PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan arus globalisasi di segala bidang dengan perkembangan
teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan
gaya hidup pada masyarakat. Perubahan gaya hidup, sosial ekonomi,
industralisasi, dapat memacu meningkatnya penyakit seperti hipertensi.
Penyakit hipertensi merupakan suatu sindrom atau kumpulan gejala
kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks
dan saling berhubungan dan ditandai dengan meningkatnya tekanan darah
pada seseorang (American Society of Hypertension, 2010).
Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien
hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan
prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi
65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30%
diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi
hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan
stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis (Devicaesaria, 2014).
Hipertensi
krisis
merupakan
salah
satu
kegawatan
dibidang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg
4
Gambar 2.1
Anatomi jantung
1. Pelapis jantung
Perikardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat membesar dan
mengecil, membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Perikardium
melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Ruang
antara permukaaan jantung dan lapisan dalam perikardium berisi sejumlah
kecil cairan, yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama
kontraksi jantung.
2. Ruang jantung
Terdapat empat ruang pada jantung atrium kanan dan kiri atas yang
dipisahkan oleh septum intratrial, ventrikel kanan dan kiri bawah
dipisahkan oleh septum intraventrikular. Fungsi atrium adalah menampung
darah yang datang dari vena dan berindak sebagi tempat penimbunan
sementara sebelum darah kemudian dikosonkan ke ventrikel. Dinding
atrium lebih tipid dari pada dinding ventrikel karena rendahnya tekanan
yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan kemudian
menyalurkannya ke ventrikel. Kerana ventrikel kiri mempunyai beban
kerja yang lebih berat, maka tebalnya sekitar 2- lebih tebal dibanding
ventikel kanan.
3. Katup jantung
Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah dalam
jantung. Katup, yang tersusun atas bilah-bilah haringan fibrosa, membuka
dan menutup secara pasif sebagai respon terhadap perubahan tekanan
darah dan aliran darah ada dua jenis katup yaitu : atrioventrikularis dan
semilunaris.
a. Katup Atrioventrikulari katup yang memisahkan atrium dan ventrikel,
katup trikuspidalis dinamakan demikin karena terdiri dari tiga kuspid
atau daun memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan sedangkan,
katup mitral atau bikuspidalis atau yang terdiri dari dua daun terletak
antara atrium dan ventrikel kiri.
7
orang
percobaan
dalam
posisi
berbaring
tenang
dan
Tekanan Sistolik
Tekanan diastolik
Optimal
Normal
Normal tinggi
Grade 1 hipertensi
Sub
group
:
(mmHg)
< 120
< 130
130 139
140 159
140 149
(mmHg)
< 80
< 85
85 - 89
90 - 99
90 - 94
borderline
Grade 2 hipertensi
Grade 3 hipertensi
Isolated sistolik
160 179
>180
140
100 - 109
110
< 90
hipertensi
Sub group :
140 149
< 90
Borderline
(WHO-ISH tahun 1999).
Tabel 2.2
9
E. Etiologi Hipertensi
Hipertensi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan penyebabnya
a. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
(hipertensi esensial ). Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja
jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar 90-95%
penderita temasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga dapat terjadi
akibat faktor keturunan (Dewi, 2010).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
sitemik lain, misalnya gangguan hormone (Gushing), penyempitan
pembuluh darah utama ginjal (steanosis arteri renalis akiabat penyempitan
ginjal glomerulonefritis), dan penyakit sitemik lainnya (Dewi, 2010).
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga
karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan
resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat
kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi
(Devicaesaria, 2014).
F. Patofisiologi Hipertensi
Pengaturan tekanan darah arteri meliputi kontrol sistem persyarafan
yang kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam
mempengaruhi curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Hal lain yang ikut
10
11
terpasang dengan level lebih tinggi dan akan berespons meskipun level yang
baru tersbut sebenarnya normal (Muttaqin, 2009).
Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompensasi. Namun,
proses adaptif tersebut membuka jalan dengan membuka jalan memberikan
pembebanan pada jantung. Pada saat yang sama terjadilah perubahan
degeneratif pada arteriol yang menanggung tekanan tinggi terus-menerus.
Perubahan tersebut terjadi pada organ seluruh tubuh, termasuk jantung, akibat
berkurangnya pasokan darah kemiokardium. Untuk memompa darah jantung
harus bekerja keras untuk mengatsi tekanan balik muara aorta (Muttaqin,
2009).
Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertropi atau
pembesaran dan terjadila dilatasi pembesaran jantung. Kedua perubahan
struktur tersebut bersifat adaftif keduanya meningkatkan volume skuncup
jantung. Pada saat istirahat, respon kompensasi mungkin memadai, namun
dalam keadaan pembebanan, jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh orang tersebut menjadi cepat lelah dan nafasnya pendek (Mutaqqin,
2009).
Gangguan awalnya menyebabkan kenaikan tahanan perifer biasanya
tidak diketahui, seperti pada kasus hipertensi primer atau esensial, meskipun
ada beberapa agen yang diduga sebagai penyebab. Mekanisme patologis
terjadinya hipoksia akibat kegagalan sistem transportasi darah. Pada tahap
berikutnya, nutrisi okisgen darah juga menurun akibat edema paru (Muttaqin,
2009).
Hipertensi
merupakan
suatu
kelainan
yang
ditandai
dengan
12
H. Evaluasi Diagnostik
14
15
Skema 2.1
Alur Pendekatan Diagnostik Hipertensi
Pasien dengan Hipertensi
Ya
TD >180/ 120 mmHg
Tidak
Tidak Hipertensi Krisis
Prehipertensi
(TDS 120-139/ TDD 80-89)
Hipertensi Grade 1
(TDS 140-159/ TDD 90-99)
Hipertensi Grade 2
(TDS 160/ TDD 100)
16
Tidak
Hipertensi Urgensi
Ya
Hipertensi Emergensi
I. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi farmakologis harus dilaksanakan oleh semua
pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko serta penyakit lain (Yogiantoro, 2006).
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit
hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum
obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine. Riwayat
penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting
dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologik harus diperiksa seperti sakit
kepala,penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang. Pemeriksaan laboratorium
yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan urinalisa. Foto
thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien
dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan
gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu
dilakukan. Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien
hipertensi:
1. Hipertensi Urgensi
a. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan
hipertensi urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian
obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan
tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat
diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan
tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral
bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading
dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan
pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi
penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien
dengan hipertensi urgensi.
17
a. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu
tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah
dilakukandengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien
harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa
dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan
tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure
(MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya.
Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan
jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
b. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi
1) Neurologic emergency
Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi
seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intracranial dan
stroke iskemik akut. American Heart Association merekomendasikan
penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg pada hipertensi dengan
perdarahan intracranial dan MAP harus dipertahankan di bawah 130
mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah harus
dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah
tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus
MAP dipertahankan > 130 mmHg.
2) Cardiac emergency
Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada
otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi
emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan
terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa
nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri
koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-obatan 19
dengan
kelebihan
zat-zat
katekolamin
seperti
Pada
orang-orang
dengan
kelebihan
zat
seperti
Melakukan pengkajian :
a. Identitas pasien : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, suku ,
pendidikan, pekerjaan.
b. Riwayat
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat kesehatan dahulu
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Faktor resiko
6) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
7) Riwayat personal dan sosialisasi
8) Riwayat spiritual
9) Kebiasaan sehari hari
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, tingkat kesedaran, berat badan, tinggi badan, tanda
tanda vital
2) Pemeriksaan kepala : rambut, mata konjungtiva tidak anemis, pupil
isokor, sklera.
3) Hidung : bentuk, fungsi penciuman, da atau tidak ada riwayat sinusitis,
maupun epitaksis.
4) Telinga : bentuk dan fungsi pendengaran.
5) Pemeriksaan leher : JVP dan pembesaran thyroid
6) Pemeriksaan thoraks : bentuk dada, pernapasan (irama, frekuensi, jenis
suara napas)
7) Pemeriksaan kardiovaskular : denyut jantung, suara jantung, bising
jantung. TD diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit
dalam posisi berbaring atau duduk, dan berdiri sekjrangnya setelah 2
menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai dan sebaiknya dilakukan
pada kedua sisi lengan, dan jika nilainya berbeda maka nilai yang
tertinggi yang diambil.
