Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN

HIPERTENSI

DICKY AHMAD RIZALDI

NPM : 0432950119004

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN D3

STIKES BANI SALEH TAHUN AKADEMIK 2022/2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Malakouti, et.al 2009 menyatakan bahwa jumlah lanjut usia (lansia)
semakin meningkat setiap tahunnya baik di dunia maupun di Indonesia. Total lansia di
dunia pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 8,1% dengan jumlah total 1,8 juta
lansia jika dibandingkan dengan tahun 2012 World Health Organization (WHO), pada
tahun 2014 mengalami World Population Ageing (WPA)(Zaenurrohmah &
Rachmayanti, 2017)
Agustin 2012 mengmukakan bahwa di daptakan suatu sensus data berdasarkan
Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia pada tahun 2014, jumlah lansia di Indonesia
mencapai 14,4 juta jiwa (7,18%). Pada tahun 2010 diperkirakan menjadi 23,90 juta jiwa
(9,77%). Tahun 2020 diprediksi akan berjumlah 28,8 juta orang (11,34%). (Alhogbi,
2017)
Undang – Undang No 13 tahun 1998 yang berisi Lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun keatas, Semakin bertambahnya usia, maka semakin
banyak kemungkinan besar seseorang akan mengalami permasalahan-permasalahan
yang akan muncul terutama pada fisik, jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial.
(Iswahyuni, 2017)
Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi
29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di
negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang, termasuk Indonesia.
(Sinaga & Sembiring, 2018)
Hipertensi yang terjadi pada lansia umumnya adalah hipertensi dengan sistolik
terisolasi dimana arteri kehilangan elastisitasnya. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan
menjadi dua macam yaitu hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar
dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih 90 mmHg serta hipertensi
sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik
lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho, 2008).(Wulandhani et al., 2014)
Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013; Ferri, 2017)
Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis penyakit yang
mematikan di dunia dan faktor risiko paling utama terjadinya hipertensi yaitu
faktor usia sehingga tidak heran penyakit hipertensi sering dijumpai pada usia
senja/ usia lanjut (Fauzi, 2014), sedangkan menurut Setiati (2015), hipertensi
merupakan tanda klinis ketidakseimbangan hemodinamik suatu sistem
kardiovaskular, di mana penyebab terjadinya disebabkan oleh beberapa faktor/
multi faktor sehingga tidak bisa terdiagnosis dengan hanya satu faktor tunggal(Ferri,
2017)

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan menurut para peneliti
maka dapat diambil kesimpulan bahwa rumusan masalah mengenai angka kejadian
peningkatan lansia setiap tahunnya dengan hipertensi akan selalalu mengalami
peningkatan dengan nilai dan sesnsus yang telah dilakukan oeleh para ahli peneliti
dalam angka kejadian pada kasus lansia dengan hipertensi.

C. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
a. Apa Itu Definisi Hiprtensi ?
b. Apa Saja Etiologi Hipertensi ?
c. Apa Itu Klasifikasi Hipertensi ?
d. Apa Saja Faktor Resiko Dari Hipertensi ?
e. Apa Saja Phatofisologi Hipertensi ?
f. Apa Saja Manifestasi Klinis Hipertensi ?
g. Apa Saja Penatalaksanaan Hipertensi ?
h. Apa Saja Komplikasi Hipertensi ?
i. Apa Saja Pencegah Dari Hipertensi ?
2. TUJUAN KHUSUS
a. Dapat Mengetahui Definisi Hiprtensi ?
b. Dapat Mengetahui Etiologi Hipertensi ?
c. Dapat Mengetahui Klasifikasi Hipertensi ?
d. Dapat Mengetahui Faktor Resiko Dari Hipertensi ?
e. Dapat Mengetahui Phatofisologi Hipertensi ?
f. Dapat Mengetahui Manifestasi Klinis Hipertensi ?
g. Dapat Mengetahui Penatalaksanaan Hipertensi ?
h. Dapat Mengetahui Komplikasi Hipertensi ?
i. Dapat Mengetahui Pencegah Dari Hipertensi ?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
1. Definisi Hipertensi

Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau
26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap
hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Hipertensi di Indonesia menjadi masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25,8%. Prevalensi
tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%), Gorontalo (29,4%) dan
Sumatera Utara (25%). Prevalensi hipertensi meningkat dikarenakan tidak
mendapat penanganan yang baik sehingga menyebabkan komplikasi seperti
stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal dan kebutaan
(KemenkesRI, 2014; Sinaga & Sembiring, 2018)

Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan


peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013; Ferri,
2017) Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis
penyakit yang mematikan di dunia dan faktor risiko paling utama terjadinya
hipertensi yaitu faktor usiasehingga tidak heran penyakit hipertensi sering
dijumpai pada usia senja/ usia lanjut (Fauzi, 2014), sedangkan menurut Setiati
(2015), hipertensi merupakan tanda klinis ketidakseimbangan hemodinamik
suatu sistem kardiovaskular, di mana penyebab terjadinya disebabkan oleh
beberapa faktor/ multi faktorsehingga tidak bisa terdiagnosis dengan hanyasatu
faktor tunggal (Setiati, 2015; Ferri, 2017)

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal


dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang
dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari
140/90 mmHg (Elizabeth dalam Ardiansyah M., 2012 ; Kusuma, 2016)

Menurut Price (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016), Hipertensi


adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko
tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti
penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah,
makin besar resikonya (Kusuma, 2016).

Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan


tekanan darah persisten yang juga dijuluki pembunuh diam-diam atau silent
killerkarena tidak memiliki gejala yang khas sehingga seseorang yang
mengidap hipertensi selama bertahun-tahun tidak menyadari sampai terjadi
kerusakan organ vital yang cukup berat yang bahkan dapat menyebabkan
kematian (Hafiz, Weta, & Ratnawati, 2016; Ferri, 2017)

Sedangkan menurut Hananta I.P.Y., & Freitag H. (2011),Hipertensi


adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri
secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hipertensi dipengaruhi oleh
faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti usia, jenis kelamin dan
genetik/keturunan, maupun yang bersifat eksogen seperti obesitas, konsumsi
garam, rokok dan kopi. (Kusuma, 2016)

Menurut American Heart Associationatau AHA dalam Kemenkes


(2018), hipertensi merupakan silent killerdimana gejalanya sangat bermacam-
macam pada setiap individu dan hampir sama dengan penyakit lain. Gejala-gejala
tersebut adalah sakit kepalaatau rasa berat ditengkuk. Vertigo, jantung berdebar-
debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging atau tinnitus dan
mimisan (Azhari, 2017)
2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
(Ardiansyah M., 2012; Kusuma, 2016) :
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang
90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :
1) Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih
tinggi mendapatkan penyakit hipertensi.
2) Jenis kelamin dan usia
Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause
berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
3) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak.
Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan
kandungan lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan
berkembangnya penyakit hipertensi.
4) Berat badan obesitas
Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering
dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
5) Gaya hidup merokok dan konsumsi alcohol
Merokok dan konsumsi alcohol sering dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang terkandung
dalam keduanya.

b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui
penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit,
yaitu :
1) Coar ctation aorta,yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin
terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal.
Penyembitan pada aorta tersebut dapat menghambat aliran darah
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini
merupakan penyakit utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskuler berhubungan dengan penyempitan.
3) Satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke
ginjal.Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi
disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia(pertumbuhan
abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan
infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.
4) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi secara oral
yang memiliki kandungan esterogen dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume
expantion. Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal
setelah beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.
5) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal
dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate hypertension
disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
6) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
7) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk
sementara waktu.
8) Kehamilan
9) Luka bakar
10) Peningkatan tekanan vaskuler
11) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan
denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang kemudian
menyebabkan kenaikan tekanan darah.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Kusuma, 2016) :
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan distolik lebih besar dari 160
mmHg da tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada (Kusuma, 2016)
1) Elastisitas dinding aorta menurun
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.5)Meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer.

3. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH (World Health Organization-
International Society of Hypertension), dan ESH-ESC (European Society of
Hypertension-European Society of Cardiology), 2014 (Ferri, 2017)

Tabel2.1 Klasifikasi Tekanan Darah


Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Tekanan Darah

WHO-ISH ESH-ESC WHO-ISH ESH-ESC

Optimal <120 <120 <80 <80

Normal <130 120-129 <85 80-84

Tinggi-Normal 130-139 130-139 85-89 85-89

Hipertensi kelas1 140-159 140-159 90-99 90-99


(ringan)

Cabang: 140-149 90-94


perbatasan

Hipertensi kelas 2 160-179 160-179 100-109 100-109


(sedang)

