Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI


PUSKESMAS TANJUNG AMPALU KECAMATAN SIJUNJUNG
KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN 2022

Penelitian Keperawatan Dasar

I I

A
E

TI
D

Oleh :
RAHMADONI
1802068

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali

pemeriksaan dengan selang waktu lima menit dalam keadaan istirahat.

Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika berusia

diatas 20 tahun menderita hipertensi sebanyak 74,5 juta jiwa dengan hampir

90-95% tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi sering diberi gelar The

Silent Killer karena hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi yang

prevalensinya sangat tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan

datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa kecacatan

permanen dan kematian mendadak(Ajikwa Ari Widianto, 2018).

Hipertensi merupakan penyakit yang sering kita jumpai

dimasyarakat sekitar dan penyakit ini sangat beresiko karena bisa

menyebabkan komplikasi bagi penderitanya. Hipertensi atau tekanan

darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah melewati batas

normal sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih

pada 2 kali pengukuran dalam waktu selang 2 menit (Erdwin Wicaksana et

al., 2019).

Hipertensi termasuk salah satu faktor resiko yang berpotensi

menimbulkan penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering

tidak menunjukkan gejala bagi penderita dan baru disadari setelah adanya
gangguan pada organ seperti organ jantung, otak dan ginjal (Fadhli,

2018).

Tekanan darah yang tidak terkontrol dapat menimbulkan

komplikasi, jika organ yang terkena jantung dapat menimbulkan penyakit

gagal jantung kongestive, infark miokard, dan jantung koroner. Bila organ

yang terkena otak maka penyakit yang bisa ditimbulkan seperti stroke, dan

jika organ yang terkena adalah ginjal maka dapat terjadi gagal ginjal.

Penyebab rusak nya organ tersebut diakibatkan oleh naiknya tekanan

darah pada organ tersebut atau disebabkan karena adanya autoantibodi

reseptor angiotensin II (Nuraini, 2015).

Hipertensi juga disebut sebagai penyakit silent killer dimana gejala

yang sering ditimbulkan seperti sakit kepala, jantung berdebar – debar,

rasa berat pada tengkuk, mudah lelah, pandangan kabur, telinga

berdengung serta pada beberapa kasus pasien dapat terjadi perdarahan

yang ditandai dengan mimisan (Azzahra, 2019).

Gaya hidup merupakan faktor resiko penting timbulnya hipertensi

pada seseorang termasuk usia dewasa muda. Meningkatnya kejadian

hipertensi dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat. Hal-hal yang

termasuk gaya hidup tidak sehat antara lain merokok, kurang olahraga,

mengkonsumsii makanan yang kurang bergizi dan stres (Ratnasari,

2015).

Gaya hidup sehat menjadi bagian yang penting dalam penanganan

hipertensi dengan mengurangi berat badan untuk individu yang gemuk,


mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension),

melakukan aktifitas fisik/olahraga, menghindari alkohol, kafein dan

kebiasaan merokok agar tidak menimbulkan hipertensi berat yang

mungkin disertai dengan komplikasi yang berbahaya (Triyanto, 2014).

Pola makan dan Jenis makanan yang menyebabkan hipertensi yaitu

makanan yang siap saji yang mengandung pengawet, kadar garam yang

terlalu tinggi dalam makanan, kelebihan konsumsi lemak (Susilo, 2011).

Adapun cara penanganan untuk menurunkan hipertensi adalah

dengan beraktifitas secara fisik dan olahraga cukup dan secara teratur.

Kegiatan ini secara terbukti dapat membantu menurunkan hipertensi, oleh

karena itu penderita hipertensi dianjurkan untuk berolahraga cukup dan

secara teratur (Wolf, 2008).