8) Abdomen : bising dan pembesaran hepar
9) Pemeriksaan genetourinaria : warna, frekuensi, tidak merasakan sakit,
pada saat buang air kecil
10) Ekstremitas : lemahnya atau hilangnya nadi perifer dan edema
11) Hematopoetik : riwayat perdarahan atau mudah terjadi perdarahan
12) Endokrin : riwayat DM
13) Neurologi : tanda thrombosis serebral dan perdarahan
d. Pemeriksaan penunjang
21
sel-sel
terhadap
volume
cairan
(viskositas)
dan
dapat
dapat
meningkatkan hipertensi
7) Kolesterol dan trigliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan encetus adanya pementukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskular)
8) Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor
resiko terjadinya hipertensi
9) Foto rontgen : adanya pembesaran jantung,, vaskularisasi, atau aorta
yang melebar
10) Echocardiogram : tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri,
mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sitolik dan
diastolic
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko kekambuhan/ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan,
aturan penanganan dan kontrol proses penyakit (Mutaqqin, 2009)
a. resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertropi/rigiditas ventrikuler,
iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan di
interstitial paru
22
3. Intervensi Keperawatan
No
1
Diagnosa
Nyeri
Perencanaan
Kriteria Hasil
Intervensi
sakit Tujuan : Nyeri atau sakit kepala 1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang
kepala)
berhubungan
dengan
peningkatan
hasil:
dengan
1. Mampu
mengontrol
penyebab
(tahu
tekanan
vaskulerbserebral
nonfarmakologi
nyeri,
untuk
nyeri
3. Mampu
bahwa
nyeri
manajemen
mengenali
nyeri
ambulasi
atau
sesuai
menggunakan
penggunaan nikotin
5. Beri tindakan nonfarmakologi
untuk
bimbingan
distraksi.
6. Hilangkan/
imajinasi
minimalkan
dan
vasokonstriksi
2.
dalam
berkurangdengan
menggunakan
rangsangan
3. Bantu pasien
kebutuhan
nyei 4. Hindari merokok
peningkatan
bantuan)
2. Melaporkan
obat
analgesic,
sesuai
antiansietas
normal
Tujuan : tidak terjadi intoleransi 1. Berikan
23
pemberian
dorongan
untuk
aktivitas/
aktivitas
aktivitas
berhubungan
tindakan
setelah
dilakukan
keperawatan,
criteria
dan
kebutuhan oksigen
perawatan
diri
diintoleransi.
bertahap
Berikan
jika
dapat
bantuan
sesuai
kebtuhan
2. Instruksikan pasien tentang penghematan
3.
hari
4.
2. Menunjukan
penurunan 5.
6.
gelaja intoleransi aktivitas
energy
Kaji respon pasien terhadap aktivitass
Monitor adanya diaphoresis dan pusing
Observasi TTV 4 jam
Berikan jarak waktu pengobatan dan
prosedur
untuk
memungkinkan
waktu
4.
iskemia miokard.
Pola napas tidak Tujuan
setelah
efektif
berhubungan
Cemas
Tujuan
berhubungan
berkurang
kecemasan
setelah
hilang/ 1.
2.
dilakukan
3.
dengan
situasional
sekunder
hasil:
hipertensi
yang
diderita klien
5.
6.
7.
8.
9.
perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
10. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, dan persepsi
11. Instruksikan klien menggunakan teknik
relaksasi
12. Berikan
6
Kurang
pengetahuan
informasi
berhubungan
setelah
tentang
hipertensi
dilakukan
tindakan
tentang 1. Pasien
proses penyakit
dan
menyatakan
tentang
prognosis,
keluarga
pemahaman
penyakit,
dan
kondisi,
program
pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
25
obat
untuk
kecemasan
1. Berikan penilaian
pengetahuan
pasien
mengurangi
tentang
tingkat
tentang
proses
kemungkinan
penyebab,
kondisi
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau informasi
tentang kemajuan pasien
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan dating dan
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau
mendapatkan
dengan
cara
second
yang
tepat
opinion
atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas local
14. Isntruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat/
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama
No rekam medis
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
: Ny. H
: 2015-38-10-27
: 35 tahun
: perempuan
: Islam
: IRT
: Universitas
26
Alamat
Tanggal MRS
Tanggal Pengkajian
Diagnosa Medis
2. RIWAYAT PENYAKIT
Pasien mengeluh sesak napas hari sabtu (2 hari SMRS) dan memberat tadi
malam pukul 02.00 pagi. dyspnea (+), paroksimal nocturnal dipsnea (+),
ortopnea (+), kaki bengkat (+), keringat dingin (+), nyeri kepala dan tengkuk
(+), nyeri dada tidak ada. Pasien mengatakan sudah menderita hipertensi sejak
usia 20 tahun. Pasien merupakan pasien lama PJNHK dengan CAD 1VD post
PCI bulan Januari 2015.
