Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH PADA ANAK KEBUTUHAN KHUSUS, KORBAN

PEMERKOSAAN, KORBAN KDRT

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing : Ns,Faisal Amir S.Kep, M.si

Disusun Oleh:
Aulatin Nisa (211420100)
Harmoko (21142010122)
Jamilatul Umamah (21142010104)
Ummi Humaira (21142010123)
Wahyudi (21142010113)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN STIKES


NGUDIA HUSADA MADURA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

‫بِ ْس َم هللاِ الرحْ َم ِن الر ِحي ِْم‬


Puji syukur penulis  panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah Pada Anak Kebutuhan Khusus,
korban pemerkosaan, korban KDRT” tepat pada waktunya.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain adalah untuk
memenuhi salah satu dari sekian kewajiban pada mata kuliah “Keperawatan
JiwaI” serta merupakan bentuk tanggung jawab langsung penulis pada tugas yang
diberikan. Makalah ini akan membahas tentang askep Pada Anak Kebutuhan
Khusus, korban pemerkosaan, korban KDRT.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun
sadar bawasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan dari para pembaca
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan
penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, ataupun
seluruhnya. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
Wassalalam,

Bangkalan, Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2

1.3 Tujuan.........................................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

2.1 KONSEP ANAK KEBUTUHAN KHUSUS............................................3

2.2 ASKEP KORBAN PEMERKOSAAN...................................................19

2.3 ASKEP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


(KDRT)......................................................................................................24

BAB III..................................................................................................................43

PENUTUP.............................................................................................................43

3.1 Simpulan...................................................................................................43

3.2 Saran..........................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................45

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan
kehadirannya, namun tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan
kesempurnaan. Terdapat beberapa anak yang istimewa, berbedadari yang lain
yang harus mendapatkan perhatian khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah
mereka yang memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan
kekhususanya.(Fadhli, 2010).Sama halnya dengan anak yang normal, anak
yang berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan, pertumbuhan dan
perkembangan anak sangat penting bagi anak karena menentukan masa
depannya.
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual
yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang
dinilai melanggar menurut moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo,
1997)
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke
rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak
alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling
banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh
keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien setidaknya
sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
(manajemen perilaku kekerasan). Asuhan keperawatan yang diberikan di
rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan
perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku
kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien
mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK
pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi
pendekatan proses keperawatan.

1
Masalah perdagangan manusia (Human Trafficking) bukan lagi hal
yang baru, tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang
berlarut-larut, yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh
pemerintah setiap Negara, maupun oleh organisasi-organisasi internasional
yang berwenang dalam menangani masalah perdagangan manusia tersebut.
Peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia saaat ini
mengakibatkan persaingan dalam dunia kerja semakin ketat, sehingga
berdampak pada banyaknya pengangguran. Berdasarkan data dari badan pusat
statistik (2013), tingkat pengangguran setiap bulan adalah sekita 5,92% dari
jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 121,2 juta orang.
Banyaknya pengangguran tersebut menyebabkan beberapa dari mereka
menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
yang harus dipenuhi salah satunya adalah kebutuhan dasar yang dipenuhi
dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yaitu kebutuhan untuk makan.
Seseorang dengan tingkat ekonomi menengah kebawah akan mengalami
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan mereka sehari-hari. Tingkat
ekonomi menengah kebawah tersebut merupakan suatu hal yang mendasari
perbuatan seseorang untukmemenuhi dorongan social yang memerlukan
dukungan finansial sehingga berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari
( Afrinanda, 2009 ).
Anak jalanan adalah anak- anak yang menghabiskan sebagian
waktunya untuk bekerja di jalanan kawasan urban. Sedangkan menurut
Departemen Sosial RI, anak jalanan merupakan anak yang berusia di bawah
18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari dalam 6 hari dalam
seminggu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Anak Kebutuhan Khusus dan Askep Anak Kebutuhan
Khusus?
2. Bagaimana Askep Korban Pemerkosaan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Konsep Anak Kebutuhan Khusus dan Askep Anak Kebutuhan
Khusus

2
2. Mengetahui Askep Korban Pemerkosaan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP ANAK KEBUTUHAN KHUSUS


A. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan
penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010).
Anak yang memiliki gangguan kognitif juga termasuk anak yang
berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif adalah sebuah istilah umum yang
mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental (Wong, 2008).
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif,
down sindrom dan retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak
yang berkebutuhan khusus paling efektif dilakukan pada usia sebelum lima
tahun. Setelah lima tahun hasilnya berjalan lebih lambat. Pada usia 5-7
tahun perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia sebelum 5
tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus member kesempatan
pada anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia masih dapat
menguasai beberapa kemampuan seperti halnya anak normal yang lain.
(Monika & Waruwu, 2006)
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia 2013, men-jelaskan bahwa anak berkebutuhan
khusus adalah: “Anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,
baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang
berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia
dengannya”. Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa
dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs

3
children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat
(slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk
berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan
layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan
khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World
Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah
sebagai berikut:
a. Impairement : merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana individu
mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologi, fisiologi
atau fungsi struktur anatomi secara umum pada tingkat organ
tubuh. Contoh seorang yang mengalami amputasi satu kaki, maka ia
mengalami kecacatan kaki.
b. Disability : merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi
“kurang mampu” melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya
keadaan impairement,seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh,
pada orang yang cacat kaki, dia akan merasakan berkurangnya
fungsi kaki untuk mobilitas.
c. Handicaped : suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak
mampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan.
Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya
fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi
kaki, dia akan mengalami masalah mobilitas sehingga dia
memerlukan kursi roda (Purwanti, 2012).

B. Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus


Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari
tahun ke tahun terus meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling
sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus.
Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak

4
42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada
kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus.
Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di
Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak
(21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah
tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah.
Artinya, masih terdapat245.027 anak berkebutuhan khusus yang
belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun
sekolah inklusi. Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa
atau United Nations) yang memperkirakan bahwa paling sedikit 10%
anak usia sekolah menyandang kebutuhan khusus. Jumlah anak
berkebutuhan khusus pada tahun 2011 tercatat sebanyak 356.192
anak, namun yang mendapat layanan baru 86.645 anak dan hingga
tahun ini baru 105.185 anak, tahun 2012 pemerintah mentargetkan
minimal 50% anak berkebutuhan khusus sudah terakomodir.

C. Etiologi Anak Berkebutuhan Khusus


Menurut Irwanto, Kasim, dan Rahmi (2010), secara garis besar
faktor penyebab anak berkebutuhan khusus jika dilihat dari masa
terjadinya dapat dikelompokkan dalam 3 macam, yaitu :
a. Pra kelahiran (sebelum lahir), yaitu masa anak masih berada dalam
kandungan telah diketahui mengalami kelainan dan ketunaan. Kelainan
yang terjadi pada masa prenatal, berdasarkan periodisasinya dapat
terjadi pada periode embrio, periode janin muda, dan periode aktini
(sebuah protein yang penting dalam mempertahankan bentuk sel dan
bertindak bersama-sama dengan mioin untuk menghasilkan gerakan sel)
(Arkandha, 2006). Antara lain: Gangguan Genetika (Kelainan
Kromosom, Transformasi); Infeksi Kehamilan; Usia Ibu Hamil (high
risk group); Keracunan Saat Hamil; Pengguguran; dan Lahir Prematur.
b. Selama proses kelahiran, yang dimaksud disini adalah anak
mengalami kelainan pada saat proses melahirkan. Ada beberapa

5
sebab kelainan saat anak dilahirkan, antara lain anak lahir sebelum
waktunya, lahir dengan bantuan alat, posisi bayi tidak normal,
analgesik (penghilang nyeri) dan anesthesia (keadaan narkosis),
kelainan ganda atau karena kesehatan bayi yang kurang baik.
Proses kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen;
Kelahiran dengan alat bantu (Vacum); Kehamilan terlalu lama: > 40
minggu.
c. Setelah proses kelahiran yaitu masa dimana kelainan itu terjadi setelah
bayi dilahirkan, atau saat anak dalam masa perkembangan. Ada
beberapa sebab kelainan setelah anak dilahirkan antara lain
infeksbakteri (TBC/ virus); Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi);
kecelakaan; dan keracunan. Berdasarkan faktor tersebut di atas,
sebagian besar (70,21 persen) anak berkebutuhan khusus disebabkan
oleh bawaan lahir, kemudian karena penyakit (15,70 persen) dan
kecelakaan/bencana alam sebesar 10,88 persen. Pola yang sama terjadi
baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan.
D. Deteksi Dini Anak Berkebutuhan Khusus
Deteksi awal anak berkebutuhan khusus dibutuhkan agar
penanganan dapat dilakukan sedini mungkin. Berikut adalah beberapa
langkah deteksi yang dapat dilakukan:
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui atau
menemukan status gizi kurang atau gizi buruk pada anak.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui
gangguan perkembangan anak (keterlambatan bicara dan berjalan),
gangguan daya lihat, dan gangguan daya dengar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional yaitu untuk mengetahui
adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan
perhatian serta hiperaktivitas.

E. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Klasifikasi gangguan anak berkebutuhan khusus menurut Davidson,
Neale dan Kring (2006) terdiri dari gangguan pemusatan perhatian atau

6
hiperaktivitas, gangguan tingkah laku, disabilitas belajar, retardasi mental,
dan gangguan autistik. Sedangkan Syamsul (2010) mengklasifikasikan anak
berkebutuhan khusus apabila termasuk kedalam salah satu atau lebih dari
kategori berikut ini.
a. Kelainan sensori, seperti cacat penglihatan atau pendengaran
b. Deviasi mental, termasuk gifted dan retardasi mental
c. Kelainan komunikasi, termasuk problem bahasa dan dan ucapan
d. Ketidak mampuan belajar, termasuk masalah belajar yang serius karena
kelainan fisik
e. Perilaku menyimpang, termasuk gangguan emosional
f. Cacat fisik dan kesehatan, termasuk kerusakan neurologis, ortopedis,
dan penyakit lainnya seperti leukimia dan gangguan perkembangan.
Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education Act
Amandementsyang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun
2004: secara umum klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus adalah:
1) Anak dengan Gangguan Fisik
a) Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi
(blind/low vision).
b) Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi
secara verbal.
c) Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang
menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).
2) Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
a) Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-
norma yang berlaku.
b) Tunawicara, yaitu anak yang mengalami kelainan suara, artikulasi
(pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi
penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa.
c) Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah
laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan

7
gejala utama tidak mampu mengendalikan gerakan dan
memusatkan perhatian.
3) Anak dengan Gangguan Intelektual
a) Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan
dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh
dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik, komunikasi maupun sosial.
b) Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki
potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk
tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).
c) Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama
dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau
matematika.
d) Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan
dan kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi
kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap
tugas (task commitment) diatas anak-anak seusianya (anak normal),
sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata,
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
e) Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan
oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang
mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan
perilaku. Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai
kelebihan khusus yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.

