Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan arus globalisasi di segala bidang dengan perkembangan
teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan
gaya hidup pada masyarakat. Perubahan gaya hidup, sosial ekonomi,
industralisasi, dapat memacu meningkatnya penyakit seperti hipertensi.
Penyakit hipertensi merupakan suatu sindrom atau kumpulan gejala
kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks
dan saling berhubungan dan ditandai dengan meningkatnya tekanan darah
pada seseorang (American Society of Hypertension, 2010).
Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien
hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan
prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi
65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30%
diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi
hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan
stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis (Devicaesaria, 2014).
Hipertensi

krisis

merupakan

salah

satu

kegawatan

dibidang

neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi


krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering
berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari
peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk
mencegah komplikasi yang mengancam jiwa (Devicaesaria, 2014)
Menurut Badan kesehatan dunia World Health Organization (2009) di
dunia terdapat 1/3 (15,3 juta) kematian yang disebabkan oleh penyakit
hipertensi pada tahun 2008 yang terjadi di negara berkembang dan negara
berpenghasilan menengah ke bawah. Pada tahun 2009, penyakit hipertensi
telah mengakibatkan kematian sebesar 28% dari seluruh kematian yang terjadi
di kawasan Asia Tenggara (WHO 2010 dalam Fitriani, 2012).
1

Menurut Kemenkes (2014), prevalensi penyakit jantung di masyarakat


semakin hari semakin meningkat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, penyakit jantung menjadi salah satu penyebab utama
kematian. Prevalensi secara nasional mencapai 7,2%. Kematian akibat
penyakit jantung, hipertensi dan stroke mencapai 31,9% sedangkan angka
kematian karena penyakit kardiovaskular di rumah sakit yaitu sekitar 6-12%.
Sementara itu, data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan terdapat
peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara dari 7,6 persen pada
tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2014). Menkes
memprediksikan angka-angka tersebut sangat mungkin akan terus meningkat
setiap tahunnya, karena tingginya faktor resiko yang mempengaruhi, antara
lain perubahan gaya hidup, pola makan, kurangnya olahraga, merokok, stress,
hipertensi, diabetes, dislipidemia, dan faktor lingkungan/ polusi yang
membahayakan kesehatan, serta rendahnya kondisi sosioekonomi masyarakat
(Kemenkes, 2014).
Kebanyakan penderita hipertensi lalai dengan pengobatannya, karena
hipertensi umumnya tidak menyebabkan gangguan, tidak menyebabkan
kurang nyaman malah tidak jarang pasien merasa kurang nyaman, bila ia
minum obat hipertensi. Tidaklah mengherankan bila hipertensi dijuluki
sebagai pembunuh diam-diam (the silent killer). Hal ini perlu diberitahu
kepada pasien dan dokter perlu ada kesepakatan dengan pasien untuk mencari
obat dengan efek samping sedikit (Fitriani, 2012).
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial merupakan 95%
dari seluruh kasus Hipertensi. Sisanya adalah Hipertensi Sekunder, yaitu
tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat diklasifikasikan, diantaranya
adalah kelainan organik seperti penyakit ginjal, kelainan pada korteks adrenal,
pemakaian obat-obatan sejenis kortikosteroid dan lain-lain (Yugiantoro M
2006 dalam Fitriani, 2012).
Faktor Risiko Kejadian Hipertensi antara lain adalah : Stress, Pola
Makan, umur, faktor Genetik, Jenis Kelamin, Obesitas, Asupan Garam,
Peminum Alkohol dan kebiasaan Merokok. Hipertensi bersifat diturunkan atau
2

bersifat Genetik. Individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai


Risiko dua kali lebih besar untuk menderita Hipertensi daripada orang yang
tidak mempunyai keluarga dengan Riwayat Hipertensi. Insidensi Hipertensi
meningkat seiring dengan pertambahan usia dan pria memiliki Risiko lebih
tinggi untuk menderita Hipertensi lebih awal. Obesitas dapat meningkatkan
kejadian Hipertensi. Hal ini disebabkan lemak dapat menimbulkan sumbatan
pada pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Asupan
garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormone
natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah.
Kebiasaan merokok berpengaruh dalam meningkatkan risiko Hipertensi
walaupun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti
(Wade, 2003).
Pada pembahasan kali ini Penulis akan membahas tentang asuhan
keperawatan pada Ny. H dengan Hipertensi Emergensi di IGD RSJPDNHK
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang telah dikemukakan di atas, maka Penulis antusias
untuk mengangkat penyakit Hipertensi untuk dijadikan studi kasus dengan
judul Asuhan keperawatan pada Ny. H dengan Hipertensi di IGD RSJPDNHK.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada
pasien Ny. H dengan hipertensi
2. Tujuan Khusus
Secara Khusus Penulisan ini bertujuan agar Penulis:
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien Ny. H dengan hipertensi
b. Mampu merumuskan diagnosa pada pasien Ny. H dengan hipertensi
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Ny. H dengan
hipertensi
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien Ny. H dengan
hipertensi

e. Mampu menyusun evaluasi keperawatan pada pasien Ny. H dengan


hipertensi
D. Sistematika Penulisan
1. BAB I
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan metode
penulisan dan sistematika penulisan
2. BAB II
Tinjauan Teoritis yang terdiri dari pengertian, tujuan, mekanisme, macam
macam dan asuhan keperawatan
3. BAB III
Tinjauan Kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi
4. BAB IV
Pembahasan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi
5. BAB V
Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
E. Manfaat penulisan
1. Sebagai masukan pengetahuan dan pemahaman bagi para perawat agar
dapat memberikan pengetahuan, bimbingan dan konseling terhadap pasien
hipertensi agar mendapatkan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai
dengan standar keperawatan.
2. Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti, melihat

banyaknya penduduk di Indonesia yang menderita penyakit Hipertensi dan


banyak angka kematian di Indonesia akibat Hipertensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg
4

tetapi pada populasi lansia hipertensi didefenisikan sebagai tekanan sistolik


160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan
darah di dalam arteri (Utaminingsih, 2009). Hipertensi apabila seseorang
memiliki tekanan darah arteri rata-ratanya lebih tinggi dari batas normal
dengan tekanan sistol 135 mmHg dan tekanan darah diastol 90 mmHg
(Guyton & Hall, 2008).
Penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi
adalah penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak
konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika
memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada
arteri sistemik, baik diastolik maupun sistolik, atau kedua-duanya secara terus
menerus (Hull, 1996). Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan
darah seseorang adalah 140 mmHg (tekanan sistolik) dan 90 mmHg
(tekanan diastolik) (Joint National Committee on Prevention Detection,
Evaluation, Dan Treatment of High Pressure VII,2003)
Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang
mengganggu kesehatan masyarakat. Umumnya, terjadi pada manusia yang
berusia 50 tahun. Namun banyak tidak menyadari bahwa mereka menderita
hipertensi akibat yang tidak nyata dan disebut pembunuh diam-diam. Pada
usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria dari
pada perempuan. Pada golongan usia 56-64 tahun, pasien hipertensi pada pria
dan perempuan sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, pasien hipertensi
perempuan lebih banyak dari pada pria (Depkes, 2008).
Menurut Devicaesaria (2014), Hipertensi krisis merupakan salah satu
kegawatan dibidang neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat
darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan
sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari
peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk
mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.