Pada saat tekanan darah meningkat. hormon epinefrin atau

adrenalin akan dilepaskan. Adrenalin akan meningkatkan tekanan darah

melalui kontraksi arteri (Vasokonstriksi) dan peningkatan denyut jantung,

dengan demikian orang akan mengalami stress. Jika stres berlanjut,

tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut mengalami

hipertensi (Junaidy, 2010).

Kebiasaan Merokok dapat juga menyebabkan penyakit hipertensi.

Zat nikotin yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan pelepasan

epinefrin yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan

dinding arteri. Zat lain dalam rokok adalah Karbon monoksida (Co) yang

mengakibatkan jantung akan bekerja lebih berat untuk memberi cukup


oksigen ke sel- sel tubuh. Rokok berperan membentuk arterosklerosis

dengan cara meningkatkan pengumpalan sel-sel darah (Dalimartha, 2008).

Dapat disimpulan bahwa pola makanan yang merupakan penenntu

dari tingginnya tekanan darah adalah kelebihan lemak dalam tubuh, intake

garam yang tinggi yang berlebihan, merokok dan aktivitas yang kurang,

sedangkankan salah satu faktor resiko yang tidak bisa di kendalikan yaitu

usia. Seiring bertambahnya usia, tekanan daran sistolik biasannya

menurun, akan tetapi biasannya tekanan darah diastolik biasannya

meningkat, Akibat dari hipertensi antara lain adalah pendarahan ventria,

gaguan penglihatan, kebutaan, gagal jantung, pecahnya pembulu darah

otak, stroke bahkan kematian.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015,

diperkirakan tahun 2020 sekitar 1,56 miliar orang dewasa akan hidup

dengan hipertensi. Penduduk Amerika usia diatas 20 tahun yang

menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa

(Kemenkes RI,2014). World Health Organization (WHO) tahun 2015

menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi,

artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang

hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025

akan ada 1,5 Miliar. Di Indonesia estimasi jumlah kasus hipertensi di

Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di

Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi terjadi

pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%),

umur 55-64 tahun (55,2%) (Riskesdas Kementerian Kesehatan RI, 2018).


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sekitar

972 juta jiwa di dunia atau 26,4% orang menderita hipertensi. Dari 972

juta jiwa sebanyak 333 juta jiwa berada di negara maju dan 639 berada di

negara berkembang (Kurniawan dan Sulaiman, 2019). Menurut

Kementrian Kesehatan tahun 2018 hipertensi menjadi peringkat pertama

dari jenis penyakit tidak menular dengan jumlah kasus mencapai 185.857

(Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi

menjadi 2 yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi

primer atau istilah lain nya esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui

penyebabnya beberapa faktor resiko yang dapat mempengaruhi seperti

usia, jenis kelamin, genetic, merokok, konsumsi garam , konsumsi lemak,

aktivitas fisik dan obesitas. Sedangkan hipertensi sekunder yang

penyebabnya dapat diketahui seperti adanya kelainan pembuluh darah

pada ginjal, hipertiroid dan gangguan pada kelenjar adrenal

(hiperaldosteroisme) (Nurhaedah, 2018).

Di Amerika menurut National Health And Nutrition Examination

Survey(NEHNES III); paling sedikit 30% persen tidak menyadari kondisi

mereka hanya 31% pasien yang di obati mencapai target tekanan darah

yang diinginkan di bawah 140/90 mmHg. Di Indonesia tingkat kesadaran

dan kesehatan yang lebih rendah jumblah pasien yang tidak menyadari

bahwa dirinya menderita hipertensi yang tidak memenuhi dan mematuhi

minum obat kemungkian lebih besar. Healithy people 2010 for

hyperteriension mengajukan perlunya pendekatan yang lebih komperensif


guna mencapai pengontrolan tekanan darah secara optimal (Hanata dkk,

2011).