109Hipertensi ≥180 ≥180 ≥110 ≥110


kelas 3 (berat)

Hipertensi ≥140 ≥180 <90 <90


sistolik terisolasi

Cabang: 140-149 <90


perbatasan
KlasifikasiTekana(Setiati, 2015; Bope & Kellerman, 2017)

Menurut American Heart Association, dan Joint National ComitteVIII (AHA &
JNC VIII, 2014), klasifikasi hipertensi yaitu

:Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)

Normal <120 <80

Pre-Hipertensi 120-139 80-89

Stage1 140-159 90-99

Stage2 ≥ 160 ≥ 160

Hipertensi Krisis > 180 > 110

(Bope & Kellerman, 2017)

Berikut kategori tekanan darah menurut Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia (2016) :

Tabel 2.3 Kategori Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)

Normal 120-129 80-89

Normal Tinggi 130-139 89

Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Hipertensi Derajat 3 > 180 > 110

(Depkes; 2016)

Mean Arterial Pressure (MAP) adalah hasil rata-rata tekanan darah arteri
yang dibutuhkan untuk sirkulasi darah sampai ke otak. Supaya pembuluh
darah elastis dan tidak pecah, serta otak tidak mengalami kekurangan
oksigen/normal, MAP yang dibutuhkan yaitu 70-100 mmHg. Apabila < 70
atau > 100 maka tekanan darah rerata arteri itu harus diseimbangkan yaitu
dengan meningkatkan atau menurunkan tekanan darah pasien tersebut
(Wahyuningsih, 2016;Ferri, 2017).
Rumus menghitung
MAP : MAP = sistol + 2 (diastol)
3
Hipertensi juga dapat dikategorikan berdasarkan MAP (Mean
Arterial Pressure).Rentang normal MAP adalah 70-100
mmHg(Wahyuningsih, 2016; Hamilton, & Ferri, 2017)

Table 2.4 Kategori Hipertensi berdasarkan MAP merujuk pada JNC VIII
(2014)

Kategori Nilai MAP (mmHg)


Normal <93

Pre hipertensi93 39-105

Hipertensi Stage 1 106-119

Hipertensi Stage 2 120 atau >120

Hipertensi Krisis 133 atau >133

(Wahyuningsih, 2016; Hamilton, 2017)

4. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi


Menurut Aulia, R. (2017) yang di kutip dari (Ferri, 2017), faktor risiko
hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Faktor yang tidak dapat diubah
Faktor yang tidak dapat berubaha adalah :
1) Riwayat Keluarga
Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak
kandung/saudara kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi
lebih berisiko untuk terkena hipertensi.
2) Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada
wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.c)Jenis
KelaminDewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria daripada
wanita.

3) Ras/etnik
Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar negeri
hipertensi banyak ditemukan pada ras Afrika Amerika daripada Kaukasia
atau Amerika Hispanik.
b. Faktor yang dapat diubah
Kebiasaan gaya hidup tidak sehat dapat meningkatkan hipertensi
antara lain yaitu :
1) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena
dalam rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh
pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di dalam
otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyemptkan pembuluh darah dan
memaksa jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi (Murni dalam Andrea, G.Y., 2013;Octavian et al., n.d.).
2) Kurang aktifitas fisik
Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya
aktifitas fisik merupakan faktorrisiko independen untuk penyakit
kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan
kematian secara global (Iswahyuni, S., 2017).
3) Konsumsi Alkohol
Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon
monoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah
menjadi lebih kental dan jantung dipaksa memompa darah lebih kuat
lagi agar darah sampai ke jaringan mencukupi (Komaling, J.K.,
Suba, B., Wongkar, D., 2013). Maka dapat disimpulkan bahwa
konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah.