Hipertensi emergensi (darurat) adalah Peningkatan tekanan darah


sistolik >180 mmHg atau diastoik >120 mmHg secara mendadak disertai
kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera
mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi
intravena (Devicaesaria, 2014)..
Hipertensi urgensi (mendesak) adalah Peningkatan tekanan darah
seperti_pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ
target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam
dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral (Devicaesaria, 2014).
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih
dari 140 mmHg dan sistolik lebih dari 190 mmHg.
B. Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berongga dan berotot yang terletak di tengah
thoraks, dan menempati rongga antar paru dan diafragma. Berat jantung
sekitar 300 g, meskipun berat dan ukurannya di pengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, berat badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit
jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah kejaringan, menyuplai
oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah
hasil metabolisme. Terdapat dua pompa jantung yang terletak sebelah kanan
dan kiri jantung, keluaran jantung kanan didistribusikan seluruhnya ke paru
melalui arteri pulmonalis, dan keluaran jantung kiri seluruhnya didistribusikan
ke bagian tubuh lain melalui aorta. Kedua pompa jantung tersebut
menyemburkan darah secara bersamaan dengan kecepatan keluar yang
bersamaan (Smeltzer & Bare, 2002).

Gambar 2.1
Anatomi jantung

1. Pelapis jantung
Perikardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat membesar dan
mengecil, membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Perikardium
melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Ruang
antara permukaaan jantung dan lapisan dalam perikardium berisi sejumlah
kecil cairan, yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama
kontraksi jantung.
2. Ruang jantung
Terdapat empat ruang pada jantung atrium kanan dan kiri atas yang
dipisahkan oleh septum intratrial, ventrikel kanan dan kiri bawah
dipisahkan oleh septum intraventrikular. Fungsi atrium adalah menampung
darah yang datang dari vena dan berindak sebagi tempat penimbunan
sementara sebelum darah kemudian dikosonkan ke ventrikel. Dinding
atrium lebih tipid dari pada dinding ventrikel karena rendahnya tekanan
yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan kemudian
menyalurkannya ke ventrikel. Kerana ventrikel kiri mempunyai beban
kerja yang lebih berat, maka tebalnya sekitar 2- lebih tebal dibanding
ventikel kanan.
3. Katup jantung
Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah dalam
jantung. Katup, yang tersusun atas bilah-bilah haringan fibrosa, membuka
dan menutup secara pasif sebagai respon terhadap perubahan tekanan
darah dan aliran darah ada dua jenis katup yaitu : atrioventrikularis dan
semilunaris.
a. Katup Atrioventrikulari katup yang memisahkan atrium dan ventrikel,
katup trikuspidalis dinamakan demikin karena terdiri dari tiga kuspid
atau daun memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan sedangkan,
katup mitral atau bikuspidalis atau yang terdiri dari dua daun terletak
antara atrium dan ventrikel kiri.
7

b. Katup Semilunaris katup semilunaris terletak antara ventrikel dan

arteri yang bersangkutan. Katup antara ventrikel kanan dan arteri


pulmonalis disebut katup pulmonalis, sedangkan katup antara ventrikel
kiri dan aorta dinamakan katup aorta.
4. Arteri Koronaria
Arteri kolonaria adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung,
yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan
nutrisi. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat hulunya di ventrikel kiri.
Dinding sisi kiri jantung disuplai dengan bagian yang lebih banyak melalui
arteri koronia utama kiri, yang kemudian terpecah menjadi dua cabang
besar kebawa (arteri desenden anterior sinistra) dan melintang (arteri
sirkumfleksa) sisi kiri jantung. Jantung kanan dipasok seperti itu pula oleh
arteri koronaria dekstra.
5. Otot jantung
Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung dinamakan otot
jantung. Secara mikriskopis otot jantung mirip otot skelet, yang berada
dibawah kontrol kesadaran. Namun secara fungsional otot jantung
menyerupai otot polos karena sifatnya volunter. Serat otot jantung tersusun
secara interkoneksiu (disebut sinistrium) sehingga dapat berkontraksi dan
berelaksasi secara terkoordinasi. Pola urutan kontraksi dan relaksasi tiaptiap serabut otot akan memastikan kelakuan ritmit otot jantung sebagai
satu keseluruhan dan memungkinkannya berfungsi sebagia pompa. Otot
jantung itu sendiri dinamakan Miokardium. Lapisan dalam miokardium
yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan Endokardium, dan
lapisan sel di bagian luar Epikardium (Smeltzer & Bare, 2002).
C. Fisiologi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh
permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembulu
darah (Guyton,2008). Tekanan darah adalah tenaga yang digunakan oleh darah
terhadap setiap satuan daerah dari dinding pembuluh darah. Tekanan darah
hampir selalu diukur dalam mililiter air raksa (mmHg) karena manometer air
raksa telah di gunakan sebagai standar untuk mengukue tekanan darah
sepanjang sejarah fisiologi (Guyton,2008).

Cara pengukuran tekanan darah yang baik adalah secara indierek


dimana

orang

percobaan

dalam

posisi

berbaring

tenang

dan

sphygmomanometer diletakan setinggi jantung. Manset dikenakan 2/3 lengan


atas stetoskop diletakan tepat distal dari manset dipompa 20-30 mmHg lebih
tinggi dari tekanan aliran maksimal (dalam keadaan ini tidak teraba denyut di
bagisan distal manset).
Tekanan udara dalam manset dikempiskan perlahan-lahan dengan
menurunkan tekanan dalam manset 2-3 mmHg per detik dan darah mengalir
kembali (Ganong, 2008; Guyton, 2008).
Tekanan darah dapat di pengaruhi oleh penyempitan ataupun pelebaran
pembulu darah, baik dikarenakan oleh suatu kompensasi tubuh terhadap suatu
penyakit atau dikarenakan aktifitas tubuh, konsumsi obat, usia, berat badan,
bertambahnya jumlah lemak dalam darah, dan jenis kelamin (Noer, 1999).
D. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada tingkat individu.
Namun disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah sama atau lebih
besar dari 140/90 mmHg adalah hipertensi. Hipertensi menurut WHO-ISH
tahun 1999 dan JNC, 2003 dapat dilihat pada tabel:
Tabel 2.1
Klasifikasi hipertensi
Kategori

Tekanan Sistolik

Tekanan diastolik

Optimal
Normal
Normal tinggi
Grade 1 hipertensi
Sub
group
:

(mmHg)
< 120
< 130
130 139
140 159
140 149

(mmHg)
< 80
< 85
85 - 89
90 - 99
90 - 94

borderline
Grade 2 hipertensi
Grade 3 hipertensi
Isolated sistolik

160 179
>180
140

100 - 109
110
< 90

hipertensi
Sub group :

140 149

< 90

Borderline
(WHO-ISH tahun 1999).
Tabel 2.2
9

Klasifikasi menurut The joint National Committee on Detection,


Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure.
Katagori
Tekanan sistolik
Tekanan diastolik
(mmHg)
(mmHg)
Normal
< 130
< 85
Normal tinggi
130 139
85 - 89
Hipertensi
Tingkat 1
140 159
90 - 99
Tingkat 2
160 179
100 - 109
Tingkat 3
180
110
(JNC VI, 2003).