Hipertensi di Indonesia menjadi masalah kesehatan dengan

prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25,8%. Prevalensi tertinggi di Bangka

Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan

Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%), Gorontalo (29,4%) dan Sumatera

Utara (25%). Prevalensi hipertensi meningkat dikarenakan tidak mendapat

penanganan yang baik sehingga menyebabkan komplikasi seperti stroke,

penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal dan kebutaan (Kemenkes

RI, 2014).

Di Indonesia, hipertensi sering diidentikan sebagai kondisi yang

hanya terjadi pada orang tua,hipertensi sebetulnya dapat terjadi pada

segala usia. Artinya, remaja dan dewasa muda tak lepas dari bayang-

bayang penyakit hipertensi.Masa dewasa muda adalah masa pencarian

kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan

masalah, ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen

dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan

penyesuaian diri pada pola hidup baru. Menurut Hurlock masa dewasa

muda dimulai dari umur 18 tahun sampai sekitar 40 tahun. Sedangkan,

menurut ahli psikologi perkembangan dewasa muda ialah mereka yang

berusia 20 tahun sampai 40 tahun(Darmansyah, 2017).

Secara nasional hasil Rikesdas 2018 menunjukkan bahwa

prevalensi penduduk dengan tekanan darah tertinggi 34,11%. Prevalensi


tekanan darah tinggi pada perempuan 36,85% lebih tinggi dibandingkan

dengan laki-laki 31,34%. Prevalensi di perkotaan sedikit lebih tinggi

34,43% dibandingkan dengan pedesaaan 33,72%(Rikesdas, 2018).

Rikesdas 2018 menyatakan prevalensi berdasarkan hasil

pengukuran pada penduduk usia>18 tahun sebesar 34,1% tertinggi d

kalimantan selatan (44,3%), sedangkan yang terendah di papua sebesar

(22,2%). Estimasi jumlah kasus hipetensi di Indonesia sebesar 63.309.602

orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipetensi sebesar

427.218 kematian (Rikesdas, 2018).

Angka kejadian hipertensi di Sumatra barat atau prevalensi

kejadian hipertensi di Sumatra barat, padan tahun 2013 terdapat 22,6% dan

pada tahun 2018 mengalami peningkatan dari 5 tahun sebelumnya yaitu

25,2%, hal ini disesbabkan karenan bertambahnya penduduk dari tahun ke

tahun. Ibu kota Sumatra barat yaitu Padang penduduknya lebih banyak

makan prevelensi kejadian hipetensi tinggi(Rikesdas, 2018). Prevalensi

kejadian hipertensi dikabupaten sijunjung, yang mendapat pelayanan

kesehatan 20.804 orang (59,64%). Dari 13 puskesmas yang ada di

kabupaten sijunjung, penderita hipertensi yang terbanyak mendapat

pelayanan kesehatan di wilayah kerja puskesmas tanjung ampalu(Dinkes

Sijunjung, 2020).

Menurut RIKESDAS KEMENKES RI, 2013 angka kejadian

hipertensi di Indonesia pada 3 tahun terakhir sebanyak 31,7% sementara

kasus hipertensi yang belum berhasil terdiagnosa juga semakin sangat


tinggin yakni 76% seorang yang berusia 50 tahun dengan tekanan daah

diastolic lebih dari >140 mmHg lebih berisiko penderita penyakit

kardiovaskuler dari pada hipertensi diastolik (Kemenkes RI, 2014).

Indonesia dari hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2013,

prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 19,3% (pengukuran standar

WHO yaitu pada batas tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun

2014 prevalensi penderita hipertensi di Indonesia mencapai 27%

(pengukuran starndar depkes yaitu pada batas tekanan normal 139/89

mmHg). Selanjutnya akan disentimasi akan meningkat menjadi 37% pada

tahun 2015 dan menjadi 42% pada tahun 2025 (Survei kesehatan rumah

tangga (SKRT, 2014).

Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, I., dan

Sulaiman dengan judul “Hubungan Olahraga, Stress dan Pola Makan

dengan Tingkat Hipertensi di Posyandu Lansia di Kelurahan Sudirejo I

Kecamatan Medan Kota” yang dilakukan dengan menggunakan penelitian

survey analitik dengan metode cross sectional menunjukkan bahwa

adanya hubungan yang signifikan antara olahraga, stress dan pola makan

terhadap tingkat hipertensi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Lontoh,

Y., dan Sindi, S pada tahun 2019 yang berjudul “Hubungan Gaya Hidup

Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas

Kombos Manado” dengan jumlah sampel sebanyak 45 responden

menyatakan bahwa adanya hubungan antara gaya hidup dengan kejadian

hipertensi.Dari hasil disebutkan bahwa responden yang melakukan

aktivitas fisik sebanyak 16 orang dan yang tidak melakukan aktivitas fisik
sebanyak 29 orang. Responden yang merokok sebanyak 8 orang dan tidak

merokok 37 orang. Total responden yang menderita hipertensi grade 1

sebanyak 43 orang (95,6%) dan hipertensi grade 2 sebanyak 2 orang

(4,4%) (Lontoh dan Sahentendi, 2019). Kemudian penelitian oleh Kadir

Sunarto, 2019 dengan judul “Pola Makan Dan Kejadian Hipertensi”

menyatakan bahwa sebanyak 24 responden dengan pola makan yang

buruk, 20 responden mengalami prehipertensi, 13 responden terkena

hipertensi derajat 1, dan 7 responden terkena hipertensi derajat 2 (Kadir,

2019).

Olahraga yang disarankan yaitu seperti aerobik, jogging, senam,

berenang dan juga bersepeda. Angkat beban tidak disarankan karena

memicu tekanan yang tidak diperlukan bagi jantung dan pembuluh darah.

Olahraga yang baik meliputi jenis olahraga, cara melakukan olahraga dan

waktu melakukan olahraga. Jenis olahraga yang paling baik yaitu

menyesuaikan kondisi pasien. Penyesuaian ini dilakukan agar menghindari

cidera yang mungkin bisa terjadi pada pasien. Selanjutnya yaitu cara

melakukan olahraga yaitu dengan adanya pemanasan, gerakan inti dan

pendinginan. Pemanasan dapat dilakukan dalam rentan waktu 5 sampai 10

menit dengan gerakan seperti berjalan atau berlari santai. Gerakan inti

dapatdilakukan 30 sampai 45 menit atau menyesuaikan fisik dan

dilanjutkan dengan pendinginan yang berguna untuk memberikan waktu

bagi otot dan sistem kardiovaskular mengatur zat hasil metabolisme dari

kegiatan yang telah dilakukan. Yang terakhir adalah waktu olahraga.

Waktu olahraga yang paling baik yaitu pada pagi hari atau sore hari karena
pada waktu ini kondisi lingkungan lebih optimal sehingga tidak

mengganggu proses pengeluaran panas dalam tubuh. Olahraga dapat

dilakukan 3 sampai 5 kali perminggu secara teratur karena dapat

mengurangi kekakuan pada pembuluh darah, meningkatkan daya tahan

jantung dan paru – paru sehingga tekanan darah dapat segera stabil

kembali (Putriastuti, 2016).

Konsumsi makanan dengan kadar lemak tinggi juga berpengaruh

terhadap kejadian hipertensi. Konsumsi makanan dengan kadar lemak

yang tinggi dapat meningkatkan kadar kolesterol terutama Low Density

Lipoprotein (LDL). LDL ini akan menumpuk di dalam darah dan jika

dibiarkan dalam waktu yang lama akan menimbulkan deposisi kolesterol

dan kolesteril pada jaringan ikat dinding pembuluh darah arteri dan

menjadi plak atau biasa disebut juga dengan aterosklerosis. Jika sudah

terjadi aterosklerosis maka pembuluh darah akan kehilangan elastisitas nya

sehingga aliran darah terganggu dan memicu peningkatan volume darah

dan tekanan darah (Wijaya et al., 2020).

