Anda di halaman 1dari 68

MAKALAH PADA ANAK KEBUTUHAN KHUSUS, KORBAN

PEMERKOSAAN, KORBAN KDRT, KORBAN TRAFFICKING,


NARAPIDANA, DAN ANAK JALANAN

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Jiwa II
Dosen Pembimbing : Rully Andika,S.Kep.,MAN

Disusun Oleh:
Dewi Apriliani (108116041)
Indri Wahyuni (108116049)
Arizal Setyawan (108116057)
Icha Cahya Puspita (108116065)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 3B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
CILACAP
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

‫الرحي ِْم‬
ِ ‫بِس َْم هللاِ الرحْ َم ِن‬
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah Pada Anak Kebutuhan Khusus,
korban pemerkosaan, korban KDRT, korban Trafficking, Narapidana, dan Anak
Jalanan” tepat pada waktunya.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain adalah untuk
memenuhi salah satu dari sekian kewajiban pada mata kuliah “Keperawatan Jiwa
II” serta merupakan bentuk tanggung jawab langsung penulis pada tugas yang
diberikan. Makalah ini akan membahas tentang askep Pada Anak Kebutuhan
Khusus, korban pemerkosaan, korban KDRT, korban Trafficking, Narapidana, dan
Anak Jalanan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun
sadar bawasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan dari para pembaca
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan
penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, ataupun
seluruhnya. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
Wassalalam,

Cilacap, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

1.3 Tujuan ........................................................................................................ 4

BAB II .................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN .................................................................................................... 5

2.1 KONSEP ANAK KEBUTUHAN KHUSUS ........................................... 5

2.2 ASKEP KORBAN PEMERKOSAAN .................................................. 19

2.3 ASKEP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


(KDRT) ..................................................................................................... 23

2.4 ASKEP ANAK KORBAN TRAFFICKING ......................................... 39

2.5 ASKEP NARAPIDANA ......................................................................... 46

2.6 ASKEP ANAK JALANAN ..................................................................... 52

2.7 15 BENTUK KEKERASAN SEKSUAL ............................................... 57

BAB III ................................................................................................................. 65

PENUTUP ............................................................................................................ 65

3.1 Simpulan .................................................................................................. 65

3.2 Saran ......................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan kehadirannya, namun
tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan kesempurnaan. Terdapat beberapa anak
yang istimewa, berbedadari yang lain yang harus mendapatkan perhatian khusus. Anak
berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus yang berkaitan
dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010).Sama halnya dengan anak yang normal, anak yang
berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan, pertumbuhan dan perkembangan anak
sangat penting bagi anak karena menentukan masa depannya.
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang
dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar
menurut moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo, 1997)
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit
jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti
memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah
merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan
yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien setidaknya
sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen
perilaku kekerasan). Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap
perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit
umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang
bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan
tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi
pendekatan proses keperawatan.
Masalah perdagangan manusia (Human Trafficking) bukan lagi hal yang baru,
tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang berlarut-larut, yang sampai
saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh pemerintah setiap Negara, maupun oleh
organisasi-organisasi internasional yang berwenang dalam menangani masalah
perdagangan manusia tersebut.
Peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia saaat ini mengakibatkan
persaingan dalam dunia kerja semakin ketat, sehingga berdampak pada banyaknya
3
pengangguran. Berdasarkan data dari badan pusat statistik (2013), tingkat pengangguran
setiap bulan adalah sekita 5,92% dari jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai
121,2 juta orang. Banyaknya pengangguran tersebut menyebabkan beberapa dari mereka
menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang harus
dipenuhi salah satunya adalah kebutuhan dasar yang dipenuhi dalam kehidupan sehari-
hari, salah satunya yaitu kebutuhan untuk makan. Seseorang dengan tingkat ekonomi
menengah kebawah akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan mereka
sehari-hari. Tingkat ekonomi menengah kebawah tersebut merupakan suatu hal yang
mendasari perbuatan seseorang untukmemenuhi dorongan social yang memerlukan
dukungan finansial sehingga berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari ( Afrinanda,
2009 ).
Anak jalanan adalah anak- anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
bekerja di jalanan kawasan urban. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI, anak jalanan
merupakan anak yang berusia di bawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari
dalam 6 hari dalam seminggu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep Anak Kebutuhan Khusus dan Askep Anak Kebutuhan Khusus?
2. Bagaimana Askep Korban Pemerkosaan?
3. Bagaimana Askep Anak Korban Trafficking?
4. Bagaimana Askep Narapidana?
5. Bagaimana Askep Anak Jalanan?
6. Apa saja 15 Bentuk Kekerasan Seksual?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Konsep Anak Kebutuhan Khusus dan Askep Anak Kebutuhan Khusus
2. Mengetahui Askep Korban Pemerkosaan
3. Mengetahui Askep Anak Korban Trafficking
4. Mengetahui Askep Narapidana
5. Mengetahui Askep Anak Jalanan
6. Mengetahui 15 Bentuk Kekerasan Seksualn

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP ANAK KEBUTUHAN KHUSUS


A. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan
khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010). Anak yang memiliki
gangguan kognitif juga termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif
adalah sebuah istilah umum yang mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental
(Wong, 2008).
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom
dan retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus
paling efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya
berjalan lebih lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25%
dari usia sebelum 5 tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus member
kesempatan pada anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia masih dapat
menguasai beberapa kemampuan seperti halnya anak normal yang lain. (Monika &
Waruwu, 2006)
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia 2013, men-jelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah: “Anak yang
mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial,
maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang
seusia dengannya”. Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan
khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak
luar biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children)
dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami
gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-
anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan
memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus,

5
seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization
(WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
a. Impairement : merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana individu mengalami
kehilangan atau abnormalitas psikologi, fisiologi atau fungsi struktur
anatomi secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang mengalami
amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki.
b. Disability : merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi “kurang mampu”
melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan impairement,seperti
kecacatan pada organ tubuh. Contoh, pada orang yang cacat kaki, dia akan
merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk mobilitas.
c. Handicaped : suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak mampuan dalam
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan
karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh
orang yang mengalami amputasi kaki, dia akan mengalami masalah mobilitas
sehingga dia memerlukan kursi roda (Purwanti, 2012).

B. Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus


Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke tahun
terus meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia
sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu
5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka
diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus.
Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut
data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai
1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang usia
5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang
bersekolah. Artinya, masih terdapat245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum
mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi.
Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa atau United Nations) yang
memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia sekolah menyandang
kebutuhan khusus. Jumlah anak berkebutuhan khusus pada tahun 2011 tercatat
sebanyak 356.192 anak, namun yang mendapat layanan baru 86.645 anak dan
hingga tahun ini baru 105.185 anak, tahun 2012 pemerintah mentargetkan minimal
50% anak berkebutuhan khusus sudah terakomodir.
6
C. Etiologi Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Irwanto, Kasim, dan Rahmi (2010), secara garis besar faktor
penyebab anak berkebutuhan khusus jika dilihat dari masa terjadinya dapat
dikelompokkan dalam 3 macam, yaitu :
a. Pra kelahiran (sebelum lahir), yaitu masa anak masih berada dalam kandungan telah
diketahui mengalami kelainan dan ketunaan. Kelainan yang terjadi pada masa
prenatal, berdasarkan periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin
muda, dan periode aktini (sebuah protein yang penting dalam mempertahankan
bentuk sel dan bertindak bersama-sama dengan mioin untuk menghasilkan gerakan
sel) (Arkandha, 2006). Antara lain: Gangguan Genetika (Kelainan Kromosom,
Transformasi); Infeksi Kehamilan; Usia Ibu Hamil (high risk group); Keracunan
Saat Hamil; Pengguguran; dan Lahir Prematur.
b. Selama proses kelahiran, yang dimaksud disini adalah anak mengalami kelainan
pada saat proses melahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anak dilahirkan,
antara lain anak lahir sebelum waktunya, lahir dengan bantuan alat, posisi bayi
tidak normal, analgesik (penghilang nyeri) dan anesthesia (keadaan narkosis),
kelainan ganda atau karena kesehatan bayi yang kurang baik. Proses
kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen; Kelahiran dengan alat
bantu (Vacum); Kehamilan terlalu lama: > 40 minggu.
c. Setelah proses kelahiran yaitu masa dimana kelainan itu terjadi setelah bayi
dilahirkan, atau saat anak dalam masa perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan
setelah anak dilahirkan antara lain infeksbakteri (TBC/ virus); Kekurangan zat
makanan (gizi, nutrisi); kecelakaan; dan keracunan. Berdasarkan faktor tersebut di
atas, sebagian besar (70,21 persen) anak berkebutuhan khusus disebabkan oleh
bawaan lahir, kemudian karena penyakit (15,70 persen) dan kecelakaan/bencana
alam sebesar 10,88 persen. Pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun
daerah pedesaan.
D. Deteksi Dini Anak Berkebutuhan Khusus
Deteksi awal anak berkebutuhan khusus dibutuhkan agar penanganan dapat
dilakukan sedini mungkin. Berikut adalah beberapa langkah deteksi yang dapat
dilakukan:
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui atau menemukan
status gizi kurang atau gizi buruk pada anak.
7
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui gangguan
perkembangan anak (keterlambatan bicara dan berjalan), gangguan daya lihat, dan
gangguan daya dengar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional yaitu untuk mengetahui adanya
masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian serta
hiperaktivitas.

E. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Klasifikasi gangguan anak berkebutuhan khusus menurut Davidson, Neale dan
Kring (2006) terdiri dari gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas, gangguan
tingkah laku, disabilitas belajar, retardasi mental, dan gangguan autistik. Sedangkan
Syamsul (2010) mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus apabila termasuk
kedalam salah satu atau lebih dari kategori berikut ini.
a. Kelainan sensori, seperti cacat penglihatan atau pendengaran
b. Deviasi mental, termasuk gifted dan retardasi mental
c. Kelainan komunikasi, termasuk problem bahasa dan dan ucapan
d. Ketidak mampuan belajar, termasuk masalah belajar yang serius karena kelainan
fisik
e. Perilaku menyimpang, termasuk gangguan emosional
f. Cacat fisik dan kesehatan, termasuk kerusakan neurologis, ortopedis, dan penyakit
lainnya seperti leukimia dan gangguan perkembangan.
Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education Act
Amandementsyang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun 2004: secara
umum klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus adalah:
1) Anak dengan Gangguan Fisik
a) Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi (blind/low
vision).
b) Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara
verbal.
c) Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada
alat gerak (tulang, sendi dan otot).