F. ASKEP ANAK DENGAN DOWN SYNDROME


1. Konsep Dasar Down Syndrome
A. Definisi
Kelainan bawaan sejak yang terjadi pada 1 diantara 800-900
bayi. ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang

8
sedang sampai berat. Tetapi hamper semua anak yang menderita
kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.
Merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling
banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan
dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Syndrom down
merupakan cacat bawaan yang disebabkanoleh adanya kelebihan
kromosom x. Syndromini juga Trisomy 21, karena 3 dari 21
kromosom menggantikan yang normal. 95 % kasus syndrom down
disebabkan oleh kelebihan kromosom.
B. Etiologi
Penyebab dari Syndrom Down adalah adanya kelainan
kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan
kemungkinan-kemungkinan :
1. Non Disjunction sewaktu osteognesis (Trisomi)
2. Translokasi kromosom 21 dan 15
3. Prostzygotic non disjunction (mosaicism)
Faktor-faktor yang berperan dalm terjadinya kelainan kromosom
(Kejadian Non Disjunction) adalah :
1) Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan
adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga
terdapat anak dengan syndrome.
2) Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang
melahirkan anak dengan syndrome down pernah mengalami
radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.
3) Infeksi dan Kelainan Kehamilan
4) Autoimun dan Kelainan Endokrin pada Ibu
Terutama autoimun tiroid atau atau penyakit yang dikaitkan
dengan tiroid.
5) Umur Ibu

9
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan
terdapatperubahanhormonal yang dapat menyebabkan “non
disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentransi
estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormone dan
peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan
selama menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga
berpengaruh
6) Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik,
organisasi nucleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.

C. Manifestasi Klinis
Berat badan waktu lahirdari bayi dengan syndrome down umumnya
kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1. Sutura sagitalis yang terpisah
2. Fisura palpebralis yang miring
3. Jarak yang lebar antara kaki
4. Fontanela palsu
5. “plantar crease”
6. Hyperfleksibilitas
7. Peningkatan jaringan sekitar leher
8. Bentuk palatum yang abnormal
9. Hidung hipoplastik
10. Kelainan otot dan hipotonia
11. Bercak brushfield pada mata
12. Mulut terbuka dan lidah terjulur
13. Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada
sudut mata sebelah dalam
14. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan

10
15. Jarak pupil yang lebar
16. Oksiput yang datar
17. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
18. Bentuk / struktur telinga yang abnormal
19. Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
20. Mata sipit

D. Patofisiologi
Factor penyebab: Abnormalitas
kromosom
genetic, umur, radiasi, infeksi, toksik (kelebihan kromosom
x)

non
Non disjungtional translokasi Post zigotik kromosom21&1
5 disjungtional

Pembentukan organ yang kurang sempurna

Peningkatan Penyakit Keterlambatan


konsentrasi jantung pertumbuhan dan
terhadap kongenital perkembangan
infeksi

Defisiensi
Pertumbuhan
pengetahuan
Resiko palatum abnormal
infeksi

11
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
E. Diagnosa Yang Lazim Muncul
tubuh
1. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
2. Resiko infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan pemberian makanankarena lidah yang menjulur dan
palatum yang tinggi
4. Defisiensi pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrome down
F. Pencegahan
1. Konseling genetic maupun amniosentesis pada kehamilan
yangdicurigaiakan sangat membantu mengurangi angka kejadian
syndrome down
2. Dengan biologi molekuler, misalnya dengan “gene targeting” atau yang
dikenal sebagai “homologous recombination” sebuah gen yang dapat di
nonaktifkan
3. Pencegahan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagiibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan,
ibu hamil pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau hamil
diatas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan
janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom
down lebih tinggi
4. Fisioterapi pada down sindrom adalahmembantuanak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate
ways). (NIC-NOC, 2013)

G. Asuhan Keperawatan Down Syndrom


a. Pengkajian
A. Identitas
a) Nama

12
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk
interpretasi tingkat perkembangan anak yang sudah sesuai dengan
umur, jenis kelamin.
b) Nama orang tua
c) Alamat
d) Umur
e) Pendidikan
f) Agama
g) Pekerjaan

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu
klien yang melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya
yangterlambat tidak sesuai dengan kelompok seusianya.
C. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili,
polio,pertusis, vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik secara enteral
maupun parenteral.
D. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta
upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali,
perawatan antenatal, kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan
dan obat yang pernah diminum serta kebiasaan selama hamil.
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang
menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi
forcep, sectiosesaria, dan gamelli), presentasi kepala, dan
komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan
morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup,
kurang, lebih)bulan.

13
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan
dengan gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan,
warna kulit,pola eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal
perlu dikaji adanya asfiksia, trauma, dan infeksi.
E. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada
terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar,
motorik halus, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
F. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman,
rumah tangga yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi
dan adat istiadat berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal
eksternalyang dapat memengaruhi perkembangan intelektual dan
pengetahuan serta keterampilan anak. Di samping itu juga
berhubungan dengan persediaan dan bahan pangan, sandang, dan
papan.
G. Pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada
umur anak tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran,
dan frekuensi pemberian serta makanan tambahan yang diberikan.
Adakah makanan yang disukai, alergi atau masalah makanan yang
lainnya.
b) Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu
di kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta
bau). Bagaimana tingkat toilet training sesuai dengan
tingkatperkembangan anak.
c) Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada
usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
d) Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan
tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.

14
e) Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri anak, apakah
sudah mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain
atau orang tua.

H. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien saat dikaji, kesan kesadaran, tanda-tanda
vital (perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan
perfusi jaringan). Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa
sampai anak usia 2 tahun dengan pengukuran diameter oksipito-
frontalis terbesar.
2) Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung sampai anak usia
18 bulan.
3) Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah
anemis, penurunan penglihatan (visus).
4) Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
5) Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran,
hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi
(kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan gangguan fungsi).
Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang dapat
mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
6) Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
7) Thorak, bentuk simetris, gerakan
8) Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan
(ronkhi ,wheezing).
9) Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
10) Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia
minor pada perempuan.
11) Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang,
sensibilitas, tonus, dan motorik.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak down sindrom meliputi:

15
1) Radiologi
2) Pemeriksaan EEG
3) Pemeriksaan CT scan
4) Thoraks AP/PA
5) Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED,
serum protein,IgG, IgM.
6) Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi
medis
7) Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan
infeksi penyerta.