Selain konsumsi lemak, konsumsi garam yang berlebihan juga

merupakan salah satu faktor resiko lainnya untuk terjadinya hipertensi.

Natrium memiliki peran dalam tubuh seperti merangsang fungsi saraf,

pengaturan keseimbangan asam basa dalam darah, kontraksi otot serta

mengatur tekanan osmosis agar cairan tidak keluar dari darah dan masuk

ke sel (Furqani et al., 2020).


Akan tetapi konsumsi natrium dalam jumlah yang berlebih akan

berdampak negative pada kesehatan karena konsumsi natrium dalam

jumlah berlebih dapat menyebabkan diameter pembuluh darah arteri

mengecil sehingga jantung bekerja lebih keras untuk mendorong volume

darah yang meningkat. Pengaruh konsumsi natrium yang berlebih juga

dapat menyebabkan meningkatnya cairan dari sel yang berpindah

konsentrasi yang rendah ke tinggi. Jika berlebihan dalam mengkonsumsi

natrium makan cairan yang ada di ekstraseluler meningkat dan diikuti oleh

volume darah yang ikut meningkat sehingga tekanan darah pun ikut naik

(Saputra dan anam, 2016).

Sijunjung saat ini merupakan suatu daerah endemic penyakit

hipertensi yang di picu oleh gaya hidup yaitu pola makan, aktivitas, rokok

dllnya. Berdasarkan data profil dinas kesehatan kabupaten sijunjung tahun

2020 jumlah kasus hipertensi di kabupaten sijunjung sebanyak 34.883

orang penderita hipertensi dikabupaten sijunjung, yang mendapat

pelayanan kesehatan 20.804 orang (59,64%). Dari 13 puskesmas yang ada

di kabupaten sijunjung, penderita hipertensi yang terbanyak mendapat

pelayanan kesehatan di wilayah kerja puskesmas tanjung ampalu (Dinkes

Sijunjung, 2020).

Berdasarkan survey awal yang penelitian lakukan pada 10

penderita penderita hipertensi yang peneliti temui, 7 dari 10 penderita

hipetensi mengtakan suka makan maknanan yang tinggi garam, 8 dari 10

penderita hipertensi mengatakan tidak pernah berolahraga, dan 7 dari 10


penderita hipertensi mengatakan perokok berat, penderita hipertensi yang

peneliti temui juga belum mendapatkan edukasi tentang hipertensi.

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka

peneliti tertarik meneliti kembali tentang Hubungan Gaya Hidup Dengan

Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Tanjung Ampalu Kecematan Sijunjung

Kabupaten Sijunjung Tahun 2022.

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada

“Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas

Tanjung Ampalu Kecematan Sijunjung Kabupaten Sijunjung Tahun

2022”.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian

Hipertensi Di Puskesmas Tanjung Ampalu Kecematan Sijunjung

Kabupaten Sijunjung Tahun 2022.

2. Tujuan khusu

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian hipertensi di

puskesmas tanjung ampalu.


b. Untuk mengetahui pola makan penderita Hipertensi Di Puskesmas

Tanjunag Ampalu Kecamatan Sijunjung Kabupaten Sijunjung Tahun

2022.

c. Untuk mengetahui aktivitas penderita Hipertensi Di Puskesmas

Tanjunag Ampalu Kecamatan Sijunjung Kabupaten Sijunjung Tahun

2022.

d. Untuk mengetahui prilaku merokok pada penderita Hipertensi Di

Puskesmas Tanjunag Ampalu Kecamatan Sijunjung Kabupaten

Sijunjung Tahun 2022.

e. Untuk mengetahui hubungan gaya hidup pola makan dengan kejadian

Hipertensi Di Puskesmas Tanjunag Ampalu Kecamatan Sijunjung

Kabupaten Sijunjung Tahun 2022.