E. Etiologi Hipertensi
Hipertensi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan penyebabnya
a. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
(hipertensi esensial ). Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja
jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar 90-95%
penderita temasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga dapat terjadi
akibat faktor keturunan (Dewi, 2010).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
sitemik lain, misalnya gangguan hormone (Gushing), penyempitan
pembuluh darah utama ginjal (steanosis arteri renalis akiabat penyempitan
ginjal glomerulonefritis), dan penyakit sitemik lainnya (Dewi, 2010).
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga
karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan
resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat
kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi
(Devicaesaria, 2014).
F. Patofisiologi Hipertensi
Pengaturan tekanan darah arteri meliputi kontrol sistem persyarafan
yang kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam
mempengaruhi curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Hal lain yang ikut
10

dalam pengaturan tekanan darah adalah reflex baroreseptor dengan


mekanisme berikut ini (Muttaqin, 2009).
Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup dan frekuensi
jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diametr arteriol. Bila diameternya
menurun (vasokontriksi), tahanan perifer meningkat, bila diameternya
meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer akan menurun (Muttaqin, 2009).
Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi ole baroreseptor pada
sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan implus ke pusat
syaraf simpatik medulla. Implus tersebut akan menghambat stimulus system
syaraf simpatis. Bila tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor
akan tegang. Sehingga bangkit dan menghambat pusat simpatis, akibatnya
frekuensi jantung akan menurun, arteriol mengalami dilatasi, dan tekanan
arteri kembali ke level awal. Hal yang sebaliknya terjadi bila ada penurunan
tekanan darah arteri (Muttaqin, 2009).
Selanjutnya akan dibahas mekanisme lainnya yang dengan efek yang
lebih lama. Rennin diproduksi oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal
menurun, akibatnya terbentulah angiotensin I, yang akan berubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan
mengakibatkan kontraksi langsung pada arteriol. Secara tidak langsung juga
merangsang pelepasaran aldosteron, yang akan mengakibatkan volume cairan
ekstraseluler, yang pada gilirannya meningkatkan volume sekuncup dan curah
jantung. Ginjal juga mempunyai mekanisme intrinsik untuk meningkatkan
retensi natrium dan cairan (Muttaqin, 2009).
Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan kontrinsik
arteriol, tahanan perifer total dan tekanan arteri meningkat. Dalam
menghadapi gangguan menetap, curah jantung harus ditingkatkan untuk
mempertahankan keseimbangan sistem. Hal tersebut diperlukan untuk
mengatasi tahanan, sehingga pemberian oksigen dan nutrisi ke sel dan
pembuangan produk sampah sel tetap terpelihara. Untuk meningkatkan curah
jantung, sitem syaraf simpatis akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih
cepat, juga meningkatkan volume sekuncup dengan cara membuat
vasokontriksi selektif pada organ perifer, sehingga darah yang kembali
kejantung lebih banyak. Dengan adanya hipertensi kronis, baroreseptor akan

11

terpasang dengan level lebih tinggi dan akan berespons meskipun level yang
baru tersbut sebenarnya normal (Muttaqin, 2009).
Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompensasi. Namun,
proses adaptif tersebut membuka jalan dengan membuka jalan memberikan
pembebanan pada jantung. Pada saat yang sama terjadilah perubahan
degeneratif pada arteriol yang menanggung tekanan tinggi terus-menerus.
Perubahan tersebut terjadi pada organ seluruh tubuh, termasuk jantung, akibat
berkurangnya pasokan darah kemiokardium. Untuk memompa darah jantung
harus bekerja keras untuk mengatsi tekanan balik muara aorta (Muttaqin,
2009).
Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertropi atau
pembesaran dan terjadila dilatasi pembesaran jantung. Kedua perubahan
struktur tersebut bersifat adaftif keduanya meningkatkan volume skuncup
jantung. Pada saat istirahat, respon kompensasi mungkin memadai, namun
dalam keadaan pembebanan, jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh orang tersebut menjadi cepat lelah dan nafasnya pendek (Mutaqqin,
2009).
Gangguan awalnya menyebabkan kenaikan tahanan perifer biasanya
tidak diketahui, seperti pada kasus hipertensi primer atau esensial, meskipun
ada beberapa agen yang diduga sebagai penyebab. Mekanisme patologis
terjadinya hipoksia akibat kegagalan sistem transportasi darah. Pada tahap
berikutnya, nutrisi okisgen darah juga menurun akibat edema paru (Muttaqin,
2009).
Hipertensi

merupakan

suatu

kelainan

yang

ditandai

dengan

peningkatan tahanan perifer. Hal ini menyebabkan penambahan beban jantung


(afterload) sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri sebagai proses kompensasi
adaptasi. Hipertropi ventrikel kiri ialah suatu keadaan yang menggambarkan
penebalan dinding dan penambahan massa ventrikel kiri. Selain pertumbuahan
miosit dijumpai juga penambahan struktur kolagen berupa fibrisis pada
jaringan intertisial dan perivaskular reaktif intramiokardial (Mutaqqin, 2009).

12

G. Manifestasi Klinik Hipertensi


Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun
selain kelainan tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan
perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan),
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema
pada diskusioptius).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala
bertahun-tahun. Gejala bila ada, biasanya menunjukan adanya kerusakan
vaskuler dengan manifestasi sesuai sitem organ yang divaskulerisasi oleh
pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah
gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertropi ventrikel kiri sebagai
13

respon beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan


sitemik yang meningkat. Apabilah jantung tidak mampu menahan peningkatan
beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada
ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urun pada malam
hari) dan azotemi (peningkatan nitrigen urea darah (BUN) dan kretenin).
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
iskemi transien yang bermanifestasi sebagai paralis sementara pada satu sisi
(hemiplegia) atau gangguan tajam. Pada penderita stroke, dan pada penderita
hipertensi disertai serangan iskemia, insiden infark otak mencapai 80%
(Smeltzer & Bare, 2002).
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan
organ target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap
pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial
akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda
neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada
hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit
neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati
dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema.
Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul
lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri
akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan
atau hematuria bisa saja terjadi (Devicaesaria, 2014).
Tabel 2.3
Manifestasi Klinik Hipertensi Krisis

H. Evaluasi Diagnostik
14

Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting.


Retina harus diperiksa dan dilakukan pemeriksaan laboraturium untuk
mengkaji kemungkinan adanya kerusakan organ, seperti ginjal, atau jantung,
yang dapat disebabkan oleh tingginya tekanan darah. Hipertrofi ventrikel kiri
dapat dikaji dengan elektrokardiografi, protein dalam urin dapat dideteksi
dengan urinalisa. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk mengkonsetrasikan
urin dan peningkatan nitrogen urea darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Pemeriksaan fungsi ginjal terpisah, dan penentuan kadar urin dapat
juga dilakukan untukmengidentifikasi pasien dengan penyakit renovaskuler.
Adanya faktor resiko lainnya juga harus dikaji dan dievaluasi (Smeltzer &
Bare, 2002).