4) Kebiasaan minum kopi


Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner,
termasuk peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah karena
kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan kafein. Salah satu
zat yang dikatakan meningkatkan tekanan darah adalah kafein. Kafein
didalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu produksi hormon
adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa didalam sel saraf yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah, pengaruh dari konsumsi
kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan bertahan hingga 12
jam (Indriyani dalam Bistara D.N., & Kartini Y.,2018).
5) Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam
Garam merupakan bumbu dapur yang biasa digunakan untuk
memasak. Konsumsi garam secara berlebih dapat
meningkatkan tekanan darah. Menurut Sarlina, Palimbong, S.,
Kurniasari, M.D., Kiha, R.R.(2018), natrium merupakan kation utama
dalam cairan ekstraseluler tubuh yang berfungsi menjaga
keseimbangan cairan. Natrium yang berlebih dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh sehingga menyebabkan edema atau asites,
dan hipertensi.
6) Kebiasaan konsumsi makanan lemak
Menurut Jauhari (dalam Manawan A.A., Rattu A.J.M., Punuh
M.I, 2016), lemak didalam makanan atau hidangan memberikan
kecenderungan meningkatkan kholesterol darah, terutama lemak
hewani yang mengandung lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi
bertalian dengan peningkatan prevalensi penyakit hipertensi.
7) Kurang olahraga,
Kurang olahraga dan kurang gerak dapat menyebabkan tekanan
darah meningkat. Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah
tinggi namun tidak dianjurkan olahraga berat.

8) Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil seperti cemas, yang
cenderung meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika
stress telah berlalu maka tekanan darah akan kembali normal.

5. Patofisiologi
Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total
resistensi/tahanan perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil Cardiac
Output didapatkan melalui perkalian antara stroke volume (volume darah
yang dipompa dari ventrikel jantung) denganhearth rate (denyut jantung).
Sistem otonom dan sirkulasi hormonal berfungsi untuk mempertahankan
pengaturan tahanan perifer. Hipertensi merupakan suatu abnormalitas dari kedua
faktor tersebut yang ditandai dengan adanya peningkatan curah jantung dan
resistensi periferyang juga meningkat (Kowalak, 2011; Ardiansyah, 2012).
Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi, teori-teori
tersebut antara lain (Kowalak, 2011) .
a. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri
yang mengakibatkan retensi perifermeningkat.
b. Terjadipeningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yangabnormal dan
berasal dalam pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi
perifer.
c. Bertambahnyavolume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau
hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang
disebabkan oleh retensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II
yang menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume
darah.
Tekanan darah yang meningkat secara terus-menerus pada pasien
hipertensi dapat menyebabkan beban kerja jantung akan meningkat. Hal ini
terjadi karena peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri. Agar
kekuatan kontraksi jantung meningkat, ventrikel kiri mengalami hipertrofi
sehingga kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung juga meningkat. Dilatasi
dan kegagalan jantung bisa terjadi, jika hipertrofi tidak dapat
mempertahankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi memicu
aterosklerosis arteri koronaria, maka jantung bisa mengalami gangguan lebih
lanjut akibat aliran darah yang menurun menuju ke miokardium, sehingga
timbul angina pektoris atau infark miokard. Hipertensi juga mengakibatkan
kerusakan pada pembuluh darah yang semakin mempercepat proses
aterosklerosis dan kerusakan organ-organ vital seperti stroke, gagal ginjal,
aneurisme dan cedera retina (Kowalak, 2011).
Kerja jantung terutama ditentukan besarnya curah jantung dan
tahanan perifer. Umumnya curah jantung pada penderita hipertensi adalah normal.
Adanya kelainan terutama pada peninggian tahanan perifer. Peningkatan
tahanan perifer disebabkan karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus
otot polos pada pembuluh darah tersebut. Jika hipertensi sudah dialami cukup
lama, maka yang akan sering dijumpai yaitu adanya perubahan-perubahan
struktural pada pembuluh darah arteriol seperti penebalan pada tunika
interna dan terjadi hipertrofi pada tunika media. Dengan terjadinya hipertrofi
dan hiperplasia, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi
sehingga terjadi anoksia relatif. Halini dapat diperjelas dengan adanya
sklerosis koroner (Riyadi, 2011).

6. Manifestasi Klinis
Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak memiliki
tanda/gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi
pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak
kemerahan, tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit tidur,
sesak napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang,
mimisan (keluar darah di hidung) (Fauzi, 2014; Ignata vicius, Workman, &
Rebar, 2017).