8
2) Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
a) Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan
bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
b) Tunawicara, yaitu anak yang mengalami kelainan suara, artikulasi
(pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi
penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa.
c) Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang
tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak
mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.
3) Anak dengan Gangguan Intelektual
a) Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi
maupun sosial.
b) Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita (biasanya
memiliki IQ sekitar 70-90).
c) Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal kemampuan
membaca, menulis dan berhitung atau matematika.
d) Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan
kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan
(intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment)
diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan
potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
e) Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya
gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam
interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Indigo adalah manusia yang sejak
lahir mempunyai kelebihan khusus yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.

9
F. ASKEP ANAK DENGAN DOWN SYNDROME
1. Konsep Dasar Down Syndrome
A. Definisi
Kelainan bawaan sejak yang terjadi pada 1 diantara 800-900 bayi.
ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai
berat. Tetapi hamper semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar
membaca dan merawat dirinya sendiri.
Merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan dilahirkan oleh ibu yang berusia
diatas 35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkanoleh
adanya kelebihan kromosom x. Syndromini juga Trisomy 21, karena 3 dari 21
kromosom menggantikan yang normal. 95 % kasus syndrom down disebabkan
oleh kelebihan kromosom.
B. Etiologi
Penyebab dari Syndrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu
terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1. Non Disjunction sewaktu osteognesis (Trisomi)
2. Translokasi kromosom 21 dan 15
3. Prostzygotic non disjunction (mosaicism)
Faktor-faktor yang berperan dalm terjadinya kelainan kromosom (Kejadian Non
Disjunction) adalah :
1) Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya
peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
syndrome.
2) Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak
dengan syndrome down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi
konsepsi.
3) Infeksi dan Kelainan Kehamilan
4) Autoimun dan Kelainan Endokrin pada Ibu
Terutama autoimun tiroid atau atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.

10
5) Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapatperubahanhormonal yang
dapat menyebabkan “non disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin
seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron,
menurunnya konsentransi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor
hormone dan peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selama
menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh
6) Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nucleolus,
bahan kimia dan frekuensi koitus.

C. Manifestasi Klinis
Berat badan waktu lahirdari bayi dengan syndrome down umumnya kurang dari
normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1. Sutura sagitalis yang terpisah
2. Fisura palpebralis yang miring
3. Jarak yang lebar antara kaki
4. Fontanela palsu
5. “plantar crease”
6. Hyperfleksibilitas
7. Peningkatan jaringan sekitar leher
8. Bentuk palatum yang abnormal
9. Hidung hipoplastik
10. Kelainan otot dan hipotonia
11. Bercak brushfield pada mata
12. Mulut terbuka dan lidah terjulur
13. Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata
sebelah dalam
14. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
15. Jarak pupil yang lebar
16. Oksiput yang datar
17. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
11
18. Bentuk / struktur telinga yang abnormal
19. Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
20. Mata sipit

D. Patofisiologi
Factor penyebab: Abnormalitas kromosom
genetic, umur, radiasi, infeksi, toksik (kelebihan kromosom x)

non kromosom21&15
Non disjungtional translokasi Post zigotik disjungtional

Pembentukan organ yang kurang sempurna

Peningkatan Penyakit Keterlambatan


konsentrasi jantung pertumbuhan
terhadap kongenital dan
infeksi perkembangan

Defisiensi
Pertumbuhan
Resiko pengetahuan
palatum abnormal
infeksi

Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
12
E. Diagnosa Yang Lazim Muncul
1. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
2. Resiko infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan pemberian makanankarena lidah yang menjulur dan palatum yang tinggi
4. Defisiensi pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrome down
F. Pencegahan
1. Konseling genetic maupun amniosentesis pada kehamilan yangdicurigaiakan sangat
membantu mengurangi angka kejadian syndrome down
2. Dengan biologi molekuler, misalnya dengan “gene targeting” atau yang dikenal
sebagai “homologous recombination” sebuah gen yang dapat di nonaktifkan
3. Pencegahan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis
bagiibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan, ibu hamil pernah
mempunyai anak dengan sindrom down atau hamil diatas usia 40 tahun harus dengan
hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi
4. Fisioterapi pada down sindrom adalahmembantuanak belajar untuk menggerakkan
tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). (NIC-NOC, 2013)

G. Asuhan Keperawatan Down Syndrom


a. Pengkajian
A. Identitas
a) Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b) Nama orang tua
c) Alamat
d) Umur
e) Pendidikan
f) Agama
g) Pekerjaan

B. Riwayat Penyakit Sekarang

13
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai
dengan kelompok seusianya.
C. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,pertusis,
vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
D. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum
serta kebiasaan selama hamil.
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan
saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup, kurang, lebih)bulan.
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan dengan
gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola
eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya asfiksia,
trauma, dan infeksi.
E. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir.
Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, motorik halus,
kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
F. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga
yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat istiadat
berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal eksternalyang dapat
memengaruhi perkembangan intelektual dan pengetahuan serta keterampilan anak.

14
Di samping itu juga berhubungan dengan persediaan dan bahan pangan, sandang,
dan papan.
G. Pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada umur anak
tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran, dan frekuensi pemberian
serta makanan tambahan yang diberikan. Adakah makanan yang disukai, alergi
atau masalah makanan yang lainnya.
b) Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu di kaji BAB
atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta bau). Bagaimana tingkat
toilet training sesuai dengan tingkatperkembangan anak.
c) Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada usia
sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
d) Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan tidur, hal-hal
yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
e) Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri anak, apakah sudah
mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain atau orang tua.

H. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien saat dikaji, kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun
dengan pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar.
2) Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
3) Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
4) Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
5) Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok)
yang dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
6) Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
7) Thorak, bentuk simetris, gerakan
8) Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
9) Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
15
10) Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor pada
perempuan.
11) Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak down sindrom meliputi:
1) Radiologi
2) Pemeriksaan EEG
3) Pemeriksaan CT scan
4) Thoraks AP/PA
5) Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
6) Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
7) Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta.

J. Intervensi
1. Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan
anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana komunitas,
status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana:
1) Peningkatan perkembangan anak dan remaja
a) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
b) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
c) Berikan instruksiberulang dan sederhana
d) Berikan reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
e) Doronganak melakukan perawatan sendiri
f) Manajemen perilakuanak yang sulit
g) Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
h) Ciptakan lingkungan yang aman

16
2) Manajemen nutrisi
a) Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
b) Tentukan makanan yang disukai anak
c) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan

Nutrition theraphy
a) Menyelesaikan penilaian gizi
b) memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari
c) kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
d) pilih suplemen yang sesuai
e) dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang

2. Tujuan: klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses penularan
penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi, jumlah leukosit dalam batas
normal, menunjukan perilaku hidup sehat
Rencana: Infection control
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b) Pertahankan teknik isolasi
c) Batasi pengunjung bila perlu
d) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
meninggalkan pasien
e) Gunakan sabun untuk cuci tangan
f) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g) Pertahankan lingkungan aseptic
h) Tingkatkan intake nutrisi
i) Dorong masukan cairan
j) Dorong istirahat

3. Tujuan: adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tinggi badan , mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Rencana:
Nutrition managemen
a) Kaji adanya alergi makanan
17
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin-c
d) Berikan substansi gula
e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
f) Berikan makanan yang terpilih
g) Ajarkan pasien membuatcatatan makanan
h) Beri informasi tentang kebutuhan nutrisi
i) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan
j) Monitoring BB dan intake makanan.

4. Tujuan: Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,


prognosis dan program pengobatan, pasien dan keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan secara benar
Rencana :
a) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
c) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyaki, dengan cara yang
tepat
d) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
f) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
g) Hindari jaminan yang kosong
h) Sediakanbagikeluarga atau SO informasi tantang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
i) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan dating dan atau proses pengontrolan penyakit
j) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
k) Dukung pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
l) Rujuk pasien pada grup atau agensidi komunitas local, dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
18
m) Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan cara yang tepat
n) Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberik
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.

K. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
L. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil

2.2 ASKEP KORBAN PEMERKOSAAN


A. Defenisi
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti mencari,
mamaksa, merampas atau membawa pergi (Haryanto, 1997).
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang
dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai
melanggar menurut moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo, 1997)
Menurut Muladi pengertian tindak pidana perkosaan pada Pasal 423 RKUHP
tidak hanya berkaitan dengan perkosaan dengan kekerasan (violence rape), tetapi juga
mencakup persetubuhan yang bertentangan dengan kehendak perempuan; tanpa
persetujuan; karena penipuan; atau karena hukum (statutory rape) wanita masih
dibawah umur 14 tahun; atau karena pinsan atau tidak berdaya; demikian pula apabila
kondisi tersebut dilakukan dengan “oral” atau “anal”, atau dengan menggunakan
“benda yang bukan anggota tubuhnya (artificial organ)” (Mulyadi, RKUHP. 2004: 75).

B. Penyebab Terjadinya Pemerkosaan


1. Kemarahan
2. Mencari kepuasan seksual
3. Prilaku wanita-wanita yang menggoda
4. Gambar atau film porno

C. Resiko Psikis dan Kesehatan Reproduksi


a. Korban perkosaan biasanya mengalami trauma
b. Rasa takut yang berkepanjangan
19
c. Tidak mampu kembali berinteraksi secara sosial dengan masyarakat secara normal
d. Tak jarang dikucilkan dan buang oleh lingkungannya karena dianggap membawa
aib
e. Resiko tinggi menjadi tidak mampu melakukan aktivitas seksual secara normal
pada kehidupannya dimasa datang

D. Bentuk-bentuk Perkosaan yang Diakui dan Dikenal


Perkosaan merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana seksual, jika ditinjau
dari bentuk pemerkosaan dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Perkosaan oleh orang tak dikenal (stranger rape)
b. Perkosaan orang teman kencan atau pacar (date rape)
c. Perkosaan oleh orang yang dikenal (acquaintance rape)
d. Perkosaan oleh pasangan perkawinan (marital rape)
e. Pelecehan seksual (sexual harassment)
f. Perkosaan oleh atasan di tempat kerja (office rape)
g. Perkosaan dalam perkawinan atau hubungan seksual sedarah (incest).
(Sumber : Jurnal Perempuan Edisi 50, Mei 2007).

