitas korban tindak pidana perdagangan orang dan


keluarganya sampai derajat kedua (Pasal 44).
Kerahasiaan identitas merupakan perlindungan keamanan pribadi
korban dan ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain. Dengan
kerahasiaan identitas korban ini menghindari penggunaan identitas
korban seperti tentang sejarah pribadi, pekerjaan sekarang dan masa
lalu, sebagai alasan untuk menggugurkan tuntutan korban atau untuk
memutuskan tidak dituntut para pelaku kejahatan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan dari ancaman yang membahayakan
diri, jiwa dan/atau hartanya (Pasal 47).
Perlindungan keamanan dari ancaman terhadap diri, jiwa dan/atau
harta sangat diperlukan oleh korban, karena kerentanan korban yang

14
Riza Setiawan, op.cit. hal. 13

15
Ibid, hal. 14-15

16
diperlukan kesaksiannya, dapat diteror dan diintimidasi dan lain -lain
telah membuat korban tidak berminat untuk melaporkan in formasi
penting yang diketahuinya. Jika perlu korban ditempatkan dalam suatu
tempat yang dirahasiakan atau disebut rumah aman. Perlindungan
terhadap korban diberikan baik sebelum, selama maupun sesudah
proses pemeriksaan perkara.
c. Hak untuk mendapat rest itusi (Pasal 48)
Setiap korban atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi
berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan,
penderitaan, biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis
dan/atau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan
orang.
d. Hak untuk memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,
pemulangan dan reintegrasi sosial dari pemerintah (Pasal 51).
Dalam penjelasan undang-undang tersebut bahwa rehabilitasi
kesehatan maksudnya adalah pemulihan kondisi semula baik fisik
maupun psikis. Rehabilitasi sosial maksudnya adalah pemulihan dari
gangguan terhadap kondisi mental sosial dan pengembalian
keberfungsian sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara
wajar baik dalam keluarga mau pun dalam masyarakat.
e. Korban yang berada di luar negeri berhak dilindungi dan dipulangkan
ke Indonesia atas biaya negara (Pasal 54).
Korban yang berada di luar negeri akan diberikan bantuan untuk
dipulangkan melalui perwakilan di luar negeri yaitu kedutaan besar,
konsulat jenderal, kantor penghubung, kantor dagang atau semua kantor
diplomatik atau kekonsuleran lainnya dengan biaya negara. Secara garis
besar aturan-aturan tentang tindak pidana perdagangan orang sudah
sesuai dengan kovensi yang sudah diratifikasi walaupun belum
sempurna.
f. Layanan Konseling dan Pelayanan/Bantuan Medis

17
Pada umumnya perlindungan yang diberikan kepada korban
sebagai akibat dari tindak pidana perdagangan orang dapat bersifat fisik
maupun psikis. Akibat yang bersifat psikis lebih lama untuk
memulihkan daripada akibat yang bersifat fisik. Pengaruh akibat tindak
pidana perdagangan orang dapat berlangsung selama berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Untuk sebagian korban pengaruh akibat itu
tidak sampai mencapai situasi yang stabil dimana ingatan akan kejadian
dapat diterima dengan satu cara atau cara lain. Bagi sejumlah korban
pengaruh akibat itu tidak mendapat jalan keluar yang baik seperti
tenggelam dalam penderitaan yang disebut psikotrauma. Oleh karena
itu diperlukan pendampingan atau konseling untuk membantu korban
dalam rangka memulihkan kondisi psikologisnya seperti semula.
Sebagai pendamping korban harus bisa mengusahakan agar dirinya
tetap berpihak kepada korban dan tidak menghakiminya. Prinsip-prinsip
dalam pendampingan korban harus benar –benar dikuasai pada saat
mendampingi korban. Korban dalam keadaan trauma diperlukan
seseorang yang dipercaya dan dapat menimbulkan rasa aman terhadap
dirinya.

