Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAFFICKING HUMAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah


Keperawatan Psikiatri

TIM DOSEN
Cau Kim Jiu, M.Kep Ph.D

Disusun :
1. Maria Sulistiowati
2. Noprita Mellanica
3. Yulia Apio

ITIKES MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT


Tahun 2022/2023
Kata Pengantar
Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Trafficking Human” yang merupakan salah satu
tugas Mata Kuliah Keperawatan Psikiatri.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat beberapa


kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang, karena manusia yang mau maju
adalah orang yang mau menerima kritikan dan belajar dari suatu kesalahan.

Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Trafficking Human” mendapat ridho dari Allah
SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Amiin....

Ketapang , Ferbruari 2023

Tim Penulis

2
Daftar isi
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI...........................................................................................................5
2.1 Definisi Trafficking Human...............................................................................5
2.2 Faktor- Faktor Penyebab Trafficking Human.....................................................8
2.2.1 Faktor Ekonomi..........................................................................................8
2.2.2 Posisi Subordinat Perempuan dalam Sosial dan Budaya..........................10
2.2.3 Faktor Pendidikan.....................................................................................11
2.2.4 Tidak Ada Akta Kelahiran........................................................................12
2.2.5 Kebijakan yang Bias Gender....................................................................12
2.2.6 Pengaruh Globalisasi................................................................................13
2.3 Bentuk dan Modus Trafficking Human............................................................14
2.3.1 Bentuk Trafficking...................................................................................14
2.3.2 Modus Trafficking....................................................................................20
2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking......................................23
BAB III............................................................................................................................25
TINJAUAN KASUS........................................................................................................25
3.1 askep Human Trafficking.................................................................................25
3.2 Intervensi Keperawatan....................................................................................30
BAB IV............................................................................................................................37
PENUTUP.......................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara


modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan
berkembangnya teknologi informasi, komunikasi dan transformasi maka modus
kejahatan perdagangan manusia semakin canggih. “Perdagangan orang/manusia
bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir (organized), dan lintas negara
(transnational), sehingga dapat dikategorikan sebagai transnational organized crime
(TOC)”.
Demikian canggihnya cara kerja perdagangan orang yang harus diikuti dengan
perangkat hukum yang dapat menjerat pelaku. Diperlukan instrument hukum secara
khusus yang meliputi aspek pencegahan, perlindungan, rehabilitasi, repratriasi, dan
reintegrasi sosial. Perdagangan orang dapat terjadi pada setiap manusia, terutama
terhadap perempuan, dengan demikian upaya perlindungan terhadap perempuan dan
anak merupakan hal yang harus diimplementasikan.
Kasus perdagangan orang yang terjadi, hampir seluruh kasus yang ditemukan
dalam perdagangan manusia korbannya adalah perempuan dan anak. Diperkirakan
setiap tahunnya 600.000-800.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak
diperdagangkan menyeberangi perbatasan-perbatasan internasional. Di Indonesia
jumlah anak yang tereksploitasi seksual sebagai dampak perdagangan anak
diperkirakan mencapai 40.000-70.000 anak. Disamping itu, dalam berbagai studi dan
laporan NGO menyatakan bahwa Indonesia merupakan daerah sumber dalam
perdagangan orang, disamping juga sebagai transit dan penerima perdagangan orang.
Dari berbagai macam kejahatan yang ada, masalah perdagangan orang sangat
kompleks, sehingga upaya pencegahan maupun penanggulangan korban perdagangan
harus dilakukan secara terpadu. Adapun beberapa factor pendorong terjadinya
perdagangan orang antara lain meliputi kemiskinan, desakan kuat untuk bergaya
hidup materialistik, ketidakmampuan system pendidikan yang ada
maupunmasyarakat untuk mempertahankan anak supaya tidak putus sekolah dan
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi serta petugas Kelurahan dan Kecamatan
yang membantu pemalsuan KTP.

1
Secara umum korban perdagangan orang terutama perempuan yang dilacurkan
dan pekerja anak adalah korban kriminal dan bukan pelaku kriminal. Elemen
perdagangan orang meliputi pelacuran paksa, eksploitasi seksual, kerja paksa mirip
perbudakan, dan transplantasi organ tubuh. Korban perdagangan orang memerlukan
perlindungan, direhabilitasi, dan dikembalikan kepada keluarganya.
Salah satu faktor tingginya kasus perdagangan orang yang pada umumnya
perempuan, disebabkan oleh dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi di luar daerah,
dengan korban adalah kalangan perempuan usia remaja yang ingin mencari kerja.
Dimana, kasus perdagangan orang khususnya perempuan yang sangat tidak
manusiawi tersebut, merupakan praktik penjualan perempuan dari satu agen ke agen
berikutnya. Semakin banyak agen yang terlibat, maka semakin banyak pos yang akan
dibayar oleh perempuan tersebut, sehingga gaji mereka terkuras oleh para agen
tersebut.
Fenomena tersebut perlu diantisipasi agar jaringan seperti rantai tersebut dapat
diberantas dan diputuskan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan terlebih dahulu
disosialisasikan agar masyarakat memahami khususnya kaum perempuan. Tingginya
angka migrasi penduduk serta kemiskinan. Diduga ada peningkatan kualitas dan
kuantitas kasus perdagangan anak dan perempuan (trafficking). Kemunculan kasus
perdagangan tenaga kerja perempuan merupakan dampak langsung dari tidak
sejahteranya masyarakat. Sebagian masyarakat cenderung mencari jalan pintas untuk
bangkit dari kemiskinan. Fenomena ini memunculkan keprihatinan, sehingga perlu
adanya langkah proaktif. Cara pintas yang diambil masyarakat kerap mengorbankan
masa depan generasi muda. Pengiriman tenaga kerja ke luar daerah, seringkali tanpa
mempertimbangkan legalitas dari jalur pengiriman. Ada kecenderungan jalur
perdagangan orang diawali dengan berkedok penyaluran pembantu rumah tangga.

2
1.2 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu:


1. Jelaskan Definisi Trafficking Human!
2. Jelaskan Faktor- Faktor Penyebab Human Trafficking!
3. Jelaskan Bentuk dan Modus Human Trafficking
4. Jelaskan Undang- undang tentang Human Trafficking
5. Jelaskan Dampak/ Pengaruh Human Trafficking!
6. Jelaskan Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan Penulisan pada Makalah ini yaitu:


1. Untuk Mengetahui dan Memahami Definisi Human Trafficking
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Faktor- Faktor Penyebab Human Trafficking.
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Bentuk dan Modus Human Trafficking
4. Untuk Mengetahui dan Memahami Undang- undang tentang Human Trafficking
5. Untuk Mengetahui dan Memahami Dampak/ Pengaruh Human Trafficking
6. Untuk Mengetahui dan Memahami Pencegahan dan Penanggulangan Human
Trafficking

3
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Trafficking Human

Trafficking adalah konsep dinamis dengan wujud yang berubah dari waktu
kewaktu, sesuai perkembangan ekonomi, sosial dan politik. Sampai saat ini tidak ada
definisi trafficking yang disepakati secara internasional, sehingga banyak perdebatan
dan respon tentang definisi yang dianggap paling tepat tentang fenomena kompleks
yang disebut trafficking ini.

Pada tahun 1994 PBB mendefinisikan trafficking sebagai pergerakan dan


penyelundupan orang secara sembunyi-sembunyi melintasi batas-batas negara dan
internasional, kebanyakan berasal dari negara berkembang dan negara-negara yang
ekonominya berada dalam masa transisi, dengan tujuan untuk memaksa perempuan
dan anak-anak masuk ke dalam sebuah situasi secara seksual maupun ekonomi
terkompresi, dan situasi eksploitatif demi keuntungan perekrut, penyelundup, dan
sindikat kriminal seperti halnya aktivitas ilegal lainnya yang terkait dengan
perdagangan (trafficking), misalnya pekerja rumah tangga paksa, perkawinan palsu,
pekerja yang diselundupkan dan adopsi palsu.