15

Skema 2.1
Alur Pendekatan Diagnostik Hipertensi
Pasien dengan Hipertensi
Ya
TD >180/ 120 mmHg
Tidak
Tidak Hipertensi Krisis
Prehipertensi
(TDS 120-139/ TDD 80-89)
Hipertensi Grade 1
(TDS 140-159/ TDD 90-99)
Hipertensi Grade 2
(TDS 160/ TDD 100)

Kerusakan organ target:


Neurologi
Tanda stroke iskemik/hemoragik
Penurunan kesadaran
Kelumpuhan anggota gerak
Bicara cedal
Mulut mencong
Flapping tremor
Jantung & paru
Perbedaan TD lengan ka/ki > 20 mmHg (Diseksi
aorta)
Auskultasi murmur/mitral regurgitasi/gallop
Peninggian JVP
Ronki basah/sesak nafas
Ginjal
Oliguria/anuria
Hematuria/proteinuria
Peningkatan serum kreatinin
Mata
Funduskopi KW III/IV

16

Tidak
Hipertensi Urgensi

Ya
Hipertensi Emergensi

I. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi farmakologis harus dilaksanakan oleh semua
pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko serta penyakit lain (Yogiantoro, 2006).
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit
hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum
obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine. Riwayat
penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting
dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologik harus diperiksa seperti sakit
kepala,penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang. Pemeriksaan laboratorium
yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan urinalisa. Foto
thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien
dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan
gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu
dilakukan. Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien
hipertensi:
1. Hipertensi Urgensi
a. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan
hipertensi urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian
obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan
tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat
diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan
tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral
bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading
dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan
pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi
penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien
dengan hipertensi urgensi.
17

b. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi


Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25
mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah
90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi,
hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan
stenosis pada arteri renal bilateral).
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang
dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random
terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki
efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai
22%. Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8
jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang
sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
Labetalol adalah gabungan antara 1 dan -adrenergic blocking
dan memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol
memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam
penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup
dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg
secara oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan mulai
dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam kemudian.
Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala.
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (2adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit
dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg
kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan
darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang
sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang
memiliki pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak
18

dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat


menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan
sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.
2. Hipertensi Emergensi

a. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu
tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah
dilakukandengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien
harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa
dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan
tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure
(MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya.
Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan
jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
b. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi
1) Neurologic emergency
Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi
seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intracranial dan
stroke iskemik akut. American Heart Association merekomendasikan
penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg pada hipertensi dengan
perdarahan intracranial dan MAP harus dipertahankan di bawah 130
mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah harus
dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah
tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus
MAP dipertahankan > 130 mmHg.
2) Cardiac emergency
Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada
otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi
emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan
terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa
nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri
koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-obatan 19

blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi


awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi
seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan
darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik >120
mmHg) dalam waktu 20 menit.
3) Kidney Failure
Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi
dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan
proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang
diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah digunakan
secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan
sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat
menghindari potensi keracunan sianida akibat dari pemberian
nitroprussidedalam terapi gagal ginjal.
4) Hyperadrenergic States
Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-obatan
seperti katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase.
Pasien

dengan

kelebihan

zat-zat

katekolamin

seperti

pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat menyebabkan


over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat mencetuskan
timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom
withdrawal.

Pada

orang-orang

dengan

kelebihan

zat

seperti

pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian


sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV
(ganglion-blocking agent). Golongan -blockers dapat diberikan
sebagai tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai.
Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah
dengan memberikan kembali klonidin sebagaidosis inisial dan dengan
penambahan obat-obatan anti hipertensi yang telah dijelaskan di atas.
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
20

Melakukan pengkajian :
a. Identitas pasien : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, suku ,
pendidikan, pekerjaan.
b. Riwayat
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat kesehatan dahulu
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Faktor resiko
6) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
7) Riwayat personal dan sosialisasi
8) Riwayat spiritual
9) Kebiasaan sehari hari
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, tingkat kesedaran, berat badan, tinggi badan, tanda
tanda vital
2) Pemeriksaan kepala : rambut, mata konjungtiva tidak anemis, pupil
isokor, sklera.
3) Hidung : bentuk, fungsi penciuman, da atau tidak ada riwayat sinusitis,
maupun epitaksis.
4) Telinga : bentuk dan fungsi pendengaran.
5) Pemeriksaan leher : JVP dan pembesaran thyroid
6) Pemeriksaan thoraks : bentuk dada, pernapasan (irama, frekuensi, jenis
suara napas)
7) Pemeriksaan kardiovaskular : denyut jantung, suara jantung, bising
jantung. TD diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit
dalam posisi berbaring atau duduk, dan berdiri sekjrangnya setelah 2
menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai dan sebaiknya dilakukan
pada kedua sisi lengan, dan jika nilainya berbeda maka nilai yang
tertinggi yang diambil.
8) Abdomen : bising dan pembesaran hepar
9) Pemeriksaan genetourinaria : warna, frekuensi, tidak merasakan sakit,
pada saat buang air kecil
10) Ekstremitas : lemahnya atau hilangnya nadi perifer dan edema
11) Hematopoetik : riwayat perdarahan atau mudah terjadi perdarahan
12) Endokrin : riwayat DM
13) Neurologi : tanda thrombosis serebral dan perdarahan
d. Pemeriksaan penunjang
21

1) EKG : adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri,


adanya penyakit jantung koroner atau aritmia
2) Hemoglobin/ hematokrit : bukan diagnostic, tetapi mengkaji hubungan
dari

sel-sel

terhadap

volume

cairan

(viskositas)

dan

dapat

mengindikasikan factor-faktor seperti hiperkoagulabilitas, anemia


3) BUN/creatinin : memberikan informasi tetang perfusi/ fungsi ginjal
4) Glukosa/ hiperglikemia (DM) adalah pencetus hipertensi dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi)
5) Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab atau efek samping dari terapi diuretic)
6) Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum

dapat

meningkatkan hipertensi
7) Kolesterol dan trigliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan encetus adanya pementukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskular)
8) Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor
resiko terjadinya hipertensi
9) Foto rontgen : adanya pembesaran jantung,, vaskularisasi, atau aorta
yang melebar
10) Echocardiogram : tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri,
mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sitolik dan
diastolic
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko kekambuhan/ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan,
aturan penanganan dan kontrol proses penyakit (Mutaqqin, 2009)
a. resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertropi/rigiditas ventrikuler,
iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan di
interstitial paru
22

e. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi


yang diderita klien
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit.

3. Intervensi Keperawatan
No
1

Diagnosa
Nyeri

Perencanaan
Kriteria Hasil
Intervensi
sakit Tujuan : Nyeri atau sakit kepala 1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang

kepala)

hilang atau berkurang setelah

berhubungan

dilakukan tindakan keperwatan

dengan

selama 2 x 24 jam . Kriterian

peningkatan

hasil:

dengan

1. Mampu

mengontrol
penyebab

(tahu

tekanan

mampu menggunakan tehnik

vaskulerbserebral

nonfarmakologi

nyeri,
untuk

mengurangi nyeri, mencari

nyeri
3. Mampu

bahwa

nyeri

manajemen

mengenali

nyeri

dan dan tanda nyeri ).


