TIM DOSEN
Cau Kim Jiu, M.Kep Ph.D
Disusun :
1. Maria Sulistiowati
2. Noprita Mellanica
3. Yulia Apio
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Trafficking Human” mendapat ridho dari Allah
SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Amiin....
Tim Penulis
2
Daftar isi
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI...........................................................................................................5
2.1 Definisi Trafficking Human...............................................................................5
2.2 Faktor- Faktor Penyebab Trafficking Human.....................................................8
2.2.1 Faktor Ekonomi..........................................................................................8
2.2.2 Posisi Subordinat Perempuan dalam Sosial dan Budaya..........................10
2.2.3 Faktor Pendidikan.....................................................................................11
2.2.4 Tidak Ada Akta Kelahiran........................................................................12
2.2.5 Kebijakan yang Bias Gender....................................................................12
2.2.6 Pengaruh Globalisasi................................................................................13
2.3 Bentuk dan Modus Trafficking Human............................................................14
2.3.1 Bentuk Trafficking...................................................................................14
2.3.2 Modus Trafficking....................................................................................20
2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking......................................23
BAB III............................................................................................................................25
TINJAUAN KASUS........................................................................................................25
3.1 askep Human Trafficking.................................................................................25
3.2 Intervensi Keperawatan....................................................................................30
BAB IV............................................................................................................................37
PENUTUP.......................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Secara umum korban perdagangan orang terutama perempuan yang dilacurkan
dan pekerja anak adalah korban kriminal dan bukan pelaku kriminal. Elemen
perdagangan orang meliputi pelacuran paksa, eksploitasi seksual, kerja paksa mirip
perbudakan, dan transplantasi organ tubuh. Korban perdagangan orang memerlukan
perlindungan, direhabilitasi, dan dikembalikan kepada keluarganya.
Salah satu faktor tingginya kasus perdagangan orang yang pada umumnya
perempuan, disebabkan oleh dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi di luar daerah,
dengan korban adalah kalangan perempuan usia remaja yang ingin mencari kerja.
Dimana, kasus perdagangan orang khususnya perempuan yang sangat tidak
manusiawi tersebut, merupakan praktik penjualan perempuan dari satu agen ke agen
berikutnya. Semakin banyak agen yang terlibat, maka semakin banyak pos yang akan
dibayar oleh perempuan tersebut, sehingga gaji mereka terkuras oleh para agen
tersebut.
Fenomena tersebut perlu diantisipasi agar jaringan seperti rantai tersebut dapat
diberantas dan diputuskan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan terlebih dahulu
disosialisasikan agar masyarakat memahami khususnya kaum perempuan. Tingginya
angka migrasi penduduk serta kemiskinan. Diduga ada peningkatan kualitas dan
kuantitas kasus perdagangan anak dan perempuan (trafficking). Kemunculan kasus
perdagangan tenaga kerja perempuan merupakan dampak langsung dari tidak
sejahteranya masyarakat. Sebagian masyarakat cenderung mencari jalan pintas untuk
bangkit dari kemiskinan. Fenomena ini memunculkan keprihatinan, sehingga perlu
adanya langkah proaktif. Cara pintas yang diambil masyarakat kerap mengorbankan
masa depan generasi muda. Pengiriman tenaga kerja ke luar daerah, seringkali tanpa
mempertimbangkan legalitas dari jalur pengiriman. Ada kecenderungan jalur
perdagangan orang diawali dengan berkedok penyaluran pembantu rumah tangga.
2
1.2 Rumusan Masalah
3
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Trafficking Human
Trafficking adalah konsep dinamis dengan wujud yang berubah dari waktu
kewaktu, sesuai perkembangan ekonomi, sosial dan politik. Sampai saat ini tidak ada
definisi trafficking yang disepakati secara internasional, sehingga banyak perdebatan
dan respon tentang definisi yang dianggap paling tepat tentang fenomena kompleks
yang disebut trafficking ini.
Menurut resolusi senat AS no. 2 tahun 199, trafficking adalah salah satu atau
lebih bentuk penculikan, penyekapan, perkosaan, penyiksaan, buruh paksa atau
praktek-praktek seperti perbudakan dan menghancurkan hak asasi manusia.
Trafficking memuat segala tindakan yang termasuk dalam proses rekruitmen atau
pemindahan orang di dalam ataupun antar negara, melibutkan penipuan, paksaan
atau dengan tujuan menempatkan orang-orang pada situasi penyiksaan atau
eksploitasi seperti prustitusi paksa, penyiksaan dan kekejaman luar biasa, buruh di
pabrik dengan kondisi buruk atau pekerja rumah tangga yang dieksploitasi
5
Perdagangan manusia berhubungan dengan menjajakan diri
(memperdagangkan), tawar-menawar, membuat kesepakatan, melakukan transaksi
dan hubungan seksual (Taiwan Medicare, 2012).
6
b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud yang
dikemukakan dalam sub line (a).
c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak
untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika
kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam sub babline
(a).
d. Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun.
7
kecurangan atau penyalahgunaan kekuasaan. Dalam hal ini termasuk juga
terhadap beberapa korban yang menyatakan persetujuan yang mana dipahami
bahwa situasi-situai tertentu yang mengakibatkan para korban setuju, misalnya
karena kebutuhan ekonomi, ada tekanan kekuasaan dan lain sebagainya.