E. Fase Reaksi Psikolog Terhadap Perkosaan


1. Fase disorganisasi akut
Fase yang di manifestasikan dalam 2 cara :
a. Keadaan terekspresi yaitu syok, tidak percaya, takut, rasa memalukan, marah
dan bentuk emosi yang lainnya.
b. Keadaan terkontrol, dimana perasaan tertutup atau tersembunyi dan korban
tampak tenang
2. Fase menyangkal dan tanpa keinginan untuk bicara tentang kejadian, diikuti tahap
cemas yang meningkat, takut mengingat kembali, gangguan tidur, terlalu waspada
dan reaksi psikosomatik.
3. Fase Reorganisasi
Dimana kejadian ditempatkan pada perspektif, beberapa korban tidak benar-benar
pulih dan mengembangkan gangguan stress kronik.

20
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah memberikan dukungan simpatis, untuk
menurunkan trauma, emosional pasien dan mengumpulkan bukti yang ada untuk
kemungkinan tindakan legal.
1. Hormati privacy dan sensitifitas pasien, bersikap baik dan memberikan dukungan.
2. Yakinkan pasien bahwa cemas adalah sesuatu yang dialami.
3. Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasa.
4. Jangan tinggalkan pasien sendiri

B. ASKEP KORBAN PEMERKOSAAN


1. Identitas Klien
Terdiri dari nama, alamat, umur, pekerjaan, status perkawinan, agama, tanggal masuk,
diagnosa, tanggal didata, dll
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan keluarga
c. Riwayat kesehatan dahulu
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Bagaimana kepala dan rambut
b. Mata : Bagaimana keadaan palpebra, conjungtiva, sklera, pupil,
c. Mulut : Tonsil, keadaan lidah dan gigi geligi
d. Leher : Apakah mengalami pembesaran kelenjer tyroid
e. Dada : Jenis pernafasan
f. Abdomen : Apakah simetris, oedema, lesi, dan bunyi bising usus
g. Genitalia : Bagaimana alat genitalianya
h. Ekstremitas: Kegiatan dan aktivitas
4. Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d perkosaan (luka bekas perkosaan).
2. Ansietas b.d status sosial, krisis situasi.
3. Harga diri rendah b.d krisis situasional, isolasi sosial

21
5. Intervensi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d perkosaan (luka bekas perkosaan).
NOC: Kontrol Nyeri dan NIC: Manajemen Nyeri
Tujuan  Rasa nyaman terpenuhi
KH  Nyeri hilang, klien tampak rileks
Intervensi:
a. Kaji tipe atau lokasi nyeri.
R/Berguna dalam memberi pengobatan ketidaknyamanan
b. Dorong dengan menggunakan teknik manajemen stress, contoh nafas dalam
R/Meningkatkan relaksasi, menfokuskan kembali perhatian klien
c. Atur posisi klien kearah yang nyaman
R/Mengurangi rasa sakit an meningkatkan relaksasi klien
d. Memberikan obat sesuai indikasi, contoh analgesik
R/Mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan rasa nyeri
2) Ansietas b.d status sosial, krisis situasi.
NOC: Anxiety self-control dan NIC: Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Tujuan  Cemas teratasi
KH  Klien tidak cemas lagi
Intervensi :
a) Berikan pasien atau orang terdekat
R/Memberikan informasi yang dapat membantu perkembangan kerahasiaan
pasien dimana hak-hak pasien terus dijaga selama perawatan
b) Kaji tingkat cemas dan diskusikan penyebabnya bila mungkin
R/Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu untuk
menghadapinya dengan lebih realistis
c) Kembangkan hubungan pasien-perawat
R/Hubungan yang saling mempercayai diantara pasien atau orang terdekat akan
meningkatkan perawatan
d) Rujuk pada pelayanan sosial atau lembaga lain yang sesuai untuk bantuan
R/Sering kali pasien tidak menyadari sumber-sumber yang tersedia
3) Harga diri rendah b.d krisis situasional, isolasi sosial.
NOC: Coping, ineffective dan NIC: Self Esteem Enhancement
22
Tujuan  Harga diri klien teratasi
KH  Harga diri klien tidak rendah lagi
Intervensi :
e. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapannya mengenai keadaan yang dialami
R/ Memberikan petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya
f. Anjurkan keluarga untuk memperlakukan pasien senormal mungkin
R/ Melibatkan pasien dalam keluarga mengurangi terisolasi dari lingkungan sosial.
g. Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai indikasi
R/ Mungkin diperlukan sebagai bantuan tambahan untuk menyesuaikan pada
perubahan gambaran diri atau kehidupan.
6. Implementasi
Tindakan yang langsung yang dilakukan pada klien baik yang sesuai dengan
yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan. Implementasi ini dilakukan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang terdiri dari
SOAP (Subjective, Objective, Analisa dan Planning).

2.3 ASKEP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)


A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan,
pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti
binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial
yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal
1 ayat 1).
Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
23
memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan verbal maupun
fisik, pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan pada seorang perempuan,
apakah masih anak-anak atau sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau
psikologis, penghinaan atau perampasan kebebasan dan yang melanggengkan subordinasi
perempuan (Citra Dewi Saputra, 2009).
Lebih jauh lagi Maggi Humm menjelaskan bahwa beberapa hal di bawah ini dapat
dikategorikan sebagai unsur atau indikasi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga yaitu:
1. Setiap tindakan kekerasan baik secara verbal maupun fisik, baik berupa tindakan atau
perbuatan, atau ancaman pada nyawa.
2. Tindakan tersebut diarahkan kepada korban karena ia perempuan. Di sini terlihat
pengabaian dan sikap merendahkan perempuan sehingga pelaku menganggap wajar
melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
3. Tindakan kekerasan itu dapat berbentuk hinaan, perampasan kebebasan, dll.
4. Tindakan kekerasan tersebut dapat merugikan fisik maupun psikologis perempuan.
5. Tindakan kekerasan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga
(Gunawan Wibisono, 2009).
Kekerasan dalam rumah tangga adalah pola perilaku yang penuh penyerangan dan
pemaksaan, termasuk penyerangan secara fisik, seksual, dan psikologis, demikian pula
pemaksaan secara ekonomi yang digunakan oleh orang dewasa atau remaja terhadap
pasangan intim mereka dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan kendali atas diri
mereka (Ichamor, 2009).

B. Ruang Lingkup dan Macam-macam Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
1) Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).
2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian,
yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau
3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut
(Pekerja Rumah Tangga).

24
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tindak kekerasan istri dalam rumah
tangga dibedakan kedalam empat (4) macam yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikologis,
kekerasan seksual, kekerasan emosional (Kompas.com ,2007).
Selain itu macam-macam bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga
tercantum dalam Undang-Undang KDRT Pasal 5.
1. Kekerasan Fisik
Menurut Pasal 6 kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit atau luka berat. Menurut Magetan, 2010 kekerasan Fisik adalah
kekerasan yang pelakunya melakukan penyerangan secara fisik atau menunjukkan
perilaku agresif yang dapat menyebabkan terjadinya memar hingga terjadinya
pembunuhan. Tindakan ini seringkali bermula dari kontak fisik yang dianggap sepele
dan dapat dimaafkan yang kemudian meningkat menjadi tindakan penyerangan yang
lebih sering dan lebih serius. Kekerasan fisik meliputi perilaku seperti mendorong,
menolak, menampar, merusak barang atau benda-benda berharga, meninggalkan
pasangan di tempat yang berbahaya, menolak untuk memberikan bantuan saat pasangan
sakit atau terluka, menyerang dengan senjata, dan sebagainya.
Berikut ini ada beberapa pembagian dari kekerasan fisik itu sendiri:
1) Kekerasan Fisik Berat.
Kekerasan ini berupa penganiayaan berat seperti menendang, memukul,
melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang
dapat mengakibatkan:
a) Cedera berat
b) Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
c) Pingsan
d) Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang
menimbulkan bahaya mati
e) Kehilangan salah satu panca indera.
f) Mendapat cacat.
g) Menderita sakit lumpuh.
h) Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
i) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
j) Kematian korban.
2) Kekerasan Fisik Ringan.

25
Kekerasan ini berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang
mengakibatkan:
a) Cedera ringan
b) Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
2. Kekerasan psikologis atau emosional (Psikis)
Menurut pasal 7 kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Kekerasan psikologis atau emosional meliputi semua tindakan yang
berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan pasangan, seperti: menghina,
kritik yang terus menerus, pelecehan, menyalahkan korban atas segala sesuatunya,
terlalu cemburu atau posesif, mengucilkan dari keluarga dan teman-teman,
intimidasi dan penghinaan.
a) Kekerasan Psikis Berat
Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi,
perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi
social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman
kekerasan fisik, seksual dan ekonomis, yang masing-masingnya bisa
mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal
berikut:
Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi
seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.
a) Gangguan stress pasca trauma.
b) Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa
indikasi medis)
c) Depresi berat atau destruksi diri
d) Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti
skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
e) Bunuh diri

2) Kekerasan Psikis Ringan.


Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi,
kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan,
pemaksaan, dan isolasi social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau
26
menghina, ancaman kekerasan fisik yang masing-masingnya bisa
mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal
di bawah ini:

a) Ketakutan dan perasaan terteror


b) Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak
c) Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
d) Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa
indikasi medis)
e) Fobia atau depresi temporer

3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual yaitu kekerasan yang penyerangannya secara fisik oleh
pelaku seringkali diikuti, atau diakhiri dengan kekerasan seksual dimana korban
dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan pelaku atau berpartisipasi dalam
suatu kegiatan seksual yang tidak diinginkannya, termasuk hubungan seks tanpa
pelindung.
a. Kekerasan Seksual Berat, berupa:
a) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual,
mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa
muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
b) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban
tidak menghendaki.
c) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
menyakitkan.
d) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau
tujuan tertentu.
e) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
b. Kekerasan Seksual Ringan

27
Kekerasan ini berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar
verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal,
seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta
perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau
menghina korban.
Kekerasan seksual menurut pasal 8 meliputi:
a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut.
b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

c. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi termasuk pasal 9 yang meliputi berbagai tindakan yang
dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan dan kendali atas keuangan, seperti:
melarang pasangan mereka untuk mendapatkan atau tetap mempertahankan pekerjaan,
membuat pasangan mereka harus meminta uang untuk setiap pengeluaran, membatasi
akses pasangan mereka terhadap keuangan dan informasi akan keadaan keuangan
keluarga, dan mengendalikan keuangan pasangan.
a. Kekerasan Ekonomi Berat yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
b) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan
atau memanipulasi harta benda korban.
b. Kekerasan Ekonomi Ringan
Kekerasan ini berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban
tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan
dasarnya.