Menurut resolusi senat AS no. 2 tahun 199, trafficking adalah salah satu atau
lebih bentuk penculikan, penyekapan, perkosaan, penyiksaan, buruh paksa atau
praktek-praktek seperti perbudakan dan menghancurkan hak asasi manusia.
Trafficking memuat segala tindakan yang termasuk dalam proses rekruitmen atau
pemindahan orang di dalam ataupun antar negara, melibutkan penipuan, paksaan
atau dengan tujuan menempatkan orang-orang pada situasi penyiksaan atau
eksploitasi seperti prustitusi paksa, penyiksaan dan kekejaman luar biasa, buruh di
pabrik dengan kondisi buruk atau pekerja rumah tangga yang dieksploitasi

Human trafficking atau perdagangan manusia oleh Perserikatan Bangsa-bangsa


(PBB) mendefinisikan sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan
atau penerimaan seseorang dengan ancaman, penggunaan kekerasan, perbudakan,
pemaksaan, pemerangkapan utang ataupun bentuk-bentuk penipuan yang lainnya
dengan tujuan eksploitasi (Course Instruction, 2011:2).

5
Perdagangan manusia berhubungan dengan menjajakan diri
(memperdagangkan), tawar-menawar, membuat kesepakatan, melakukan transaksi
dan hubungan seksual (Taiwan Medicare, 2012).

Perdagangan manusia melakukan pemindahtanganan seseorang dari satu pihak


ke pihak yang lainnya dengan menggunakan ancaman, penipuan dan penguasaan.
Perdagangan manusia mengandung elemen pengalihan yang tujuannya bisa untuk
apa saja baik eksploitasi tenaga kerja, pembantu rumah tangga, pengambilan organ
tubuh dan sampai kepada eksploitasi seks komersil (Wagner, 2004).

Misalnya Caouette memberi batasan tentang perdagangan sebagai suatu


perekrutan dan transfortasi orang atau sekelompok orang di dalam dan melawati
perbatasan nasional menggunakan kekerasan terhadap orang lain. para korban
dirayu, ditipu, diculik atau dalam berbagai cara diakali untuk masuk prostitusi.

Menurut Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang


(PTPPO) pasal 1 ayat 1, dedinisi trafficking adalah tindakan perekrutaan,
pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penculikan, penipuan, penyekapan, peyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat,
sehingga memperoleh peretujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Sebelum Undang-undang tindak pidana disahkan, pengertian tindak pidana


perdagangan orang (trafficking) yang umum paling banyak digunakan adalah
protokol PBB. Adapun menurut protokol PBB tersebut pengertian trafficking adalah:
a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penjualan, penampungan atau penerimaan
seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain
dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyaalah gunaan
kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau
memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang
berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitassi termasuk, paling
tidak eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari
eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek
serupa perbudakan, pengahambaa atau pengambilan organ tubuh.

6
b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud yang
dikemukakan dalam sub line (a).
c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak
untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika
kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam sub babline
(a).
d. Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun.

Pengertian di atas tidak menekankan pada perekrutan dan pengiriman yang


menentukan suatu perbuatan tersebut adalah tindak pidana perdagangan orang,
tetapi juga kondisi eksploitatif terkait ke dalam mana orang diperdagangkan.
Dari pengertian tersebut ada tiga unsur yang berbeda yang saling berkaitan
satu sama lainnya, yaitu:
a. Tindakan atau perbuatan yang dilakukan, yaitu perekrutan, pengiriman,
pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang.
b. Cara: menggunakan ancaman, penggunaan kekerasa atau bentuk-bentuk
paksaan lain, penculikan, tipu daya, penipuan, pemberian atau penerimaan
pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orangorang.
c. Tujuan atau maksud, untuk tujuan eksploitsi. Eksploitasi mencakup
setidaktidaknya eksploitasi pelacuran dari orang lain atau bentuk-bentuk
eksplotasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, pengahambaan atau
pengambilan organ tubuh. Dari definisi di atas ada beberapa hal yang menjadi
ciri utama dari beberapa pengertian trafficking yaitu:
a. Adanya proses perekrutan, pengiriman, eksploitasi, pemindahan,
penampungan atau penerimaan manusia baik itu lintas wilayah maupun negara.
b. Ada pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan
perempuan maupun anak untuk melakukan sebuah pekerjaan (dibayar atau
tidak), sebagai hubungan kerja yang eksploitatif (secara ekonomi atau
seksusal), baik itu TKW, prostitusi, buruh manual atau industri, perkawinan
paksa, atau pekerjaan lainnya.
c. Ada korban baik perempuan maupun anak yang karena keperempuanan dan
kekanakannya dimanfaatkan dan di eksploitasi baik secara ekonomi maupun
seksual, guna kepentingan pihak-pihak tertentu dengan cara paksa, disertai
ancaman, maupun tipuan ataupun penculikan, penipuan, kebohongan,

7
kecurangan atau penyalahgunaan kekuasaan. Dalam hal ini termasuk juga
terhadap beberapa korban yang menyatakan persetujuan yang mana dipahami
bahwa situasi-situai tertentu yang mengakibatkan para korban setuju, misalnya
karena kebutuhan ekonomi, ada tekanan kekuasaan dan lain sebagainya.

Melihat dari beberapa definisi yang telah dipaparkan tentang pengertian


trafficking di atas dapat diambil benang merahnya bahwa kategori trafficking
akan terpenuhi apabila memenuhi tiga unsur yaitu: proses, jalan atau cara dan
tujuan. Proses disni meliputi perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan dan penjualan, sedangkan cara atau jalannya ialah dengan
kekerasan, pemaksaan, penipuan, kebohongan dan penculikan. Adapun
tujuannya adalah untukeksploitasi, baik seksual atupun ekslpoitasi yang lain
seperti perbudakan dan menjadikan pelayan.

2.2 Faktor- Faktor Penyebab Trafficking Human

Terjadinya Trafficking baik itu berupa kasus kekerasan maupun eksploitasi


terhadap anak-anak dan perempuan disebabkan oleh beberapa factor khususnya di
Indonisia diantaranya ialah sebagai berikut:

2.2.1 Faktor Ekonomi

Ekonomi yang minim atau disebut kemiskinan menjadi factor


penyebab utama terjadinya Human Trafficking. Ini menunjukkan bahwa
perdagangan manusia merupakan ancaman yang sangat membahayakan
bagi orang miskin. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa
rendahnya ekonomi membawa dampak bagi prilaku sebagian besar
masyarakat. Ekonomi yang pas-pasan menuntut mereka untuk mencari
uang dengan berbagai cara. Selain itu budaya konsumvitisme, juga ikut
andil menambah iming-iming masyarakat untuk mencari biaya
penghidupan. Semua ini menjadikan mereka dapat terjerumus ke dalam
prostitusi dan tindak asusila lainnya.
Di sisi yang lain kurangnya lahan pekerjaan atau masih
banyaknya angka pengangguran melengkapi rendahnya pendapatan atau
ekonomi masyarakat. Keterbatasannya lahan pekerjaan yang dapat