J. Intervensi
1. Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya,
keluarga dan anak mampu menggunakan koping terhadap
tantangan karena adanya ketidakmampuan, keluarga mampu
mendapatsumber sumber sarana komunitas, status nutrisi seimbang,
berat badan normal.
Rencana:
1) Peningkatan perkembangan anak dan remaja
a) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
b) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk
memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.
c) Berikan instruksiberulang dan sederhana
d) Berikan reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
e) Doronganak melakukan perawatan sendiri
f) Manajemen perilakuanak yang sulit
g) Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
h) Ciptakan lingkungan yang aman

2) Manajemen nutrisi
a) Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
b) Tentukan makanan yang disukai anak

16
c) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan

Nutrition theraphy
a) Menyelesaikan penilaian gizi
b) memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan gizi
sehari-hari
c) kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
d) pilih suplemen yang sesuai
e) dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang

2. Tujuan: klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses
penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya, menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi,
jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukan perilaku hidup sehat
Rencana: Infection control
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b) Pertahankan teknik isolasi
c) Batasi pengunjung bila perlu
d) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
meninggalkan pasien
e) Gunakan sabun untuk cuci tangan
f) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g) Pertahankan lingkungan aseptic
h) Tingkatkan intake nutrisi
i) Dorong masukan cairan
j) Dorong istirahat

3. Tujuan: adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tinggi badan ,


mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
Rencana:
Nutrition managemen

17
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin-c
d) Berikan substansi gula
e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
f) Berikan makanan yang terpilih
g) Ajarkan pasien membuatcatatan makanan
h) Beri informasi tentang kebutuhan nutrisi
i) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan
j) Monitoring BB dan intake makanan.

4. Tujuan: Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,


kondisi, prognosis dan program pengobatan, pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Rencana :
a) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
c) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyaki, dengan
cara yang tepat
d) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
f) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
g) Hindari jaminan yang kosong
h) Sediakanbagikeluarga atau SO informasi tantang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
i) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan dating dan atau proses
pengontrolan penyakit

18
j) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
k) Dukung pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau diindikasikan
l) Rujuk pasien pada grup atau agensidi komunitas local, dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
m) Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan cara
yang tepat
n) Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberik perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.

K. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan
keadaan pasien.
L. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil

2.2 ASKEP KORBAN PEMERKOSAAN


A. Defenisi
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti
mencari, mamaksa, merampas atau membawa pergi (Haryanto, 1997).
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual
yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara
yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam
prasetyo, 1997)
Menurut Muladi pengertian tindak pidana perkosaan pada Pasal 423
RKUHP tidak hanya berkaitan dengan perkosaan dengan kekerasan
(violence rape), tetapi juga mencakup persetubuhan yang bertentangan
dengan kehendak perempuan; tanpa persetujuan; karena penipuan; atau
karena hukum (statutory rape) wanita masih dibawah umur 14 tahun; atau
karena pinsan atau tidak berdaya; demikian pula apabila kondisi tersebut
dilakukan dengan “oral” atau “anal”, atau dengan menggunakan “benda

19
yang bukan anggota tubuhnya (artificial organ)” (Mulyadi, RKUHP. 2004:
75).

B. Penyebab Terjadinya Pemerkosaan


1. Kemarahan
2. Mencari kepuasan seksual
3. Prilaku wanita-wanita yang menggoda
4. Gambar atau film porno

C. Resiko Psikis dan Kesehatan Reproduksi


a. Korban perkosaan biasanya mengalami trauma
b. Rasa takut yang berkepanjangan
c. Tidak mampu kembali berinteraksi secara sosial dengan masyarakat
secara normal
d. Tak jarang dikucilkan dan buang oleh lingkungannya karena dianggap
membawa aib
e. Resiko tinggi menjadi tidak mampu melakukan aktivitas seksual secara
normal pada kehidupannya dimasa datang

D. Bentuk-bentuk Perkosaan yang Diakui dan Dikenal


Perkosaan merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana seksual,
jika ditinjau dari bentuk pemerkosaan dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Perkosaan oleh orang tak dikenal (stranger rape)
b. Perkosaan orang teman kencan atau pacar (date rape)
c. Perkosaan oleh orang yang dikenal (acquaintance rape)
d. Perkosaan oleh pasangan perkawinan (marital rape)
e. Pelecehan seksual (sexual harassment)
f. Perkosaan oleh atasan di tempat kerja (office rape)
g. Perkosaan dalam perkawinan atau hubungan seksual sedarah (incest).
(Sumber : Jurnal Perempuan Edisi 50, Mei 2007).

E. Fase Reaksi Psikolog Terhadap Perkosaan

20
1. Fase disorganisasi akut
Fase yang di manifestasikan dalam 2 cara :
a. Keadaan terekspresi yaitu syok, tidak percaya, takut, rasa
memalukan, marah dan bentuk emosi yang lainnya.
b. Keadaan terkontrol, dimana perasaan tertutup atau tersembunyi dan
korban tampak tenang
2. Fase menyangkal dan tanpa keinginan untuk bicara tentang kejadian,
diikuti tahap cemas yang meningkat, takut mengingat kembali,
gangguan tidur, terlalu waspada dan reaksi psikosomatik.
3. Fase Reorganisasi
Dimana kejadian ditempatkan pada perspektif, beberapa korban tidak
benar-benar pulih dan mengembangkan gangguan stress kronik.

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah memberikan dukungan simpatis,
untuk menurunkan trauma, emosional pasien dan mengumpulkan bukti
yang ada untuk kemungkinan tindakan legal.
1. Hormati privacy dan sensitifitas pasien, bersikap baik dan memberikan
dukungan.
2. Yakinkan pasien bahwa cemas adalah sesuatu yang dialami.
3. Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasa.
4. Jangan tinggalkan pasien sendiri
B. ASKEP KORBAN PEMERKOSAAN
1. Identitas Klien
Terdiri dari nama, alamat, umur, pekerjaan, status perkawinan, agama,
tanggal masuk, diagnosa, tanggal didata, dll
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan keluarga
c. Riwayat kesehatan dahulu
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Bagaimana kepala dan rambut

21
b. Mata : Bagaimana keadaan palpebra, conjungtiva, sklera, pupil,
c. Mulut : Tonsil, keadaan lidah dan gigi geligi
d. Leher : Apakah mengalami pembesaran kelenjer tyroid
e. Dada : Jenis pernafasan
f. Abdomen : Apakah simetris, oedema, lesi, dan bunyi bising usus
g. Genitalia : Bagaimana alat genitalianya
h. Ekstremitas: Kegiatan dan aktivitas
4. Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d perkosaan (luka bekas perkosaan).
2. Ansietas b.d status sosial, krisis situasi.
3. Harga diri rendah b.d krisis situasional, isolasi sosial
5. Intervensi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d perkosaan (luka bekas perkosaan).
NOC: Kontrol Nyeri dan NIC: Manajemen Nyeri
Tujuan  Rasa nyaman terpenuhi
KH  Nyeri hilang, klien tampak rileks
Intervensi:
a. Kaji tipe atau lokasi nyeri.
R/Berguna dalam memberi pengobatan ketidaknyamanan
b. Dorong dengan menggunakan teknik manajemen stress, contoh
nafas dalam
R/Meningkatkan relaksasi, menfokuskan kembali perhatian klien
c. Atur posisi klien kearah yang nyaman
R/Mengurangi rasa sakit an meningkatkan relaksasi klien
d. Memberikan obat sesuai indikasi, contoh analgesik
R/Mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan rasa nyeri
2) Ansietas b.d status sosial, krisis situasi.
NOC:  Anxiety self-control dan NIC: Anxiety Reduction (penurunan
kecemasan)
Tujuan  Cemas teratasi
KH  Klien tidak cemas lagi
Intervensi :

22
a) Berikan pasien atau orang terdekat
R/Memberikan informasi yang dapat membantu perkembangan
kerahasiaan pasien dimana hak-hak pasien terus dijaga selama
perawatan
b) Kaji tingkat cemas dan diskusikan penyebabnya bila mungkin
R/Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan
individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis
c) Kembangkan hubungan pasien-perawat
R/Hubungan yang saling mempercayai diantara pasien atau orang
terdekat akan meningkatkan perawatan
d) Rujuk pada pelayanan sosial atau lembaga lain yang sesuai untuk
bantuan
R/Sering kali pasien tidak menyadari sumber-sumber yang tersedia
3) Harga diri rendah b.d krisis situasional, isolasi sosial.
NOC: Coping, ineffective dan NIC: Self Esteem Enhancement
Tujuan  Harga diri klien teratasi
KH  Harga diri klien tidak rendah lagi
Intervensi :
e. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapannya mengenai keadaan
yang dialami
R/ Memberikan petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya
f. Anjurkan keluarga untuk memperlakukan pasien senormal
mungkin
R/ Melibatkan pasien dalam keluarga mengurangi terisolasi dari
lingkungan sosial.
g. Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai indikasi
R/ Mungkin diperlukan sebagai bantuan tambahan untuk
menyesuaikan pada perubahan gambaran diri atau kehidupan.
6. Implementasi
Tindakan yang langsung yang dilakukan pada klien baik yang
sesuai dengan yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan.
Implementasi ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

23
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
terdiri dari SOAP (Subjective, Objective, Analisa dan Planning).

2.3 ASKEP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)


A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas
tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan,
tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman
terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam
Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1
ayat 1).
Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan
fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan
atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan
verbal maupun fisik, pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan
pada seorang perempuan, apakah masih anak-anak atau sudah dewasa, yang
menyebabkan kerugian fisik atau psikologis, penghinaan atau perampasan
kebebasan dan yang melanggengkan subordinasi perempuan (Citra Dewi
Saputra, 2009).

24
Lebih jauh lagi Maggi Humm menjelaskan bahwa beberapa hal di
bawah ini dapat dikategorikan sebagai unsur atau indikasi kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga yaitu:
1. Setiap tindakan kekerasan baik secara verbal maupun fisik, baik berupa
tindakan atau perbuatan, atau ancaman pada nyawa.
2. Tindakan tersebut diarahkan kepada korban karena ia perempuan. Di sini
terlihat pengabaian dan sikap merendahkan perempuan sehingga pelaku
menganggap wajar melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
3. Tindakan kekerasan itu dapat berbentuk hinaan, perampasan kebebasan,
dll.
4. Tindakan kekerasan tersebut dapat merugikan fisik maupun psikologis
perempuan.
5. Tindakan kekerasan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah
tangga (Gunawan Wibisono, 2009).
Kekerasan dalam rumah tangga adalah pola perilaku yang penuh
penyerangan dan pemaksaan, termasuk penyerangan secara fisik, seksual, dan
psikologis, demikian pula pemaksaan secara ekonomi yang digunakan oleh
orang dewasa atau remaja terhadap pasangan intim mereka dengan tujuan
untuk mendapatkan kekuasaan dan kendali atas diri mereka (Ichamor, 2009).

B. Ruang Lingkup dan Macam-macam Kekerasan Dalam


Rumah Tangga Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang
ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
1) Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).
2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua,
menantu, ipar dan besan); dan/atau
3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tindak kekerasan istri dalam
rumah tangga dibedakan kedalam empat (4) macam yaitu kekerasan fisik,

25
kekerasan psikologis, kekerasan seksual, kekerasan emosional
(Kompas.com ,2007).
Selain itu macam-macam bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) juga tercantum dalam Undang-Undang KDRT Pasal 5.
1. Kekerasan Fisik
Menurut Pasal 6 kekerasan fisik adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Menurut Magetan,
2010 kekerasan Fisik adalah kekerasan yang pelakunya melakukan
penyerangan secara fisik atau menunjukkan perilaku agresif yang dapat
menyebabkan terjadinya memar hingga terjadinya pembunuhan. Tindakan
ini seringkali bermula dari kontak fisik yang dianggap sepele dan dapat
dimaafkan yang kemudian meningkat menjadi tindakan penyerangan yang
lebih sering dan lebih serius. Kekerasan fisik meliputi perilaku seperti
mendorong, menolak, menampar, merusak barang atau benda-benda
berharga, meninggalkan pasangan di tempat yang berbahaya, menolak
untuk memberikan bantuan saat pasangan sakit atau terluka, menyerang
dengan senjata, dan sebagainya.
Berikut ini ada beberapa pembagian dari kekerasan fisik itu sendiri:
1) Kekerasan Fisik Berat.
Kekerasan ini berupa penganiayaan berat seperti menendang,
memukul, melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan
semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
a) Cedera berat
b) Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
c) Pingsan
d) Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan
atau yang menimbulkan bahaya mati
e) Kehilangan salah satu panca indera.
f) Mendapat cacat.
g) Menderita sakit lumpuh.
h) Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
i) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan

26
j) Kematian korban.
2) Kekerasan Fisik Ringan.
Kekerasan ini berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan
lainnya yang mengakibatkan:
a) Cedera ringan
b) Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
2. Kekerasan psikologis atau emosional (Psikis)
Menurut pasal 7 kekerasan psikis adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan
psikis berat pada seseorang.
Kekerasan psikologis atau emosional meliputi semua tindakan
yang berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan pasangan,
seperti: menghina, kritik yang terus menerus, pelecehan, menyalahkan
korban atas segala sesuatunya, terlalu cemburu atau posesif,
mengucilkan dari keluarga dan teman-teman, intimidasi dan
penghinaan.
a) Kekerasan Psikis Berat
Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan,
pemaksaan dan isolasi social, tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan fisik, seksual dan
ekonomis, yang masing-masingnya bisa mengakibatkan
penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal
berikut:
Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat
atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan
atau menahun.
a) Gangguan stress pasca trauma.
b) Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau
buta tanpa indikasi medis)
c) Depresi berat atau destruksi diri

27
d) Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas
seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
e) Bunuh diri

2) Kekerasan Psikis Ringan.


Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam
bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi social, tindakan dan
atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan
fisik yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan
psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:

a) Ketakutan dan perasaan terteror


b) Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak
c) Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
d) Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan
pencernaan tanpa indikasi medis)
e) Fobia atau depresi temporer

3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual yaitu kekerasan yang penyerangannya secara
fisik oleh pelaku seringkali diikuti, atau diakhiri dengan kekerasan seksual
dimana korban dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan pelaku
atau berpartisipasi dalam suatu kegiatan seksual yang tidak diinginkannya,
termasuk hubungan seks tanpa pelindung.
a. Kekerasan Seksual Berat, berupa:
a) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan
lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa
dikendalikan.

28
b) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada
saat korban tidak menghendaki.
c) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan.
d) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
pelacuran dan atau tujuan tertentu.
e) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan
alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
b. Kekerasan Seksual Ringan
Kekerasan ini berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau
secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun
perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak
dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
Kekerasan seksual menurut pasal 8 meliputi:
a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup
rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau
tujuan tertentu.

c. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi termasuk pasal 9 yang meliputi berbagai
tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan dan kendali
atas keuangan, seperti: melarang pasangan mereka untuk mendapatkan
atau tetap mempertahankan pekerjaan, membuat pasangan mereka harus
meminta uang untuk setiap pengeluaran, membatasi akses pasangan
mereka terhadap keuangan dan informasi akan keadaan keuangan
keluarga, dan mengendalikan keuangan pasangan.

29
a. Kekerasan Ekonomi Berat yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk
pelacuran.
b) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
b. Kekerasan Ekonomi Ringan
Kekerasan ini berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau
tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

C. Faktor-Faktor Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Ada faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :
a. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk
sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat.
Bahwa istri adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala
yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi
merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap
istrinya.
b. Ketergantungan ekonomi
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa
istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa
menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap
enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan demi
kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya. Hal ini
dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada
istrinya.
c. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik

30
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam
rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari
ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya
keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri
dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini
didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus
diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas
membuktikan bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam
menyelesaikan problem rumah tangganya.
d. Persaingan
Di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal
pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak
masih kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana
mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat
menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu
sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau
terbelakang dan dikekang.
e. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena
merasa frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi
tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan-pasangan seperti
dibawah ini:
1. Belum siap kawin.
2. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang
mencukupi kebutuhan rumah tangga.
3. Serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orang
tua atau mertua.
4. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum.
D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak, bahkan
suami.

31
1. Dampak pada istri :
a. Perasaan rendah diri, malu dan pasif
b. Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah
makan dan susah tidur
c. Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
d. Gangguan kesehatan seksual
e. Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan
kekerasan
f. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya
gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon
secara normal ajakan berhubungan seks
2. Dampak pada anak :
a. Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
b. Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan 3. Kekerasan
menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
3. Dampak pada suami :
a. Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
b. Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri
Selain itu menurut Surya Sukma, efek psikologis penganiyaan bagi
banyak perempuan lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut,
cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan
tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan terhadap istri juga
mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara bilologis yang pada
akhirnya terganggu secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering
mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti
penganiyaan mereka.
Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak
hamil mengalami gangguan menstruasi seperti menorhagia,
hipomenohagia atau metrohagia bahkan wanita dapat mengalami
menopause lebih awal, dapat mengalami penurunan libido,
ketidakmampuan mendapatkan orgasme.

32
E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
1. Pengkajian
1) Pengumpulan data.
a) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b) Aspek emosional
Salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak
berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang
lain , mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan
menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan,
bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d) Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan
anggota keluarga yang lain lain. Individu seringkali menyalurkan
kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga
anggota keluarga yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut

33
dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang
lain, menolak mengikuti aturan
e) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas
jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan
spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut:
Aspek fisik terdiri dari: muka merah, pandangan tajam, napas
pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat,
tekanan darah meningkat. Aspek emosi: tidak adekuat, tidak aman,
dendam, jengkel. Aspek intelektual: mendominasi, bawel,
sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial: menarik diri,
penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
2) Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi
2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif
adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga.
Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan
keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata.
Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung
oleh perawat.
3) Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi keluarga dan dengan memperhatikan
pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari
masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan
diagnosa keperawatan.Aspek Fisik
4) Aspek fisik terdiri dari: muka merah, pandangan tajam, napas
pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat,

34
tekanan darah meningkat. Aspek emosi: tidak adekuat, tidak aman,
dendam, jengkel. Aspek intelektual: mendominasi, bawel,
sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial: menarik diri,
penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji


individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai
berikut.

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan utama pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Resiko Prilaku Kekerasan

TGL No Diagnose Rencana keperawatan


Dx keperawatan
Tujuan intervensi Rasional
Resiko TUM: 1.    Bina hubungan 1.       
Prilaku klien dapat saling percaya. ·Hubungan saling
kekerasan mengontrol perilaku ·      Salam percaya
kekerasan pada saat terapeutik, memungkinkan
berhubungan perkenalan diri, terbuka pada
dengan orang lain beritahu tujuan perawat dan
interaksi, kontrak sebagai dasar untuk
TUK: waktu yang tepat, intervensi
1.   Klien dapat ciptakan selanjutnya.
membina hubungan lingkungan yang 2.     
saling percaya. aman dan tenang, ·    Informasi dari
2.   Klien dapat observasi respon klien penting bagi
mengidentifikasi verbal dan non perawat untuk
penyebab perilaku verbal, bersikap membantu kien

35
kekerasan. empati. dalam
3.   Klien dapat 2.    Klien dapat menyelesaikan
mengidentifikasi mengidentifikasi masalah yang
tanda-tanda perilaku penyebab perilaku konstruktif.
kekerasan. kekerasan. ·pengungkapan
4.   Klien dapat ·      Beri perasaan dalam
mengidentifikasi kesempatan pada suatu lingkungan
perilaku klien untuk yang tidak
kekekerasan yang mengugkapkan mengancam akan
biasa dilakukan. perasaannya. menolong pasien
5.   Klien dapat ·      Bantu untuk untuk sampai
mengidentifikasi mengungkapkan kepada akhir
akibat perilaku penyebab perasaan penyelesaian
kekerasan. jengkel / kesal persoalan.
6.   Klien dapat 3.    Klien dapat 3.       
melakukan cara mengidentifikasi · Pengungkapan
berespons terhadap tanda-tanda kekesalan secara
kemarahan secara perilaku kekerasan. konstruktif untuk
konstruktif. ·      Anjurkan klien mencari
7.   Klien dapat mengungkapkan penyelesaian
mendemonstrasikan dilema dan masalah yang
sikap perilaku dirasakan saat konstruktif pula.
kekerasan. jengkel. ·mengetahui
8.   Klien dapat ·      Observasi perilaku yang
dukungan keluarga tanda perilaku dilakukan oleh
dalam mengontrol kekerasan pada klien sehingga
perilaku kekerasan. klien. memudahkan untuk
9.   Klien dapat ·      Simpulkan intervensi.
menggunakan obat bersama tanda- ·    memudahkan
yang benar. tanda jengkel / klien dalam
kesan yang dialami mengontrol
klien. perilaku kekerasan.

36
4.    Klien dapat 4.       
mengidentifikasi ·memudahkan
perilaku dalam pemberian
kekekerasan yang tindakan kepada
biasa dilakukan. klien.
·      Anjurkan klien ·mengetahui
untuk bagaimana cara
mengungkapkan klien
perilaku kekerasan melakukannya.
yang biasa ·membantu dalam
dilakukan. memberikan
·      Bantu klien motivasi untuk
bermain peran menyelesaikan
sesuai dengan masalahnya.
perilaku kekerasan 5.       
yang biasa ·mencari metode
dilakukan. koping yang tepat
·      Bicarakan dan konstruktif.
dengan klien ·mengerti cara yang
apakah dengan cara benar dalam
yang klien lakukan mengalihkan
masalahnya selesai. perasaan marah.
5.    Klien dapat 6.       
mengidentifikasi ·menambah
akibat perilaku pengetahuan klien
kekerasan tentang koping
·      Bicarakan yang konstruktif.
akibat / kerugian ·mendorong
dan perilaku pengulangan
kekerasan yang perilaku yang
dilakukan klien. positif,
·      Bersama klien meningkatkan