C. Faktor-Faktor Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Ada faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :
a. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri

28
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian rupa
dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami
oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini
menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-
wenang terhadap istrinya.
b. Ketergantungan ekonomi
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk
menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun
tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya
dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya.
Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.
c. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun
kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan
kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan
perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus
diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan
bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem
rumah tangganya.
d. Persaingan
Di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan,
penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja,
dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan
dan selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa
di satu sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang
dan dikekang.
e. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi
tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini
biasa terjadi pada pasangan-pasangan seperti dibawah ini:
1. Belum siap kawin.
2. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan
rumah tangga.
29
3. Serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orang tua atau
mertua.
4. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum.

D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri. Dampak
kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak, bahkan suami.
1. Dampak pada istri :
a. Perasaan rendah diri, malu dan pasif
b. Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah makan dan
susah tidur
c. Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
d. Gangguan kesehatan seksual
e. Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan
f. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya gairah seks,
karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon secara normal ajakan
berhubungan seks
2. Dampak pada anak :
a. Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
b. Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan 3. Kekerasan menimbulkan luka,
cacat mental dan cacat fisik
3. Dampak pada suami :
a. Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
b. Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri
Selain itu menurut Surya Sukma, efek psikologis penganiyaan bagi banyak
perempuan lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, kelainan
stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari
tindak kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu
secara bilologis yang pada akhirnya terganggu secara sosiologis. Istri yang teraniaya
sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti
penganiyaan mereka.
Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak hamil
mengalami gangguan menstruasi seperti menorhagia, hipomenohagia atau metrohagia
30
bahkan wanita dapat mengalami menopause lebih awal, dapat mengalami penurunan
libido, ketidakmampuan mendapatkan orgasme.

E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga


1. Pengkajian
1) Pengumpulan data.
a) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka
merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama
dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b) Aspek emosional
Salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain , mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
d) Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain lain.
Individu seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku
yang lain sehingga anggota keluarga yang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses
tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain,
menolak mengikuti aturan
31
e) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji
individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan
spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut: Aspek fisik terdiri
dari: muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit
fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi: tidak
adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. Aspek intelektual: mendominasi, bawel,
sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial: menarik diri, penolakan,
kekerasan, ejekan, humor.
2) Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam
yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang
disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui
wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang
ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan
langsung oleh perawat.
3) Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi keluarga dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari
hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.Aspek Fisik
4) Aspek fisik terdiri dari: muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,
berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek
emosi: tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. Aspek intelektual:
mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial: menarik
diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang
secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut.

32
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan utama pada klien marah dengan masalah utama
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Resiko Prilaku Kekerasan

TGL No Diagnose Rencana keperawatan


Dx keperawatan
Tujuan intervensi Rasional
Resiko TUM: 1. Bina hubungan 1.
Prilaku klien dapat saling percaya. ·Hubungan saling
kekerasan mengontrol perilaku · Salam terapeutik, percaya
kekerasan pada saat perkenalan diri, beritahu memungkinkan
berhubungan dengan tujuan interaksi, kontrak terbuka pada perawat
orang lain waktu yang tepat, dan sebagai dasar
ciptakan lingkungan untuk intervensi
TUK: yang aman dan tenang, selanjutnya.
1. Klien dapat observasi respon verbal 2.
membina hubungan dan non verbal, bersikap · Informasi dari
saling percaya. empati. klien penting bagi
2. Klien dapat 2. Klien dapat perawat untuk
mengidentifikasi mengidentifikasi membantu kien
penyebab perilaku penyebab perilaku dalam menyelesaikan
kekerasan. kekerasan. masalah yang
3. Klien dapat · Beri kesempatan konstruktif.
mengidentifikasi pada klien untuk ·pengungkapan
tanda-tanda perilaku mengugkapkan perasaan dalam suatu
kekerasan. perasaannya. lingkungan yang
4. Klien dapat · Bantu untuk tidak mengancam
mengidentifikasi mengungkapkan akan menolong

33
perilaku kekekerasan penyebab perasaan pasien untuk sampai
yang biasa dilakukan. jengkel / kesal kepada akhir
5. Klien dapat 3. Klien dapat penyelesaian
mengidentifikasi mengidentifikasi tanda- persoalan.
akibat perilaku tanda perilaku 3.
kekerasan. kekerasan. · Pengungkapan
6. Klien dapat · Anjurkan klien kekesalan secara
melakukan cara mengungkapkan dilema konstruktif untuk
berespons terhadap dan dirasakan saat mencari penyelesaian
kemarahan secara jengkel. masalah yang
konstruktif. · Observasi tanda konstruktif pula.
7. Klien dapat perilaku kekerasan pada ·mengetahui perilaku
mendemonstrasikan klien. yang dilakukan oleh
sikap perilaku · Simpulkan bersama klien sehingga
kekerasan. tanda-tanda jengkel / memudahkan untuk
8. Klien dapat kesan yang dialami intervensi.
dukungan keluarga klien. · memudahkan
dalam mengontrol 4. Klien dapat klien dalam
perilaku kekerasan. mengidentifikasi mengontrol perilaku
9. Klien dapat perilaku kekekerasan kekerasan.
menggunakan obat yang biasa dilakukan. 4.
yang benar. · Anjurkan klien ·memudahkan dalam
untuk mengungkapkan pemberian tindakan
perilaku kekerasan yang kepada klien.
biasa dilakukan. ·mengetahui
· Bantu klien bermain bagaimana cara klien
peran sesuai dengan melakukannya.
perilaku kekerasan yang ·membantu dalam
biasa dilakukan. memberikan motivasi
· Bicarakan dengan untuk menyelesaikan
klien apakah dengan masalahnya.
cara yang klien lakukan 5.
masalahnya selesai.

34
5. Klien dapat ·mencari metode
mengidentifikasi akibat koping yang tepat
perilaku kekerasan dan konstruktif.
· Bicarakan akibat / ·mengerti cara yang
kerugian dan perilaku benar dalam
kekerasan yang mengalihkan
dilakukan klien. perasaan marah.
· Bersama klien 6.
menyimpulkan akibat ·menambah
dari perilaku kekerasan pengetahuan klien
yang dilakukan. tentang koping yang
6. Klien dapat konstruktif.
melakukan cara ·mendorong
berespons terhadap pengulangan perilaku
kemarahan secara yang positif,
konstruktif. meningkatkan harga
· Tanyakan pada diri klien.
klien “apakah ia ingin ·dengan cara sehat
mempelajari cara baru dapat dengan mudah
yang sehat”. mengontrol
· Berikan pujian jika kemarahan klien.
klien mengetahui cara 7.
yang sehat. ·memotivasi klien
· Diskusikan dengan dalam
klien cara lain yang mendemonstrasikan
sehat. cara mengontrol
- Secara fisik: tarik perilaku kekerasan.
nafas dalam / memukul ·mengetahui respon
botol / kasur atau klien terhadap cara
olahraga atau pekerjaan yang diberikan.
yang memerlukan ·mengetahui
tenaga. kemampuan klien

35
- Secara verbal: melakukan cara yang
katakan bahwa anda sehat.
sering jengkel / kesal. ·meningkatkan harga
- Secara sosial: lakukan diri klien.
dalam kelompok cara- ·mengetahui
cara marah yang sehat, kemajuan klien
latihan asertif, latihan selama diintervensi.
manajemen perilaku 8.
kekerasan. ·memotivasi keluarga
- Secara spiritual: dalam memberikan
anjurkan klien berdua, perawatan kepada
sembahyang, meminta klien.
pada Tuhan agar diberi ·menambah
kesabaran. pengetahuan bahwa
7. Klien dapat keluarga sangat
mendemonstrasikan berperan dalam
sikap perilaku perubahan perilaku
kekerasan. klien.
· Bantu klien · meningkatkan
memilih cara yang pengetahuan keluarga
paling tepat untuk klien. dalam merawat klien
· Bantu klien secara bersama.
mengidentifikasi · mengetahui
manfaat yang telah sejauh mana keluarga
dipilih. menggunakan cara
· Bantu klien untuk yang dianjurkan.
menstimulasikan cara · mengetahui
tersebut. respon keluarga
· Beri reinforcement dalam merawat klien.
positif atas keberhasilan 9.
klien menstimulasi cara · menambah
tersebut. pengetahuan klien

36
· Anjurkan klien dan keluarga tentang
untuk menggunakan obat dan fungsinya.
cara yang telah memberikan
dipelajari saat jengkel / informasi pentingnya
marah. minum obat dalam
8. Klien dapat mempercepat
dukungan keluarga penyembuhan
dalam mengontrol
perilaku kekerasan.
· Identifikasi
kemampuan keluarga
dalam merawat klien
dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga
terhadap klien selama
ini.
· Jelaskan peran serta
keluarga dalam merawat
klien.
· Jelaskan cara-cara
merawat klien.
- Terkait dengan cara
mengontrol perilaku
kekerasan secara
konstruktif
- Sikap tenang, bicara
tenang dan jelas.
- Bantu keluarga
mengenal penyebab
marah.
· Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klien.