Hipertensi Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma


H.,2016), tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.
b. Gejala yang lazim
Seing dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis. Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Epistaksish
8) Kesadaran menurun
Selain itu, hipertensi memiliki tanda klinis yang dapat terjadi,
diantaranya adalah (Smeltzer, 2013):
a. Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada abnormalitas lain
selain tekanan darah tinggi.
b. Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi, eksudat,
penyempitan arteriol, dan bintik katun-wol (cotton-wool spots)
(infarksio kecil), dan papiledema bisaterlihat pada penderita
hipertensi berat.
c. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang saling
berhubungan dengan sistem organ yang dialiripembuluh darah yang
terganggu.
d. Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner dengan
angina atau infark miokardium.
e. Terjadi Hipertrofi ventrikel kiridan selanjutnya akan terjadi gagal
jantung.
f. Perubahan patologis bisaterjadi di ginjal (nokturia, peningkatan BUN,
sertakadar kreatinin).
g. Terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan iskemik
transien [TIA] [yaitu perubahan yang terjadi pada penglihatan atau
kemampuan bicara, pening, kelemahan, jatuh mendadak atau
hemiplegia transien atau permanen]).

7. Penatalaksanaan
Setiap program terapi memiliki suatu tujuan yaitu untuk mencegah
kematian dan komplikasi, dengan mencapai dan mempertahankan tekanan
darah arteri pada atau kurang dari 140/90 mmHg (130/80 mmHg untuk
penderita diabetes melitus atau penderita penyakit ginjal kronis) kapan
pun jika memungkinkan (Smeltzer, 2013).
a. Pendekatan non_farmakologis mencakup penurunan berat
badan; pembatasan alkohol dan natrium; olahraga teratur dan
relaksasi. Diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
tinggi buah, sayuran, dan produk susu rendah lemak telah terbukti
menurunkan tekanan darah tinggi (Smeltzer, 2013)
b. Pilih kelas obat yang memiliki efektivitas terbesar, efek samping terkecil,
dan peluang terbesar untuk diterima pasien. Dua kelas obat tersedia
sebagai terapi lini pertama : diuretikdan penyekat beta (Smeltzer, 2013).
c. Tingkatkan kepatuhan dengan menghindari jadwal obat yang kompleks
(Smeltzer, 2013).

Menurut Irwan (2016), tujuan pengobatan hipertensi adalah


mengendalikan tekanan darah untukmencegah terjadinya komplikasi, adapun
penatalaksanaannya sebagai berikut :

a. Non Medikamentosa
Pengendalian faktor risiko. Promosi kesehatan dalam rangka
pengendalian faktor risiko, yaitu :
1) Turunkan berat badan pada obesitas.
2) Pembatasan konsumsi garam dapur (kecuali mendapat HCT).
3) Hentikan konsumsi alkohol.
4) Hentikan merokok dan olahraga teratur.
5) Pola makan yang sehat.
6) Istirahat cukup dan hindari stress.
7) Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah) diet
hipertensi.

Penderita atau mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi


diharapkan lebih hati-hati terhadap makanan yang dapat memicu
timbulnya hipertensi, antara lain :

1) Semua makanan termasuk buah dan sayur yang diolah dengan


menggunakan garam dapur/soda, biskuit, daging asap, ham,
bacon, dendeng, abon, ikan asin, telur pindang, sawi asin, asinan,
acar, dan lainnya.
2) Otak, ginjal, lidah, keju, margarin, mentega biasa, dan lainnya.
3) Bumbu-bumbu; garam dapur, baking powder, soda kue, vetsin,
kecap, terasi, magi, tomatkecap, petis, taoco, dan lain-lain.

b. Medikamentosa meliputi :
Hipertensi ringan sampai sedang, dicoba dulu diatasi dengan
pengobatan non medikamentosa selama 2-4 minggu. Medikamentosa
hipertensi stage1 mulai salah satu obat berikut :
1) Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal pagi hari
2) Propanolol 2 x 20-40 mg sehari.
3) Methyldopa
4) MgSO4
5) Kaptopril 2-3 x 12,5 mg sehari
6) Nifedipin long acting(short actingtidak dianjurkan) 1 x 20-60 mg
7) Tensigard 3 x 1 tablet
8) Amlodipine 1 x 5-10 mg
9) Diltiazem (3 x 30-60 mg sehari) kerja panjang 90 mg sehari.

Sebaiknya dosis dimulai dengan yang terendah, dengan evaluasi


berkala dinaikkan sampai tercapai respons yang diinginkan. Lebih tua usia
penderita, penggunaan obat harus lebih hati-hati. Hipertensi sedang
sampai berat dapat diobati dengan kombinasi HCT + propanolol, atau
HCT + kaptopril, bila obat tunggal tidak efektif. Pada hipertensi berat yang
tidak sembuh dengan kombinasi di atas, ditambahkan metildopa 2 x
125-250 mg. Penderita hipertensi dengan asma bronchial jangan beri beta
blocker. Bila ada penyulit/ hipertensi emergensi segera rujuk ke rumah sakit.