4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang
Intoleransi

ambulasi

atau

sesuai

menggunakan

penggunaan nikotin
5. Beri tindakan nonfarmakologi

untuk

menghilangkan rasa sakit kepala seperti


kompres dingin pada dahi, pijat punggung,
relaksasi,

bimbingan

distraksi.
6. Hilangkan/

imajinasi

minimalkan

dan

vasokonstriksi

yang dapat meningkatkan sakit kepala

(skala, instensitas, frekuensi

2.

dalam

memberikan posisi yang nyaman, teknik

berkurangdengan
menggunakan

rangsangan
3. Bantu pasien

kebutuhan
nyei 4. Hindari merokok

peningkatan

bantuan)
2. Melaporkan

tenang, sedikit penerangan


2. Minimalkan gangguan lingkungan dan

misalnya mengejan saat BAB, batuk


panjang.
7. Kolaborasi
indikasi

obat

analgesic,

sesuai

antiansietas

(lorazepam, ativan, diazepam, valium)

normal
Tujuan : tidak terjadi intoleransi 1. Berikan
23

pemberian

dorongan

untuk

aktivitas/

aktivitas

aktivitas

berhubungan

tindakan

setelah

dilakukan

keperawatan,

criteria

dengan kelemahan, hasil:


ketidakseimbangan
suplai

dan

kebutuhan oksigen

perawatan

1. Meningkatkan energy untuk


melakukan aktivitas sehari-

diri

diintoleransi.

bertahap

Berikan

jika

dapat

bantuan

sesuai

kebtuhan
2. Instruksikan pasien tentang penghematan

3.
hari
4.
2. Menunjukan
penurunan 5.
6.
gelaja intoleransi aktivitas

energy
Kaji respon pasien terhadap aktivitass
Monitor adanya diaphoresis dan pusing
Observasi TTV 4 jam
Berikan jarak waktu pengobatan dan
prosedur

untuk

memungkinkan

waktu

istirahat yang tidak terganggu, berikan


3.

waktu istirahat sepanjang siang atau sore.


resiko
tinggi Tujuan : tidak terjadi penurunan 1. Evaluasi adanya nyeri dada
2. Lakukan pengecekan sirkulasi perifer
terhadap
curah jantung. Kriteria hasil :
secara
menyeluruh
(pulasi,
waktu
penurunan curah 1. Tanda-tanda
vital
dalam
pengisian kapiler, warna, udema)
jantung
rentang normal (tekanan darah,
3. Monitor TTV secara berkala
berhubungan
nadi, respirasi)
4. Dokumentasi jika ada disritmia
2. Dapat mentoleransi aktivitasi, 5. Monitor efek obat pasien
dengan
6. Monitor status respirasi, terkait dengan
tidak ada kelelahan
peningkatan
3. Tidak ada edema paru perifer,
tanda-tanda heart failure
afterload,
7. Monitor status hidrasi secaraberkala
dan tidak ada asites.
vasokonstriksi,
4. Tidak ada penurunan kesadaran
hipertropi/rigiditas
ventrikuler,

4.

iskemia miokard.
Pola napas tidak Tujuan

setelah

dilakukan 1. Monitor kedalaman pernapasan, frekuensi

efektif

tindakan keperawatan diharapkan

berhubungan

pola napas efektif. Kriteria hasil :

dan ekspansi dada


2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya

bunyi napas tambahan


dengan akumulasi 1. Sesak berkurang/ hilang
3. Berikan posisi semifowler
2. Tidak ada bunyi napas
cairan di interstitial
4. Berikan oksigen tambahan jika pasien
tambahan
paru
sesak
3. Tidak menggunakan otot bantu
kolaborasi dalam memberikan obat sesuai
pernapasan
indikasi
24

Cemas

Tujuan

berhubungan

berkurang

kecemasan
setelah

hilang/ 1.
2.
dilakukan

Gunakan pendekatan yang menenangkan


Jelaskan semua prosedur dan apa yang

3.

dirasakan selama prosedur


Temani asien untuk memberikan

adanya 1. Klien mengatakan sudah tidak 4.

keamanan dan mengurangi rasa takut


Berikan informasi factual, mengenai

dengan

krisis intervensi keperawatan. Kriteria

situasional
sekunder

hasil:

hipertensi

yang

diderita klien

cemas lagi/ emas berkurang


2. Ekspresi wajah rileks
3. TTV dalam batas normal

5.
6.
7.

diagnosis, tindakan prognosis


Dorong keluarga untuk menemani anak
Lakukan masase punggung
Dengarkan pasien dengan penuh

8.
9.

perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang

menimbulkan kecemasan
10. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, dan persepsi
11. Instruksikan klien menggunakan teknik
relaksasi
12. Berikan
6

Kurang

Tujuan : pasien terpenuhi dalam

pengetahuan

informasi

berhubungan

setelah

tentang

hipertensi

dilakukan

tindakan

dengan kurangnya keperawatan. KCriteria hasil:


informasi

tentang 1. Pasien

proses penyakit

dan

menyatakan
tentang
prognosis,

keluarga
pemahaman

penyakit,
dan

kondisi,
program

pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang

25

obat

untuk

kecemasan
1. Berikan penilaian
pengetahuan

pasien

mengurangi

tentang

tingkat

tentang

proses

penyakit yang spesifik


2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi fisiologi, dengan cara yang
cepat
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit dengan cara yang
tepat.
4. Gambarkan proses penyakit dengan cara
yang tepat
5. Identifikasi

kemungkinan

penyebab,

dengan cara yang tepat


6. Sediakan informasi pada pasien tentang

dijelaskan perawat atau tim


kesehatan lainnya.

kondisi
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau informasi
tentang kemajuan pasien
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan dating dan
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan
pilihan
terapi

atau

penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau

mendapatkan

dengan

cara

second

yang

tepat

opinion
atau

diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas local
14. Isntruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat/
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama
No rekam medis
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Pendidikan

: Ny. H
: 2015-38-10-27
: 35 tahun
: perempuan
: Islam
: IRT
: Universitas
26

Alamat

: Kampung Malang RT. 03/ RW. 003 Semanan Kali

Tanggal MRS
Tanggal Pengkajian
Diagnosa Medis

Deres Jakarta Barat


: Senin, 4 Mei 2015 pukul 08.15 WIB
: 4 Mei 2015 pukul 15.45 WIB
: Hipertensi emergensi

2. RIWAYAT PENYAKIT
Pasien mengeluh sesak napas hari sabtu (2 hari SMRS) dan memberat tadi
malam pukul 02.00 pagi. dyspnea (+), paroksimal nocturnal dipsnea (+),
ortopnea (+), kaki bengkat (+), keringat dingin (+), nyeri kepala dan tengkuk
(+), nyeri dada tidak ada. Pasien mengatakan sudah menderita hipertensi sejak
usia 20 tahun. Pasien merupakan pasien lama PJNHK dengan CAD 1VD post
PCI bulan Januari 2015.
3. FAKTOR RESIKO
Faktor yang tidak dapat dikontrol: faktor keturunan dari orang tua (+), seks :
wanita.
Faktor yang dapat dikontrol : DM, kegemukan (IMT : 27,34).