f. Untuk mengetahui hubungan gaya hidup aktivitas dengan kejadian

Hipertensi Di Puskesmas Tanjunag Ampalu Kecamatan Sijunjung

Kabupaten Sijunjung Tahun 2022.

g. Untuk mengetahui hubungan gaya hidup merokok dengan kejadian

Hipertensi Di Puskesmas Tanjunag Ampalu Kecamatan Sijunjung

Kabupaten Sijunjung Tahun 2022.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi peneliti

Untuk mengetahui tentang yang di teliti oleh peneliti yaitu Hubungan

Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Tanjunag Ampalu

Kecamatan Sijunjung Kabupaten Sijunjung Tahun 2022.


2. Bagi tempat penelitian(Puskesmas Tanjung Ampalu)
Sebagai informasi bagi Puskesmas Tanjung Ampalu untuk
meningkatkan pelayanan dan pengobatan penderita hipertensi melalui
upaya peningkatan pola hidup sehat.

3. Bagi istitusi pendidikan (stikes syedza saintika padang)


Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan bacaan atau referensi
bagi mahasiswa di perpus stikes syedza saintika padang

4. Bagi peneliti selanjutnnya


Sebagai data awal untuk melakukan peneliti selajutnnya dengan
melakukan variabel dan tempat yang berbeda tentang hubungan pola
makan dengan kejadian hipertensi pada pasien poli umum.

5. Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup penelitian bertujuan mengetahui hubungan gaya hidup

dengan kejadian hipertensi di puskesmas tanjung ampalu tahun 2022. Jenis

penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional.

Pengumpulan data di lakukan di puskesmas Tanjung Ampalu mulai bulan

mei- agustus 2022. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien

yang berkunjung ke Puskesmas Tanjung Ampalu yang berjumlah 106

orang, sedangkan sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 orang dengan

teknik pengambilan sampel mengunaan teknik Simple Random Sampling.

Variabel independen gaya hidup dan variabel dependen hipertensi.

Pengempulan data mengunakan kuesioner. Pengelolaan data mengunakan

komputerisasi, analisa data penelitian mengunakan analisa univariat untuk

melihat distribusi frekuensi dan analisa bivariant untuk melihat hubungan

dengan mengunakan uji statstik yaitu Chi-Square.


DAFTAR PUSTAKA

Nurhaedah. (2018). Studi Kasus Pada Keluarga Ny.’S’ Dengan


Hipertensi Dikelurahan Barombong Kecamatan Tamalate
Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 6(1),
1366–1374.https://doi.org/10.35816/jiskh.v6i1.18

Wijaya, I., K, K. R. N., & Haris, H. (2020). Hubungan Gaya Hidup


dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi diwilayah
Kerja Puskesmas Towata Kabupaten Takalar. Media
Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia, 3(1), 5–11.

Widianto, A, A., Romdhoni, F, M., Dewi, K., & Purbowati, R, M.


(2018). Hubungan Pola Makan Dan Gaya Hidup Dengan
Angka Kejadian Hipertensi Pralansia Dan Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas I Kembaran. Jurnal unimus, 1(5), 58-67.

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia


Health Profile 2018].
Riskesdas Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (Vol. 44, Issue 8).
Suoth, M., Bidjuni, H. and Malara, R. T. (2014) Hubungan Gaya Hidup
dengan Kejadian hipetensi
Puspitorini, Myra. (2009). Hipertensi Cara Mudah Mengatasi Tekanan
Darah Tinggi. (Cetakan 3). Yogyakarta: Image Press.

Susilo, Yekti dan Wulandari Ari. (2011). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi.
Yogyakarta: C.V Andi Offset

Wolf, Hanns Peter. (2008). Hipertensi, Cara Mendeteksi dan


Mencegah Tekanan Darah Tinggi Sejak Dini. Jakarta: PT. Bhuana
Ilmu Populer kelompok Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai