Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang sudah populer di

masyarakat, tetapi apakah masyarakat mengetahui bahwa penyakit hipertensi itu

termasuk pemicu terjadinya penyakit kelas berat seperti gagal jantung, bahkan

stroke yang mematikan. Tidak jarang penderitanya merasakan tidak ada keluhan,

sehingga hipertensi lebih dikenal sebagai silent killer (pembunuh diam-diam). Hal

ini sesuai dengan pengertian hipertensi yang merupakan tekanan darah sistolik

≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg atau bila pasien memakai

obat antihipertensi (Mansjoer, arif1999:518). Menurut Charlene j.Reeves, dkk,

mendefinisikan hipertensi sebagai proses penyakit seumur hidup dan sebagai

peningkatan tekanan darah secara terus menerus hingga melebihi batas normal.

Penyakit ini merupakan masalah yang tidak jarang penderitanya mengalami

kekambuhan. Hipertensi yang dibiarkan tak tertangani, bisa menyebabkan

pecahnya pembuluh darah cerebral, penyakit arteri koroner dan gagal ginjal

(Reeves,dkk,2001:114). Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa

tekanan darah orang dewasa cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

usia yang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya gaya hidup.

Seiring berubahnya gaya hidup di perkotaan mengikuti era globalisasi,

kasus hipertensi terus meningkat. Gaya hidup gemar makan makanan cepat saji

yang kaya lemak, asin, malas berolahraga dan mudah stres, ikut berperan dalam

menambah jumlah pasien hipertensi. Menurut data WHO tahun 2007, perempuan

1
2

penderita hipertensi lebih tinggi, yaitu 37% sedangkan pria 28% dan prevalensi

mencapai 50%-70% pada tahun 2009. Di negara berkembang diperkirakan sekitar

80% kenaikan kasus hipertensi dari 639 juta kasus di tahun 2000, diprediksi

meningkat menjadi 1,15 milyar kasus pada tahun 2025, Prediksi ini didasarkan

pada angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini. Sedangkan

menurut ketua umum PERHI, Arieska Soenarta, di Indonesia sendiri prevalensi

hipertensi memang bervariasi. Persentasenya antara 8 hingga 37%. Angka

prevalensi tertinggi di Indonesia ada di Provinsi Papua, tepatnya di Wamena.

Survei di pedesaan Bali (2010) menemukan prevalensi pria sebesar 46,2% dan

53,9% pada wanita. Menurut data statistik Puskesmas Pasean Pamekasan, jumlah

penderita hipertensi sebanyak 143 orang (tahun 2012), 152 orang (tahun 2013),

176 orang (tahun 2014). Sedangkan tingkat kekambuhan pada penderita hipertensi

yang datang berobat kembali berdasarkan data di puskesmas rata-rata sebanyak 10

% tiap tahun dari jumlah penderita.

Berdasarkan prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia yang cukup

tinggi, tidak jarang penderitanya sendiri tidak merubah gaya hidupnya sehingga

beresiko untuk terjadinya kekambuhan. Dampak kekambuhan atau komplikasi

dari hipertensi adalah pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung

secara tiba-tiba (Epistaksis), tengkuk terasa pegal, mudah lelah, cepat marah,

telinga berdengung, sesak nafas dan mata berkunang-kunang dalam jangka

panjang dampak kekambuhan adalah seperti perdarahan retina, gagal jantung,

gagal ginjal, stroke, dan lain-lain maka perlu dilakukan tindakan penanggulangan

hipertensi yaitu salah satunya pencegahan sehingga penderita dapat merubah gaya

hidupnya. Hipertensi memerlukan penanganan yang tepat dan keberhasilan


3

pengobatan tidak saja ditentukan oleh obat antihipertensi, tetapi juga oleh

kepatuhan minum obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pencegahan

dan gaya hidup. Biasanya hipertensi kambuh kembali akibat ketidakdisiplinan

pasien pada hal-hal yang harus dilakukan atau dihindari, misalnya pasien tidak

merubah gaya hidupnya seperti mengkonsumsi makanan berlemak dan garam,

tidak menghindari penggunaan stimulant seperti rokok, kopi dan lain-lain, tidak

lagi kontrol ke pelayanan kesehatan. Sehingga pasien hipertensi harus terus

diinformasikan tentang akibat negatif dari hipertensi yang tak diobati,dan

dianjurkan untuk mengikuti konsultasi kesehatan secara rutin

(Reeves,dkk,2001:114).

Dari uraian diatas, peneliti menganggap bahwa prevalensi penderita

hipertensi perlu mendapatkan perhatian khusus agar tidak berkembang menjadi

masalah yang lebih kompleks. Tingginya jumlah atau prevalensi penyakit

hipertensi dan besarnya dampak yang ditimbulkannya dari penyakit ini serta

ketidakdisiplinan pasien pada terapi dan pencegahan perlu mendapatkan perhatian

lebih serius lagi dari petugas kesehatan di puskesmas khsusnya perawat, dimana

sebagai edukator dan konselor perawat perlu menekankan pentingya pencegahan

kekambuhan hipertensi yang dimodifikasi dengan perubahan gaya hidup.Oleh

karena itu, peneliti termotivasi untuk mengetahui kajian faktor resiko pada

kekambuhan pasien hipertensi.


4

1.2 Identifikasi masalah

Faktor internal Faktor eksternal


a. Jenis kelamin a. Koping adaptasi
b. Usia b. Lingkungan
c. Gaya hidup
d. Sosial ekonomi
e. Penyakit primer
f. genetik

Masih adanya kekambuhan kejadian hipertensi 17 orang (10%)


Gambar 1.1 : Identifikasi masalah kajian factor resiko pada kekambuhan pasien hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Peragaan Sumenep

1.2.1 Faktor Internal

a) Jenis kelamin

Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi dibandingkan wanita.Pada

umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita. Faktor yang

memungkinkan sebagai penyebab adalah perokok, pada umumnya merokok itu

dilakukan oleh pria. Pada usia pertengahan dan usia selanjutnya, insidens pada

wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insiden pada wanita

lebih tinggi. (Potter, 2010)

b) Usia

Insidens hipertensi makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia

seseorang. Umur yang bertambah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh

darah sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah. Hipertensi pada

usia sebelum 20 tahun atau di atas 50 tahun . Jika hipertensi diderita oleh individu

yang berusia kurang dari 35 tahun, maka ia berisiko menderita penyakit arteri

koroner dan kematian premature (Mansjoer, 2009)


5

c) Gaya hidup

Gaya hidup seseorang sangat berpengaruh pada kesehatan seseorang

terutama pada angka kejadian penyakit hipertensi. Pada sebagian kelompok

masyarakat kita beranggapan, bahwa kegemukan identik dengan hidup yang sehat

karena hal itu menunjukkan kesejahteraan hidup sehingga mereka sangat senang

apabila tubuhnya mengalami kegemukan. Selain itu adanya kecenderungan

masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat

pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat

kota yang berhubungan dengan risiko penyakit hipertensi seperti stress, obesitas

(kegemukan), kurangnya olah raga, dan makan makanan yang tinggi kadar

lemaknya. Perokok berat dan peminum alkohol juga memiliki risiko tekanan

darah tinggi. Walaupun mekanismenya belum diketahui dengan pasti, namun

pengamatan epidemiologi menunjukkan bahwa kebiasaan ini banyak terdapat

pada penderita tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Di samping itu,

kegemukan akibat kurang olahraga juga mempengaruhi munculnya tekanan darah

tinggi. Beberapa penelitian epidemiologi membuktikan bahwa mayoritas

penderita tekanan darah tinggi adalah orang gemuk.(Mansjoer, 2009)

d) Sosial Ekonomi

Seseorang dengan status ekonomi yang baik cendrung menkonsumsi

makanan yang serba instan dan mewah serta banyak mengandung lemak tinggi

sehingga pada kelompok ini seseorang lebih berpotensi menderita penyakit

hipertensi dibandingkan dengan status ekonomi rendah.pola makan yang tidak

seimbang juga tidak baik untuk kesehatan. Terlalu banyak makan makanan

berlemak seperti, jeroan, daging dan kambing dapat menyebabkan penimbunan


6

kolesterol dalam tubuh. Pada penderita hipertensi akan terjadi peningkatan

tekanan darah apabila mereka mengkonsumsi makanan tersebut dalam jumlah

yang berlebihan. (Gray, at All, 2007)

e) Penyakit Primer

Seseorang yang menderita penyakit primer akan lebih mudah menderita

penyakit hipertensi seperti penyakit diabetes millitus. Peninggian tekanan darah

kadang-kadang merupakan satu-satu gejala. Bila demikian, gejala baru muncul

setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Berdasarkan pada

penelitian A. Gani di Sumatra, laporan Hermaji dan Sugti, gejala yang banyak

dijumpai gejala pusing, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang

dan telinga berdengung (Gray, at All, 2009).