4. RIWAYAT PENGOBATAN
Ramipril 2x5 mg, metformin 3x500 mg, bisoporolol 1x5 mg, aspilet 1x80 mg,
clopidogrel 1x75 mg, simvastatin 1x20mg, lantus 1x12 unit.
5. PERSEPSI DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
Pasien mengatakan jika memiliki keluhan kesehatan, pasien berusaha untuk
segera membawa ke pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit.
6. POLA AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
Pasien sebelum sakit merupakan guru TK, namun setelah sakit bulan Januari
berhenti mengajar dan mulai mengajar lagi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien
mengatakan mudah lelah saat memulai aktivitas mengajar kembali. Pasien
tidur malam hari + 8 jam, sedangkan siang hari pasien jarang tidur siang.
Semenjak sakit, pasien sering mengalami sesak napas di malam hari, jadi
pasien sering terbangun.

27

Posisi pasien saat pengkajian duduk, pasien tidur dengan 3 bantal saat di
rumah. Pasien mengatakan lebih nyaman ketika posisi tidur kepala
ditinggikan, karena mengurangi sesak napas.
7. POLA NUTRISI
Pasien mengatakan makan 3 x sehari, pasien kurang menjaga pola makan
seperti sering mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak, santan,
gorengan, dan yang mengandung garam. Namun, ketika pasien telah
dilakukan PCI bulan Januari 2015, pasien mulai mengurangi makananmakanan tersebut.
8. POLA ELIMINASI
Pasien mengatakan BAB 1 kali setiap hari, konsistensinya normal dan BAK
7-8 kali sehari. Selama perawatan 7 jam di rumah sakit ini pasien tidak BAB,
dan BAK dengan dibantu oleh bedpan. Intake : 700 cc; urin output : 1600 cc
BC : -900 cc (selama 8 jam)

9. PEMERIKSAAN FISIK
a. TTV
- Saat awal masuk TD : 198/120 mmHg; HR : 70 x/menit; RR : 26

b.

c.
d.
e.
f.

x/menit; S : 36,9oC; SaO2 : 100%.


- Saat pengkajian TD : 136/82 mmHg; HR : 72 x/menit; RR : 24 x/menit
Penampilan umum:
- Kesadaran
: composmentis
- Ekspresi wajah
: klien nampak terlihat sedikit cemas
- BB/TB
: 70 kg/160cm (IMT : 27,34)
Kepala dan leher:
Mata
: tidak anemis, tidak ikterik, tidak ada edema palparebra
Gigi
: tidak ada gigi berlubang
Leher
: JVP 5+3 cmH2O (saat awal masuk), saat pengkajian
tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran

g. Thoraks

kelenjar tiroid maupun kelenjar getah bening


: dada simetris, suara napas vesikuler +/+, ronchi halus
+/+ di sepertiga basal paru, wheezing tidak ada, suara

28

jantung : S1, S2 normal, tidak ada murmur, tidak ada


h. Abdomen

gallop.
: tidak ada asites, tidak ada hepatomegaly, tidak

i. Ekstremitas

terdapat distensi lambung, nyeri tekan tidak ada.


: akral hangat, asianosis, capillary refill <3 detik, edema
ekstremitas (saat awal masuk IGD), saat pengkajian
(tidak ada edema), ekstremitas motorik baik, pulsasi
arteri dorsalis perifer sinistra/dekstra kuat.

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. LABORATURIUM :
Hb
11,91
Ht
36
Leukosit
7561
Thrombosis
353000
Ureum
131
BUN
6,30
GDS
129
Na
140
Kalium
3,51
Cl
105
Ca
2,15
Mg
1,78
b. EKG
Irama
: reguler
Heart Rate
: 98 x/menit
Gelombang P
: 0,8 s/ 0,15 mV (morfologi P normal, tidak ada P
PR interval
Kompleks QRS
Segmen ST
Q patologis
T depresi
Aksis
Kesimpulan

pulmonal dan P mitral)


: 0,16 s
: 0,08 s
: isoelektrik
: II, III, avF
: II, III, avF
: normo aksis
: sinus rhythm dengan disertai old infark di bagian
inferior.

29

Gambar 3.1
EKG

c. Rontgen Thotaks
CTR 55%, prolongasi aorta, infiltrate tidak ada, kongesti (+).
Gambar 3.2
Rontgen Thotaks

11. TERAPI FARMAKOLOGI


Penanganan dI IGD
-

Bedrest

Terapi O2 dengan nasal canule 3 L/menit TD : 198/120 mmHg


30

09.00
Lasix extra 4 ampul
ISDN sublingual 5 mg TD : 180/110 mmHg

09.05
Captopril 25 mg sublingual TD : 166/110 mmHg

13.00
Start NTG 10 mg/50 cc Nacl 0,9% 30 mcg/menit

14.00
Cedocard 10 mg/50 cc Nacl 0,9% 30 mcg/menit
TD : 120/88 mmHg; HR: 90 x/menit; RR: 21 x/menit
pasien direncanakan untuk rawat jalan

Penanganan Selanjutnya
Nama Obat
Ramipril
Metformin
Bisoprolol
Aspilet
Clopidogrel
Simvastatin
Lantus

Dosis
2x5 mg
3x500 mg
1x5 mg
1x80 mg
1x75 mg
1x20 mg
1 x 12 unit

B. ANALISA DATA
No.

Data

Masalah Keperawatan
31

Etiologi

1.

DATA SUBJEKTIF:

Gangguan rasa nyaman : peningkatan

pasien mengeluh nyeri kepala dan nyeri sakit kepala

tekanan vaskuler

pada tengkuk, merasa lebih baik bila

serebral

beristirahat/baring
DATA OBJEKTIF:
tanda vital : TD : 198/120 mmHg; HR : 70
x/menit; RR : 26 x/menit; S : 36,9 oC;
SaO2 : 100%.
kesadaran Composmetis, pasien tamapak
lemas , skala nyeri 2-3/10, capillary refil,
time < 2detik, akral hangat , pulsasi arteri
2.

perifer baik. Warna kemerahan.


DATA SUBJEKTIF:

Pola nafas tidak efektif

Akumulasi cairan

Pasien mengatakan masih merasa sesak

diintersitial paru,

cepat lelah dan capek.

peningkatan usaha

DATA OBJEKTIF:

pernafasan

TD : 198/120 mmHg; HR : 70 x/menit;


RR : 26 x/menit; S : 36,9 oC; SaO2 : 100%.
Terdengar Ronchi basal dikedua lapang
paru, bunyi nafas vesikuler menurun,
terdapat kongesti CTR 55% dada simetris,
ronchi halus +/+ di sepertiga basal paru,
3.

wheezing tidak ada.


DATA SUBJEKTIF:

Resiko

penururnan Peningktan

pasien mengatakan mudah lelah dan sesak curah jantung


saat beraktivitas
DATA OBJEKTIF:
Saat dilakukan pemeriksaan fisik akral
hangat, nadi kuat CRT < 2detik hasil EKG

32

afterload

sinus rhythm dengan disertai old infark di


bagian inferior, riwayat Diabetes Melitus
tipe II, BAK dengan dibantu oleh bedpan.
Intake : 700 cc; urin output : 1600 cc BC
: -900 cc (selama 8 jam)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan interstisial
paru, peningkatan usaha pernafasan.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
3. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afrterload.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.