8
menampung perempuan dengan tingkat keterampilan yang minim
menyebabkan banyak perempuan-perempuan menganggur sehingga
kondisi inilah yang dipergunakan dengn baik oleh para perantara yang
menyarankan perempuan-perempuanuntuk bekerja. Mereka dijanjikan
untuk bekerja di dalam kota, atau di luar negeri.
Dalam bujukan tersebut, tidak dijelaskan secara detail pekerjaan
apa yang akan didapatkan. Biasanya para perantara hanya memberikan
iming-iming gaji atau upah yang besar. Tanpa disadari, korban telah
terjebak penipuan dalam hal ini sebagai pelayan seks. Biasanya mereka
bersedia bekerja di manapun ditempatkan. Oleh karena itu ketika ada
perantara yang menawarkan sebuah pekerjaan dengan iming-iming upah
atau gaji yang besar maka mereka akan menyambut dengan senang hati
tawaran tersebut. Tawaran ini selalu menjadi dewa penyelamat untuk
meneyelesaikan kondisi ekonomi. Namun pada hakikatnya hal tersebut
adalah sasaran empuk bagi para calo untuk dijadikan korban trafficking.
Pada wilayah anak-anak, putus sekolah menyebabkan mereka
untuk memaksakan diri mereka sendiri untuk memasuki dunia kerja.
Mereka dipaksa kerja untuk bisa meringankan beban keluarga. Tidak
jarang anakanak menjadi korban eksploitasi seksual komersial dan
trafficking terhadap anak karena orang tua mereka sudah tidak sanggup
lagi membiayai. Keluarga yang miskin mungkin tidak sanggup untuk
mengirim anak mereka ke sekolah dan biasanya akan mendahulukan
pendidikan bagi anak laki-laki jika mereka hanya mampu mengirim
sebagian anak-anak mereka ke sekolah. Jika orang tua tidak mampu
mencari pekerjaan, maka anak akan mereka suruh bekerja diladang atau
di pabrekatau di dalam situasi yang lebih berbahaya serta jauh dari
rumah seperti diluar kota atau di luar negeri.
Melalui semua jalur ini, kemiskinan membuat anak dan
perempuan semakin rentan terhadap trafficking. Pemaknaan ekonomi
rendah juga bisa diaplikasikan pada orang yang terjerat banyak hutang.
Jeratan hutang tersebut yang pada akhirnya berujung fenomina yang
disebut “Buruh Ijon”, yaitu suatu pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang yang dianggap sebagai pembayaran hutang. Adapun kasus
jeratan hutang bisa terjadi pada siapapun. Pada kasus trafficking mudus

9
yang biasa terjadi dengan cara penipuan. Buruh migrah telah
menempatkan diri mereka dalam jeratan hutang. Di mana mereka setuju
untuk membuat pinjaman uang untuk membayar biaya perjalanan
mereka. Korbanhutang tersebut kemudian harus bekerja sampai
hutangnya lunas, biasanya trafficker meminta melunasi sesuai
permintaannya. Ada yang sebagai pekerja seks, pembantu rumah tangga
dan masih banyak yang lain. Kekerasan dan eksploitasi yang
terperangkap dalam buruh ijon bekerja pada rumah tangga sebagai
pembantu atau penjaga anak, direstauran, toko-toko kecil, di
pabrekpabrek atau pada industri seks. Tapi menjadi rahasia umum
apabila masih gadis maka melunasi dengan bekerja sebagai pekerja seks.
Karena itulah jeratan hutang dapat mengarah pada kerja paksa.
Sedangkan kerja paksa membuka besarnya kemungkinan untuk
kekerasan dan eksploitasi terhadap pekerja. Pada kondisi seperti di atas,
pekerja kehilangan kebebasannya untuk bergerak karena orang yang
menguasai hutang ingin memastikan bahwa pekerja tidak berusah
melarikan diri dari hutangnya. Bahkan para korban disembunyikan dari
penegak hukum, polisi dan masyarakat luas. Pada akhirnya rendahnya
ekonomi berujung pada penerimaan pinjaman para calo agar mereka
dapat bekerja akan tetapi mereka tidak memahami bahaya yang akan
menimpanya.

2.2.2 Posisi Subordinat Perempuan dalam Sosial dan Budaya

Seperti halnya kondisi pedagangan manusia yang terjadi di


dunia, untuk Indonisia penelitian-penelitia yang dilakukan di lembaga
pendidikan dan LSM menunjukkan sebagian besar korban perdagangan
manusia adalah perempuan dan anak-anak. Indonisia adalah suatu
masyarakat yang patrialkhal, suatu struktur komonitas dimana kaum
laki-laki yang lebih memegang kekuasaan, dipersepsi sebagai struktur
yang mendegorasi perempuan baik dalam kebijakan pemerrintah
maupun dalam prilaku masyarakat. Misalnya perumusan tentang
kdudukan istri dalam hokum perkawinan, kecenderungan untuk

10
membayar upah buruh wanita di bawah upah buruh laki-laki, atau
kecenderungan lebih mengutamakan anak laki-laki dari pada anak
perempuan dalam bidang pendidikan, merupakan salah satu refleksi
keberadaan permpuan dalam posisi subordinat dibandingkan dengan
laki-laki.
Kondisi perekonomian yang lemah serta kontrusksi masyarakat
yang ada menempatkan hakperempuan dalam posisi yang lebih tidak
menguntungkan. Meskipun dalam pasal 3 perjanjian tentang hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 menyatakan bahwa adanya
persamaan bagi lakilaki dan perempuan untuk memperoleh hak
ekonomi, sosial dan budaya. Namun kenyataannya HAM di Indonesia
masih belum menyentuh masyarakat karena masih kuatnya diskriminasi
terhadap perempuan.

2.2.3 Faktor Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah juga sangat mempengaruhi


kekerasan dan eksploitasi terhadap anak dan perempuan. Banyaknya
anak yang putus sekolah, sehingga mereka tidak mempunyai skill yang
memadai untuk mempertahankan hidup. Implikasinya, mereka rentan
terlibat kriminalitas. Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2000 lalu
melaporkan bahwa 34,0% penduduk Indonisia berusia 10 tahun ke atas
belum atau tidak tamat Pendidikan dasar (SD) dan hanya 15% tamat
SLTP. Menurut laporan BPJS Tahun 2000 juga terdapat 14% anak usia
7-12 tahun dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutka kejenjang
pendidikan SLTP karena alasan ketidak mampuan dalam hal biaya.
Melihat data di atas tampak bahwa mayoritas masyarakat
Indonesia masih banyak yang bertaraf rendah tingkatannya dalam hal
pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan serta minimnya keterampilan
atau skill menyebabkan sebagian besar dari permpuan menganggur serta
menghabiskan sebagian besar hidup dan waktunya di rumah. Dan pada
akhirnya tidak menghasilkan keuangan bahkan mengurani pemasukan.
Sebenarnya tidak hanya kaum perempuan yang menganggur akan tetapi
laki-laki juga mengalami hal yang serupa. Tampak bahwa setip tahun
ribuan orang meninggalkan kampung halamannya dan snak keluarganya

11
demi mencari keja atau penghidupan yan lebih layak di daerah lain
Indonesia atau bahkan keluar negeri. Namun dari data di atas
menunjukkan bahwa kaum perempuan yang paling banyak menganggur.
Kedaan inilah yangmenyebabkan mereka menerima tawaran pekerjaan
oleh para perantara yang yang mereka tidak menyadarinya sebagai
trafficker meskipun belum menegtahui seberapa besar uapah atau gaji
yang akan diterimanya.

2.2.4 Tidak Ada Akta Kelahiran

Sebuah studi yang dipublikasikan oleh UNICEF APADA mei


2002 yang lalu memperkirakan bahwa hingga tahun 2000 lalu, 37%
balita Indonesia belum mempunyai akta kelahiran. Pasal 9 konvensi
mengenai hak-hak anak menentukan bahwa semua anak harus
didaftarkan segera setelah kelahirannya dan juga harus mempunyai nama
serta kewarganegaraan. Ada bermacammacam alasan mengapa banyak
anak tidak terdaftar kelahirannyaa. Orang tua yang miskin mungkin
merasa biaya pendaftaran terlalu mahal atau mereka tidak menyadari
pentingtnya akata kelahiran.
Banyak yang tidak tahu bagaimana mendaftarkan seorang bayi
yang baru lahir. Rendahnya registrasi. Kelahiran, khususnya di
masyarakat desa menjadi fasilistas perdagangan manusia. Agen dan
pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk
memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar
negeri. karena mereka tidak mempunyai dokumin yang disyaratkan,
maka mereka dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan.