3. FAKTOR RESIKO
Faktor yang tidak dapat dikontrol: faktor keturunan dari orang tua (+), seks :
wanita.
Faktor yang dapat dikontrol : DM, kegemukan (IMT : 27,34).
4. RIWAYAT PENGOBATAN
Ramipril 2x5 mg, metformin 3x500 mg, bisoporolol 1x5 mg, aspilet 1x80 mg,
clopidogrel 1x75 mg, simvastatin 1x20mg, lantus 1x12 unit.
5. PERSEPSI DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
Pasien mengatakan jika memiliki keluhan kesehatan, pasien berusaha untuk
segera membawa ke pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit.
6. POLA AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
Pasien sebelum sakit merupakan guru TK, namun setelah sakit bulan Januari
berhenti mengajar dan mulai mengajar lagi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien
mengatakan mudah lelah saat memulai aktivitas mengajar kembali. Pasien
tidur malam hari + 8 jam, sedangkan siang hari pasien jarang tidur siang.
Semenjak sakit, pasien sering mengalami sesak napas di malam hari, jadi
pasien sering terbangun.
27
Posisi pasien saat pengkajian duduk, pasien tidur dengan 3 bantal saat di
rumah. Pasien mengatakan lebih nyaman ketika posisi tidur kepala
ditinggikan, karena mengurangi sesak napas.
7. POLA NUTRISI
Pasien mengatakan makan 3 x sehari, pasien kurang menjaga pola makan
seperti sering mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak, santan,
gorengan, dan yang mengandung garam. Namun, ketika pasien telah
dilakukan PCI bulan Januari 2015, pasien mulai mengurangi makananmakanan tersebut.
8. POLA ELIMINASI
Pasien mengatakan BAB 1 kali setiap hari, konsistensinya normal dan BAK
7-8 kali sehari. Selama perawatan 7 jam di rumah sakit ini pasien tidak BAB,
dan BAK dengan dibantu oleh bedpan. Intake : 700 cc; urin output : 1600 cc
BC : -900 cc (selama 8 jam)
9. PEMERIKSAAN FISIK
a. TTV
- Saat awal masuk TD : 198/120 mmHg; HR : 70 x/menit; RR : 26
b.
c.
d.
e.
f.
g. Thoraks
28
gallop.
: tidak ada asites, tidak ada hepatomegaly, tidak
i. Ekstremitas
29
Gambar 3.1
EKG
c. Rontgen Thotaks
CTR 55%, prolongasi aorta, infiltrate tidak ada, kongesti (+).
Gambar 3.2
Rontgen Thotaks
Bedrest
09.00
Lasix extra 4 ampul
ISDN sublingual 5 mg TD : 180/110 mmHg
09.05
Captopril 25 mg sublingual TD : 166/110 mmHg
13.00
Start NTG 10 mg/50 cc Nacl 0,9% 30 mcg/menit
14.00
Cedocard 10 mg/50 cc Nacl 0,9% 30 mcg/menit
TD : 120/88 mmHg; HR: 90 x/menit; RR: 21 x/menit
pasien direncanakan untuk rawat jalan
Penanganan Selanjutnya
Nama Obat
Ramipril
Metformin
Bisoprolol
Aspilet
Clopidogrel
Simvastatin
Lantus
Dosis
2x5 mg
3x500 mg
1x5 mg
1x80 mg
1x75 mg
1x20 mg
1 x 12 unit
B. ANALISA DATA
No.
Data
Masalah Keperawatan
31
Etiologi
1.
DATA SUBJEKTIF:
tekanan vaskuler
serebral
beristirahat/baring
DATA OBJEKTIF:
tanda vital : TD : 198/120 mmHg; HR : 70
x/menit; RR : 26 x/menit; S : 36,9 oC;
SaO2 : 100%.
kesadaran Composmetis, pasien tamapak
lemas , skala nyeri 2-3/10, capillary refil,
time < 2detik, akral hangat , pulsasi arteri
2.