Diagnose
keperawatan

Tujuan

33

Intervensi Keperawatan

Gangguan rasa
nyaman nyeri
kepala b.d

Tujuan :

1.

setelah

dilakukan

keperawatan

selama

Berikan posisi semifowler

tindakan 2. Kaji karakter ristik nyeri.


1x24jam 3. Observasi tanda-tanda vital

peningkatan tekanan diharapkan nyeri kepala hilang 4. Ajarkan tekhnik relaksasi


vaskuler serebral.

atau berkurang

5. Berikan kondisi yang kondusif

Kriteria hasil :

agar pasien istirahat.

Ekspresi wajah rileks skalla nyeri


2

Pola nafas tidak

0/10 tanda vital batas normal


Tujuan :

efektif berhubungan

Setelah

dengan akumulasi

keperawatan 1x24 jam pola nafas 2. Auskultasi bunyi nafas dan

cairan diintestisial

efektif.

catat

paru

Kriteria hasil :

tambahan.

dilakukan

1. Monitor kedalaman pernafasan

tindakan

frekuensi dan ekspansi dada.


adanya

bunyi

nafas

Nsesak berkurang, tidak adanya 3. Berikan posisi semifowler


bunyi

nafas

tambahan,

menggunakan

otot

tidak 4. Berikan oksigen tambahan jika


bantu

pernafasan.
3

Resiko

pasien sesak.
5. Kolaborasi dalam memberikan
terapi
1. Evaluasi adanya nyeri dada

penurunan Tujuan :

curah berhubungan Tidak terjadi penurunan cardiac 2. Lakukan pengecekan sirkulasi


dengan peningkatan output.

perifer

afterload.

Kriteria hasil :

(pulsasi,

Tekanan darah terkontrol dengan

kapiler warna oedem.

optimal (sistolik < 140mmHg, 3. Monitor


diastolic <100 mmHg dan MAP
70-100mmHg),
kuat,

denyut

pulsasi
jantung

100x/menit,

haluan

>0,5cc/kgBB,

intake

waktu

menyeluruh
pengisisan

tanda-tanda

vital

(TTV) secara berkala

perifer 4. Monitor status respirasi, terkait


60-

dengan tanda gagal jantung.

urin 5. Monitor status hidrasi secara


output

seimbang, tanda peningkatan JVP

34

secara

berkala.

dan tak terjadinya keluhan sesak


nafas ketika istirahat.

35

No.

Tanggal /

DX
1.

jam
4/5/2015

Implementasi

Evaluasi

1. Memeberikan posisi semifowler

S : Pasien mengatakan sakit kepala berkurang

Hasil : pasien mengataka merasa nyaman

O : pasien tampak masih lemah TD : 136/82 mmHg; HR :

2. Mengkaji karakteristik nyeri.

72 x/menit; RR : 24 x/menit. Skala nyeri 1/10


A : masalah gangguan rasa nyaman nyeri teratasi sebagian
Hasil : nyeri disebabkan tekanan intra vaskuler serebral pasien
P : Lanjutkan Intervensi
mengatakan nyeri kepala dirasakan dikepala dan di tengkuk, skala
nyeri 1/10 nyeri yang dirasakan hilang timbul.
3. Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil : TD : 136/82 mmHg; HR : 72 x/menit; RR : 24 x/menit
4. Mengajarkan tekhnik relaksasi
Hasil : pasien mengatakan nyeri mulai teratasi setelah pemberian
terapi kolaborasi dan melakukan pengaturan nafas dalam serta
istirahat.
5. Memberikan lingkungan yang kondusif agar pasien istirahat
Hasil : lingkungan sekitar klien tenang dan nyaman.
36

2.

4/5/2015

1. Monitor kedalam pernafasan frekuensi dan ekspansi dada

S : pasien mengatakan sesak berkurang

Hasil : dada simetris, suara napas vesikuler +/+, ronchi halus +/+ di O : klien tampak diposisi yang nyaman klien tampak tenang
sepertiga basal paru, wheezing tidak ada, suara jantung : S1, S2
normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop

RR = 20x/menit
A : Masalah pola napas teratasi sebagian

2. Auskultasi bunyi nafas dan mencatat adanya bunyi nafas P : lanjutkan terapi
tambahan.
Hasil : terdapat ronchi halus
3. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
3.

4/5/2015

Hasil : pasien mengatakan mulai sedikit tenang dan sesak menurun.


1. Mengevaluasi adanya nyeri dada

S:-

Hasil : pasien mengatakan sesak mulai berkurang.

O: pulsasi kuat, CRT < 2 detik warna merah muda, oedem

2. Melakukan pengecekan sirkulasi perifer secara menyeluruh


(pulsasi, waktu, pengisisan kapiler warna, odem)
Hasil : pulsasi kuat, CRT <2 detik, warna muda, odem tidak ada.
3. Kolaborasi pemberian terapi Lasix ampul ekstra 4 ampul
4. Memonitor status hidrasi secara berkala :

tidak ada. BAK dengan dibantu oleh bedpan. Intake :


700 cc; urin output : 1600 cc BC : -900 cc (selama 8
jam)
A : Masalah resiko penururan curah jantung teretasi
sebagian.

Hasil : BAK dengan dibantu oleh bedpan. Intake : 700 cc; urin P : Lanjutkan terapi
output : 1600 cc BC : -900 cc (selama 8 jam)

37

38

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. Husia 35 tahun datang ke IGD RSPJNHK 4 Mei 2015 pukul 08.15 WIB,
diagnosa medis hipertensi emergensi. Dengan keluhan sesak napas sejak hari sabtu (2 hari
SMRS) dan memberat tadi malam pukul 02.00 pagi. dyspnea (+), paroksimal nocturnal
dipsnea (+), ortopnea (+), kaki bengkat (+), keringat dingin (+), nyeri kepala dan tengkuk (+),
nyeri dada tidak ada. Pasien mengatakan sudah menderita hipertensi sejak usia 20 tahun.
Pasien merupakan pasien lama PJNHK dengan CAD 1VD post PCI bulan Januari 2015.
Pada saat di IGD, TD : 198/120 mmHg (MAP : 146); HR : 70 x/menit; RR : 26
x/menit; S : 36,9oC; SaO2: 100%. Penatalaksanaan Ny. H saat di IGD diantaranya dengan
bedrest, pemberian posisi fowler selama di IGD dengan pemberian bantuan terapi O 2 dengan
nasal kanul 3 L/menit. Kemudian pasien diberikan terapi kolaborasi ISDN sublingual 5 mg
dan Lasix extra 4 ampul (80 mg). Tekanan darah pasien setelah pemberian terapi tersebut
adalah 180/110 mmHg (MAP: 134 mmHg). Kemudian pasien dilanjutkan dengan pemberian
terapi captopril 25 mg sublingual, tekanan darah menjadi 166/110 mmHg (MAP : 129
mmHg). Selanjutnya pasien diberikan NTG drip 30 mcg/menit pada pukul 13.00, dilanjutkan
dengan pemberian cedocard 30 mcg/menit pada pukul 14.00 Kemudian TD pasien 120/88
mmHg (MAP : 99 mmHg), HR : 90 x/menit, RR : 21 x/menit. Dan pasien direncanakan untuk
rawat jalan sore harinya.
Manajemen tekanan darah dilakukandengan obat-obatan parenteral secara tepat dan
cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan IGD agar monitoring tekanan darah bisa
dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih
belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal, pada
pasien Ny. H penurunan MAP 11,6%. Selanjutnya penurunan MAP 15% pada 2-3 jam
berikutnya, pada pasien ini terjadi penurunan MAP 23%. Penurunan tekanan darah secara
cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami
hipoperfusi, namun pada pasien Ny. H, pasien mengatakan sesak napas berkurang, sakit
kepala berkurang, tidak ada pusing.
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada
kerusakan organ target. Pada pasien Ny. H yang memiliki riwayat CAD 1 VD post PCI bulan
Januari 2015. Oleh karena itu, terapi kegawatdaruratan yang utama untuk jantung seperti
iskemik akut pada otot jantung, edema paru dengan pemberian terapi dengan nitroglycerin.
Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran
39