2.2.5 Kebijakan yang Bias Gender

Perempuan di Indonesia umumnya menikmati kesetaraan gender


di mana hukum Undang-undang Dasar 1945 menjamin kesetaraan hak
untuk laki-laki dan perempuan. Indonisia juga telah meratifikasi
beberapa konvensi PBB yang menjamin kesetaraan hak bagi perempuan,
antara lain rativikasi konvensi untuk penghpusan deskriminasi untuk
perempuan (CEDAW) pada tahun 1984. Namun kenyataannya hukum
perlindungan hanya di atas kertas sedangkan prakteknya masih jauh dari

12
yang diaharapkan. Kesetaraan gender belum sepenuhnya terwujud,
perempuan masih tertinggal secara sosial, politik, dan ekonomi dari
kaum laki-laki.
Adapun dalam hal pendidikan misalnya, ditemukan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin lebar kesenjangan
antara partisipasi perempuan dan laki-laki. UU perkawinan tahun 1974
menaikkan usia minimum bagi seorang gadis untuk meniah menjadi 16
tahun. Namun pernikahan diusia lebih muda dimungkinkan dengan izin
dari peradilan. UU perkawinan secara hukum mengannggap mereka
sebagai orang dewasa sekalipun mereka masih di bawah 18 tahun.
Undang-undang tersebut menyatakan bahwa kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu
kawin atau dapat berdikari (pasal 45) sekalipun tidak ada larangan bagi
anak yang sudah menikah untuki bersekolah, anak perempuan yang
sudah menikah sangat jarang meneruskan pendidikan mereka.
Kenyataannya sekolah-sekolah formal untuk tingkat SMP atau SMA
tidak menerima siswa yang sudah menikah, walaupun ada itu hanya
disekolah kesetaraan yang kejar paket B atau C.
Dalam bidang ketenagakerjaaan, hukum Indonisia memberikan
perlindungan de jure bagi perempuan di tempat kerja. Menurut hukum,
perempuan dilindungi dari diskriminasi berdasarkan gender atau Karena
menerima bayaran yang setara untuk pekerjaan yang sama, tidak dapat
diberhentikan jika menikahh atau melahirkan, tidak boleh mengerjakan
pekerjaan yang berbahaya dan harus diberikan cuti hamil.
Selain itu, kerentanan perempuan semakin tinggi setelah berserai,
khususnya bagi mereka yang memmiliki anak. Undang-undang
perkawinan dan peraturan-peratuan yang terkait mengizinkan laki-laki
dan perempuan bercerai untuk alasan yang sama. Namun peraturan
tersebut menempatkan perempuan yang bercerai dalam posisi yang tidak
menguntungkan dalam hal tunjangan dari suami setelah perceraian
terjadi.

2.2.6 Pengaruh Globalisasi

13
Pemberitaan tentang trafficking (perdagangan manusia), pada
beberapa waktu terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu
yang aktual, baik dalam lingkup domistik maupun yang telah bersifat
lintas batas negara. Perdagangan manusia yang paling menonjol terjadi
khususnya yang dikaitkan dengan perempuan dan kegiatan industri
seksual, ini baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui media
massa pada beberapa tahun terakhir ini. Kemungkinan terjadi dalam
skala yang kecil, atau dalam suatu kegiatan yang terorganisir dengan
sangat rapi. Merupakan sebagian dari alasan-alasan yang membuat
berita-berita perdagangan ini belum menarik media massa paa masa lalu.
Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia, Indonesia juga tidak
dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan Kemajuan di berbagai aspek
teknologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di berbagai
aspek tersebut membawa perubahan pula dalam segi-segi kehidupan
sosial dan budaya yang diacu oleh berbagai kemudahan informasi.
Dampak negatif dari perrubahan dan kemudahan tersebut
menjadi konsekuensi bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial
termasuk pada perempuan dan anak, salah satunya adalah
berkembangannya perdagangan seks pada anak.

2.3 Bentuk dan Modus Trafficking Human

2.3.1 Bentuk Trafficking

Seiring berjalannya waktu bentuk dan modus trafficking pun


semakin komplek, banyak model dan bentuk perdagangan yang
dipergunakan agar misi trafficking berhasil. Ini tidak dapat dipungkiri
karena sudah menjadi fenomena yang menjamur diberbagai belahan
dunia termasuk Indonisia.
Adapun bentuk-bentuk tarfficking diantaranya adalah:
1. Eksploitasi Seksual
Eksploitasi seksual dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Eksploitasi seksual komersial untuk prostitusi.

14
Misalnya perempuan yang miskin dari kampung atau
mengalami perceraian karena akibat kawin muda atau putus sekolah
kemudian diajak bekerja ditempat hiburan kemudian dijadikan
pekerja seks atau panti pijat. Korban bekerja untuk mucikari atau
disebut juga germo yang punya peratutan yang eksploitatif, misalnya
jam kerja yang tak terbatas agar menghasilkan uang yang jumlahnya
tidak ditentukan.8 Korban tidak berdaya untuk menolak melayani
laki-laki hidung belang yang menginginkan tubuhnya dan jika ia
menolak maka sang mucikari tidak segan-segan untuk menyiksanya
karena biasanya mereka punya bodigard-budigard yang mengawasi
mereka.
Kesempatan untuk melepaskan diri sangatlah sulit sekali,
sehingga korban bagaikan buah si malakama. Jika korban protes
maka mereka diharuskan membayar sejumlah uang sebagai ganti
dari biaya hidup yang digunakan oleh korban. Dalam prakteknya
korban dalam posisi yang lemah dan diskenariokan untuk selalu
tergantung atau merasa membutuhkan aktor baik untuk kebutuhan
rasa aman maupun kebutuhan secara ekonomis.
2) Eksploitasi non komersial,
Misalnya pencabulan terhadap anak, perkosaan dan
kekerasan seksual. Banyak pelaku pencabulan dan perkosaan yang
dapat dengan bebas menghirup udara kebebasan dengan tanpa dijerat
hukum. Sementara perempuan sebagai korban harus menderita secara
lahir dan batin seumur hidup bahkan ada yang putus asa dan
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, ada juga yang karena tidak
sanggup menghadapi semuanya terganggu jiwanya.
Di Indonesia keberadaan perempuan yang dijerumuskan ke
dalam prostitusi yang diperdagangkan seksualitasnya dan perempuan
yang digunakan untuk memproduksi bahan-bahan pornugrafi
merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Dalam banyak kasus,
perempuan semula dijanjikan oleh pihak-pihak tertentu untuk bekerja
sebagai buruh migran, pembantu rumah tangga, pekerja restoran,
pelayan toko, dan lain sebagainya. Tetapi kemudian dipaksa pada
industri seks pada saat mereka tida pada daerah tujuan.

15
Eksploitasi seksual baik yang komersial maupun yang non
komersial kedua-duanya sama-sama menjadi penyakit penyebar HIV
dan AIDS, sebuah virus yang menggerogoti sistem kekebalan tubuh
sehingga jika seseorang sudah tertular maka kekebalan tubuhnya
sudah tidaki ada lagi. Dari tahun ke tahun penularan penyakit ini
perkembangannya semakin pesat, yang tertular tidak hanya di
kalangan masyarakat kota tapi juga sampai ke pelosok desa seperti
papua. Ini adalah masalah yang sangat besar, satu sisi agama dan
negara mencegah dengan peraturanperaturannya namun disisi lain
kejahatan semakin merajalela dan semakin canggih.