8. Komplikasi
Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain sebagai berikut
(Irwan, 2016):
a. Serebrovaskuler: stroke, transient ischemic attacks, demensia vaskuler,
ensefalopati.
b. Mata: retinopati hipertensif.
c. Kardiovaskuler: penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi ventrikel
kiri, penyakit jantung koroner, disfungsi baik sistolik maupun diastolik
dan berakhir pada gagal jantung (heart failure)
d. .Ginjal: nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.
e. Arteri perifer: klaudikasio intermiten.

Menurut Ardiansyah, M. (2012) komplikasi dari hipertensi adalah :


a. Stoke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak. Stroke bisa
terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran
darah pada area tersebut berkurang. Arteri yang mengalami aterosklerosis
dapat melemah dan meningkatkan terbentuknya aneurisma.
b. Infark Miokardium Infark miokardium terjadi saat arteri koroner
mengalami arterosklerotik tidak pada menyuplai cukup oksigen ke
miokardium apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah
melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi
ventrikel maka kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi
dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
c. Gagal Ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-
kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke
unti fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik
dan kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui
urine dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga
terjadi edema pada penderita hipertensi kronik
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi
yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang tinggi
disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf
pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan kematian.

9. Pencegahan
Sebagaimana diketahui pre hipertensi bukanlah suatu penyakit, juga bukan
sakit hipertensi, tidak diindikasikan untuk diobati dengan obat farmasi, bukan
target pengobatan hipertensi, tetapi populasi pre hipertensi adalah kelompok
yang berisiko tinggi untuk menuju kejadian penyakit kardiovaskular. Di
populasi USA, menurut NHANES 1999-2000, insiden pre hipertensi sekitar 30
%. Populasi pre hipertensi ini diprediksi pada akhirnya akan menjadi
hipertensi permanensehingga pada populasi ini harus segera dianjurkan untuk
merubah gaya hidup (lifestyle modification) agar tidak menjadi progresi ke TOD
(Setiati, 2015).
Rekomendasi gaya hidup yang harus ditaati menurut CHEP 2011
untuk mencegah risiko menjadi hipertensi, dianjurkan untuk menurunkan asupan
garam sampai di bawah 1500 mg/hari. Diet yang sehat ialah bilamana
dalam makanan sehari-hari kaya dengan buah-buahan segar, sayuran, rendah
lemak, makanan yang kaya serat (soluble fibre), protein yang berasal dari
tanaman, juga harus tidak lupa olahraga yang teratur, tidak mengkonsumsi
alkohol, mempertahankan berat badan pada kisaran 18,5 –24,9 kg/m2 (Setiati,
2015). Menurut Riyadi (2011), pencegahan hipertensi terbagi atas dua bagian,
yaitu :
a. Pencegahan primer
Faktor risiko hipertensi antara lain: tekanan darah di atas rata-rata,
adanya riwayat hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro),
takikardia, obesitas, dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan
untuk :
1) Mengatur diet agar berat badan tetap idel juga untuk menjaga agar tidak
terjadi hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, dan sebagainya.
2) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah
garam.
4) Melakukan exerciseuntuk mengendalikan berat badan.

b. Pencegahan sekunder.
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui
menderita hipertensi karena faktor tertentu, tindakan yang bisa
dilakukan berupa :
1) Pengelolaan secara menyeluruhbagi penderita baik dengan obat
maupun tindakan-tindakan seperti pencegahan primer.
2) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara
normal atau stabil mungkin.
3) Faktor-faktor risiko penyakit jantung iskemik yang lain harus
dikontrol.
4) Batasi aktivitas.

B. Lansia

1. Definisi Lansia

Lanjut usia secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia

(lansia) apabila usianya 65 tahun keatas (Effendi dan Makhfudli,

2009). Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO seseorang disebut

lanjut usia (elderly) jika berumur 60-74 tahun.(Anggreani, 2019).

Menua merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh setiap

individu dengan adanya perubahan kondisi fisik, psikologis dan

sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Meningkatnya usia

menyebabkan seseorang menjadi rentan terserang berbagai macam

penyakit(Wijaya, 2011)

Usia lanjut itu dimana fase akan menurunnya kemampuan akal dan

fisik, yangdi mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai

mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai

kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,


seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya,

yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi man usia yang normal, siapa

orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase

hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya.