37
· Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
9. Klien dapat
menggunakan obat yang
benar
· Jelaskan pada klien
dan keluarga jenis-jenis
obat yang diminum
klien seperti : CPZ,
haloperidol, Artame.
· Diskusikan manfaat
minum obat dan
kerugian berhenti
minum obat tanpa seizin
dokter.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Harga Diri Rendah Pasien
SP Ip
1. Mengidentifikasi penyebab PK
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK
6. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian

SP IIp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

38
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IIIp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IVp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP Vp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

2.4 ASKEP ANAK KORBAN TRAFFICKING


A. Definisi
Traffcking merupakan perekrutan,pengiriman,pemindahan ,penampungan atau
penerimaan seseorang dengan ancaman atau kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari
pemaksaan,penculikan,penipuan kebohongan merupakan wujud dari penyalahgunaan
kekuasaan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan agar bisa memperoleh
persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain dengan cara mengeksploitasi.
( pasal 3 protokol PBB).

B. Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Traffecking


1. Ekonomi yang rendah menyebabkan anak anak dipekerjakan pada saat usia mereka
dibawah umur.
2. Kesamaan budaya merupakan pemikiran yang sama disebuah populasi atau
masyarakat untuk memperkerjakan anak mereka pada saat usia muda untuk

39
emnunjang perekonomian keluarga dan juga terjadi pada anak – anak yang putus
sekolah. Mereka dikirim keluar kota atau litas negara
3. Peran orang tua yang mendorong perkawinan, biasanya dipedesaan para orang tua
ingin menikahkan anaknya diusia muda. Hal tersebut akan menyebabkan
perempuan akan dibeli dengan uang, pada akhirnya akan mengakibtkan terjadinya
tindakan kekerasan pada para perempuan.
4. Minimnya tingkat pendidikan dan informasi, bukan hanya dipedesaan di perkotaan
pun banyak masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah, sehingga mereka
mudah tertipu atau dibujukoleh sindikit pidana.

C. Sifat dasar traffcking


1. Bersifat manipulatif atau penyalahgunaan
Penyimpangan dari rencana semula pada saat membujuk seseorang yang akan di
bekerjakan dengan baik dan pantas,tetapi pada keadaan real nya korban malah di
perlakukan sebaliknya yaitu di eksploitasi dan di berlakukan dengan kekerasan
kemudian menyalahgunakan pekerjaan yang di janjikan misalnya pada saat pertama
kali di beri informasi korban akan di jadikan sebagai pelayan toko dan
sebagainya,tetapi pada kenyataanya korban malah di jadikan sebagai pekerja seks
atau mengarah pada prostitusi.

2. Terjadi transaksi
Terjadi transaksi antara orang ketiga atau calo sebagai perantara antar penjual
kepada pihak pemakai.
3. Tidak mengerti
Korban tidak mengerti dengan penyimpangan yang akan di lakukan pelaku,jadi
pada saat korban di bawa untuk di berikan pekerjaan,korban tidak tahu bahwa ia di
jadikan korban oleh sindikat tindak pidana atau menjadi korban dari sebuah
tindakan pidana.
4. Migrasi
Adanya migrasi atau perpindahan melampaui batas kota dan batas provinsi
sehingga jarak tersebut di jadikan kesempatan oleh sindikat dalam melakukan
traffcking.

D. Motif Terjadinya Traffcking


40
1. Adopsi
Di negara yang telah sukses dan berhasil membangun ekonomi misalnya di negara
– negara skandinavia para kaum wanita tidak ingin kawin ,sehingga pemerintah
harus mengiming-imingi masyarakat untuk memiliki anak ,tetapi penduduk negara
tersebut tidak terpengaruh dengan iming-iming dan pada akhirnya mereka rela
mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mengadopsi anak.
2. Pemekerjaan
Dengan memperkerjakan anak-anak maka tidak harus membayar lebih sekalipun
dengan tempat tinggal dan makan yang tidak layak,hal tersebut dapat menghasilkan
keuntungan yang berlipat-lipat.
3. Motif eksploitasi seksual
Menjadikan perempuan sebagai pengahasil ekonomi yang tinggi,bahwa semakin
muda wanita ,maka semakin tinggi harga jual nya,mereka di jadikan sebagai pelacu
dan pekerja seks,mereka di eksploitasi untu melayani seksual pemakai.
4. Transplantasi organ
Dengan keadaan mendesak mereka akan menyerahkan organ-organ seperti ginjal
,liver,mata dan sebagainya untuk di serah kan kepada orang lain,bahkan mereka
juga ada yang di paksa dengan penculikan ,bahkan sampai di lakukan peniadaan
nyawa atau pembunuhan.

E. Bentuk, Proses, dan Dampak Traffcking


a. Bentuk-bentuk traffcking :
1). Pelacuran dan eksploitasi seksual,hal ini tidak hanya terjadi pada orang
dewasa,tetapi pada anak juga sering terjadi yaitu (fedopilia).
2). Menjadi buruh migran legal maupun ilegal
Misalnya imigran pekerja indonesia yang di pekerjakan di arab atau negara-
negara lainnya,tetapi mereka di eksploitasi dengan kekerasan dan pekerjaan dan
bayaran yang minim atau bahkan tidak di bayar sama sekali
3). Adopsi anak
4). pekerja jermal
5). Pekerja rumah tangga
6). Pengemis
7). Industri ponografi
8). Pengedaran obat terlarang narkoba
41
9). Sebagai penari atau pengantin pesanan
b. Proses
1. Pelaku mencari sasaran traffcking : sasaran traffcking biasanya pada anak-anak
jalanan,orang yang sedang mencari pekerjaan,anak-anak yang berada di saerah
konflik atau pengungsi,anak miskin yang berada di pedesaan,anak-anak yang
berada di wilayah perbatasan negara,anak yang dalam keluarganya terjerat
hutang,anak yang berasa dalam kekerasan rumah tangga,anak perempuan yang
menjadi korban pemerkosaan.
2. Pelaku melakukan modus operandi dengan rayuan ,jebakan,dan
penyalahgunaan wewenang,kedok duta budaya di luar negeri,atau dengan
melakukan penculikan.
3. Penggantian identitas
Pelaku pengganti identitas korban,setelah korban terjerat,agar jejak nya tidak
tercium pihak keamanan misalnya dengan pihak kepolisian.
4. Pekerjaan melibatkan calo atau agen,dan mereka biasanya mempunyai
organisasi yang terintegritas ,jarang dari mereka yang bekerja perseorangan atau
pelaku memiliki link terlebih dahulu.
c . Dampak traffcking
1) Fisik
Anak memiliki penyakit yang di timbulkan oleh traffcking tersebut misalnya pada
eksploitasi seksual anak terjangkin penyakit HIV/AIDS.
2) Psikolog
Selama meraka diberlakukan kekerasan serta ancaman-ancaman yang membuat
mereka tidak mampu mendapat pertolongan dari luar,mereka pada akhirnya
menekan masalah sendiri,tidak jarang dari mereka akhirnya menjadi depresi atau
bahkan mengalami gangguan kejiwaan.
F. Penganggulangan korban traffcking
Beberapa perundang-undangan yang terkait dengan traffcking yaitu UU nomor 35
tahun 2014 (bahwa di berikan perlindungan khusus pada anak yang menjadi korban,
penculikan, penjualan, atau perdagangan, dilakukan upaya melalui pengawasan ,
perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi), kemudian pada KUHP (undang-
undang hukum pidana) nomor 39 tahun 1999 pasal 297 yang menyatakan bahwa
perdagangan wanita dan perdagangan laki-laki yang belum cukup umur di ancam dengan
penjara pidana paling lama 6 tahun.pada pasal 65 UU no 39 tahun 1999 menyatakan
42
bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan
elecehan seksual penculikan perdagangan anak serta bentuk menyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainya.

3 strategi penanggulangan traffcking yang di lakukan pemerintah :


1. Korban traffcking harus di lindungi
2. Pelaku harus di hukum berat
3. Mengembangkan jejaring kelembagaan dengan aliansi global untuk menghapus
traffcking.
Hukum internasional terkait traffecking yaitu CRC mengharuskan bahwa negara
pihak mengambil semua tindakan nasional, bialteral, dan multilateral yang perlu untuk
mencegah penculikan, penjualan, atau perdagangan anak atau tujuan apapun atau dalam
bentuk apapun, pihak–pihak dalam protokol, tambahan dari konvensi persserikatan
bangsa–bangsa mengenai kejahatan terorganisasi transional untuk mencegah, menekan,
dan menghukum perdagangan orang, khususnya wanita dan anak anak tahun 2000.
Tindakan lebih lanjut di haruskan untuk:
1. Melindugi identitas dan privasi korban perdagangan orang
2. Memperkenalkan tindakan untuk membantu para korban yang terlibat dalam proses
kejahatan
3. Menyediakan bagi para korban bantuan sosial dan rehabilitasi termasuk bantuan
berupa tempat tinggaldan makanan.

G. Kendala Penanggulangan Traffcking


1. Budaya masyarakat ( anggapan jangan terlibat dengan masalah otang lain sehingga
tidak berani melaporkan kepada pihak kepolisian apabila terjadi traffcking ).
2. Kebijakan pemerintah ( belum adanya regulasi khusus mengenai perdagangan
perempuan dan anak selain keppres no 88 tahun 2002 mengenai penghapusan
perdagangan perempuan dan anak dan juga ketidak pahaman tentang apa itu
perdangan sendiri karena kurang nya sosialisasi yang di lakukan pemerintah.

H. Pelayanan Bagi Korban Traffcking

43
Penanganan pada setiap permasalahan psikologis individu wujudnya dengan
mengadakan konseling bagi korban traffcking yang di bentuknya lembaga-lembaga
konsultasi dan disusul merebak nya jurnal,buku,hasil penelitian yang berfokus pada
kasus-kasus konseling.
Munculnya rumah-rumah perlindungan trauma centered ( RPTC) merupakan
suatu lembaga yang memberikan pelayanan dan perlindungan awal dan pemulihan
kondisi traumatis yang dialami oleh korban tindak kekerasan RPTC merupakan
organisasi pemerintah yang menjadi patner IOM.
Pada 3 agustus 2014 RPTC dinsosnakertans kabupaten cilacap sudah
memberikan pelayanan sosial bagi KTK –PM secara terpadu dan sistematis dengan
pelayanan sebagai berikut :
a. Pelayanan perlindungan sosial meliputi :
Layanan informasi dan advokasi ,kemudian layanan rumah perlindungan dan
shelter unit
b. Pemulihan traumatik yang meliputi layanan rehabilitasi psikososial dan spritual dan
layanan resosialisasi dan rujukan
Adapun usaha perlindungan anak korban traffecking yaitu :
1. UU no 37 tahun 1997 tentang hubungan luar negeri, UU ini dapat digunakan untuk
melindungi orang indonesia yang diperjualbelikan diluar negeri.
2. UU no 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.
3. UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak melarang perdagangan anak.
4. UNICEF, confention in right og the child ( confensi hak – hak anak).
5. UU no 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.
6. Adanya RPSA.