8
menampung perempuan dengan tingkat keterampilan yang minim
menyebabkan banyak perempuan-perempuan menganggur sehingga
kondisi inilah yang dipergunakan dengn baik oleh para perantara yang
menyarankan perempuan-perempuanuntuk bekerja. Mereka dijanjikan
untuk bekerja di dalam kota, atau di luar negeri.
Dalam bujukan tersebut, tidak dijelaskan secara detail pekerjaan
apa yang akan didapatkan. Biasanya para perantara hanya memberikan
iming-iming gaji atau upah yang besar. Tanpa disadari, korban telah
terjebak penipuan dalam hal ini sebagai pelayan seks. Biasanya mereka
bersedia bekerja di manapun ditempatkan. Oleh karena itu ketika ada
perantara yang menawarkan sebuah pekerjaan dengan iming-iming upah
atau gaji yang besar maka mereka akan menyambut dengan senang hati
tawaran tersebut. Tawaran ini selalu menjadi dewa penyelamat untuk
meneyelesaikan kondisi ekonomi. Namun pada hakikatnya hal tersebut
adalah sasaran empuk bagi para calo untuk dijadikan korban trafficking.
Pada wilayah anak-anak, putus sekolah menyebabkan mereka
untuk memaksakan diri mereka sendiri untuk memasuki dunia kerja.
Mereka dipaksa kerja untuk bisa meringankan beban keluarga. Tidak
jarang anakanak menjadi korban eksploitasi seksual komersial dan
trafficking terhadap anak karena orang tua mereka sudah tidak sanggup
lagi membiayai. Keluarga yang miskin mungkin tidak sanggup untuk
mengirim anak mereka ke sekolah dan biasanya akan mendahulukan
pendidikan bagi anak laki-laki jika mereka hanya mampu mengirim
sebagian anak-anak mereka ke sekolah. Jika orang tua tidak mampu
mencari pekerjaan, maka anak akan mereka suruh bekerja diladang atau
di pabrekatau di dalam situasi yang lebih berbahaya serta jauh dari
rumah seperti diluar kota atau di luar negeri.
Melalui semua jalur ini, kemiskinan membuat anak dan
perempuan semakin rentan terhadap trafficking. Pemaknaan ekonomi
rendah juga bisa diaplikasikan pada orang yang terjerat banyak hutang.
Jeratan hutang tersebut yang pada akhirnya berujung fenomina yang
disebut “Buruh Ijon”, yaitu suatu pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang yang dianggap sebagai pembayaran hutang. Adapun kasus
jeratan hutang bisa terjadi pada siapapun. Pada kasus trafficking mudus
9
yang biasa terjadi dengan cara penipuan. Buruh migrah telah
menempatkan diri mereka dalam jeratan hutang. Di mana mereka setuju
untuk membuat pinjaman uang untuk membayar biaya perjalanan
mereka. Korbanhutang tersebut kemudian harus bekerja sampai
hutangnya lunas, biasanya trafficker meminta melunasi sesuai
permintaannya. Ada yang sebagai pekerja seks, pembantu rumah tangga
dan masih banyak yang lain. Kekerasan dan eksploitasi yang
terperangkap dalam buruh ijon bekerja pada rumah tangga sebagai
pembantu atau penjaga anak, direstauran, toko-toko kecil, di
pabrekpabrek atau pada industri seks. Tapi menjadi rahasia umum
apabila masih gadis maka melunasi dengan bekerja sebagai pekerja seks.
Karena itulah jeratan hutang dapat mengarah pada kerja paksa.
Sedangkan kerja paksa membuka besarnya kemungkinan untuk
kekerasan dan eksploitasi terhadap pekerja. Pada kondisi seperti di atas,
pekerja kehilangan kebebasannya untuk bergerak karena orang yang
menguasai hutang ingin memastikan bahwa pekerja tidak berusah
melarikan diri dari hutangnya. Bahkan para korban disembunyikan dari
penegak hukum, polisi dan masyarakat luas. Pada akhirnya rendahnya
ekonomi berujung pada penerimaan pinjaman para calo agar mereka
dapat bekerja akan tetapi mereka tidak memahami bahaya yang akan
menimpanya.
10
membayar upah buruh wanita di bawah upah buruh laki-laki, atau
kecenderungan lebih mengutamakan anak laki-laki dari pada anak
perempuan dalam bidang pendidikan, merupakan salah satu refleksi
keberadaan permpuan dalam posisi subordinat dibandingkan dengan
laki-laki.
Kondisi perekonomian yang lemah serta kontrusksi masyarakat
yang ada menempatkan hakperempuan dalam posisi yang lebih tidak
menguntungkan. Meskipun dalam pasal 3 perjanjian tentang hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 menyatakan bahwa adanya
persamaan bagi lakilaki dan perempuan untuk memperoleh hak
ekonomi, sosial dan budaya. Namun kenyataannya HAM di Indonesia
masih belum menyentuh masyarakat karena masih kuatnya diskriminasi
terhadap perempuan.