F. Perdagangan Manusia Sebagai Tindak Pidana


Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
dengan pertimbangan bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya
serta dilindungi secara hukum oleh Undang-Undang Dasar RI 1945
sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28A bahwa: “ Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.16
1. Pengaturan Hukum Terhadap Perdagangan orang Human Trafficking di
Indonesia

16
Septiadi Daud B,Eko Sopoyono(2019).Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi
Magister Ilmu Hukum Volume 1, Nomor 3, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Hlm. 2

18
a. Perdagangan orang menurut Kitab UndangUndang Hukum Pidana
Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada
dasarnya telah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Pasal 297 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja
menyebabkan atau memudahkan perdagangan anak laki-laki yang
belum dewasa, diancam dengan pidanapenjara paling lama enam
tahun”.
Pasal 298 KUHP berbunyi : Ayat 1 : Dalam hal pemidanaan
berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284, 290 dan
297 pencabutan hak-hak berdasarkan Pasal 35 No 1-5 dapat
dinyatakan. Ayat 2 : Jika yang bersalah melakukan salah satu
kejahatan berdasarkan pasal 261, 297 dalam melakukan
pencahariannya, maka hak untuk melakukan pencaharian itu dapat
dicabut.17
Pada Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undangundang No.
21 Tahun 2007. Di dalam Undangundang No. 21 Tahun 2007,
terdapat penambahan ancaman pidana sebanyak 1/3 (sepertiga)
apabila korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit
menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau
terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 7 yang berbunyi: Pasal 7: (1)
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan korban
menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular
lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu
atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat
(2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. (2) Jika tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya korban, dipidana

17
Ibid. hlm 8

19
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Penerapan Sanksi Pidana terhadap Pelaku Perdagangan Manusia


(Human Trafficking)
Pada dasarnya kepada seorang pelaku suatu tindak pidana harus
dikenakan suatu akibat hukum. Akibat hukum itu pada umumnya
berupa hukuman pidana atau sanksi. Berdasarkan Pasal 10 KUHP jenis
hukuman pidana dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pidana pokok yang terdiri dari pidana mati, pidana penjara,
pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan;
b. Pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu,
perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman
putusan hakim.18
Penerapan sanksi pidana di Indonesia yang implementasinya
pada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
penjatuhan sanksi pidana terhadap tindak pidana perdagangan
orang (human trafficking) dalam KUHP diatur didalam buku II
Pasal 295 ayat (1) angka 1 dan 2, Pasal 295 ayat (2), Pasal 296,
Pasal 297, Pasal 298 ayat (1),(2) dan Pasal 506. Dari pengertian
yang terdapat di dalam KUHP dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan
cabul yang korbannya anak (kandung, tiri,angkat) dan
anak-anak dibawah pengawasannya; perbuatan pelaku
sebagai mata pencaharian;
 Perbuatan yang sama, tapi untuk orang dewasa;
 Memperniagakan perempuan dan anak laki-laki.

18
Ibid. hlm 9-10

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perdagangan orang dapat dikatakan sebagai perbudakan dan juga
melanggar hak asasi manusia. Kondisi ini berkembang dalam komunitas
ekonomi yang memiliki tingkat ekonomi yang lemah, kurangnya pemahaman
agama atau moralitas, dan bergantung pada kelompok komunitas ekonomi
yang kuat.
Alasan yang diberikan oleh korban pada umumnya adalah tindakan legal
berdasarkan perjanjian. Pelanggaran HAM dalam bentuk perbudakan pada
umumnya dalam bentuk perampasan kebebasan dari seseorang, yang
dilakukan oleh kelompok ekonomi yang kuat ke kelompok ekonomi yang
lemah. Oleh karena itu, atas dasar itu pencegahan perdagangan orang dari
perspektif pelanggaran hak asasi manusia harus dilakukan secara
komprehensif dan integral, yang dapat dilakukan melalui tingkat kebijakan
hukum pidana melalui legislasi, pelaksanaan, dan peradilan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Bina Mulia Hukum (Volume 2, Nomor 1, September 2017)

Muhammad Kamal, Human Trafficking, (Makassar :CV. SIGn, 2019)

Okky Chahyo Nugroho, Jurnal Penelitian Hukum, (Vol 18 No. 4, Desember 2018)

Syamsuddin. Bentuk-bentuk Perdagangan Manusia dan Masalah Psikososial


Korban. Jurnal Sosio Informa, Vol. 6 No. 01, (2020)

Hasnawati. Tindak Pidana Terhadap Perdagangan Manusia Sebagai


Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Skripsi. (Palopo: Institut Agama Islam
Negeri Palopo, 2022)

Riza Setiawan, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana


Perdagangan Anak, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2009)

Ratri Novita Erdianti, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, (Malang:


Universitas Muhamadiyah Malang, 2020)

Septiadi Daud B,Eko Sopoyono(2019).Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia


Program Studi Magister Ilmu Hukum Volume 1, Nomor 3, Fakultas
Hukum Universitas Diponegoro.

22

Anda mungkin juga menyukai