Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN RESIKO

TERJADINYA STROKE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BURNEH


KABUPATEN BANGKALAN

PROPOSAL

NAMA : JAMILATUL UMAMAH

NIM : 21142010104

Program Studi Keperawatan


STIKes Ngudia Husada Madura
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya stroke, yang sering

disebut sebagai the silent killer karena hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke

sebanyak 6 kali. Dikatakan hipertensi jika memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.

Semakin tinggi tekanan darah pasien makan semakin tinggi pula risiko untuk mengalami

stroke. Kejadian hipertensi bisa merusak dinding pembuluh darah yang bisa dengan mudah

akan menyebabkan penyumbatan bahkan pecahnya pembuluh darah di otak (Junaidi, 2011).

Orang-orang yang terkena hipertensi memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena serangan

stroke. Bahkan tekanan darah tinggi ini merupakan penyebab penyakit stroke yang utama.

Orang yang terkena darah tinggi, aliran darahnya menjadi tidak normal dan lambat akibat

penyempitan yang terjadi pada pembuluh darah. Suplai oksigen dan glukosa ke otak pun (yang

di bawa oleh aliran darah) juga akan mengalami penurunan.

Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi

mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025.

Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di

negara berkembang, termasuk Indonesia.Berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia,

prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dan populasi pada usia 18 tahun ke atas.5,6

Sekitar 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya mengakibatkan

penyakit jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.


Hipertensi belum diketahui faktor penyebabnya, namun ditemukan beberapa faktor

risiko.Banyak faktor yang dapat memperbesar risiko atau kecenderungan seseorang menderita

hipertensi, diantaranya ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin dan suku, faktor genetik

serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam, merokok, konsumsi

alkohol, dan sebagainya. Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap timbulnya

hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara bersama-sama. Sesuai dengan teori

mozaik pada hipertensi esensial. Teori tersebut menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi

disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, dimana faktor utama yang

berperan dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan paling sedikit tiga faktor lingkungan

yaitu asupan garam, stres, dan obesitas. Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta

orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat

menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara

maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Banyak faktor yang dapat memengaruhi kejadian stroke, diantaranya yaitu umur, jenis

kelamin, keturunan, ras, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes melitus, merokok,

aterosklerosis, penyakit jantung, obesitas, konsumsi alkohol, stres, kondisi sosial ekonomi

yang mendukung, diet yang tidak baik, aktivitas fisik yang kurang dan penggunaan obat anti

hamil. Namun dari banyaknya faktor yang memengaruhi kejadian stroke hanya hipertensi yang

secara signifikan memengaruhi kejadian stroke sedangkan kadar lipid dan kebiasaan merokok

tidak secara signifikan berhubungan dengan kejadian stroke (Sarini,2008). Faktor risiko stroke

dibedakan menjadi dua, yaitu : faktor yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, faktor

keturunan, dan ras. Sedangkan yang tidak dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus,

dislipidemia, merokok, alkohol, obesitas, dan diet yang tidak baik. Misbach melaporkan
penyebab utama terjadinya stroke di 28 rumah sakit di Indonesia, yaitu : hipertensi (73,9%),

merokok (20,41%), dan diabetes mellitus (17,3%) (Indrajaya, 2006). Hipertensi merupakan

faktor risiko stroke paling penting yang dapat dimodifikasi baik bagi laki-laki ataupun wanita.

Hipertensi dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya stroke sekitar dua sampai empat kali

(Suroto, 2004). Penurunan 10 sampai 12 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 5 sampai 6

mmHg untuk tekanan darah diastolik dapat menurunkan 38% angka kejadian stroke.

Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer

bertujuan untuk mencegah stroke pada mereka yang belum pernah terkena stroke. Pencegahan

sekunder ditujukan untuk mereka yang pernah terkena stroke termasuk TIA. (Wahjoepramono,

2005). Pencegahan terjadinya stroke harus dilakukan sepanjang masa. Dengan bertambahnya

usia, kemungkinan untuk terserang stroke. Oleh karena itu, harus diusahakan untuk selalu

mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor resiko, terutama dengan melakukan diet dan

olahraga secara teratur. (Wirakusumah, 2001). Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya

memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai factor resiko. Upaya ini ditujukan pada orang

sehat maupun kelompok resiko tinggi yang belum pernah terserang stroke. Serta pencegahan

sekunder dilakukan melalui pengobatan pada faktor risiko. Ini dilakukan melalui terapi obat

untuk mengatasi penyakit dasarnya, seperti penyakit jantung, diebetes, hipertensi dengan obat

obatan seperti obat antihipertensi, antihiperlipidemik, antidiabetes. Berdasarkan latar belakang

diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti “ Analisis Hubungan Antara Hipertensi Dengan

Resiko Terjadinya Stroke Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Pukesmas Burneh

Kabupaten Bangkalan“.
1.2 Identifikasi penyebab masalah

Berdasarkan latar belakang yang dirumuskan dalam penelitian ini, dapat diuraikan

beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit stroke, yaitu :

Faktor-faktor resiko stroke yang tidak


dapat di control terdiri atas :
1. Usia
2. Ras / jenis klamin
Tingginya resiko
3. Kebiasaan merokok stroke pada
Faktor-faktor resiko stroke yang dapat di pasien hipertensi
control terdiri atas : di wilayah kerja
puskesmas
1. Hipertensi burneh kab.
2. Diabetes mellitus Bangkalan
3. Obesitas
4. kolesterol

1.2.1 Faktor Penyebab

1. Faktor resiko stroke yang tidak bisa di control

a. Usia

Umur merupakan faktor resiko stroke iskemik yang tidak dapat diubah. Insiden

stroke iskemik meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit stroke baik yang

stroke iskemik maupun hemoragic sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang

tua, namun sekarang ada kecenderungan juga diderita oleh kelompok usia muda. Hal

ini terjadi karena adanya perubahan gaya hidup (Junaidi, 2011).

b. Ras / jenis kelamin

Laki-laki lebih beresiko terkena stroke dari pada perempuan, tetapi penelitian

menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke.
Risiko stroke laki-laki 1,25 lebih tinggi dari perempuan, tetapi serangan stroke pada

lakilaki terjadi usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga tinggi.

Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya perempuan

terserang pada usia tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar (Sustrani, dkk,

2006). Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh

Minarti dkk (2015) tentang analisis faktor resiko pada pasien stroke dimana stroke

banyak dialami oleh suku pendatang seperti suku jawa, suku sunda dan suku Madura,

sehingga ras tidak berpengaruh terhadap kejadian stroke, hal utama yang dapat

mempengaruhi status kesehatan seseorang adalah perilaku yang dijalankan masing-

masing individu tersebut untuk menjaga kesehatannyta.

c. Kebiasaan merokok

Terdapat hubungan sebab akibat yang kuat antara rokok dan stroke, merokok

meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai empat kali lipat pada pria maupun

wanita. Riset juga menunjukkan semakin banyak jumlah rokok yang telah diisap,

semakin tinggi resiko stroke. Selain itu, meskipun sudah memperbaiki faktor resiko

lainnya, perokok tetap memiliki resiko terkena stroke dan angka kematian yang lebih

tinggi akibat stroke.

2. Faktor resiko stroke yang bisa di control

a. Hipertensi

Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke. Baik sistolik maupun

diastolic terbukti berpengaruh pada stroke, ditemukan bahwa penderita dengan

tekanan kenaikan sistolik lebih dari 180mmHg mempunyai tiga kali resiko terserang
stroke iskemik dibandingkan dengan mereka yang bertekanan darah kurang dari

140mmHg (Bustan, 2007).

b. Diabetes mellitus

Penyebab diabetes melitus menjadi stroke iskemik salah satunya adalah adanya

suatu proses aterosklerosis. Kira-kira 30% penderita dengan aterosklerosis otak

terbukti adalah penderita diabetes. Terjadinya hiperglikemia menyebabkan kerusakan

dinding pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perifer disamping itu juga

akan meningkatkan agegrat platelet dimana kedua proses tersebut dapat menyebabkan

aterosklerosis. Hiperglikemia juga dapat meningkatkan viskositas darah yang

kemudian akan menyebabkan naiknya tekanan darah atau hipertensi dan berakibat

terjadinya stroke iskemik. Proses makroangiopati dianggap sangat relevan dengan

kejadian stroke dan juga terdapat bukti adanya keterlibatan proses makroangiopati

yang ditandai terjadinya stroke lakunar pada penderita diabetes melitus (Aulia dkk,

2010).