11
demi mencari keja atau penghidupan yan lebih layak di daerah lain
Indonesia atau bahkan keluar negeri. Namun dari data di atas
menunjukkan bahwa kaum perempuan yang paling banyak menganggur.
Kedaan inilah yangmenyebabkan mereka menerima tawaran pekerjaan
oleh para perantara yang yang mereka tidak menyadarinya sebagai
trafficker meskipun belum menegtahui seberapa besar uapah atau gaji
yang akan diterimanya.
12
yang diaharapkan. Kesetaraan gender belum sepenuhnya terwujud,
perempuan masih tertinggal secara sosial, politik, dan ekonomi dari
kaum laki-laki.
Adapun dalam hal pendidikan misalnya, ditemukan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin lebar kesenjangan
antara partisipasi perempuan dan laki-laki. UU perkawinan tahun 1974
menaikkan usia minimum bagi seorang gadis untuk meniah menjadi 16
tahun. Namun pernikahan diusia lebih muda dimungkinkan dengan izin
dari peradilan. UU perkawinan secara hukum mengannggap mereka
sebagai orang dewasa sekalipun mereka masih di bawah 18 tahun.
Undang-undang tersebut menyatakan bahwa kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu
kawin atau dapat berdikari (pasal 45) sekalipun tidak ada larangan bagi
anak yang sudah menikah untuki bersekolah, anak perempuan yang
sudah menikah sangat jarang meneruskan pendidikan mereka.
Kenyataannya sekolah-sekolah formal untuk tingkat SMP atau SMA
tidak menerima siswa yang sudah menikah, walaupun ada itu hanya
disekolah kesetaraan yang kejar paket B atau C.
Dalam bidang ketenagakerjaaan, hukum Indonisia memberikan
perlindungan de jure bagi perempuan di tempat kerja. Menurut hukum,
perempuan dilindungi dari diskriminasi berdasarkan gender atau Karena
menerima bayaran yang setara untuk pekerjaan yang sama, tidak dapat
diberhentikan jika menikahh atau melahirkan, tidak boleh mengerjakan
pekerjaan yang berbahaya dan harus diberikan cuti hamil.
Selain itu, kerentanan perempuan semakin tinggi setelah berserai,
khususnya bagi mereka yang memmiliki anak. Undang-undang
perkawinan dan peraturan-peratuan yang terkait mengizinkan laki-laki
dan perempuan bercerai untuk alasan yang sama. Namun peraturan
tersebut menempatkan perempuan yang bercerai dalam posisi yang tidak
menguntungkan dalam hal tunjangan dari suami setelah perceraian
terjadi.
13
Pemberitaan tentang trafficking (perdagangan manusia), pada
beberapa waktu terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu
yang aktual, baik dalam lingkup domistik maupun yang telah bersifat
lintas batas negara. Perdagangan manusia yang paling menonjol terjadi
khususnya yang dikaitkan dengan perempuan dan kegiatan industri
seksual, ini baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui media
massa pada beberapa tahun terakhir ini. Kemungkinan terjadi dalam
skala yang kecil, atau dalam suatu kegiatan yang terorganisir dengan
sangat rapi. Merupakan sebagian dari alasan-alasan yang membuat
berita-berita perdagangan ini belum menarik media massa paa masa lalu.
Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia, Indonesia juga tidak
dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan Kemajuan di berbagai aspek
teknologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di berbagai
aspek tersebut membawa perubahan pula dalam segi-segi kehidupan
sosial dan budaya yang diacu oleh berbagai kemudahan informasi.
Dampak negatif dari perrubahan dan kemudahan tersebut
menjadi konsekuensi bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial
termasuk pada perempuan dan anak, salah satunya adalah
berkembangannya perdagangan seks pada anak.
14
Misalnya perempuan yang miskin dari kampung atau
mengalami perceraian karena akibat kawin muda atau putus sekolah
kemudian diajak bekerja ditempat hiburan kemudian dijadikan
pekerja seks atau panti pijat. Korban bekerja untuk mucikari atau
disebut juga germo yang punya peratutan yang eksploitatif, misalnya
jam kerja yang tak terbatas agar menghasilkan uang yang jumlahnya
tidak ditentukan.8 Korban tidak berdaya untuk menolak melayani
laki-laki hidung belang yang menginginkan tubuhnya dan jika ia
menolak maka sang mucikari tidak segan-segan untuk menyiksanya
karena biasanya mereka punya bodigard-budigard yang mengawasi
mereka.
Kesempatan untuk melepaskan diri sangatlah sulit sekali,
sehingga korban bagaikan buah si malakama. Jika korban protes
maka mereka diharuskan membayar sejumlah uang sebagai ganti
dari biaya hidup yang digunakan oleh korban. Dalam prakteknya
korban dalam posisi yang lemah dan diskenariokan untuk selalu
tergantung atau merasa membutuhkan aktor baik untuk kebutuhan
rasa aman maupun kebutuhan secara ekonomis.
2) Eksploitasi non komersial,
Misalnya pencabulan terhadap anak, perkosaan dan
kekerasan seksual. Banyak pelaku pencabulan dan perkosaan yang
dapat dengan bebas menghirup udara kebebasan dengan tanpa dijerat
hukum. Sementara perempuan sebagai korban harus menderita secara
lahir dan batin seumur hidup bahkan ada yang putus asa dan
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, ada juga yang karena tidak
sanggup menghadapi semuanya terganggu jiwanya.