I. Pohon Masalah

Resiko Bunuh Diri

HDR

Ketidakberdayaan
44
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
SP Pasien SP Keluarga
Keperawatan
Harga Diri SP I SP I
Rendah 1. Membina hubungan saling percaya 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek dirasakan keluarga dalam
positif yang dimiliki pasien marawat pasien
3. Membantu pasien menilai kemampuan 2. Menjelaskan pengertian, tanda
pasien yang masih dapat digunakan dan gejala harga diri rendah
4. Membantu pasien memilih kegiatan yang yang dialami pasien beserta
akan dilatih sesuai dengan kemampuan proses terjadinya
pasien 3. Menjelaskan cara-cara
5. Melatih pasien sesuai kemampuan yang merawat pasien dengan harga
dipilih diri rendah
6. Memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilan pasien
7. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian

SP II SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga
pasien mempraktekkan cara merawat
2. Meatih kemampuan ke dua pasien dengan harga diri
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke rendah
dalam jadwal kegiatan harian 2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
keluarganya yang mengalami
harga diri rendah

45
SP III
1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktifitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang

2.5 ASKEP NARAPIDANA


Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau saksi
lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena
tindak pidana) atau terhukum. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995
tentang Permasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan.
Karena terkucilkan dari masyarakat umum, berbagai masalah kejiwaan narapidana
kemungkinan akan muncul, diantaranya :
1) Harga diri rendah dan Konsep diri yang negative
2) Risiko bunuh diri
Dalam makalah ini kelompok penulis berfokus membahas masalah harga diri
rendah yang terjadi terhadap narapidana.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak
mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri ( Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan
diri yang negative, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa – apa, tidak
kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik
terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik
terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang bisa
46
disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan
orang lain (Rini, J.F, 2002).

Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :


a. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan
tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta
perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara
berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart
& Sundeen, 1998).
b. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai
dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen,
1998). Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan,
harapan tentang diri sendiri.
c. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikkan individu (Stuart &
Sundeen, 1998). Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus
berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
d. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan
dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang diterapkan adalah
peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah
peran yang terpilih atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 1998).
e. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri
yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang
penting dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998.

47
1. Penyebab Gejala
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak
efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung
kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, difungsi
system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998
: 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif adalah keadaan
dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan
dalam mengalami stessor internal atau lingkungan dengan adekuat karena
ketidakkuatan sumber-sumber (fisik, psikologi, perilaku atau kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu tidak efektif
merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah seseorang
dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan peran. Adapun Penyebab Gangguan Konsep
Diri Harga Diri Rendah, yaitu :
a. Faktor Presdisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orangtua,
penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang
tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehillangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang
menurun.
Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah :
- Mengejek dan mengkritik diri
- Merasa bersalah dan khawatir, menghukum dan menolak diri sendiri
- Mengalami gejala fisik, misal : tekanan darah tinggi
- Menunda keputusan
- Sulit bergaul
- Menghindari kesenangan yang dapat meberi rasa puas
- Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga, halusinasi
- Merusak diri : harga diri rendah menyokong pasien untuk mengakhiri hidupnya
- Merusak/melukai orang lain
- Perasaan tidak mampu
48
- Pandangan hidup yang pesimistis
- Tidak menerima pujian
- Penurunan produktivitas
- Penolakan terhadap kemampuan diri
- Kurang memerhatikan perawatan diri
- Berpakaian tidak rapih
- Berkurang selera makan
- Tidak berani menatap lawan bicara
- Lebih banyak menunduk
- Bicara lambat dengan nada suara lemah

2. Penatalaksanaan Terapi
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).
b. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah
adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Terapi aktivitas kelompok
(TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai
stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005)

3. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Harga Diri Rendah


1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medis.
49
b. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi faktor biologis,
faktor psikologis, sosial budaya, dan faktor genetic.
c. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap persepsi
merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa
malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan
pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya mencakup
kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang
mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir,
isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi medis

No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif


1 Masalah utama : - Mengungkapkan ingin
gangguan konsep diri diakui jati dirinya.
- Merusak diri sendiri,
: harga diri rendah - Mengungkapkan tidak
- Merusak orang lain,
ada lagi yang peduli.
- Ekspresi malu,
Mengungkapkan tidak
- Menarik diri dari
bisa apa-apa.
hubungan social,
- Mengungkapkan
- Tampak mudah
dirinya tidak berguna.
tersinggung,
- Mengkritik diri
- Tidak mau makan dan
sendiri.
tidak tidur.
- Perasaan tidak
mampu.

50
2 Penyebab tidak - Mengungkapkan - Tampak ketergantungan
efektifnya koping ketidakmampuan dan terhadap orang lain
individu meminta bantuan orang - Tampak sedih dan tidak
lain. melakukan aktivitas
- Mengungkapkan malu yang seharusnya dapat
dan tidak bisa ketika dilakukan
diajak melakukan - Wajah tampak murung
sesuatu.
- Mengungkapkan tidak
berdaya dan tidak ingin
hidup lagi.
3 Akibat isolasi sosial - Mengungkapkan enggan - Ekspresi wajah
menarik diri bicara dengan orang lain kosong tidak ada
- Klien mengatakan malu kontak mata ketika
bertemu dan berhadapan diajak bicara
dengan orang lain - Suara pelan dan tidak
jelas
- Hanya memberi
jawaban singkat
(ya/tidak)
- Menghindar ketika
didekati

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara atau
pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat dapat
menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut:
a. Harga Diri Rendah
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan

51
2.6 ASKEP ANAK JALANAN
A. Anak jalanan
Anak jalanan adalah anak yang berusia 5- 18 tahun baik laki- laki maupun
perempuan yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di jalanan kawasan
urban, memiliki komunikasi yang minimal atau sama sekali tidak pernah berkomunikasi
dengan keluarga dan kurang pengawasan, perlindungan, dan bimbingan sehingga rawan
terkena gangguan kesehatan dan psikologi.
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI, anak jalanan merupakan anak yang
berusia di bawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari dalam 6 hari dalam
seminggu. Akan tetapi, secara umum anak jalanan terbentuk dari dua kata yaitu “anak”
dan “jalanan”.
Anak mengacu pada usia yang hingga kini masih beragam pendapatnya.
Sedangkan jalanan mengacu pada tempat dimana anak tersebut beraktifitas. Pembagian
anak jalanan menurut UNICEF dibagi menjadi tiga kelompok antara lain:
1. Street Living Children
Anak-anak yang pergi dari rumah dan meninggalkan orang tuanya. Anak tersebut
hidup sendirian dan memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan keluarganya.
Biasanya anak-anak ini sering disebut dengan gelandangan atau pun gembel. Mereka
biasanya tidak mempunyai tempat tinggal maupun pekerjaan tetap.
2. Street Working Children
Disebut juga sebagai pekerja anak di jalan. Mereka menghabiskan sebagian besar
waktu mereka di jalanan untuk bekerja baik di jalan atau pun di tempat- tempat umum
untuk membantu keluarganya. Sehingga anak- anak ini masih memiliki rumah dan
tinggal dengan orang tua mereka.
3. Children from Street Families
Anak- anak yang hidup di jalanan, beserta dengan keluarga mereka. Untuk jumlahnya
sendiri, jumlah anak jalanan terus betambah setiap tahunnya. Lembaga Perlindungan
Anak mencatat pada tahun 2003 terdapat 20.665 anak jalanan di Jawa Barat dan 4.626
di antaranya berada di kotamadya Bandung.
Data dari Pusdatin Kementerian Sosial RI tahun 2008 diketahui populasi anak
jalanan di seluruh nusantara 232.000 orang dan 12.000 diantaranya berada diwilayah
Jabotabek serta 8000 ada di Jakarta. Begitu pula di Semarang yang merupakan ibu kota
provinsi Jawa Tengah jumlah anak jalanan pun semakin tahun mengalami peningkatan.
Dari data pada tahun 2005 terdapat 335 anak. Pada tahun 2007 didapatkan data sebanyak
52
416 menurut yayasan Setara Semarang. Peningkatan ini semakin signifikan tiap tahunnya,
bahkan berdasarkan majalah Gemari edisi 106 tahun 2010, menyebutkan bahwa jumlah
anak jalanan di Semarang mencapai hampir 2000 anak.
Menurut Moeliono dalam penelitian Mardiana mengenai perilaku belajar pada
anak jalanan menyebutkan pada dasarnya tidak ada satu faktor tunggal yang menyebabkan
anak berada, tinggal, maupun hidup di jalanan dan menjadi anak jalanan. Akan tetapi
penyebabnya adalah banyak faktor (multifaktor) yang saling terkait satu sama lain
sehingga dapat menyebabkan seorang anak menjadi anak jalanan. Faktor tersebut antara
lain kemiskinan, faktor keluarga, dan pengaruh lingkungan.
Kemiskinan, persoalan dalam keluarga atau hubungan keluarga yang buruk dan
pengaruh lingkungan sebaya yang secara bersamaan dapat memberi tekanan yang begitu
besar pada anak sehingga meninggalkan rumah dan melarikan diri ke jalan untuk mencari
kebebasan, perlindungan dan dukungan dari jalanan dan dari rekan- rekan senasibnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian
Pada Masyarakat Universitas Semarang pada tahun 2008, didapatkan hasil bahwa
banyak faktor melatarbelakangi seorang anak menjadi anak jalanan antara lain kemiskinan
(83,33%), keretakan keluarga (1,96%), orang tua tidak paham dan tidak memenuhi
kebutuhan sosial anak (0,98%), dan lainnya adalah keinginan sendiri, sering dipukul orang
tua, dan ingin bebas (13,7%). Kemiskinan tetap merupakan salah satu faktor utama yang
melatarbelakangi seorang anak menajdi anak jalanan. Akibatnya pendidikan pada anak
jalanan pun menjadi terabaikan. Di Semarang kurang lebih 60,79% tidak bersekolah dan
hanya 39,21% saja yang mengenyam pendidikan baik pendidikan TK, SD, SMP, ataupun
SMA. Sehingga akses untuk memperoleh informasi untuk menambah pengetahuan pada
anak jalanan pun menjadi terbatas.

B. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sebuah kegiatan berulang yang harus dilakukan seseorang terutama
untuk menunjang kehidupannya. Pekerjaan akan berkorelasi dengan keadaan sosial
ekonomi seseorang. Sehingga dapat memperbanyak kesempatan untuk mendapatkan
pengetahuan. Dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, maka kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan terhadap informasi dan pengetahuan akan semakin baik. Tentu saja
pekerjaan juga sangat mempengaruhi seseorang dalam memperoleh pengetahuan.

53
C. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Contoh Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian yang telah dilakukan pada kelompok Paguyuban Angklung Kriddotomo jl.
Tentara rakyat mataram Jelagran Kulon RW 1 adalah riwayat wilayah tidak didapatkan
karena pengamen adalah penduduk baru. Tidak diketahui ada tidaknya pemekaran
wilayah. Usia anggota paguyuban paling tua 35 tahun. Usia rata- rata anggota
paguyuban 20- 25 tahun. Dengan jenis kelamin anggota paguyuban laki- laki, dan
anggota paguyuban 6 orang. Tingkat pendidikan rata- rata SMP dan SMA. Status
pekerjaan sebagai kewirausahaan atau buruh. Penghasilan yang didapatkan Rp
80.000,00 dengan rincian Rp 20.000,00 untuk menyewa alat dan sisanya untuk
kehidupan sehari- hari. Masalah kesehatan yang sering dialami oleh anggota paguyuban
yaitu pusing dan sesak nafas. Tidak ada data kematian selama 2 tahun. Budaya yang
dianut adalah budaya jawa.

2. Diagnosa Keperawatan
No Masalah Etiologi Tanda & Gejala
1. Defisit pengetahuan tentang Kurangnya Alat - Wawan mengatakan
masalah- masalah gangguan Pelindung Diri batuk, pusing,
pernafasan pada anak jalanan ketika mengamen merupakan hal biasa
paguyuban Angklung di jalan sehingga yang dialami mereka.
Kriddotomo di jl. Tentara rakyat sering terpapar
mataram Jelagran Kulon RW 1 debu
Dx : defisit pengetahuan tetang masalah gangguan pernafasan pada anak jalanan
paguyuban Angklung Kriddotomo di Jl. Tentara rakyat mataram jelagran kulon
RW 1 b/d kurangnya Alat pelindung Diri ketika mengamen di jalan sehingga sering
terpapar debu d/d wawan mengatakan batuk, pusing merupakan hal biasa.
2. Resiko peningkatan angka korban Minimnya - Mas iwan mengatakan
cidera akibat kecelakaan pada penggunaan alat anggota peguyuban
anak jalanan di paguyuban pelindung diri pada sering terserempet
angklung kridotomo anak jalanan di mobil kendaraan lain
paguyuban ketika mengamen
angklung - Mas iwan mengatakan
kridotomo bahwa anggota

54
paguyunam tidak
pernah menggunakan
alat pelindung diri
walaupun ada kejadian
terserempet.
- Wilayah paguyuban
terletak di bawah rel
kereta api dan di
dekat jalan raya yang
rawan kecelakaan.
- Dx : Resiko peningkatan angka akibat kecelakaan pada anak jalanan di
paguyuban angklung kridotomo b/d Minimnya penggunaan alat pelindung diri
pada anak jalanan di paguyuban angklung kridotomo d/d Mas iwan mengatakan
anggota peguyuban sering terserempet mobil kendaraan lain ketika mengamen,
Mas iwan mengatakan bahwa anggota paguyunam tidak pernah menggunakan
alat pelindung diri walaupun ada kejadian terserempet, Wilayah paguyuban
terletak di bawah rel kereta api dan di dekat jalan raya yantug rawan
kecelakaan.

55
3. Perencanaan
No Dx. Keperawatan Tujuan Umum Tujuan Khusus Rencana Kegiatan Evaluasi
Kriteria Evaluasi
1 defisit pengetahuan tetang Setelah dilakukan Anak-anak jalanan Pendidikan kesehatan Cakupan Setelah
masalah gangguan asuhan di jl. Tentara mulai tentang gangguan sistem pengetahuan anak dilakukan
pernafasan pada anak keperawatan memakai alat pernapasan: jalanan tentang pendidikan
jalanan paguyuban selama 1x pelindung diri 1. Pengertian gangguan gangguan sistem kesehatan
Angklung Kriddotomo di pertemuan seperti masker pernafasan pernapasan diharapkan dari
Jl. Tentara rakyat mataram diharapkan anak- 2. Penyebab gangguan mencapai 100% 20% anak-anak
jelagran kulon RW 1 b/d anak jalanan di jl. pernafasan jalanan dapat
kurangnya Alat pelindung Tentara bisa lebih 3. Pencegahan gangguan meningkat p-
Diri ketika mengamen di tahu tentang pernafasan engetahuannya
jalan sehingga sering masalah 4. Penatalaksanaan menjadi 60%.
terpapar debu d/d wawan gangguan gangguan pernafasan
mengatakan batuk, pusing pernafasan
merupakan hal biasa.

56
2 Resiko peningkatan angka Setelah dilakukan Anak-anak jalanan Pendidikan kesehatan k3 Cakupan penkes Setelah
korban cidera akibat asuhan di jl. tentara (keamanan dan kesehatan diharapkan 100% melakukan
kecelakaan pada anak keperawatan kerja): anak jalanan tidak pendidikan
jalanan paguyuban selama 1x 1. Pengertian K3 menjadi korban kesehatan
angklung kridotomo pertemuan 2. Jenis K3 akibat kecelakaan diharapkan dari
diharapkan terjadi 3. Penatalaksanaan K3 60% korban
penurunan angka cidera dapat
korban cidera menurun
akibat kecelakaan menjadi 20%.
pada anak jalanan
dijl. Tentara.

2.7 15 BENTUK KEKERASAN SEKSUAL


Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001- 2012), sedikitnya ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap
hari. Pada tahun 2012, setidaknya telah tercatat 4,336 kasus kekerasan seksual, dimana 2,920 kasus diantaranya terjadi di ranah
publik/komunitas, dengan mayoritas bentuknya adalah perkosaan dan pencabulan (1620). Sedangkan pada tahun 2013, kasus kekerasan
seksual bertambah menjadi 5.629 kasus. Ini artinya dalam 3 jam setidaknya ada 2 perempuan mengalami kekerasan seksual. Usia korban
yang ditemukan antara 13-18 tahun dan 25-40 tahun. Kekerasan Seksual menjadi lebih sulit untuk diungkap dan ditangani dibanding
kekerasan terhadap perempuan lainnya karena sering dikaitkan dengan konsep moralitas masyarakat. Perempuan dianggap sebagai simbol
kesucian dan kehormatan, karenanya ia kemudian dipandang menjadi aib ketika mengalami kekerasan seksual, misalnya perkosaan. Korban
juga sering disalahkan sebagai penyebab terjadinya kekerasan seksual. Ini membuat perempuan korban seringkali bungkam.

57
15 Bentuk Kekerasan Seksual*
Sudahkah kau tahu berbagai jenis kekerasan seksual? Ada 15 jenis kekerasan
seksual yang ditemukan Komnas Perempuan dari hasil pemantauannya selama 15
tahun (1998– 2013), yaitu:
1. Perkosaan;
2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan;
3. Pelecehan Seksual;
4. Eksploitasi Seksual;
5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual;
6. Prostitusi Paksa;
7. Perbudakan Seksual;
8. Pemaksaan perkawinan, termasukcerai gantung;
9. Pemaksaan Kehamilan;
10. Pemaksaan Aborsi;
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi;
12. Penyiksaan Seksual;
13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual;
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi
perempuan;
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan
agama.
Kelima belas bentuk kekerasan seksual ini bukanlah daftar final, karena
ada kemungkinan sejumlah bentuk kekerasan seksual yang belum kita kenali akibat
keterbatasan informasi mengenainya.
* semua rumusan definisi kelima belas bentuk kekerasan seksual ini dirangkum dari
berbagai sumber

1) Pemerkosaan
Merupakan Serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan
memakai penis ke arah vagina, anus atau mulut korban. Bisa juga
menggunakan jari tangan atau benda-benda lainnya. Serangan dilakukan
dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan, tekanan psikologis,

58
penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari
lingkungan yang penuh paksaan. Pencabulan adalah istilah lain dari perkosaan
yang dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Istilah ini digunakan ketika
perkosaan dilakukan di luar pemaksaan penetrasi penis ke vagina dan ketika
terjadi hubungan seksual pada orang yang belum mampu memberikan
persetujuan secara utuh, misalnya terhadap anak atau seseorang di bawah 18
tahun.

2) Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan


Tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut
atau penderitaan psikis pada perempuan korban. Intimidasi seksual bisa
disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email,
dan lain-lain. Ancaman atau percobaan perkosaan juga bagian dari intimidasi
seksual.

3) Pelecehan Seksual
Tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan
sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Ia termasuk menggunakan
siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi
pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh,
gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak
nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai
menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.

4) Eksploitasi Seksual
Tindakan penyalahgunaan kekuasan yang timpang,atau penyalahgunaan
kepercayaan, untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh
keuntungan dalam bentuk uang, sosial, politik dan lainnya. Praktik eksploitasi
seksual yang kerap ditemui adalah menggunakan kemiskinan perempuan
sehingga ia masuk dalam prostitusi atau pornografi. Praktik lainnya adalah
tindakan mengimingimingi perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari
perempuan, lalu ditelantarkankan. Situasi ini kerap disebut juga sebagai kasus

59
“ingkar janji”. Imingiming ini menggunakan cara pikir dalam masyarakat, yang
mengaitkan posisi perempuan dengan status perkawinannya. Perempuan
menjadi merasa tak memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti kehendak
pelaku, agar ia dinikahi.

5) Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual


Tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim,
memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atas posisi rentan, penjeratan utang atau pemberian
bayaran atau manfaat terhadap korban secara langsung maupun orang lain yang
menguasainya, untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.
Perdagangan perempuan dapat terjadi di dalam negara maupun antar negara.