c. Obesitas

Hal ini disebabkan oleh masih adanya faktor lain yang mempengaruhi serta

banyaknya cara untuk mengatasi kelebihan berat badan yang dilakukan masyarakat

saat ini misalnya dengan diet rendah lemak serta olahraga maupun meningkatkan

aktivitas fisik lainnya, ditambah lagi semakin maraknya suplemen atau obat yang bisa

membantu menurunkan berat badan (Leni, Dkk, 2012).Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Khairatunnisa (2013) tentang analisis faktor

resiko stroke, didapatkan proporsi penderita yang tidak obesitas sebanyak 60%, oleh

karena itu obesitas tidak beresiko terjadinya stroke.


d. Kolesterol

Kolesterol dibutuhkan sebagai salah satu sumber energy, untuk membentuk

dinding sel dalam tubuh dan sebagai pertahanan dasar hormone steroid. Akan tetapi

jika kolesterol dalam tubuh berlebih akan menyebabkan aterosklerosis yaitu

penyempitan atau pengerasan pembuluh darah yang menyebabkan stroke (Linda,

2010). Studi The Multi Risk Factor Intervention Trial (MRFIT) terhadap 350.977

orang pria, menyatakan bahwa risiko stroke iskhemik meningkat pada penderita

dengan kadar kolesterol di atas 160 mg/dl. Kadar kolesterol total yang >220 mg/dl

meningkatkan risiko stroke antara 1,31 ssampai 2,9 kali. Semakin tinggi kadar

kolesterol dalam darah maka semakin besar pula risiko untuk terkena stroke. Kadar

kolesterol akan cenderung meningkat pada orang yang memiliki berat badan lebih,

kurang aktivitas fisik, dan dalam keadaan stress (Minarti, 2015).

1.3 Batasan masalah

Berdasarkan identifikasi penyebab masalah tersebut maka peneliti membatasi pada

hubungan hipertensi dengan resiko terjadinya stroke pada pasien hipertensi di wilayah kerja

puskesmas burneh kabupaten Bangkalan.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarakan dari latar belakang diatas, dapat disusun rumusan masalah Adalah

Bagaimanakah Analisis Hubungan Hipertensi Dengan Resiko Terjadinya Stroke pada pasien

hipertensi di wilayah kerja puskemas burneh kabupaten bangkalan.

1.5 Tujuan penelitian


Tujuan umum
Untuk menganalisis Hubungan Hipertensi Dengan Resiko Terjadinya Stroke pada

pasien hipertensi di wilayah kerja puskesmas burneh kabupaten Bangkalan.


Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi Riwayat Hipertensi Dengan Risiko Terjadinya Stroke Pada Pasien

Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Burneh Kabupaten Bangkalan.

2. Mengindetifikasi resiko terjadinya Stroke Pada Pasien Hipertensi Di wilayah Kerja

Puskesmas Burneh Kabupaten Bangkalan.

3. Menganalisis Hubungan Antara Hipertensi Dengan Resiko Terjadinya Stroke Pada

Pasien Hipertensi Di wilayah Kerja Puskesmas Burneh Kabupaten Bangkalan.

1.6 Manfaat penelitian


Instansi Pelayanan Kesehatan
1) Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk melaksanakan penelitian

lebih lanjut mengenai faktor-faktor risiko lain yang juga berkontribusi terhadap

Hipertensi Dengan Resiko Terjadinya Stroke Pada Pasien Hipertensi Di wilayah Kerja

Puskesmas Burneh Kabupaten Bangkalan.

2) Praktis

Penelitian ini secara praktis dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi

instansi-instansi kesehatan khususnya di wilayah kerja puskesmas burneh kabupaten

bangkalan dalam perencanaan, dan pengembangan program-program kesehatan sesuai

pola penyakit dimasyarakat.


1.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No Judul Penulis dan Variabel Desain Hasil