(Alhogbi, 2017)

Semakin bertambahnya usia, maka semakin banyak kemungkinan besar

seseorang akan mengalami permasalahan-permasalahan yang akan muncul

terutama pada fisik, jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial. Salah satu

permasalahan yang sangat mendasar pada lanjut usia adalah masalah

kesehatan terjadi di dalam tubuh atau system kekebalan tubuh, hal ini akan

terjadi terus menerus dengan cara bergantian yang akan terja di secara cepat

atau lambat. Proses penuaan merupakan suatu proses biologis dan alamiah

yang tidak dapat dihindari, dengan sendirinya dengan seiringnya berjalannya

waktu secara terus menerus dan bergulir akan selalu berkesinambungan

dengan maslah pada kesehatan biologis dan psikologisnya. proses menua

akan menyebabkan terjadinya perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia

pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh

secara keseluruhan yang tidak mungin bisa untuk di hindari, hal ini di

sampaiakan oleh (Amalia, 2017;1)


2. Batasan Lansia

a. Menurut WHO (1999) yang di kutip pada suatu jurnal (Ruíz, 2015 :3) yang

kini menjelaskan bagaimna batasan lansia, berikit ini adalah sebagai

penglompokan batasan usia pada lansia :

1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,

2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan

3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.

b. Menurut Depkes RI (2005) yang di kutip dalam suatu jurnal (Ruíz, 2015:3)

yang berisiskan tentang bagaimana penjelasan mengenai batasan lansia yang

kini dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:

1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,

2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas

3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke

atas dengan masalah kesehatan

3. Perubahan Lansia

Menurut Jwing-MingFranciscoLemos et al., (2019;3) ada beberapa

perubahan lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui perubahan yang di

alami secara alami oleh lansia yaitu:

a. Perubahan fisik

Perubahan pada lansia mencakup perubahan pada sel, system indra,

sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler dan respirasi, pencernaan dan


metabolisme, perkemihan, sistem saraf, dan sistem reproduksi. (Jwing-Ming

Francisco Lemos et al., 2019;13).

b. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia, yaitu masa pensiun,

perubahan aspek kepribadian, dan perubahan dalam peran sosial di

masyarakat. Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya

transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres psikososial, lansia

psikomotor yang meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,

perhatian yang menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi semakin

lambat, fungsi psikomotor meliputi hal-hal yang berhubungan dengan

dorongan kehendak, yang mengakibatkan lansia menjadi kurang cekatan.

Adanya penurunan kedua fungsi tersebut membuat lansia mengalami

perubahan kepribadian, Perubahan dalam peran sosial di masyarakat dapat

terjadi akibat adanya gangguan fungsional maupun kecacatan pada lansia. Hal

ini dapat menimbulkan perasaan keterasingan pada lansia. Respon yang

ditunjukkan oleh lansia, yaitu: perilaku regres (Jwing-MingFranciscoLemos

et al., 2019;17)

c. Perubahan Spritual

Perubahan spiritual Agama atau kepercayaan makin berintegrasi

dalam kehidupan lansia menyatakan bahwa lansia makin teratur dalam

menjalankan rutinitas kegiatan keagamaannya sehari- hari. Lansia juga

cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian. (Jwing-

Ming Francisco Lemos et al., 2019;17)


d. Perubahan pola tidur

Penurunan aliran darah dan perubahan dalam mekanisme

neurotransmiter dan sinapsis memainkan peran penting dalam perubahan

tidur dan terjaga yang dikaitkan dengan faktor pertambahan usia. Faktor

ekstrinsik, seperti pensiun, juga dapat menyebabkan perubahan yang tiba- tiba

pada kebutuhan untuk beraktivitas dan kebutuhan energi sehari-hari serta

mengarah pada perubahan pada kebutuhan tidur dan perubahan peran yang

menyebabkan stres psikososial. faktor stres psikologis dapat mempengaruhi

tidur individu. (Jwing-MingFranciscoLemos et al., 2019;19)

Sedangkan menurut para ahli menyatakan bahwa Lansia adalah

kelompok usia 60 tahun keatas yang rentan terhadap kesehatan fisik dan

mental. Penuaan atau dikenal dengan aging berarti merupakan tahap lanjut

dari proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh

untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan kemampuan berbagai

organ, fungsi dan sistem tubuh bersifat alamiah/fisiologis. Pada umumnya

tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan memimbulkan

masalah di usia sekitar 60 tahun (Witriya, 2016;1)

4. Ciri – Ciri Lansia

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut (Ruíz, 2015:4) :

a. Lansia merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor

psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada

lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam


melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,

akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka

kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan

terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya

lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di

masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai

tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi

positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami

kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya

dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari

lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat

sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia

sebagai ketua RW karena usianya.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung

mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan

bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat

penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal

bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan


karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan

lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki

harga diri yang rendah.