Di Indonesia keberadaan perempuan yang dijerumuskan ke
dalam prostitusi yang diperdagangkan seksualitasnya dan perempuan
yang digunakan untuk memproduksi bahan-bahan pornugrafi
merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Dalam banyak kasus,
perempuan semula dijanjikan oleh pihak-pihak tertentu untuk bekerja
sebagai buruh migran, pembantu rumah tangga, pekerja restoran,
pelayan toko, dan lain sebagainya. Tetapi kemudian dipaksa pada
industri seks pada saat mereka tida pada daerah tujuan.
15
Eksploitasi seksual baik yang komersial maupun yang non
komersial kedua-duanya sama-sama menjadi penyakit penyebar HIV
dan AIDS, sebuah virus yang menggerogoti sistem kekebalan tubuh
sehingga jika seseorang sudah tertular maka kekebalan tubuhnya
sudah tidaki ada lagi. Dari tahun ke tahun penularan penyakit ini
perkembangannya semakin pesat, yang tertular tidak hanya di
kalangan masyarakat kota tapi juga sampai ke pelosok desa seperti
papua. Ini adalah masalah yang sangat besar, satu sisi agama dan
negara mencegah dengan peraturanperaturannya namun disisi lain
kejahatan semakin merajalela dan semakin canggih.
16
Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada keluarga
modern menjadi salah satu penyebab maraknya incaran trafficker.
Keluarga modern yang enggan mendapatkan keturunan dari hasil
pernikahan menjadi rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk
mengadopsi anak. Kebutuhan adopsi massal itulah yang menyebabkan
lahirnya para penjual bayi, calo-calo anak dan segenap jaringannya.
Di sisi lain, negara-negara berkembang masih dipenuhi warga
miskin dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran
pencarian anak-anak yang akan diadopsi melalui proses perdagangan.
Misalnya hilangnya 300 anak pasca sunami di Aceh yang kemudian
dilarikan oleh LSM. Banyak pihak yang menduga anak itu dilarikan ke
Amerika.
Selama tahun 2007, gugus tugas anti trafficking Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan (GTA MNPP) menemukan sekitar 500 anak
Indonesia yang diperdagangkan ke Swedia. Para trafficker tidak hanya
mengambil anak-anak usia belita, usia sekolah dan remaja saja
janinpun bisa mereka tampung.
Dari sumber yang sama menyebutkan bahwa pada tahun 2003 di
perbatasan Indonesia-Malaysia harga orok bermata sipit dan berkulit
putih dihargai sekitar 18.000 -25.000 Ringgit Malaysia. Sedangkan
untuk orok bermata bundar dan berkulit hitam dihargai 10.000-15.000
Ringgit Malaysia. Cara atau modus penjualan bayi bervariasi.
Misalnya, beberapa buruh migran Indonesia yang menjadi korban
sebagai perkawinan palsu saat di luar negeri, dipaksa untuk
menyerahkan bayinya untuk diadopsi secara illegal. Dalam kasus lain,
ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh pembantu rumah tangga
kepercayaannya yang melarikan bayi majikannya kemudian menjual
bayi tersebut kepasar gelap.
4. Jeratan Hutang
Jeratan hutang adalah salah satu bentuk dari perbudakan
tradiional, di mana korban tidak bisa melarikan diri dari pekerjaan atau
tempatnya bekerja sampai hutangnya lunas. Ini terjadi mislanya pada
para TKW, di mana ketika mereka berangkat ke negara tujuan dibiayai
oleh PJTKI dan mereka harus mengganti dengan gaji sekitar empat
17
bulanan yang padahal jika dihitung-hitung baiaya yang dikeluarkan
oleh PJTKI tidak sebanyak gaji TKW tersebut. Ini menjadikan para
TKW harus tetap bekerja apapun kondisi yang dihadapi di lapangan
sampai habis masa kontrak. Karena itulah jeratan hutang dapat
mengarah pada kerja paksa dan membuka kemungkinan terjadinya
kekerasan dan eksploitasi terhadap pekerja.
Pekerja kehilangan kebebasannya untuk bekerja karena orang
yang menghutangkan ingin memastikan bahwa pekerja tidak akan lari
dari hutangnya. Meskipun secara teori mereka hutang tersebut dapat
dibayarkan dalam jangka waktu tertentu tetapi hutang tersebut akan
terus ditingkatkan sampai si peminjam tidak dapat melunasinya.
5. Pengedar Narkoba dan Pengemis
Dunia saat ini sudah diserang virus berbahaya yang namanya narkoba.
Narkoba sudah mengglobal di seluruh dunia dan sulit untuk dicegah
penyebarannya mulai dari kota besar sampai kepelosok desa. karena
secara materi hasil dari penjualan narkoba sangat fantastis dibanding
dengan pekerjaan atau bisnis apapun. Inilah salah satu yang
menyebabkan orang-orang terjun kelingkungan mafia, karena satu sisi
hasilnya sangat menggiurkan dan disisi lain ia sulit menemukan
pekerjaan yang layak dengan penghasilan besar walaupun resikonya
juga sangat besar.
Kemudian juga dimanfaatkan oleh bandar-bandar narkoba untuk
mengedarkan pil setannya juga menjadi penggunanya. Misalnya
banyak kasus dalam tayangan berita di mana muda mudi tertangkap
menyeludupkan narkoba termasuk heroin atau ganja tertangkap polisi.
Mereka sangat sulit sekali untuk membuka siapa yang ada dibalik
mereka, karena biasanya mereka sudah diikat dengan perjanjian untuk
tidak membuka dan kadangkala mereka sendiri tidak tau siapa pihak
pertama atau pemilik barang haram tersebut. Akhirnya merekalah yang
harus menerima resikonya sementara bandar narkobanya bebas
melenggang.
Pekerjaan lain yang juga menjadi penyakit adalah adanya
sindikat bagi para pengemis. Banyak perempuan-perempuan di lampu
merah yang bahkan menggendong anak kecil dengan penampilan yang
18
amat sangat tidak layak untuk masa sekarang ini yang serba modern
berburu kepingan rupiah dari mereka-mereka yang punya rasa iba.
Ternyata banyak diantara mereka yang dikordinir dan ditempatkan
ditempat-tempat yang sudah ditentukan. Untuk mengatasi masalah ini,
dibutuhkan kerja keras dari semua pihak dengan sungguh-sungguh dan
bukan penyelesaian yang hanya bersifat formalitas belaka. Memang
sudah ada upaya dari Dinas Sosial tapi ini mungkin baru sedikit karena
buktinya semakin hari perempuan yang mengemis di jalanan makin
banyak.
6. Pengantin Pesanan Pos (Mail order bride)
Kasus ini dapat terjadi salah satunya adalah karena tingginya
mahar yang diminta oleh pihak perempuan, sementara laki-laknya
tidak mampu secara ekonomi untuk memenuhinya sedangkan usia
mereka lebih dari cukup untuk menikah. Maka salah satu caranya
adalah dengan membeli perempuan dari luar negeri untuk dinikahinya
karena tidak perlu memberikan mahar yang besar dan lebih mau
menuruti apa maunya si laki-laki. Ini dialami oleh seorang TKW
dimana ia menceritakan bahawa ia telah menikah dengan laki-laki asal
timur tengah, namun ironinya ketika perempuan tersebut hamil ia
dipulangkan ke Indonesia dengan tanpa sepersenpun diberi nafkah dan
biaya persalinan.
Ada dua metode yang dikembangkan dalam melihat perkawinan
sebagai salah satu penipuan.
1) Perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil
perempuan tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat
asing, namun sesampai di wilayah tujuan perempuan tersebut
disalurkan dalam industri seks atau prostitusi. Ini sangat ironi
sekali dan sangat bias gender, dimana seorang suami yang
harusnya berkewajiban mencari nafkah untuk keluarga justru
sebaliknya ia menghamburhamburkan uang yang dikumpulkan
istri. Mungkin ini karena pihak laki-laki merasa ia sudah membeli
si perempuan sehingga ia menganggap bahwa perempuan itu
adalah budaknya yang bisa bebas ia perlakukan.
19
2) Perkawinan untuk memasukkan perempuan ke dalam rumah
tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domistik yang
sangat eksploitatif bentuknya. Fenomina pengantin pesanan ini
banyak terjadi dalam masyarakat keturunan cina di Kalimantan
Barat dengan para suami berasal dari Taiwan walaupun dari Jawa
Timur diberitakan telah terjadi beberapa kasus serupa.
20
untuk dijual yang mingkin saja dilakukan oleh pihak majikan ataupun pihak
rumah sakit yang sudah bekerjasama dengan sindikat penjualan organ tubuh
manusia.
1. Tawaran Kerja
Salah satu modus human trafficking yang sering dilakukan adalah
penawaran kerja ke luar pulau atau luar negeri dengan gaji tinggi. Pelaku biasanya
mendatangi rumah calon korbannya dan saat pemberangkatan juga tanpa
dilengkapi surat keterangan dari pemerintah desa setempat.
Cara tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sejumlah pihak,
termasuk memberi kemudahan kepada keluarga korban untuk dapat diterima kerja
tanpa harus mengurus sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah atau negeri.
Dari pihak orang tua korban sudah tidak memperdulikan aturan atau kelengkapan
surat-surat kerja karena sudah termakan oleh bujukan pelaku.
Modusnya adalah para calo atau perantara memberi iming-iming bagi para
korban dengan menawarkan bekerja di mall dan salon dengan gaji besar.
Selanjutnya korban diserahkan pada germo yang kemudian dipekerjakan secara
paksa sebagai wanita penghibur di tempat-tempat hiburan malam.
Selain aspek pemaksaan yang menyalahi aturan, aspek upah juga sangat
merugikan para korban. Mereka hanya mendapatkan sedikit upah dari transaksi.
pdahal sekali kencan korban diberi uang oleh hidung belang sekitar kurang lebih
500 ribu sekali kencan. Hal ini biasanya dijadikan dalih oleh para germo sebagai
pembiayaan fasilitas antar jemput, baju, dan rias bagus serta modis agar lebih
menarik.
2. Bius
Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus yang
paling sering dilakukan dalam human trafficking, tetapi saat ini orang bisa
menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan seperti dibius.
Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini berawal dari
penculikan terhadap korban, kemudian pelaku membiusnya dengan suntikan
21
ataupun dengan alat yang lain yang digunakan untuk membius. Kemudian
korban dibawa dan dipertemukan dengan sang bos. Setelah itu korban
diserahkan jaringan lainnya untuk dibawa ke negara lain tanpa membawa paspor
untuk dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja seks.
3. Dampak Kesehatan Fisik
Secara fisik, cedra aktual para perempuan korban trafficking terjadi,
karena mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual. Mereka seringkali
terpaksa harus tinggal di lingkungan yang tidak manusiawi dan bekerja dalam
kondisi berbahaya. Mereka tidak memiliki gizi yang cukup dan dikenakan
penyiksaan secara brutal pada fisik dan psikis, apabila mereka tidakmemberikan
pelayanan seksual yang diinginkan pelanggan (“lelaki hidung belang”) atau
karena penolakan para korban terhadap eksploitasi seksual. Korban sering tidak
memiliki akses ke perawatan medis yang memadai dan tinggal dilingkungan
yang najis dan tidak layak (Stotts & Ramey, 2009: 10). Perawatan kesehatan dan
pencegahan penyakit seksual menular terhadap para korban hampir tidak ada,
dan kesehatan biasanya diabaikan sampai mereka semakin terpuruk menderita
penyakit HIV / AIDS, sipilis, gonorea dan penyakit seksual menular lainnya.
Para perempuan korban trafficking dirugikan dengan berbagai metode
yang digunakan traffickers untuk "kondisi" mereka, termasuk pemerkosaan,
pemerkosaan geng, ancaman untuk menyakiti korban atau keluarga korban,
kronis pada pendengaran, dan kardiovaskular atau masalah pernapasan yang
disebabkan oleh penyiksaan, trans-seksual dan memaksa penggunaan narkoba.
Luka fisik termasuk hal-hal seperti patah tulang, gegar otak, luka bakar, dan
vagina atau dubur robek. Kehamilan korban yang tidak diinginkan akibat
pemerkosaan atau prostitusi. Infertility sebagai akibat infeksi kronis menular
seksual yang tidak diobati atau gagal atau melakukan aborsi tradisional bukan
oleh para medis dan tanpa perawatan medis. Belum lagi penyakit yang tidak
terdeteksi atau tidak diobati, seperti diabetes atau kanker, sebagai ancaman masa
depan para korban (Stotts & Ramey, 2009: 11). Penyalahgunaan zat (obatobatan
terlarang) sebagai sarana untuk mengatasi situasi depresi korban sekaligus
sebagai strategi traffickers menundukkan korban untuk melakukan eksploitasi
seksual.
Jadi dampak kesehatan fisik yang dimaksud adalah cedera aktual &
ancaman terhadap integritas diri para korban yang mengalami kekerasan fisik
22
dan seksual. Penderitaan secara fisik yang dialami para perempuan korban
trafficking, menciptakan citra diri negatif, konsep diri para korban semakin
terpuruk, kehilangan makna hidup, harkat dan martabat para korban menjadi
hancur.
23
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta
dukungan ILO dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang
melakukan Program Prevention ofChild Trafficking for Labor and Sexual
Exploitation. Tujuan dari program ini adalah:
1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah
Menegah Atasuntuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak
perempuan.
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah
lulus sekolah dasar
3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan
penghasilan
4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk
memfasilitasi usaha sendiri.
5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking
anak.
24
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 askep Human Trafficking
I. IDENTITAS
1. Nama : Nn. B
2. Umur : Lahir tahun 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : SPG
5. Alamat dan No. Telp : Rawamangun, Palopo
6. Penanggung Jawab & : Ny. S (45 Tahun) sebagai Ibunya Hubungan
dg Klien
II. POLA PERSEPSI KESEHATAN ATAU PENANGANAN
KESEHATAN
1. Keluhan Utama: Menurut Ny. S “Anak saya mungkin frustasi dan
tidak tahan kondisi keluarga kami,”
2. Riwayat Penyakit Sekarang (Tidak terdapat dalam Kasus)
3. Lamanya Keluhan (Tidak terdapat dalam Kasus)
4. Faktor yang Memperberat Menurut Ny. S “Keluarga kami broken
home. Anak-anak melihat orangtua tidak akur. Mungkin itu yang
menyebabkan dia memutuskan pergi,”
5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Keluhan Menurut Ny. S
bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam
meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri
merupakan jawaban akan kegalauannya.
25
6. Riwayat Penyakit Dahulu (Tidak terdapat dalam Kasus)
7. Persepsi Klien tentang status kesehatan dan kesejahteraan (Tidak
terdapat dalam Kasus)
8. Riwayat Kesehatan Keluarga (Tidak terdapat dalam Kasus)
9. Susunan Keluarga (Genogram) (Tidak terdapat dalam Kasus)
10. Riwayat Alergi (Tidak terdapat dalam Kasus)
III. POLA NUTRISI DAN METABOLIK (Tidak terdapat dalam Kasus)
IV. POLA ELIMINASI (Tidak terdapat dalam Kasus)
V. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN (Tidak terdapat dalam Kasus)
VI. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR (Tidak terdapat dalam Kasus)
VII. POLA KOGNITIF DAN PERSEPTUAL
Tingkat Ansietas
Menurut Ny. S “Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia
jauh dari rumah, bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat
semuanya., Dia seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali
mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama tidak
berhubungan,”
VIII. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI
1. Role Peran : Konflik Peran
Menurut Ny. S “Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa
keluar. Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani minum.