Penelitian Tahun Penulis Penelitian Penelitian

1. Hubungan Siti rohmatul Karakteristik Analitik Ada Hubungan


karakteristik laily, kejadian Korelasi karakteristik
penderita dan Tahun 2017 penderita dan penderita dan
hipertensi hipertensi hipertensi dengan
dengan kejadian dengan kejadian stroke
stroke iskemik kejadian stroke
2. Hubungan Puti nadhirah Hipertensi dan Analitik Ada hubungan
hipertensi puspitasari, kejadian stroke korelasi hipertensi terhadap
terhadap Tahun 2020 kejadian stroke
kejadian stroke
3. Pengaruh Irwana usrin, Pengaruh Analitik Ada Pengaruh
hipertensi erna mutiara, hipertensi korelasi hipertensi terhadap
terhadap yusniwarti terhadap kejadian stroke
kejadian stroke yusad, kejadian stroke iskemik dan stroke
iskemik dan Tahun 2018 hemoragik di ruang
stroke hemoragik neurologi di rumah
di ruang sakit stroke nasional
neurologi di bukit tinggi
rumah sakit
stroke nasional
bukit tinggi
4. Gambaran Risa nur pajri Faktor-faktor Deskriptif Terdapat faktor
faktor-faktor ds, safri, yulia penyebab Korelatif penyebab terjadinya
penyebab irvani dewi, terjadinya stroke
terjadinya stroke Tahun 2019 stroke
5. Angka kejadian Fitria Kejadian Kuantitatif Terdapat angka
serangan stroke handayani, serangan kejadian serangan
pada wanita Tahun 2020 stroke pada stroke pada wanita
lebih rendah dari wanita lebih lebih rendah dari
pada laki-laki rendah dari pada laki-laki
pada laki-laki
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguanpada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.Menurut WHO batas normal

adalah 120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg daistolik.

Gejala umun yang ditimbulkan akibat menderita tekanan darah tinggi tidak sama

pada setiap orang, bahkan kadang timbul tanpa gejala. Itu sebabnya hipertensi seringkali

disebut pembunuh gelap ( the silent kliller ), karena termasuk penyakit mematikan tanpa

disertai gejala-gejalanya terlebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Seringkali

gejala yang muncul mirip dengan ganguan penyakit biasa, sehingga korbannya terlambat

menyadari akan datangnya penyakit ini. Tidak jarang seseorang baru mengetahui menderita

tekanan darah tinggisewaktu diukur tekanan darahnya oleh doter yang memeriksanya untuk

screening Kesehatan atau karena keluhan penyakit lain. Secara umum gejala yang

dikeluhkan oleh penderita tekanan darah tinggi sebagai berikut :

1. Sakit kepala

2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

3. Perasaan berputar seperti tubuh keliling serasa ingin jatuh

4. Berdebar atau detak jantung terasa cepat

5. Telinga berdenging ( Hembing Wijayakusumah 2006;3)


Penyakit hipertensi berkembang secara perlahan, tetapi secara potensial sangat

membahayakan. Penyakit hipertensi akan cepat berkembang jika diikuti oleh faktor-faktor

resiko lain. Hipertensi yang tidak ditangani dapat meningkatkan kerusakan pembuluh darah

yang meliputi arteri kecil dan arteriol serta arteri besar. Hipertensi mrupakan salah satu faktor

risiko munculnya penyakit kardiovaskuler. Semua luka-luka pada pembuluh darah ini akan

mengakibatkan kerusakan organ-organ tubuh seperti otak, ginjal, mata, dan kelumpuhan

organ-organ gerak. Namun, kerusakan yang paling sering terjadi akibat hipertensi yaitu gagal

jantung dan stroke.

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

1) Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. 2016), klasifikasi

hipertensi klinis berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi derajat hipertensi secara klinis

Diastolik No Kategori Sistolik


(mmHg)
Optimal <120 <80
(mmHg)
1.
2. Normal 120-129 80-84
3. High Normal 130-139 85-89
4. Hipertensi
5. Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6. Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
7. Grade 3 (berat) 180-209 100-119 8. Grade 4 (sangat berat)
≥210 ≥210
Sumber : Tambayong dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016).

2) Menurut World Health Organization (dalam Noorhidayah, S.A. 2016) klasifikasi

hipertensi adalah :
a) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg

dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.

b) Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg da

n diastolik 91-94 mmHg.

Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160

mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.

2.2.3 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan

(Ardiansyah M., 2012) :

1) Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90% tidak

diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya

hipertensi esensial diantaranya :

a) Genetik

Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi

mendapatkan penyakit hipertensi.

b) Jenis kelamin dan usia

Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause berisiko

tinggi mengalami penyakit hipertensi.

c) Diet konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak.

Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan

lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit

hipertensi.
d) Berat badan obesitas

Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan dengan

berkembangnya hipertensi.

e) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol

Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya

hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang terkandung dalam keduanya.

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya. Hipertensi

sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :

a) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin

terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyembitan pada

aorta tersebut dapat menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan

darah diatas area kontriksi.

b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit

utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan

penyempitan

c) satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal.

Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh

aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).

Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur

serta fungsi ginjal.

d) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen).