2. . Pekerja Rumah Tangga


Pembantu rumah tangga yang bekerja baik di luar maupun di
dalam wilayah Indonesia dijadikan korban kedalam kondisi kerja yang
dibawah paksaan, pengekangan dan tidak diperbolehkan menolak
bekerja. mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang, upah yang
tidak dibayar. Selama ini juga pekerja rumah tangga tau yang disebut
pembantu tidaklah dianggap sebagai pekerja formal melainkan sebagai
hubungan informal antara pekerja dan majikan, dan pekerjaan kasar
yang tidak membutuhkan keterampilan. upah yang diterima sangat
rendah dibawah UMR yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang
dilakukan, dimana jam kerja yang sangat panjang, tidak ada libur,
bahkan banyak yang tidak ada waku untuk istirahat.
Perlakuan yang lebih buruk lagi adalah mereka diperlakukan
layaknya budak, baik ketika menyuruh suatu pekerjaan atau dalam hal
makan, di mana mereka diberi makan yang sedikit dan tidak memenuhi
standar gizi yang dapat memberikan asupan tenaga, dilarang
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya bahkan di luar negeri
seringkali majikan dan agen menyita paspor TKW agar tidak bisa
kabur jika mereka diperlakukan oleh semua majikan karena ada juga
majikan yang baik dalam memperlakukan pembantu rumah tangganya
bahkan menganggapnya sebagai keluarga.
3. Penjualan Bayi

16
Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada keluarga
modern menjadi salah satu penyebab maraknya incaran trafficker.
Keluarga modern yang enggan mendapatkan keturunan dari hasil
pernikahan menjadi rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk
mengadopsi anak. Kebutuhan adopsi massal itulah yang menyebabkan
lahirnya para penjual bayi, calo-calo anak dan segenap jaringannya.
Di sisi lain, negara-negara berkembang masih dipenuhi warga
miskin dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran
pencarian anak-anak yang akan diadopsi melalui proses perdagangan.
Misalnya hilangnya 300 anak pasca sunami di Aceh yang kemudian
dilarikan oleh LSM. Banyak pihak yang menduga anak itu dilarikan ke
Amerika.
Selama tahun 2007, gugus tugas anti trafficking Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan (GTA MNPP) menemukan sekitar 500 anak
Indonesia yang diperdagangkan ke Swedia. Para trafficker tidak hanya
mengambil anak-anak usia belita, usia sekolah dan remaja saja
janinpun bisa mereka tampung.
Dari sumber yang sama menyebutkan bahwa pada tahun 2003 di
perbatasan Indonesia-Malaysia harga orok bermata sipit dan berkulit
putih dihargai sekitar 18.000 -25.000 Ringgit Malaysia. Sedangkan
untuk orok bermata bundar dan berkulit hitam dihargai 10.000-15.000
Ringgit Malaysia. Cara atau modus penjualan bayi bervariasi.
Misalnya, beberapa buruh migran Indonesia yang menjadi korban
sebagai perkawinan palsu saat di luar negeri, dipaksa untuk
menyerahkan bayinya untuk diadopsi secara illegal. Dalam kasus lain,
ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh pembantu rumah tangga
kepercayaannya yang melarikan bayi majikannya kemudian menjual
bayi tersebut kepasar gelap.
4. Jeratan Hutang
Jeratan hutang adalah salah satu bentuk dari perbudakan
tradiional, di mana korban tidak bisa melarikan diri dari pekerjaan atau
tempatnya bekerja sampai hutangnya lunas. Ini terjadi mislanya pada
para TKW, di mana ketika mereka berangkat ke negara tujuan dibiayai
oleh PJTKI dan mereka harus mengganti dengan gaji sekitar empat

17
bulanan yang padahal jika dihitung-hitung baiaya yang dikeluarkan
oleh PJTKI tidak sebanyak gaji TKW tersebut. Ini menjadikan para
TKW harus tetap bekerja apapun kondisi yang dihadapi di lapangan
sampai habis masa kontrak. Karena itulah jeratan hutang dapat
mengarah pada kerja paksa dan membuka kemungkinan terjadinya
kekerasan dan eksploitasi terhadap pekerja.
Pekerja kehilangan kebebasannya untuk bekerja karena orang
yang menghutangkan ingin memastikan bahwa pekerja tidak akan lari
dari hutangnya. Meskipun secara teori mereka hutang tersebut dapat
dibayarkan dalam jangka waktu tertentu tetapi hutang tersebut akan
terus ditingkatkan sampai si peminjam tidak dapat melunasinya.
5. Pengedar Narkoba dan Pengemis
Dunia saat ini sudah diserang virus berbahaya yang namanya narkoba.
Narkoba sudah mengglobal di seluruh dunia dan sulit untuk dicegah
penyebarannya mulai dari kota besar sampai kepelosok desa. karena
secara materi hasil dari penjualan narkoba sangat fantastis dibanding
dengan pekerjaan atau bisnis apapun. Inilah salah satu yang
menyebabkan orang-orang terjun kelingkungan mafia, karena satu sisi
hasilnya sangat menggiurkan dan disisi lain ia sulit menemukan
pekerjaan yang layak dengan penghasilan besar walaupun resikonya
juga sangat besar.
Kemudian juga dimanfaatkan oleh bandar-bandar narkoba untuk
mengedarkan pil setannya juga menjadi penggunanya. Misalnya
banyak kasus dalam tayangan berita di mana muda mudi tertangkap
menyeludupkan narkoba termasuk heroin atau ganja tertangkap polisi.
Mereka sangat sulit sekali untuk membuka siapa yang ada dibalik
mereka, karena biasanya mereka sudah diikat dengan perjanjian untuk
tidak membuka dan kadangkala mereka sendiri tidak tau siapa pihak
pertama atau pemilik barang haram tersebut. Akhirnya merekalah yang
harus menerima resikonya sementara bandar narkobanya bebas
melenggang.
Pekerjaan lain yang juga menjadi penyakit adalah adanya
sindikat bagi para pengemis. Banyak perempuan-perempuan di lampu
merah yang bahkan menggendong anak kecil dengan penampilan yang

18
amat sangat tidak layak untuk masa sekarang ini yang serba modern
berburu kepingan rupiah dari mereka-mereka yang punya rasa iba.
Ternyata banyak diantara mereka yang dikordinir dan ditempatkan
ditempat-tempat yang sudah ditentukan. Untuk mengatasi masalah ini,
dibutuhkan kerja keras dari semua pihak dengan sungguh-sungguh dan
bukan penyelesaian yang hanya bersifat formalitas belaka. Memang
sudah ada upaya dari Dinas Sosial tapi ini mungkin baru sedikit karena
buktinya semakin hari perempuan yang mengemis di jalanan makin
banyak.
6. Pengantin Pesanan Pos (Mail order bride)
Kasus ini dapat terjadi salah satunya adalah karena tingginya
mahar yang diminta oleh pihak perempuan, sementara laki-laknya
tidak mampu secara ekonomi untuk memenuhinya sedangkan usia
mereka lebih dari cukup untuk menikah. Maka salah satu caranya
adalah dengan membeli perempuan dari luar negeri untuk dinikahinya
karena tidak perlu memberikan mahar yang besar dan lebih mau
menuruti apa maunya si laki-laki. Ini dialami oleh seorang TKW
dimana ia menceritakan bahawa ia telah menikah dengan laki-laki asal
timur tengah, namun ironinya ketika perempuan tersebut hamil ia
dipulangkan ke Indonesia dengan tanpa sepersenpun diberi nafkah dan
biaya persalinan.
Ada dua metode yang dikembangkan dalam melihat perkawinan
sebagai salah satu penipuan.
1) Perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil
perempuan tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat
asing, namun sesampai di wilayah tujuan perempuan tersebut
disalurkan dalam industri seks atau prostitusi. Ini sangat ironi
sekali dan sangat bias gender, dimana seorang suami yang
harusnya berkewajiban mencari nafkah untuk keluarga justru
sebaliknya ia menghamburhamburkan uang yang dikumpulkan
istri. Mungkin ini karena pihak laki-laki merasa ia sudah membeli
si perempuan sehingga ia menganggap bahwa perempuan itu
adalah budaknya yang bisa bebas ia perlakukan.