Setiap hari dia disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan
dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,”
2. dentity/ Identitas Diri : Merasa Terkekang dan Kurang Mampu
menentukan Pilihan.
Menurut Ny. S “Mereka membuat perempuan menjadi binatang.
Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup
mereka bayar. Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa
meninggalkan tempat itu karena hutang banyak, anak banyak dan
tidak jelas siapa saja bapaknya.”
Masalah Keperawatan : Resiko Harga Diri Rendah
26
X. POLA SEKSUALITAS/ REPRODUKSI (Tidak Terdapat dalam
Kasus)
XI. POLA KOPING/TOLERANSI STRESS (Tidak Terdapat dalam
Kasus)
XII. POLA NILAI / KEPERCAYAAN (Tidak Terdapat dalam Kasus)
XIII. PENGKAJIAN PERSISTEM (Review of System) (Tidak Terdapat
dalam Kasus)
XIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tidak Terdapat dalam Kasus)
XV. TERAPI (Tidak Terdapat dalam Kasus)
27
ANALISA DATA
Nama Klien : Nn. B
Umur : Lahir Tahun 1995
Ruangan/ Kamar :
No RM :
Broken Home
28
2. Menurut Ny. S “Mereka
membuat perempuan menjadi
binatang. Menjerat dengan
hutang yang jelas-jelas tidak
akan sanggup mereka bayar
PRIORITAS MASALAH
Nama Klien : Nn. B
Umur : Lahir Tahun 1995
Ruangan/ Kamar :
No. RM :
Tanggal Paraf
No Masalah keperawatan Ditemuka
Teratasi
n
1 Proses Perubahan Keluarga
2 Resiko Harga Diri Rendah
29
3.2 Intervensi Keperawatan
Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1 Proses Perubahan Pasien dan Keluarga Setelah…..Pertemuan pasien 1. Pengkajian
Keluarga mampu: 1. Memahami mampu: 1. Mengidentifikasi Pola a. Kaji Interaksi antara pasien dan
perubahan dalam peran Koping keluarga, waspada terhadap potensi
keluarga 2. Berpartisipasi dalam proses perilaku merusak
membuat keputusan tentang b. Kaji Keterbatasan anak, dengan
perawatan setelah rawat inap demikian dapat mengakomodasi
3. Berfungsi untuk saling anak untuk berpartisipasi dalam
memberikan dukungan kepada aktivitas sehari-hari
setiap anggota keluarga 2. Intervensi Umum
4. Mengidentifikasi cara untuk a. Bina Hubungan Saling Percaya
berkoping lebih efektif b. Beri Kesempatan kepada
Keluarga sebagai Individu dan
Sebagai Kelompok untuk saling
berbagi tentang perasaan yang
mereka pendam
c. Tekankan bahwa anggota
keluarga tidak bertanggung jawab
atas kebiasaan mabuk anggota
keluarga lainnya.
d. Gali keyakinan keluarga tentang
situasi yang mereka hadapi dan
tujuan mereka.
e. Bicarakan tentang metode tak
efektif yang digunakan keluarga
f. Bantu keluarga memahami efek
dari upaya mereka
30
mengontrol kebiasaan mabuk
g. Tekankan bahwa membantu
pencandu alcohol berarti pertama-
tama harus membantu diri mereka
sendiri
h. Bicarakan dengan keluarga
bahwa, selama masa pemulihan,
dinamika keluarga mereka akan
berubah drastic.
i. Bicarakan tentang kemungkingan
kambuh dan factor penunjang
j. Bila terdapat diagnosis
keperawatan individu atau keluarga
tambahan, lihat tindak penganiyaan
anak
atau tindak kekerasan dalam rumah
tangga dibawah diagnosis
ketidakmampuan koping keluarga
k. Lakukan penyuluhan kesehatan
mengenai sumber daya komunitas
dan lakukan perujukan sesuai
indikasi.
3. Promosi Integritas Keluarga
l. Kaji Perasaan Bersalah yang
mungkin dialami keluarga m. Kaji
jenis hubungan keluarga n. Pantau
hubungan keluarga saat ini
o. Kaji pemahaman keluarga
tentang penyebab penyakit
p. Identifikasi Prioritas yang
bertentangan diantara anggota
keluarga 4. Penyuluhan untuk
Pasien/ Keluarga
a. Ajari keterampilan merawat
pasien yang diperlukan oleh
keluarga (misalnya, manajemen
waktu, pengobatan)
31
b. Ajari keluarga perlunya
kerjasama dengan system sekolah
untuk menjamin akses kesempatan
pendidikan yang sesuai untuk
penderita penyakit kronis atau anak
cacat.