Kontrasepsi secara oral yang memiliki kandungan esterogen dapat

menyebabkan terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate

volume expantion. Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal setelah

beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.

e) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat

menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenalmediate hypertension disebabkan

kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.

f) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.

g) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk

sementara waktu.

h) Kehamilan

i) Luka bakar

j) Peningkatan tekanan vaskuler

k) Merokok.

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan katekolamin

mengakibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung serta menyebabkan

vasokortison yang kemudian menyebabkan kenaikan tekanan darah.

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016) :

1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau

tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.

2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan distolik lebih besar dari 160 mmHg da

tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.


Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-

perubahan pada (Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016):

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya

kontraksi dan volumenya

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

2.2.4 Faktor Resiko Hipertensi

Menurut Aulia, R. (2017), faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

1) Faktor yang tidak dapat diubah adalah

a) Riwayat Keluarga

Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak kandung/saudara kandung,

kakek dan nenek dengan hipertensi lebih berisiko untuk terkena hipertensi.

b) Usia

Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki

meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat pada usia

lebih dari 55 tahun.

c) Jenis Kelamin

Dewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria daripada wanita.

d) Ras/etnik
Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar negeri hipertensi banyak

ditemukan pada ras Afrika Amerika daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.

2) Faktor yang dapat diubah

Kebiasaan gaya hidup tidak sehat dapat meningkatkan hipertensi antara lain yaitu :

a) Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena dalam rokok terdapat

kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan

diedarkan ke otak. Di dalam otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk

melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyemptkan pembuluh darah dan memaksa

jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi (Murni dalam Andrea,

G.Y., 2013).

b) Kurang aktifitas fisik

Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang

memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya aktifitas fisik merupakan faktor risiko

independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan

kematian secara global (Iswahyuni, S., 2017).

c) Konsumsi Alkohol

Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida, yaitu dapat

meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental dan jantung dipaksa memompa

darah lebih kuat lagi agar darah sampai ke jaringan mencukupi (Komaling, J.K., Suba, B.,

Wongkar, D., 2013). Maka dapat disimpulkan bahwa konsumsi alkohol dapat meningkatkan

tekanan darah.
d) Kebiasaan minum kopi

Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner, termasuk peningkatan tekanan

darah dan kadar kolesterol darah karena kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan

kafein. Salah satu zat yang dikatakan meningkatkan tekanan darah adalah kafein. Kafein

didalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu produksi hormon adrenalin yang

berasal dari reseptor adinosa didalam sel saraf yang mengakibatkan peningkatan tekanan

darah, pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan bertahan

hingga 12 jam (Indriyani dalam Bistara D.N., & Kartini Y., 2018).

e) Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam Garam merupakan

bumbu dapur yang biasa digunakan untuk memasak. Konsumsi garam secara berlebih dapat

meningkatkan tekanan darah. Menurut Sarlina, Palimbong, S., Kurniasari, M.D., Kiha, R.R.

(2018), natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang berfungsi

menjaga keseimbangan cairan. Natrium yang berlebih dapat mengganggu keseimbangan

cairan tubuh sehingga menyebabkan edema atau asites, dan hipertensi.

f) Kebiasaan konsumsi makanan lemak

Menurut Jauhari (dalam Manawan A.A., Rattu A.J.M., Punuh M.I, 2016), lemak didalam

makanan atau hidangan memberikan kecenderungan meningkatkan kholesterol darah,

terutama lemak hewani yang mengandung lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi bertalian

dengan peningkatan prevalensi penyakit hipertensi.

2.2.5 Manifestasi Klinis Hipertensi

Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-

kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.

Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak
mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah

ginjal dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan

tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,

muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa

pegal dan lain-lain.

2.2.6 Komplikasi Hipertensi

Menurut Ardiansyah, M. (2012) komplikasi dari hipertensi adalah :

1) Stoke

Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau akibat embolus yang

terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke bisa terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri

yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga

aliran darah pada area tersebut berkurang. Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat

melemah dan meningkatkan terbentuknya aneurisma.

2) Infark Miokardium

Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami arterosklerotik tidak pada

menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk thrombus yang dapat

menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan

hipertrofi ventrikel maka kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat

terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

3) Gagal Ginjal

Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-kapiler glomerulus.

Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke unti fungsionla ginjal, neuron terganggu,
dan berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein

keluar melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga terjadi

edema pada penderita hipertensi kronik.