19
2) Perkawinan untuk memasukkan perempuan ke dalam rumah
tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domistik yang
sangat eksploitatif bentuknya. Fenomina pengantin pesanan ini
banyak terjadi dalam masyarakat keturunan cina di Kalimantan
Barat dengan para suami berasal dari Taiwan walaupun dari Jawa
Timur diberitakan telah terjadi beberapa kasus serupa.

Data dari Pusat Studi Wanita Universitas Tanjung Pura, setiap


tahun kira-kira 50 perempuan kembali ke Singkawang dari Taiwan
telah mengalami kekerasan dan penipuan. Kekerasan dan penipuan
yang dilaporkan bermacam-macam yaitu dinikahkan dengan laki-laki
yang lebih tua, berlainan dengan apa yang diberitahukan sebelumnya
atau dengan laki-laki yang cacat mental atau fisik atau dinikahkan
secara sah sebagai perempuan simpanan atau menjadi pelayan tanpa
bayaran atau bekerja di pabrek dan dipaksa bekerja di prostitusi.

7. Donor Paksa Organ Tubuh


Perdagangan organ tubuh manusia kini semakin merajalela seiring
dengan kemajuan teknologi dibidang kedokteran, misalnya saja
teknologi cangkok jantung, ini biasanya dipesan untuk mereka para
penderita jantung yang berkantong tebal dan “turis cangkok” sebutan
untuk para pasien yang datang ke negara-negara miskin untuk membeli
organ tubuh orang-orang miskin. Di Indonesia, modus penjualan organ
tubuh ini beranika ragam, ada yang menjual karena terdesak kebutuhan
ekonomi, misalnya yang dilakukan seorang ibu demi memenuhi biaya
hidup, pendidikan bahkan untuk pengobatan penyakit anaknya ia rela
menjual organ ginjalnya atau juga yang dilakukan dengan cara menipu
sang donor. Bahkan ditengarai ada kasus pembubuhan dengan tujuan
mengambil organ tubuh korban kemudian dijual.

Modus lain adalah memanfaatkan organ tubuh para TKW yang


meninggal di luar negeri. Untuk kasus ini seringkali ketika jenazah sampai di
dalam negeri biasanya pihak keluarga tidak diperkenankan meliahat atau
membuka peti jenazah. Sebenarnya ini sering terjadi tapi karena ketidak tahuan
pihak keluarga akhirnya pihak keluarga hanya menuruti saja, padahal mungkin
saja jenazah yang cukup lama tapi juga karena organ tubuh mayat sudah diambil

20
untuk dijual yang mingkin saja dilakukan oleh pihak majikan ataupun pihak
rumah sakit yang sudah bekerjasama dengan sindikat penjualan organ tubuh
manusia.

2.3.2 Modus Trafficking

Dalam menjalankan operandinya para trafficker sering menggunakan mudus berupa


iming-iming. Di antara modus-modusnya antara lain yaitu:

1. Tawaran Kerja
Salah satu modus human trafficking yang sering dilakukan adalah
penawaran kerja ke luar pulau atau luar negeri dengan gaji tinggi. Pelaku biasanya
mendatangi rumah calon korbannya dan saat pemberangkatan juga tanpa
dilengkapi surat keterangan dari pemerintah desa setempat.
Cara tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sejumlah pihak,
termasuk memberi kemudahan kepada keluarga korban untuk dapat diterima kerja
tanpa harus mengurus sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah atau negeri.
Dari pihak orang tua korban sudah tidak memperdulikan aturan atau kelengkapan
surat-surat kerja karena sudah termakan oleh bujukan pelaku.
Modusnya adalah para calo atau perantara memberi iming-iming bagi para
korban dengan menawarkan bekerja di mall dan salon dengan gaji besar.
Selanjutnya korban diserahkan pada germo yang kemudian dipekerjakan secara
paksa sebagai wanita penghibur di tempat-tempat hiburan malam.
Selain aspek pemaksaan yang menyalahi aturan, aspek upah juga sangat
merugikan para korban. Mereka hanya mendapatkan sedikit upah dari transaksi.
pdahal sekali kencan korban diberi uang oleh hidung belang sekitar kurang lebih
500 ribu sekali kencan. Hal ini biasanya dijadikan dalih oleh para germo sebagai
pembiayaan fasilitas antar jemput, baju, dan rias bagus serta modis agar lebih
menarik.
2. Bius
Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus yang
paling sering dilakukan dalam human trafficking, tetapi saat ini orang bisa
menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan seperti dibius.
Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini berawal dari
penculikan terhadap korban, kemudian pelaku membiusnya dengan suntikan

21
ataupun dengan alat yang lain yang digunakan untuk membius. Kemudian
korban dibawa dan dipertemukan dengan sang bos. Setelah itu korban
diserahkan jaringan lainnya untuk dibawa ke negara lain tanpa membawa paspor
untuk dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja seks.
3. Dampak Kesehatan Fisik
Secara fisik, cedra aktual para perempuan korban trafficking terjadi,
karena mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual. Mereka seringkali
terpaksa harus tinggal di lingkungan yang tidak manusiawi dan bekerja dalam
kondisi berbahaya. Mereka tidak memiliki gizi yang cukup dan dikenakan
penyiksaan secara brutal pada fisik dan psikis, apabila mereka tidakmemberikan
pelayanan seksual yang diinginkan pelanggan (“lelaki hidung belang”) atau
karena penolakan para korban terhadap eksploitasi seksual. Korban sering tidak
memiliki akses ke perawatan medis yang memadai dan tinggal dilingkungan
yang najis dan tidak layak (Stotts & Ramey, 2009: 10). Perawatan kesehatan dan
pencegahan penyakit seksual menular terhadap para korban hampir tidak ada,
dan kesehatan biasanya diabaikan sampai mereka semakin terpuruk menderita
penyakit HIV / AIDS, sipilis, gonorea dan penyakit seksual menular lainnya.
Para perempuan korban trafficking dirugikan dengan berbagai metode
yang digunakan traffickers untuk "kondisi" mereka, termasuk pemerkosaan,
pemerkosaan geng, ancaman untuk menyakiti korban atau keluarga korban,
kronis pada pendengaran, dan kardiovaskular atau masalah pernapasan yang
disebabkan oleh penyiksaan, trans-seksual dan memaksa penggunaan narkoba.
Luka fisik termasuk hal-hal seperti patah tulang, gegar otak, luka bakar, dan
vagina atau dubur robek. Kehamilan korban yang tidak diinginkan akibat
pemerkosaan atau prostitusi. Infertility sebagai akibat infeksi kronis menular
seksual yang tidak diobati atau gagal atau melakukan aborsi tradisional bukan
oleh para medis dan tanpa perawatan medis. Belum lagi penyakit yang tidak
terdeteksi atau tidak diobati, seperti diabetes atau kanker, sebagai ancaman masa
depan para korban (Stotts & Ramey, 2009: 11). Penyalahgunaan zat (obatobatan
terlarang) sebagai sarana untuk mengatasi situasi depresi korban sekaligus
sebagai strategi traffickers menundukkan korban untuk melakukan eksploitasi
seksual.
Jadi dampak kesehatan fisik yang dimaksud adalah cedera aktual &
ancaman terhadap integritas diri para korban yang mengalami kekerasan fisik

22
dan seksual. Penderitaan secara fisik yang dialami para perempuan korban
trafficking, menciptakan citra diri negatif, konsep diri para korban semakin
terpuruk, kehilangan makna hidup, harkat dan martabat para korban menjadi
hancur.