darah pada arteri koroner dan menurunkan tekanan darah akibat efek arteridilator dan
venodilator. Selain itu, berdasarkan hasil foto thoraks didapatkan adanya kongesti dan
hipervaskularisasi pada paru, serta didapatkan suara ronchi basah halus di 1/3 basal paru.
Kondisi tersebut merupakan suatu kondisi dekompensasi akut yang dapat memperburuk
kondisi pasien. Untuk mengurangi kongesti pulmonal, pasien diberikan terapi Lasix ekstra 4
ampul (80 mg).
Pada kasus Ny. H, setelah kami melakukan pengkajian keperawatan didapatkan
beberapa diagnose keperawatan dx.I gangguan rasa nyaman nyeri kepala b.d peningkatan
tekanan tekanan vaskuler serebral tindakan keperawatan yang dilakukan dalam msalah ini
adalah memberikan posisi nyaman dan observasi hemodinamik pasien interpretasi yang
didapat pada intervensi dan penanganan maslah yaitu nyeri kepala berkurang menjadi 2(0-10)
namun klien msh tampak lemah, selanjutnya Dx.II yaitu masalah gangguan pola nafas tidak
efektif penanganan yang di berikan pada Ny. H memantau pernafasan dan frekuensi serta
kedalaman nafas interprestasi yang didapat dari implementasi yang diberikan yaitu sesak
berkurang dengan posisi semi fowler klien terlihat nyaman dengan kolaborasi o2 dan Dx.III
resiko penurunan curah jantung di lakukan tindakan mengevaluasi tanda vital pasien,
mengenali adanya tanda-tanda adanya kekurangan sirkulasi tubuh pasien, memonitor hidrasi
serta kolaborasi terapi interprestasi yang didapat adalah pulsasi kuat, CRT < 2 detik warna
merah muda, oedem tidak ada. BAK dengan dibantu oleh bedpan. Intake : 700 cc; urin
output : 1600 cc BC : -900 cc (selama 8 jam).
Pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi sangat penting dalam
upaya untuk mencapai hasil yang optimal dan mencegah kerusakan organ, monitoring
ketepatan terhadap regeimen terapi, perubahan gaya hidup, kepatuhan pasien dalam
melakukan dan menjalani terapi karena penanganan hipertensi memerlukan kolaborasi dan
kombinasi terapi farmakologi dan non-farmakologis jangka panjang atau seumur hidup.
Perlunya keterlibatan keluarga dalam pemberian pendididkan kesehatan disamping untuk
memberiakan dukungan kepada pasien hipertensi selama menjalani terapi juga penting untuk
mencegah terjadinya hipertensi pada keluarga pasien tersebut.

BAB V
40

KESIMPULAN DAN SARAN


Hipertensi merupakan maslah kesehatan masyarakat berkembang, Kebanyakan
penderita hipertensi lalai dengan pengobatannya, karena hipertensi umumnya tidak
menyebabkan gangguan, tidak menyebabkan kurang nyaman malah tidak jarang pasien
merasa kurang nyaman, bila ia minum obat hipertensi. Tidaklah mengherankan bila hipertensi
dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (the silent killer). Tekanan sistolik dan diastolik dapat
bervariasi pada tingkat individu. Namun disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah
sama atau lebih besar dari 140/90 mmHg adalah hipertensi.
Penegakan diagnosa hipertensi tidak hanya berdasarkan keluhan pasien saja, namun
juga dapat didukung dengan pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto rontgen, dan
pemeriksaan laboraturium. Hipertensi emergenci merupakan hipertensi dengan kondisi
khusus yang perlu penanganan yang cepat dan tepat. Penanganan yang cepat tepat dapat
menghindarkan pasien dari kondisi yang lebih buruk akibat komplikasi kerusakan organ
target. Monitoring yang ketat dan terapi yang tepat dapat mencegah hal tersebut.
Pada kasus Ny. H dengan diagnosa hipertensi emergensi ini, dapat ditangani dengan
cepat di IGD. Sehingga baik keluhan dari tanda dan gejala dapat ditangani, seperti sesak yang
memberat menjadi hilang, tekanan darah yang menjadi normal, dan pencegahan komplikasi
dari hipertensi emergensi dapat ditangani. Peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan selain kolaborasi dalam penatalaksanaan kegawatan dari hipertensi emergensi,
perawat berperan dalam memberikan edukasi kesehatan, sehingga pasien dapat mengetahui
penyebab terjadinya hipertensi, mengetahui pentingnya mengkonsumsi obat secara teratur,
mengetahui dan menjaga nutrisi yang dikonsumsi, serta mengetahui pentingnya olahraga dan
menjaga kesehatan dirinya. Tujuan dari pemberian edukasi kesehatan adalah agar tercapainya
kualitas hidup yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA
41

American Heart Association. 2010. Potassium and high blood pressure. Dimuat dalam:
http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=3025146. Diunduh tanggal
10 Mei 2015
Devicaesaria, Asnelia. 2014. Hipertensi Krisis. Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Cipto Mangunkusumo. Dimuat dalam:
http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Hipertensi_Kritis.pdf.
Diunduh tanggal 10 Mei 2015
Fitriani, Fika. 2012. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi yang Rawat Jalan di Rumah Sakit
Umum Labuang Baji Makassar. Makassar: STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
Dimuat dalam: http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/3/e-library%20stikes%20nani
%20hasanuddin--fikafitria-128-1-artikel12.pdf. Diunduh tanggal 10 Mei 2015
Kemenkes. 2014. Penanganan Penyakit Jantung Harus Sesuai Ilmu Kedokteran Terkini dan
Mengutamakan Keselamatan Pasien. Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat
Jenderal

Kementerian

Kesehatan

RI.

Dimuat

dalam:

http://www.depkes.go.id/article/print/14112700011/penanganan-penyakit-jantungharus-sesuai-ilmu-kedokteran-terkini-dan-mengutamakan-keselamatan-pasien.html.
Diunduh tanggal 10 Mei 2015
Kemenkes. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik

Indonesia.

Dimuat

dalam:

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf. Diunduh tanggal 10 Mei 2015


Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection Study (PDS) To
Identify And Compare Health Care Privider And Consumer Views Of Anti
hypertension Therapy. Journal Of Human Hypertension, Jun vol 17

42

Anda mungkin juga menyukai