37
menyimpulkan harga diri klien.
akibat dari perilaku ·dengan cara sehat
kekerasan yang dapat dengan
dilakukan. mudah mengontrol
6.    Klien dapat kemarahan klien.
melakukan cara 7.       
berespons terhadap ·memotivasi klien
kemarahan secara dalam
konstruktif. mendemonstrasikan
·      Tanyakan pada cara mengontrol
klien “apakah ia perilaku kekerasan.
ingin mempelajari ·mengetahui respon
cara baru yang klien terhadap cara
sehat”. yang diberikan.
·      Berikan pujian ·mengetahui
jika klien kemampuan klien
mengetahui cara melakukan cara
yang sehat. yang sehat.
·      Diskusikan ·meningkatkan
dengan klien cara harga diri klien.
lain yang sehat. ·mengetahui
-   Secara fisik: kemajuan klien
tarik nafas dalam / selama diintervensi.
memukul botol / 8.       
kasur atau olahraga ·memotivasi
atau pekerjaan yang keluarga dalam
memerlukan memberikan
tenaga. perawatan kepada
-   Secara verbal: klien.
katakan bahwa ·menambah
anda sering jengkel pengetahuan bahwa
/ kesal. keluarga sangat

38
-   Secara sosial: berperan dalam
lakukan dalam perubahan perilaku
kelompok cara-cara klien.
marah yang sehat, ·    meningkatkan
latihan asertif, pengetahuan
latihan manajemen keluarga dalam
perilaku kekerasan. merawat klien
-   Secara spiritual: secara bersama.
anjurkan klien ·    mengetahui
berdua, sejauh mana
sembahyang, keluarga
meminta pada menggunakan cara
Tuhan agar diberi yang dianjurkan.
kesabaran. ·    mengetahui
7.    Klien dapat respon keluarga
mendemonstrasikan dalam merawat
sikap perilaku klien.
kekerasan. 9.       
·      Bantu klien ·    menambah
memilih cara yang pengetahuan klien
paling tepat untuk dan keluarga
klien. tentang obat dan
·      Bantu klien fungsinya.
mengidentifikasi memberikan
manfaat yang telah informasi
dipilih. pentingnya minum
·      Bantu klien obat dalam
untuk mempercepat
menstimulasikan penyembuhan
cara tersebut.
·      Beri
reinforcement

39
positif atas
keberhasilan klien
menstimulasi cara
tersebut.
·      Anjurkan klien
untuk
menggunakan cara
yang telah
dipelajari saat
jengkel / marah.
8.    Klien dapat
dukungan keluarga
dalam mengontrol
perilaku kekerasan.
·      Identifikasi
kemampuan
keluarga dalam
merawat klien dari
sikap apa yang
telah dilakukan
keluarga terhadap
klien selama ini.
·      Jelaskan peran
serta keluarga
dalam merawat
klien.
·      Jelaskan cara-
cara merawat klien.
-   Terkait dengan
cara mengontrol
perilaku kekerasan
secara konstruktif

40
-   Sikap tenang,
bicara tenang dan
jelas.
-   Bantu keluarga
mengenal penyebab
marah.
·      Bantu keluarga
mendemonstrasikan
cara merawat klien.
·      Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya setelah
melakukan
demonstrasi.
9.    Klien dapat
menggunakan obat
yang benar
·      Jelaskan pada
klien dan keluarga
jenis-jenis obat
yang diminum
klien seperti : CPZ,
haloperidol,
Artame.
·      Diskusikan
manfaat minum
obat dan kerugian
berhenti minum
obat tanpa seizin
dokter.

41
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Harga Diri Rendah Pasien
SP Ip
1.      Mengidentifikasi penyebab PK
2.      Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3.      Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4.      Mengidentifikasi akibat PK
5.      Menyebutkan cara mengontrol PK
6.      Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I
7.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
 
SP IIp
1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Melatih pasien  mengontrol PK dengan cara fisik II
3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
 
SP IIIp
1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IVp
1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP Vp
1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Menjelaskan  cara mengontrol PK dengan minum obat
3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

42
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia 2013, men-jelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah: “Anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik,
mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara
signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya”.
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual
yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang
dinilai melanggar menurut moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo,
1997).
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas
tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan,
tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman
terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).
Traffcking merupakan pengiriman, penampungan, penerimaan
seseorang dengan ancaman, pemaksaan,penculikan dan kebohongan dengan
cara mengeksploitasi untuk memperoleh persetujuan menggunakan orang
yang berkuasa yang meliputi adopsi, pemekerjaan, motif eksploitasi seks dan
transplantasi organ.

43
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau
saksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
Anak jalanan adalah anak yang berusia 5- 18 tahun baik laki- laki
maupun perempuan yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di
jalanan kawasan urban, memiliki komunikasi yang minimal atau sama sekali
tidak pernah berkomunikasi dengan keluarga dan kurang pengawasan,
perlindungan, dan bimbingan sehingga rawan terkena gangguan kesehatan
dan psikologi.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk penulisan makalah di masa yang akan datang. Semoga makalah ini
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, ataupun
seluruhnya, dan meningkatkan rasa cinta dan syukur kita kepada Allah SWT
dan Rasulullah SAW. Amiin ya Rabbal ‘alamin.

44
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/363820786/ASKEP-KDRT-docx
https://www.perawatkitasatu.com/2017/10/harga-diri-rendah-situasional-nanda-
nic.html
https://www.perawatkitasatu.com/2017/09/ansietas-nanda-nic-noc.html
https://www.scribd.com/doc/314264739/Asuhan-Keperawatan-Kekerasan-Dalam-
Rumah-Tangga

45

Anda mungkin juga menyukai