Akumulasi cairan
diintersitial paru,
peningkatan usaha
DATA OBJEKTIF:
pernafasan
Resiko
penururnan Peningktan
32
afterload
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Diagnose
keperawatan
Tujuan
33
Intervensi Keperawatan
Gangguan rasa
nyaman nyeri
kepala b.d
Tujuan :
1.
setelah
dilakukan
keperawatan
selama
atau berkurang
Kriteria hasil :
efektif berhubungan
Setelah
dengan akumulasi
cairan diintestisial
efektif.
catat
paru
Kriteria hasil :
tambahan.
dilakukan
tindakan
bunyi
nafas
nafas
tambahan,
menggunakan
otot
pernafasan.
3
Resiko
pasien sesak.
5. Kolaborasi dalam memberikan
terapi
1. Evaluasi adanya nyeri dada
penurunan Tujuan :
perifer
afterload.
Kriteria hasil :
(pulsasi,
denyut
pulsasi
jantung
100x/menit,
haluan
>0,5cc/kgBB,
intake
waktu
menyeluruh
pengisisan
tanda-tanda
vital
34
secara
berkala.
35
No.
Tanggal /
DX
1.
jam
4/5/2015
Implementasi
Evaluasi
2.
4/5/2015
Hasil : dada simetris, suara napas vesikuler +/+, ronchi halus +/+ di O : klien tampak diposisi yang nyaman klien tampak tenang
sepertiga basal paru, wheezing tidak ada, suara jantung : S1, S2
normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
RR = 20x/menit
A : Masalah pola napas teratasi sebagian
2. Auskultasi bunyi nafas dan mencatat adanya bunyi nafas P : lanjutkan terapi
tambahan.
Hasil : terdapat ronchi halus
3. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
3.
4/5/2015
S:-
Hasil : BAK dengan dibantu oleh bedpan. Intake : 700 cc; urin P : Lanjutkan terapi
output : 1600 cc BC : -900 cc (selama 8 jam)
37
38
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. Husia 35 tahun datang ke IGD RSPJNHK 4 Mei 2015 pukul 08.15 WIB,
diagnosa medis hipertensi emergensi. Dengan keluhan sesak napas sejak hari sabtu (2 hari
SMRS) dan memberat tadi malam pukul 02.00 pagi. dyspnea (+), paroksimal nocturnal
dipsnea (+), ortopnea (+), kaki bengkat (+), keringat dingin (+), nyeri kepala dan tengkuk (+),
nyeri dada tidak ada. Pasien mengatakan sudah menderita hipertensi sejak usia 20 tahun.
Pasien merupakan pasien lama PJNHK dengan CAD 1VD post PCI bulan Januari 2015.
Pada saat di IGD, TD : 198/120 mmHg (MAP : 146); HR : 70 x/menit; RR : 26
x/menit; S : 36,9oC; SaO2: 100%. Penatalaksanaan Ny. H saat di IGD diantaranya dengan
bedrest, pemberian posisi fowler selama di IGD dengan pemberian bantuan terapi O 2 dengan
nasal kanul 3 L/menit. Kemudian pasien diberikan terapi kolaborasi ISDN sublingual 5 mg
dan Lasix extra 4 ampul (80 mg). Tekanan darah pasien setelah pemberian terapi tersebut
adalah 180/110 mmHg (MAP: 134 mmHg). Kemudian pasien dilanjutkan dengan pemberian
terapi captopril 25 mg sublingual, tekanan darah menjadi 166/110 mmHg (MAP : 129
mmHg). Selanjutnya pasien diberikan NTG drip 30 mcg/menit pada pukul 13.00, dilanjutkan
dengan pemberian cedocard 30 mcg/menit pada pukul 14.00 Kemudian TD pasien 120/88
mmHg (MAP : 99 mmHg), HR : 90 x/menit, RR : 21 x/menit. Dan pasien direncanakan untuk
rawat jalan sore harinya.
Manajemen tekanan darah dilakukandengan obat-obatan parenteral secara tepat dan
cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan IGD agar monitoring tekanan darah bisa
dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih
belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal, pada
pasien Ny. H penurunan MAP 11,6%. Selanjutnya penurunan MAP 15% pada 2-3 jam
berikutnya, pada pasien ini terjadi penurunan MAP 23%. Penurunan tekanan darah secara
cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami
hipoperfusi, namun pada pasien Ny. H, pasien mengatakan sesak napas berkurang, sakit
kepala berkurang, tidak ada pusing.