2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking

Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak


kejahatan yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang
komprehensif dan terpadu.
Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian professional, namun
juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik
sesame apparat penegak hokum seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun
dengan pihak- pihak lain yang terkait yaitu lembaga pemerintah (Kementrian
terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik local maupun internasional.
Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai
dengankewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal
pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin
memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan penanggulangan
perdagangan peremuan secara terpadu. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar
korban mendapatkan ha katas perlindungan dalam hukum.
Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat
memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama apparat penegak hokum
lainnya didalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan
investigasi bersama. Kerjasama dengan apparat penegak hokum di negara tujuan
bisa dilakukan melalui pertukaran informasi, atau bahkan melalui mutual legal
assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan lintas
negara.

23
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta
dukungan ILO dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang
melakukan Program Prevention ofChild Trafficking for Labor and Sexual
Exploitation. Tujuan dari program ini adalah:
1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah
Menegah Atasuntuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak
perempuan.
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah
lulus sekolah dasar
3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan
penghasilan
4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk
memfasilitasi usaha sendiri.
5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking
anak.

24
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 askep Human Trafficking

Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA Nn. B DENGAN KORBAN HUMAN TRAFFICKING
DI RUANG.............................................................
Nama Klp : Kelompok 3 Tg/ Jam Tgl/ Jam MRS:
Tgl/ jam Pengkajian : No. RM :
Sumber Data : Ny. S Ruangan/ Kelas :
Metode : No. Kamar :
Alat/ Bahan : Diagnosa Medis :

I. IDENTITAS
1. Nama : Nn. B
2. Umur : Lahir tahun 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : SPG
5. Alamat dan No. Telp : Rawamangun, Palopo
6. Penanggung Jawab & : Ny. S (45 Tahun) sebagai Ibunya Hubungan
dg Klien
II. POLA PERSEPSI KESEHATAN ATAU PENANGANAN
KESEHATAN
1. Keluhan Utama: Menurut Ny. S “Anak saya mungkin frustasi dan
tidak tahan kondisi keluarga kami,”
2. Riwayat Penyakit Sekarang (Tidak terdapat dalam Kasus)
3. Lamanya Keluhan (Tidak terdapat dalam Kasus)
4. Faktor yang Memperberat Menurut Ny. S “Keluarga kami broken
home. Anak-anak melihat orangtua tidak akur. Mungkin itu yang
menyebabkan dia memutuskan pergi,”
5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Keluhan Menurut Ny. S
bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam
meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri
merupakan jawaban akan kegalauannya.

25
6. Riwayat Penyakit Dahulu (Tidak terdapat dalam Kasus)
7. Persepsi Klien tentang status kesehatan dan kesejahteraan (Tidak
terdapat dalam Kasus)
8. Riwayat Kesehatan Keluarga (Tidak terdapat dalam Kasus)
9. Susunan Keluarga (Genogram) (Tidak terdapat dalam Kasus)
10. Riwayat Alergi (Tidak terdapat dalam Kasus)
III. POLA NUTRISI DAN METABOLIK (Tidak terdapat dalam Kasus)
IV. POLA ELIMINASI (Tidak terdapat dalam Kasus)
V. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN (Tidak terdapat dalam Kasus)
VI. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR (Tidak terdapat dalam Kasus)
VII. POLA KOGNITIF DAN PERSEPTUAL
Tingkat Ansietas
Menurut Ny. S “Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia
jauh dari rumah, bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat
semuanya., Dia seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali
mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama tidak
berhubungan,”
VIII. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI
1. Role Peran : Konflik Peran
Menurut Ny. S “Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa
keluar. Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani minum.
Setiap hari dia disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan
dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,”
2. dentity/ Identitas Diri : Merasa Terkekang dan Kurang Mampu
menentukan Pilihan.
Menurut Ny. S “Mereka membuat perempuan menjadi binatang.
Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup
mereka bayar. Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa
meninggalkan tempat itu karena hutang banyak, anak banyak dan
tidak jelas siapa saja bapaknya.”
Masalah Keperawatan : Resiko Harga Diri Rendah

IX. POLA PERAN DAN HUBUNGAN


Pekerjaan : SPG

26
X. POLA SEKSUALITAS/ REPRODUKSI (Tidak Terdapat dalam
Kasus)
XI. POLA KOPING/TOLERANSI STRESS (Tidak Terdapat dalam
Kasus)
XII. POLA NILAI / KEPERCAYAAN (Tidak Terdapat dalam Kasus)
XIII. PENGKAJIAN PERSISTEM (Review of System) (Tidak Terdapat
dalam Kasus)
XIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tidak Terdapat dalam Kasus)
XV. TERAPI (Tidak Terdapat dalam Kasus)

27
ANALISA DATA
Nama Klien : Nn. B
Umur : Lahir Tahun 1995
Ruangan/ Kamar :
No RM :

No Data (Symptom) Penyebab (Etiologi) Masalah (Problem)


1 Objektif 1. Menurut Ny. S Perubahan Proses
“Anak saya mungkin frustasi Keluarga
dan tidak tahan kondisi
keluarga kami,” 2. Menurut
Ny.S “Keluarga kami broken Frustasi
home. Anakanak melihat
orangtua tidak akur. Mungkin
itu yang menyebabkan dia Perubahan Proses Keluarga
TidakTahan Kondisi
memutuskan pergi,”
Keluarga

Broken Home

Orang Tua Tidak


Akur
2 Objektif 1. Menurut Ny. S “Dia Resiko HDR
magang untuk 3 bulan baru
boleh dibawa keluar. Selama
itu dia kerja melayani tamu, Kerja Melayani
menemani minum. Setiap hari Tamu Pria
dia disuruh memakai pakaian
seminim mungkin dan dipajang
di ruang kaca. Bisa saya
Memakai Pakaian
Resiko HDR Kerja Melayani
Minim
Tamu Pria Memakai Pakaian
Minim Pekerjaan SPG Resiko
Harga Diri Rendah katakan
Pekerjaan SPG
separuh telanjang,”

28
2. Menurut Ny. S “Mereka
membuat perempuan menjadi
binatang. Menjerat dengan
hutang yang jelas-jelas tidak
akan sanggup mereka bayar

PRIORITAS MASALAH
Nama Klien : Nn. B
Umur : Lahir Tahun 1995
Ruangan/ Kamar :
No. RM :

Tanggal Paraf
No Masalah keperawatan Ditemuka
Teratasi
n
1 Proses Perubahan Keluarga
2 Resiko Harga Diri Rendah

29
3.2 Intervensi Keperawatan

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1 Proses Perubahan Pasien dan Keluarga Setelah…..Pertemuan pasien 1. Pengkajian
Keluarga mampu: 1. Memahami mampu: 1. Mengidentifikasi Pola a. Kaji Interaksi antara pasien dan
perubahan dalam peran Koping keluarga, waspada terhadap potensi
keluarga 2. Berpartisipasi dalam proses perilaku merusak
membuat keputusan tentang b. Kaji Keterbatasan anak, dengan
perawatan setelah rawat inap demikian dapat mengakomodasi
3. Berfungsi untuk saling anak untuk berpartisipasi dalam
memberikan dukungan kepada aktivitas sehari-hari
setiap anggota keluarga 2. Intervensi Umum
4. Mengidentifikasi cara untuk a. Bina Hubungan Saling Percaya
berkoping lebih efektif b. Beri Kesempatan kepada
Keluarga sebagai Individu dan
Sebagai Kelompok untuk saling
berbagi tentang perasaan yang
mereka pendam
c. Tekankan bahwa anggota
keluarga tidak bertanggung jawab
atas kebiasaan mabuk anggota
keluarga lainnya.
d. Gali keyakinan keluarga tentang
situasi yang mereka hadapi dan
tujuan mereka.
e. Bicarakan tentang metode tak
efektif yang digunakan keluarga
f. Bantu keluarga memahami efek
dari upaya mereka