4) Ensefalopati

Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi yang mengalami

kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang tinggi disebabkan oleh kelainan yang membuat

peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh

susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan kematian.

2.2.7 Diagnosis Hipertensi

Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimptomatik.

Beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa seperti berputar, atau

penglihatan kabur. Hal yang dapat menunjang kecurigaan ke arah hipertensi sekunder antara

lain penggunaan obat-obatan seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan

maupun NSAID, sakit kepala paroksismal, berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat

penyakit ginjal sebelumnya. Pada anamnesis dapat pula digali mengenai faktor resiko

kardiovaskular seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik yang kurang, dislipidemia, diabetes

milletus, mikroalbuminuria, penurunan laju GFR, dan riwayat keluarga.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua kali

pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

pada dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaaan tekanan

darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat

dengan jantung) serta teknik yang benar. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi seperti pemeriksaan laboratorium

seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan

urinalisis. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi jantung berupa elektrokardiografi,

funduskopi, USG ginjal, foto thoraks dan ekokardiografi. Pada kasus dengan kecurigaan

hipertensi sekunder dapat dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan diagnosis banding yang

dibuat. Pada hiper atau hipotiroidisme dapat dilakukan fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3),

hiperparatiroidisme (kadar PTH, Ca2+), hiperaldosteronisme primer berupa kadar aldosteron

plasma, renin plasma, CT scan abdomen, peningkatan kadar serum Na, penurunan K,

peningkatan eksresi K dalam urin ditemukan alkalosis metabolik. Pada feokromositoma,

dilakukan kadar metanefrin, CT scan/MRI abdomen. Pada sindrom cushing, dilakukan kadar

kortisol urin 24 jam. Pada hipertensi renovaskular, dapat dilakukan CT angiografi arteri

renalis, USG ginjal, Doppler Sonografi.

2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup namun terapi

antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan

hipertensi derajat 2. Penggunaan antihipertensi harus tetap disertai dengan modifikasi gaya

hidup.

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

• Target tekanan darah <150/90, untuk individu dengan diabetes, gagal ginjal, dan individu

dengan usia > 60 tahun <140/90

• Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler


Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi

penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga

mencaoai target terapi masing-masing kondisi.

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfakmakologis dan farmakologis. Terpai

nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan

menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko penyakit penyerta

lainnya.

Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan (target indeks massa tubuh

dalam batas normal untuk Asia-Pasifik yaitu 18,5-22,9 kg/m2), kontrol diet berdasarkan

DASH mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk susu rendah lemak

jenuh/lemak total, penurunan asupan garam dimana konsumsi NaCl yang disarankan adalah

< 6 g/hari. Beberapa hal lain yang disarankan adalah target aktivitas fisik minimal 30

menit/hari dilakukan paling tidak 3 hari dalam seminggu serta pembatasan konsumsi alkohol.

Terapi farmakologi bertujuan untuk mengontrol tekanan darah hingga mencapai tujuan terapi

pengobatan. Berdasarkan JNC VIII pilihan antihipertensi didasarkan pada ada atau tidaknya

usia, ras, serta ada atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi antihipertensi sudah

dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan hingga target

tekanan darah tercapai. Perlu dilakukan pemantauan tekanan darah, LFG dan elektrolit.

2.2 Konsep Dasar Stroke


2.2.1 Definisi Stroke

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan

saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke
akut didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena

sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik)(Junaidi, 2011).

Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerotik atau bekuan

darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses aterosklerosis.

Sedangkan pada stroke perdarahan (hemoragik), pembuluh darah pecah sehingga aliran

darah menjadi tidak normal dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu daerah

di otak dan merusaknya. Stroke akut baik yang iskemik maupun hemoragik merupakan

kedaruratan medis yang memerlukan penanganan segera karena dapat menimbulkan

kecacatan permanen atau kematian(Junaidi, 2011).

Menurut WHO, stroke is a rapidly developing clinical sign of focal or global

disturbance of cerebral function with symptoms lasting 24 hours or longer, or leading to

death with no apparent cause other than vascular signs (1998). Strokeadalah terjadinya

gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung

lebih dari 24 jam, akibat gangguan aliran darah otak, menurut penulis, stroke adalah

gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darh ke otak

karena perdarahan ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang

terkena; yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).