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada
kerusakan organ target. Pada pasien Ny. H yang memiliki riwayat CAD 1 VD post PCI bulan
Januari 2015. Oleh karena itu, terapi kegawatdaruratan yang utama untuk jantung seperti
iskemik akut pada otot jantung, edema paru dengan pemberian terapi dengan nitroglycerin.
Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran
39
darah pada arteri koroner dan menurunkan tekanan darah akibat efek arteridilator dan
venodilator. Selain itu, berdasarkan hasil foto thoraks didapatkan adanya kongesti dan
hipervaskularisasi pada paru, serta didapatkan suara ronchi basah halus di 1/3 basal paru.
Kondisi tersebut merupakan suatu kondisi dekompensasi akut yang dapat memperburuk
kondisi pasien. Untuk mengurangi kongesti pulmonal, pasien diberikan terapi Lasix ekstra 4
ampul (80 mg).
Pada kasus Ny. H, setelah kami melakukan pengkajian keperawatan didapatkan
beberapa diagnose keperawatan dx.I gangguan rasa nyaman nyeri kepala b.d peningkatan
tekanan tekanan vaskuler serebral tindakan keperawatan yang dilakukan dalam msalah ini
adalah memberikan posisi nyaman dan observasi hemodinamik pasien interpretasi yang
didapat pada intervensi dan penanganan maslah yaitu nyeri kepala berkurang menjadi 2(0-10)
namun klien msh tampak lemah, selanjutnya Dx.II yaitu masalah gangguan pola nafas tidak
efektif penanganan yang di berikan pada Ny. H memantau pernafasan dan frekuensi serta
kedalaman nafas interprestasi yang didapat dari implementasi yang diberikan yaitu sesak
berkurang dengan posisi semi fowler klien terlihat nyaman dengan kolaborasi o2 dan Dx.III
resiko penurunan curah jantung di lakukan tindakan mengevaluasi tanda vital pasien,
mengenali adanya tanda-tanda adanya kekurangan sirkulasi tubuh pasien, memonitor hidrasi
serta kolaborasi terapi interprestasi yang didapat adalah pulsasi kuat, CRT < 2 detik warna
merah muda, oedem tidak ada. BAK dengan dibantu oleh bedpan. Intake : 700 cc; urin
output : 1600 cc BC : -900 cc (selama 8 jam).
Pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi sangat penting dalam
upaya untuk mencapai hasil yang optimal dan mencegah kerusakan organ, monitoring
ketepatan terhadap regeimen terapi, perubahan gaya hidup, kepatuhan pasien dalam
melakukan dan menjalani terapi karena penanganan hipertensi memerlukan kolaborasi dan
kombinasi terapi farmakologi dan non-farmakologis jangka panjang atau seumur hidup.
Perlunya keterlibatan keluarga dalam pemberian pendididkan kesehatan disamping untuk
memberiakan dukungan kepada pasien hipertensi selama menjalani terapi juga penting untuk
mencegah terjadinya hipertensi pada keluarga pasien tersebut.
BAB V
40
DAFTAR PUSTAKA
41
American Heart Association. 2010. Potassium and high blood pressure. Dimuat dalam:
http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=3025146. Diunduh tanggal
10 Mei 2015
Devicaesaria, Asnelia. 2014. Hipertensi Krisis. Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Cipto Mangunkusumo. Dimuat dalam:
http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Hipertensi_Kritis.pdf.
Diunduh tanggal 10 Mei 2015
Fitriani, Fika. 2012. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi yang Rawat Jalan di Rumah Sakit
Umum Labuang Baji Makassar. Makassar: STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
Dimuat dalam: http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/3/e-library%20stikes%20nani
%20hasanuddin--fikafitria-128-1-artikel12.pdf. Diunduh tanggal 10 Mei 2015
Kemenkes. 2014. Penanganan Penyakit Jantung Harus Sesuai Ilmu Kedokteran Terkini dan
Mengutamakan Keselamatan Pasien. Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat
Jenderal
Kementerian
Kesehatan
RI.
Dimuat
dalam:
http://www.depkes.go.id/article/print/14112700011/penanganan-penyakit-jantungharus-sesuai-ilmu-kedokteran-terkini-dan-mengutamakan-keselamatan-pasien.html.
Diunduh tanggal 10 Mei 2015
Kemenkes. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik
Indonesia.
Dimuat
dalam:
42