30
mengontrol kebiasaan mabuk
g. Tekankan bahwa membantu
pencandu alcohol berarti pertama-
tama harus membantu diri mereka
sendiri
h. Bicarakan dengan keluarga
bahwa, selama masa pemulihan,
dinamika keluarga mereka akan
berubah drastic.
i. Bicarakan tentang kemungkingan
kambuh dan factor penunjang
j. Bila terdapat diagnosis
keperawatan individu atau keluarga
tambahan, lihat tindak penganiyaan
anak
atau tindak kekerasan dalam rumah
tangga dibawah diagnosis
ketidakmampuan koping keluarga
k. Lakukan penyuluhan kesehatan
mengenai sumber daya komunitas
dan lakukan perujukan sesuai
indikasi.
3. Promosi Integritas Keluarga
l. Kaji Perasaan Bersalah yang
mungkin dialami keluarga m. Kaji
jenis hubungan keluarga n. Pantau
hubungan keluarga saat ini
o. Kaji pemahaman keluarga
tentang penyebab penyakit
p. Identifikasi Prioritas yang
bertentangan diantara anggota
keluarga 4. Penyuluhan untuk
Pasien/ Keluarga
a. Ajari keterampilan merawat
pasien yang diperlukan oleh
keluarga (misalnya, manajemen
waktu, pengobatan)

31
b. Ajari keluarga perlunya
kerjasama dengan system sekolah
untuk menjamin akses kesempatan
pendidikan yang sesuai untuk
penderita penyakit kronis atau anak
cacat.
5. Aktivitas Kolaboratif
a. Pelopori konferensi multidisiplin
perawatan pasien, dengan
melibatkan pasien/ keluarga dalam
menyelesaikan masalah dan
fasilitasi komunikasi
b. Berikan perawatan berkelanjutan
dengan mempertahankan
komunikasi yang efektif antara
anggota staf mrlalui catatan
keperawatan dan rencana perawatan
c. Anjurkan pelayanan konsultasi
social untuk membantu keluarga
menentukan kebutuhan
pascahospitalisasi dan identifikasi
sumber dukungan di komunitas.
d. Promosi Integrasi keluarga
(NIC), rujuk untuk terapi keluarga
sesuai indikasi.
2 Gangguan konsep diri: Pasien mampu: Setelah….pertemuan klien SP.1 (Tgl…………………….)
harga diri rendah - Mengidentifikasi mampu: -Identifikasi kemampuan positif
kemampuan dan aspek -Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki - Diskusikan bahwa
posiif yang dimiliki aspek positif yang dimiliki pasien masih memiliki sejumlah
- Menilai kemampuan -Memiliki kemampuan yang dapat kemampuan dari aspek positif
yang dapat digunakan digunakan. Memilih kegiatan seperti kegiatan pasien di rumah
-Menetapkan/memilih sesuai kemampuan adanya keluarga dan lingkungan
kegiatan yang sesuai - Melakukan kegiatan yang sudah terdekat pasien.
dengan kemampuan dipilih. - Beri pujian yang realistis dan
-Melatih kegiatan yang - Merencanakan kegiatan yang hindarkan setiap kali bertemu
sudah dipilih, sesuai sudah dilatih. dengan pasien penilaian yang
kemampuan negative.

32
- Merencanakan  Nilai kemampuan yang dapat
kegiatan yang sudah dilakukan saat ini
dilatihnya - Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih
digunakan saat ini - Bantu
pasien menyebutkannya dan
memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang
diungkapkan pasien -
Perlihatkan respon yang
kondusif dan menjadi
pendengar yang aktif
 Pilih kemampuan yang akan
dilatih
- Diskusikan dengan pasien
beberapa aktivitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai
kegiatan yang akan pasien lakukan
sehari-hari - Bantu pasien
menetapkan aktivitas mana yang
dapat pasien lakukan secara
mandiri
▪ Aktivitas yang memerlukan
bantuan minimal dari keluarga
▪ Aktivitas apa saja yang perlu
bantuan penuh dari keluarga atau
lingkungan terdekat pasien
▪ Beri contoh pelaksanaan aktivitas
yang dapat dilakukan pasien ▪
Susun bersama pasien aktivitas
atau kegiatan sehari-hari pasien
 Nilai kemampuan pertama
yang telah dipilih - Diskusikan
dengan pasien untuk
menetapkan urutan kegiatan
(yang sudah dipilih pasien)
yang akan dilatihkan - Bersama

33
pasien dan keluarga
memeperagakan beberapa
kegiatan yang akan dilakukan
pasien. - Berikan dukungan
dan pujian yang nyata sesuai
kemajuan yang diperlihatkan
pasien.
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
- Beri kesempatan pada pasien
untuk mencoba kegiatan - Beri
pujian atas aktivitas/kegiatan
yang dapat dilakukan pasien
setiap hari - Tingkatkan
kegiatan sesuai dengan
toleransi dan setiap perubahan
- Susun daftar aktivitas yang
sudah dilatihkan bersama
pasien dan keluarga - Berikan
kesempatan mengungkapkan
perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
Yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktivitas
yang dilakukan pasien

SP.2
(Tgl……………………………)
 Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1)
 Pilih kemampuan kedua yang
dapat dilakukan
 Latih kemampuan yang
dipilih
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
 SP.3

34
(Tgl………………………….)
Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP.1 dan 2)
 Memilih kemampuan ketiga
yang dapat dilakukan
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Keluarga mampu: Setelah……pertemuan keluarga  SP.1
Merawat pasien dengan mampu: (Tgl…………………….)
harga diri rendah di  Mengidentifikasi  Identifikasi masalah yang
rumah dan menjadi kemampuan yang dimiliki dirasakan dalam merawat
system pendukung pasien pasien
yang efektif bagi  Menyediakan fasilitas untuk  Jelaskan proses terjadinya
pasien pasien melakukan kegiatan HDR
 Mendorong pasien  Jelaskan tentang cara
melakukan kegiatan merawat pasien
 Memuji pasien saat pasien  Main peran dalam merawat
dapat melakukan kegiatan pasien HDR
 Membantu melatih pasien  Susun RTL keluarga/jadwal
 Membantu menyusun keluarga untuk merawat
jadwal kegiatan pasien pasien
 Membantu perkembangan
pasien
 SP.2
(Tgl…………………….)
Evaluasi kemampuan SP.1
 Latih keluarga langsung ke
pasien
 Menyusun RTL
keluarga/jadwal keluarga
untuk merawat pasien
 SP. 3
(Tgl………………………)
 Evaluasi Kemampuan
Keluarga
 Evaluasi Kemampuan Pasien

35
 RTL Keluarga - Follow Up -
Rujukan

BAB IV
PENUTUP

36
4.1 kesimpulan

Trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdangan


perempuan dan anak-anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia
‘trafficker’ dengan cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan,
penggunaan kekerasan, penculikan, tipu daya, penipuan ataupun
penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan. Jenis-jenis trafficking ini meliputi
perkawinan transinternasional, eksploitasi seksual phedopilia, pembantu
rumah tangga dalam kondisi buruk, dan penari erotis. Faktor penyebab utama
terjadinya tindakan trafficking ini adalah karena kemiskinan dan beberapa
diantaranya adalah, karena tingkat pendidikan yang rendah, penganiyaan
terhadap perempuan, perkawinan usia muda, dan kondisi sosial budaya
masyarakat yang patriarkhis. Dampak yang bisa ditimbulkan dari trafficking
ini adalah kecemasan, stress, dan ketidakberdayaan.

4.2 Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13. Jakarta: EGC

37
Farhana. 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha

Ilmu Syafaat, Rachmad. 2002. Dagang Manusia-Kajian Trafficking Terhadap Perempuan


dan Anak di Jawa Timur. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.

38

Anda mungkin juga menyukai