f) Genetik

Berdasarkan data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah

penderita hipertensi juga, statistik di Amerika menunjukkan prevalensi hipertensi

pada orang kulit hitam hampir 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang

kulit putih.Kejadian hipertensi lebih banyak dialami oleh orang kembar monozigot

(identik) dibandingkan dengan kembar heterozigot. Pada kembar monozigot, jika

salah seorang menderita hipertensi, yang lainnya kemungkinan juga akan

mengalami hipertensi (Soharto, 2004)

1.2.2 Faktor Eksternal

a) Mekanisme koping/ koping adaptasi

Mekanisme kopingatau koping adaptasi adalah cara bagaimana seseorang

mengatasi masalah dalam hidupnya, jika seseorang memiliki mekanisme koping


7

yang baik maka orang tersebut kecendrungannya memiliki status kesehatan yang

baik pula, namun jika orang tersebut memiliki mekanisme koping yang jelek

maka hal ini dapat memicu seseorang mengalami stress dalam hidupnya. Hal

inilah yang menjadi faktor resiko terjadinya hipertensi(Soharto, 2010)

b) Lingkungan

Lingkungan berkaitan erat dengan sumber informasi yang diterima oleh

seseorang sehubungan dengan penyakit hipertensi. Seseorang menganjurkan agar

penderita hipertensi tidak merokok karena apabila merokok bisa menjadi faktor

risiko untuk meningkatnya tekanan darah. Informasi ini hanya disampaikan oleh

keluarga yang penderita hipertensinya merokok (Soharto, 2010)

1.3 Batasan Masalah

Dari beberapa kemungkinan penyebab atau faktor yang melatar

belakangi maka peneliti hanya membatasi kajian factor resiko pada

kekambuhan pasien hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Peragaan

Sumenep.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, adapun rumusan masalah sebagai berikut,

Bagaimana kajian faktor resiko pada kekambuhan pasien hipertensi di Puskesmas

Peragaan Sumenep ?

1.5 Tujuan Penelitian

Mengetahui kajian faktor resiko pada kekambuhan pasien hipertensi di

Puskesmas Peragaan Sumnep.


8

1.5.1 Mengidentifikasi faktor merokok pada resiko kekambuhan pasien

hipertensi di Puskesmas Peragaan Sumenep

1.5.2 Mengidentifikasi faktor aktifitas fisik pada resiko kekambuhan pasien

hipertensi di Puskesmas Peragaan Sumenep

1.5.3 Mengidentifikasi faktor penggunaan alkohol pada resiko kekambuhan

pasien hipertensi di Puskesmas Peragaan Sumenep

1.5.4 Mengidentifikasi faktor pola makan pada resiko kekambuhan pasien

hipertensi di Puskesmas Peragaan Sumenep

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Bagi Peneliti

Meningkatkan pengetahuan peneliti, sehingga dapat dijadikan bekal untuk

mengembangkan potensi diri sebagai perawat khususnya, terutama dalam

upaya penanganan masalah kesehatan terkait dengan bidang penelitian ini.

1.6.2 Bagi puskesmas

Evaluasi pada perkembangan cakupan dan keberhasilan pada program yang

dijalankan dan menjadi masukan untuk penyusunan kebijakan

pembangunan selanjutnya.

1.6.3 Bagi Institusi pendidikan

Sebagai masukan, perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang

kesehatan ( keperawatan ) tentang kajian faktor resiko yang mempengaruhi

gaya hidup pada pasien hipertensi dalam nencegah kekambuhan.


9

1.6.4 Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan

perencanaan keperawatan yang akan dilakukan tentang masalah terkait

sehingga dapat dilakukan perbaikan dan evaluasi.

1.6.5 Bagi Pasien/Responden

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran dalam

mencegah kekambuhan hipertensi dengan adanya modifikasi gaya hidup.

Anda mungkin juga menyukai