6) Prostitusi Paksa
Situasi dimana perempuan mengalami tipu daya, ancaman maupun
kekerasan untuk menjadi pekerja seks. Keadaan ini dapat terjadi pada masa
rekrutmen maupun untuk membuat perempuan tersebut tidak berdaya untuk
melepaskan dirinya dari prostitusi, misalnya dengan penyekapan, penjeratan
utang, atau ancaman kekerasan. Prostitusi paksa memiliki beberapa kemiripan,
namun tidak selalu sama dengan perbudakan seksual atau dengan perdagangan
orang untuk tujuan seksual.

7) Perbudakan Seksual
Situasi dimana pelaku merasa menjadi “pemilik” atas tubuh korban
sehingga berhak untuk melakukan apapun termasuk memperoleh kepuasan
seksual melalui pemerkosaan atau bentuk lain kekerasan seksual. Perbudakan ini
mencakup situasi dimana perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa menikah,
melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan
seksual dengan penyekapnya.

8) Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung

60
Pemaksaan perkawinan dimasukkan sebagai jenis kekerasan seksual
karena pemaksaan hubungan seksual menjadi bagian tidak terpisahkan dari
perkawinan yang tidak diinginkan oleh perempuan tersebut. Ada beberapa
praktik di mana perempuan terikat perkawinan di luar kehendaknya sendiri.
Pertama, ketika perempuan merasa tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti
kehendak orang tuanya agar dia menikah, sekalipun bukan dengan orang yang
dia inginkan atau bahkan dengan orang yang tidak dia kenali. Situasi ini kerap
disebut kawin paksa. Kedua, praktik memaksa korban perkosaan menikahi
pelaku. Pernikahan itu dianggap mengurangi aib akibat perkosaan yang terjadi.
Ketiga, praktik cerai gantung yaitu ketika perempuan dipaksa untuk terus berada
dalam ikatan perkawinan padahal ia ingin bercerai. Namun, gugatan cerainya
ditolak atau tidak diproses dengan berbagai alasan baik dari pihak suami maupun
otoritas lainnya. Keempat, praktik “Kawin Cina Buta”, yaitu memaksakan
perempuan untuk menikah dengan orang lain untuk satu malamdengan tujuan
rujuk dengan mantan suaminya setelah talak tiga (cerai untuk ketiga kalinya
dalam hukum Islam). Praktik ini dilarang oleh ajaran agama, namun masih
ditemukan di berbagai daerah.enikahi pelaku. Pernikahan itu dianggap

9) Pemaksaan Kehamilan
Situasi ketika perempuan dipaksa, dengan kekerasan maupun ancaman
kekerasan, untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehendaki. Kondisi ini
misalnya dialami oleh perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan
lain kecuali melanjutkan kehamilannya. Juga, ketika suami menghalangi istrinya
untuk menggunakan kontrasepsi sehingga perempuan itu tidak dapat mengatur
jarak kehamilannya. Pemaksaan kehamilan ini berbeda dimensi dengan
kehamilan paksa dalam konteks kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Statuta
Roma, yaitu situasi pembatasan secara melawan hukum terhadap seorang
perempuan untuk hamil secara paksa, dengan maksud untuk membuat komposisi
etnis dari suatu populasi atau untuk melakukan pelanggaran hukum internasional
lainnya.

10) Pemaksaan Aborsi

61
Pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman,
maupun paksaan dari pihak lain.
11) Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
Disebut pemaksaan ketika pemasangan alat kontrasepsi dan/atau pelaksanaan
sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari perempuan karena ia tidak mendapat
informasi yang lengkap ataupun dianggap tidak cakap hukum untuk dapat
memberikan persetujuan. Pada masa Orde Baru, tindakan ini dilakukan untuk
menekan laju pertumbuhan penduduk, sebagai salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Sekarang, kasus pemaksaan pemaksaan kontrasepsi/ sterilisasi
biasa terjadi pada perempuan dengan HIV/AIDS dengan alasan mencegah
kelahiran anak dengan HIV/AIDS. Pemaksaan ini juga dialami perempuan
penyandang disabilitas, utamanya tuna grahita, yang dianggap tidak mampu
membuat keputusan bagi dirinya sendiri, rentan perkosaan, dan karenanya
mengurangi beban keluarga untuk mengurus kehamilannya.
12) Penyiksaan
Seksual Tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan, yang
dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan
hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual. Ini dilakukan untuk memperoleh
pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang ketiga, atau untuk
menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah dilakukan
olehnya ataupun oleh orang ketiga. Penyiksaan seksual juga bisa dilakukan
untuk mengancam atau memaksanya, atau orang ketiga, berdasarkan pada
diskriminasi atas alasan apapun. Termasuk bentuk ini apabila rasa sakit dan
penderitaan tersebut ditimbulkan oleh hasutan, persetujuan, atau sepengetahuan
pejabat public atau aparat penegak hukum.

13) Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual


Cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan,
atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan.
Ia termasuk hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang mempermalukan atau
untuk merendahkan martabat manusia karena dituduh melanggar norma-norma
kesusilaan.

62
14) Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi
perempuan
Kebiasaan masyarakat, kadang ditopang dengan alasan agama dan/atau
budaya, yang bernuansa seksual dan dapat menimbulkan cidera secara fisik,
psikologis maupun seksual pada perempuan. Kebiasaan ini dapat pula dilakukan
untuk mengontrol seksualitas perempuan dalam perspektif yang merendahkan
perempuan. Sunat perempuan adalah salah satu contohnya.
15) Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas
dan agama
Cara pikir di dalam masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai
simbol moralitas komunitas, membedakan antara “perempuan baik-baik” dan
perempuan “nakal”, dan menghakimi perempuan sebagai pemicu kekerasan
seksual menjadi landasan upaya mengontrol seksual (dan seksualitas) perempuan.
Kontrol seksual mencakup berbagai tindak kekerasan maupun ancaman kekerasan
secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengancam atau memaksakan
perempuan untuk menginternalisasi simbolsimbol tertentu yang dianggap pantas
bagi “perempuan baik-baik’.
Pemaksaan busana menjadi salah satu bentuk kontrol seksual yang
paling sering ditemui. Kontrol seksual juga dilakukan lewat aturan yang memuat
kewajiban busana, jam malam, larangan berada di tempat tertentu pada jam
tertentu, larangan berada di satu tempat bersama lawan jenis tanpa ikatan kerabat
atau perkawinan, serta aturan tentang pornografi yang melandaskan diri lebih pada
persoalan moralitas daripada kekerasan seksual. Aturan yang diskriminatif ini ada
di tingkat nasional maupun daerah dan dikokohkan dengan alasan moralitas dan
agama. Pelanggar aturan ini dikenai hukuman dalam bentuk peringatan, denda,
penjara maupun hukuman badan lainnya.

Kenali Landasan Hukum, dan Jaminan Perlindunganmu dari TIndak


Kekerasan Seksual
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 285, 286 287, 290, 291
UU No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

63
Dalam Rumah Tangga (PKDRT) Pasal 8(b), 47, 48 UU No 21 tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang pasal 1 (3,7) UU No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pasal 1(15), 17(2), 59 dan 66 (1,2), 69, 78 dan 88

NASIONAL
Statuta Roma Pasal 7 ayat 2 (g), Pasal 69 ayat 1&2, Pasal 68
Resolusi PBB 1820 tentang Kekerasan Seksual dalam Konflik Bersenjata
Deklarasi penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan (ICPD) pada bulan
Desember 1993
Deklarasi Wina Tahun 1993

Hak Konstitusional yang dirampas


Perkosaan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia seperti
tertuang dalam konstitusi kita, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Secara khusus perkosaan merampas hak perempuan sebagai warga
negara atas jaminan perlindungan dan rasa aman yang telah dijamin di dalam
konstitusi pada Pasal 28G(1). Karena lahir dari ketimpangan relasi kuasa antara
laki-laki dan perempuan, pembiaran terhadap terus berlanjutnya perkosaan
terhadap perempuan merampas hak perempuan sebagai warga negara untuk bebas
dari perlakuan diskriminatif dan untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan
diskriminatif itu (Pasal 28I(2)). Akibat dari perkosaan itu, perempuan korban
dapat kehilangan hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin (Pasal 28H(1)), hak
untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat
manusia (Pasal 28G(2)), dan bahkan mungkin kehilangan haknya untuk hidup
(Pasal 28A). Banyak pula perempuan korban yang kehilangan haknya atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 27(1) dan Pasal 28D(1)) karena
tidak dapat mengakses proses hukum yang berkeadilan.

64
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia 2013, men-jelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah: “Anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik,
mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara
signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya”.
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual
yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang
dinilai melanggar menurut moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo,
1997).
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas
tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan,
tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman
terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).
Traffcking merupakan pengiriman, penampungan, penerimaan
seseorang dengan ancaman, pemaksaan,penculikan dan kebohongan dengan
cara mengeksploitasi untuk memperoleh persetujuan menggunakan orang yang
berkuasa yang meliputi adopsi, pemekerjaan, motif eksploitasi seks dan
transplantasi organ.
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau
saksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
Anak jalanan adalah anak yang berusia 5- 18 tahun baik laki- laki
maupun perempuan yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di
jalanan kawasan urban, memiliki komunikasi yang minimal atau sama sekali

65
tidak pernah berkomunikasi dengan keluarga dan kurang pengawasan,
perlindungan, dan bimbingan sehingga rawan terkena gangguan kesehatan dan
psikologi.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk penulisan makalah di masa yang akan datang. Semoga makalah ini
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, ataupun
seluruhnya, dan meningkatkan rasa cinta dan syukur kita kepada Allah SWT
dan Rasulullah SAW. Amiin ya Rabbal ‘alamin.

66
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/363820786/ASKEP-KDRT-docx
https://www.perawatkitasatu.com/2017/10/harga-diri-rendah-situasional-nanda-
nic.html
https://www.perawatkitasatu.com/2017/09/ansietas-nanda-nic-noc.html
https://www.scribd.com/doc/314264739/Asuhan-Keperawatan-Kekerasan-Dalam-
Rumah-Tangga

67

Anda mungkin juga menyukai