Tahun 1998 stroke merupakan penyebab utama kecacatan dan penyebab kematian nomor

dua di dunia dengan lebih dari 5,1 juta angka kematian. Perbandingan angka kematian itu di

negara berkembang dengan negara maju adalah lima banding satu. Juga tercatat lebih dari

15 juta orang menderita stroke nonfatal (Junaidi, 2011). Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6

juta orang akan meninggal karena stroke. Peningkatan tertinggi akan terjadi di negara
berkembang, terutama di wilayah Asia Pasifik. Di Indonesia sendiri diperkirakan terjadi

sekitar 800-1.000 kasus stroke setiap tahunnya (Junaidi, 2011).

2.2.2 Klasifikasi Stroke

Secara garis besar stroke dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu stroke

perdarahan (hemoragik) dan stroke nonperdarahan atau stroke iskemik atau infark karena

sumbatan arteri otak (Junaidi, 2011).

a. Stroke hemoragik dibagi lagi sebagai berikut.

1) Perdarahan subarachnoid (PSA). Darah yang masuk ke selaput otak.

2) Perdarahan intraserebral (PIS); intraparenkim atau intraventrikel. Darah yang masuk

kedalam struktur atau jaringan otak.

b. Stroke nonperdarahan (iskemik/infark)

1) Transient Ischemic Attack (TIA) : serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari

24 jam.

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) : gejala neurologis akan menghilang antara

> 24 jam sampai dengan 21 hari.

3) Progressing stroke atau stroke in evolution : kelainan atau deficit neurologic berlangsung

secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.

4) Stroke komplit atau completed stroke : kelainan neurologis sudah lengkap menetap dan tidak

berkembang lagi.

2.2.3 Etiologi Stroke

Stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu penyumbatan arteri yangmengalirkan darah

ke otak (disebut stroke iskemik/nonperdarahan) atau karena adanya perdarahan di otak

(disebut stroke perdarahan/hemoragik) (Junaidi, 2011).


a. Stroke Iskemik

1) Ateroma

Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi disepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.

Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotissehingga

menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri

karotis jalur utama memberikan darah ke sebagian besar otak (Junaidi, 2011).

2) Emboli

Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalirdi dalam darah, kemudian

menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralisbeserta

percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat

lain, misalnya dari jantung atau katupnya.

3) Infeksi

Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya

pembuluh darah yang menuju ke otak. Selain peradangan umum oleh bakteri, peradangan

juga bisa dipicu oleh asam urat (penyebab rematik gout) yang berlebihan dalam darah.

4) Obat-obatan

Obat-obatan pun dapat menyebabkan stroke, seperti kokain, amfetamin, epinefrin,

adrenalin, dn sebagainya dengan jalan mempersempit diameter pembuluh darah ke otak dan

menyebabkan stroke. Fungsi obat-obatan di atas menyebabkan kontraksi arteri sehingga

diameternya mengecil.

5) Hipotensi

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke

otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah
rendahnya berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah

yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang

abnormal.

b. Stroke Hemoragik

Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan disebabkan oleh arteri yang

mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi

dan atau oleh stres psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga

disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk

keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah yang pecah umumnya karena

arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet

bekas plak aterosklerotik (Junaidi, 2011).

2.2.4 Faktor Resiko Stroke

Faktor risiko adalah suatu faktor atau kondisi tertentu yang membuat seseorang rentan

terhadap serangan stroke(Junaidi, 2011). Faktor risiko stroke umumnya dibagi menjadi 2

kelompok besar sebagai berikut :

a. Faktor risiko internal, yang tidak dapat dikontrol/diubah/dimodifikasi :

1) Umur.

2) Ras.

3) Jenis kelamin.

4) Riwayat keluarga.

b. Faktor risiko eksternal, yang dapat dikontrol/diubah/dimodifikasi :

1) Hipertensi.

2) Diabetes mellitus.
3) Transient ischemic attack (TIA).

4) Fibrilasi atrial jantung.

5) Pasca stroke.

6) Abnormalitas lemak : lipoprotein.

7) Fibrinogen tinggi dan perubahan hemoreologikal lain.

8) Perokok.

9) Peminum alkohol.

10) Hiperhomocysteinemia.

11) Infeksi : virus dan bakteri.

12) Obat-obatan, misalnya obat kontrasepsi oral/pil KB.

13) Obesitas.

14) Kurang aktifitas fisik.

15) Hperkolesterolemia.

16) Stres fisik dan mental

2.2.5 Manifestasi Klinis Stroke

Serangan awal stroke umumnya berupa gangguan kesadaran, tidak sadar, bingung,

sakit kepala, sulit konsentrasi, disorientasi, atau dalam bentuk lain. Gangguan kesadaran

dapat muncul dalam bentuk lain berupa perasaan ingin tidur, sulit mengingat, penglihatan

kabur, dan sebagainya. Pada beberapa jam berikutnya gangguan kesadaran akan berlanjut

yang menurunkan kekuatan otot dan koordinasi, dalam bentuk sulit dalam berkonsentrasi

dalam membaca atau mendengar percakapan orang lain. Kemungkinan lain anda mendapat

kesulitan dalam menyusun kesulitan dalam menyusun kata-kata atau melakukan pekerjaan

sehari-hari seperti berdiri, berjalan, atau mengambil/memegang gelas, pensil, sendok dan
garpu. Apabila gejala tersebut makin berat maka anda akan dirawat di rumah sakit. Sebagian

besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam

beberapa menit (completed stroke)(Junaidi, 2011).

2.2.6 Komplikasi Stroke

a. Stroke iskemik

1) Pneumonia, septicemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih).

2) Trombosis vena dalam (deep vein thromboosis, DVT) dan emboli paru.

3) Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung.

4) Ketidakseimbangan cairan

b. Stroke hemoragik

1) Infark serebri

2) Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosphalus noormotensif

3) Fistula caroticocavernosum

4) Epistaksis

5) Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik Stroke

Pemeriksaan CT-scan harus segera dilakukan pada semua penderita dengan dugaan

stroke akut. CT-scan tanpa kontras dapat membedakan stroke pendarahan (hemoragik) dan

stroke nonpendarahan (iskemik). Pada stroke perdarahan gambaran lesi berupa hiperdens,

sedangkan pada stroke iskemik/infark gambaran lesi hipodens atau normal. Perlu

diperhatikan bahwa sekitar 5% stroke subaraknoid gambaran CT-scannya dapat normal

sehingga perlu dilakukan pemeriksaan punksi lumbal. Cairan serebrospinal pada perdarahan
subarknoid berwarna merah darah, sedangkan pada stroke iskemik normal/jernih atau

putih(Junaidi, 2011).

2.2.8 Penatalaksanaan stroke

Tindakan pertama dalam menangani pasien dengan stroke adalah dengan menilai

terhadap sestem pernapasan dan jantung. Pemeriksaan terhadap jalan napas meliputi

pemeriksaan pada daerah mulut, seperti sisa makan, gigi palsu, atau benda asing lainnya

yang dapat mengalangi jalan napas penderita. Lalu diperiksa keadaan sirkulasi, seperti

tekanan darah dan denyut nadi. Pada saat dirumah sakit pasien akan diperiksa jantungnya

(dengan EKG). Bila diperlukan dapat diberikan oksigen, pemasangan infuse, serta terapi

lainnya seperti pemberian obat penurun panas, dan obat penurun tekanan intracranial

(Junaidi, 2011).
2.3 Kerangka Konsep

Tidak bisa dikontrol: Bisa dikontrol:


1. Usia 1. Hipertensi
2. Ras/jenis kelamin 2. Diabetes mellitus
3. Kebiasaan merokok 3. Obesitas
4. kolesterol

1. Aterosklerosis
2. Hilangnya elastisitas jantung
3. P↓ kemampuan relaksasi otot polos
4. P↓ distensi
5. perenggangan pembuluh darah
6. P↓ kemampuan aorta & arteri
7. P↓ curah jantung
8. P↓ tahanan perifer

Hipertensi

P↑ tekanan darah pada P↓ aliran darah Penyempitan


dinding kapiler pembuluh darah

P↓ energi Bendungan thrombus /


lemak / foam sel
P↓ energi
P↓ elastisitas
pembuluh darah

Area otak

Jejas/cedera

Stroke
2.4 Hpotesis Penelitian

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yag terkumpul. Setelah peneliti menelaah

secara mendalam terhadap berbagai sumber untuk menentukan anggapan dasar, maka langkah

berikutnya adalah hipotesis (Arikunto, 2010).

Dari kajian di atas tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut ;

Hο ; Tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan resiko terjadinya stroke pada pasien

hipertensi di wilayah kerja puskesmas burneh kabupaten bangkalan.

H1 ; Terdapat hubungan antara hipertensi dengan resiko terjadinya stroke pada pasien

hipertensi di wilayah kerja puskesmas burneh kabupaten bangkalan.

Anda mungkin juga menyukai