5. Perkembangan Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia

di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia

merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan

mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa

hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami

kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat

melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan

perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel,

yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan

dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,

pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan

kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai

penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.

Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori,

namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak

ditemukan pada faktor genetik.(Ruíz, 2015:4)


6. Pendekatan Perawatan Lansia

Pendekatan pada lansia di bagaikan menjadi tiga bagian yaitu sabagai berikut

(Ruíz, 2015:8) :

a. Pendekatan fisik

Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik

melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami klien

lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan

yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat

dicegah atau progresifitas penyakitnya.

Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2

bagian:

1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih

mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam

kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.

2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau

sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini,

terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk

mempertahankan kesehatan.

b. Pendekatan psikologis

Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan

edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung

terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat

yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam


memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima

berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus selalu

memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin

mengubah tingkahlaku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat

bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap.

a. Perubahan social

Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu

upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan

untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan

sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa

lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam

pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antar lania

maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya

kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia

perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.


DAFTAR PUSTAKA
Alhogbi, B. G. (2017). HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DENGAN
KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 21–25. http://www.elsevier.com/locate/scp
Amalia, I. N. (2017). Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Kelelahan Fisik Lansia. In
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Diponegoro (Issue April).
Anggreani, N. (2019). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Lansia Dengan Riwayat Hipertensi
Dalam Pengendalian Tekanan Darah Pada Lansia Di Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2019. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Ferri. (2017). hipertensi. 9–42.
Iswahyuni, S. (2017). Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dan Hipertensi Pada Lansia. Profesi
(Profesional Islam) : Media Publikasi Penelitian, 14(2), 1.
https://doi.org/10.26576/profesi.155
Jwing, Ming, Francisco, Lemos, Alecsandro, Roberto, Nagata, M., J., Palar, Kartika, Gooding,
Holly, Garber, Andrea, Whittle, J., H., Bibbins, Domingo, Kirsten, … Marno. (2019).
Gambaran kualitas tidur dan kuantitas tidur pada lanjut usia ( lansia ) di panti sosial tresna
werdha minaula kota kendari karya tulis ilmiah. Maturitas, 243(May), 1–12.
https://doi.org/10.1016/j.cpr.2018.11.002
Kusuma. (2016). Hupertensi dengan Tingkat Kecemasan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. 2011,
10–33.
Octavian, Y., Setyanda, G., Sulastri, D., & Lestari, Y. (n.d.). Artikel Penelitian Hubungan
Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki- Laki Usia 35-65 Tahun di Kota Padang.
4(2), 434–440.
Sinaga, J., & Sembiring, E. (2018). Self Efficacy dan Gaya Hidup Pasien Hipertensi.
9(November), 360–365.
Wijaya, S. A. (2011). Hubungan Pola Makan dengan Tingkat Kejadian Hipertensi pada Lansia di
Dusun 14 Sungapan Tirtorahayu Galur Kulon Progo Yogyakarta. Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah Yogyakarta, 1–14.
Witriya, C. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Pola Tidur Lansia di Kelurahan
Tlogomas Kota Malang. Nursing News : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keperawatan, 1 No. 2,
190–203. https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/view/437
Wulandhani, S. A., Nurchayati, S., & Lestari, W. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Motivasi Lansia Hipertensi Dalam Memeriksakan Tekanan Darahnya. Jom Psik,
1(OKTOBER), 1. sriayuwulandhani@gmail.com
Zaenurrohmah, D. H., & Rachmayanti, R. D. (2017). Hubungan Pengetahuan dan Riwayat
Hipertensi dengan Tindakan Pengendalian Tekanan Darah pada Lansia. Fkm_Unair, 39(4),
833–843. https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.174-184

Anda mungkin juga menyukai