5. Aktivitas Kolaboratif
a. Pelopori konferensi multidisiplin
perawatan pasien, dengan
melibatkan pasien/ keluarga dalam
menyelesaikan masalah dan
fasilitasi komunikasi
b. Berikan perawatan berkelanjutan
dengan mempertahankan
komunikasi yang efektif antara
anggota staf mrlalui catatan
keperawatan dan rencana perawatan
c. Anjurkan pelayanan konsultasi
social untuk membantu keluarga
menentukan kebutuhan
pascahospitalisasi dan identifikasi
sumber dukungan di komunitas.
d. Promosi Integrasi keluarga
(NIC), rujuk untuk terapi keluarga
sesuai indikasi.
2 Gangguan konsep diri: Pasien mampu: Setelah….pertemuan klien SP.1 (Tgl…………………….)
harga diri rendah - Mengidentifikasi mampu: -Identifikasi kemampuan positif
kemampuan dan aspek -Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki - Diskusikan bahwa
posiif yang dimiliki aspek positif yang dimiliki pasien masih memiliki sejumlah
- Menilai kemampuan -Memiliki kemampuan yang dapat kemampuan dari aspek positif
yang dapat digunakan digunakan. Memilih kegiatan seperti kegiatan pasien di rumah
-Menetapkan/memilih sesuai kemampuan adanya keluarga dan lingkungan
kegiatan yang sesuai - Melakukan kegiatan yang sudah terdekat pasien.
dengan kemampuan dipilih. - Beri pujian yang realistis dan
-Melatih kegiatan yang - Merencanakan kegiatan yang hindarkan setiap kali bertemu
sudah dipilih, sesuai sudah dilatih. dengan pasien penilaian yang
kemampuan negative.
32
- Merencanakan Nilai kemampuan yang dapat
kegiatan yang sudah dilakukan saat ini
dilatihnya - Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih
digunakan saat ini - Bantu
pasien menyebutkannya dan
memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang
diungkapkan pasien -
Perlihatkan respon yang
kondusif dan menjadi
pendengar yang aktif
Pilih kemampuan yang akan
dilatih
- Diskusikan dengan pasien
beberapa aktivitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai
kegiatan yang akan pasien lakukan
sehari-hari - Bantu pasien
menetapkan aktivitas mana yang
dapat pasien lakukan secara
mandiri
▪ Aktivitas yang memerlukan
bantuan minimal dari keluarga
▪ Aktivitas apa saja yang perlu
bantuan penuh dari keluarga atau
lingkungan terdekat pasien
▪ Beri contoh pelaksanaan aktivitas
yang dapat dilakukan pasien ▪
Susun bersama pasien aktivitas
atau kegiatan sehari-hari pasien
Nilai kemampuan pertama
yang telah dipilih - Diskusikan
dengan pasien untuk
menetapkan urutan kegiatan
(yang sudah dipilih pasien)
yang akan dilatihkan - Bersama
33
pasien dan keluarga
memeperagakan beberapa
kegiatan yang akan dilakukan
pasien. - Berikan dukungan
dan pujian yang nyata sesuai
kemajuan yang diperlihatkan
pasien.
Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
- Beri kesempatan pada pasien
untuk mencoba kegiatan - Beri
pujian atas aktivitas/kegiatan
yang dapat dilakukan pasien
setiap hari - Tingkatkan
kegiatan sesuai dengan
toleransi dan setiap perubahan
- Susun daftar aktivitas yang
sudah dilatihkan bersama
pasien dan keluarga - Berikan
kesempatan mengungkapkan
perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
Yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktivitas
yang dilakukan pasien
SP.2
(Tgl……………………………)
Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1)
Pilih kemampuan kedua yang
dapat dilakukan
Latih kemampuan yang
dipilih
Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP.3
34
(Tgl………………………….)
Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP.1 dan 2)
Memilih kemampuan ketiga
yang dapat dilakukan
Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Keluarga mampu: Setelah……pertemuan keluarga SP.1
Merawat pasien dengan mampu: (Tgl…………………….)
harga diri rendah di Mengidentifikasi Identifikasi masalah yang
rumah dan menjadi kemampuan yang dimiliki dirasakan dalam merawat
system pendukung pasien pasien
yang efektif bagi Menyediakan fasilitas untuk Jelaskan proses terjadinya
pasien pasien melakukan kegiatan HDR
Mendorong pasien Jelaskan tentang cara
melakukan kegiatan merawat pasien
Memuji pasien saat pasien Main peran dalam merawat
dapat melakukan kegiatan pasien HDR
Membantu melatih pasien Susun RTL keluarga/jadwal
Membantu menyusun keluarga untuk merawat
jadwal kegiatan pasien pasien
Membantu perkembangan
pasien
SP.2
(Tgl…………………….)
Evaluasi kemampuan SP.1
Latih keluarga langsung ke
pasien
Menyusun RTL
keluarga/jadwal keluarga
untuk merawat pasien
SP. 3
(Tgl………………………)
Evaluasi Kemampuan
Keluarga
Evaluasi Kemampuan Pasien
35
RTL Keluarga - Follow Up -
Rujukan
BAB IV
PENUTUP
36
4.1 kesimpulan
4.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13. Jakarta: EGC
37
Farhana. 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha
38