PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
hipertensi emergensi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis hipertensi
emergensi.
2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis hipertensi emergensi.
3. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
hipertensi emergensi.
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis hipertensi emergensi.
5. Mampu melakukan evaluasi implementasi keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis hipertensi emergensi.
2.1.2.1 Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas
kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis
kelima kiri pada linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
1. Atas : pembuluh darah besar
2. Bawah : diafragma
a. Setiap sisi : paru
3. Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
2.1.2.2 Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ.
Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan
elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri
dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih
kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada
suatu organ).
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari
jantung ke jaringan. Aorta diameternya sekitar 25mm (1 inci) memiliki banyak
sekali cabang yang pada gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil
yaitu arteri dan arteriol, yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai
jaringan. Arteriol mempunyai diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm. Fungsi
arteri menditribusikan darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan. Arteri
ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic yang terdiri dari
3 lapisan yaitu :
1. Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan darah
dan terdiri dari jaringan endotel.
2. Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya
elastic dan termasuk otot polos
3. Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari
jaringan ikat gembur yang berguna menguatkan dinding arteri (Syaifuddin,
2006)
2.1.2.3 Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot
dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter
pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ
berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
2.1.2.4 Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan
langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang
membuka pembuluh darah utama.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri
dari suatu lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya mengambil
hasil-hasil dari kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal, menyerap zat
makanan yang terdapat di usus, alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan
vena.
2.1.2.5 Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga
sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel
sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak
langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe
ke dalam darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan
jaringan. Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai
organ, terutama dalam vili usus.
2.1.2.6 Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk
oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara
sempurna satu sama lain.
Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau
alat-alat tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti vena
kava dan vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil
disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena membawa darah
kotor kecuali vena pulmonalis, mempunyai dinding tipis, mempunyai katup-katup
sepanjang jalan yang mengarah ke jantung. (Gibson, 2012)
2.1.3 Etiologi
Berikut ini adalah penyebab hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016):
1. Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, pendarahan intraserebral, pendarahan subaranoid, dan
trauma kepala.
2. Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard akut,
pasca operasi bypass koroner.
3. Kondisi ginjal: Glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal
karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
4. Akibat ketokolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan
atau obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik,
mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi,
hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis.
5. Eklampsia
6. Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular.
7. Luka bakar berat.
8. Epistaksis berat.
9. Thrombotic thrombocytopenic purpura.
Hipertensi emergensi juga bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai
berikut (Turana et al., 2017):
1. Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat antihipertensi
tidak teratur.
2. Kehamilan.
3. Penggunaan NAPZA.
4. Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar berat,
phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskular, trauma kepala.
5. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
2.1.4 Klasifikasi
Hipertensi emergensi termasuk salah satu kelompok krisis hipertensi.
Sindroma klinis krisis hipertensi meliputi (Alwi et al., 2016):
1. Hipertensi gawat (hypertensive emergency): peningkatan tekanan darah yang
disertai kerusakan organ akut.
2. Hipertensi mendesak (hypertensive urgency): peningkatan tekanan darah tanpa
disertai kerusakan organ akut.
3. Hipertensi akselerasi (accelerated hypertension): peningkatan tekanan darah
yang berhubungan dengan pendarahan retina atau eksudat.
4. Hipertensi maligna (malignant hypertension): peningkatan tekanan darah yang
berkaitan dengan edema papil.
Dari klasifikasi di atas, jelas terlihat bahwa tidak ada batasan yang tajam
antara hipertensi gawat dan mendesak, selain tergantung penilaian klinis. Hipertensi
gawat (hypertensive emergency) selalu berkaitan dengan kerusakan organ, tidak
dengan level spesifik tekanan darah. Manifestasi klinisnya berupa peningkatan
tekanan darah mendadak sistolik > 180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg dengan
adanya atau berlangsungnya kerusakan target organ yang bersifat progresif seperti
perubahan status neurologis, hipertensif ensefalopati, infark serebri, pendarahan
intrakranial, iskemi miokard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru
akut, diseksi aorta, insufisiensi renal, atau eklampsia. Istilah hipertensi akselerasi
dan hipertensi maligna sering dipakai pada hipertensi mendesak (Alwi et al., 2016).
Beratnya hipertensi emergensi bukan hanya tergantung tingginya tekanan
darah tetapi juga kecepatan peningkatan tekanan darah karena system
autoregulasinya tidak berjalan. Seperti pada peningkatan tekanan darah yang
berkaitan dengan glomerulonefritis pada anak atau pre-eklamsia/eklamsia wanita
muda sudah terjadi gangguan mental walaupun tekanan diastoliknya baru 110
mmHg (Sowers, 2001).
2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas (Singh,
2011; Varounis et al., 2017). Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicunya
adalah hipertensi yang sudah ada sebelumnya (Singh, 2011).
Dua mekanisme yang berbeda namun saling terkait mungkin memainkan
peran sentral dalam patofisiologi krisis hipertensi. Mekanisme pertama adalah
gangguan mekanisme autoregulasi di vascular bed (Varounis et al., 2017). Sistem
autoregulasi merupakan faktor kunci dalam patofisiologi hipertensi dan krisis
hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ (otak, jantung,
dan ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari perubahan tekanan
perfusi (Taylor, 2015). Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang sesuai akan
menurun sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa menit
berikutnya. Dalam krisis hipertensi, ada kekurangan autoregulasi di vascular bed
dan aliran darah sehingga tekanan darah meningkat secara mendadak dan resistensi
vaskular sistemik dapat terjadi, yang sering menyebabkan stres mekanis dan
cedera endotelial (Taylor, 2015; Varounis et al., 2017).
Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensin, yang
menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut dan dengan demikian menghasilkan
lingkaran setan dari cedera terus-menerus dan kemudian iskemia (Varounis et al.,
2017). Over produksi renin oleh ginjal merangsang pembentukan angiotensin II,
vasokonstriktor yang kuat. Akibatnya, terjadi peningkatan resistansi pembuluh
darah perifer dan tekanan darah. Krisis hipertensi diprakarsai oleh peningkatan
resistensi vaskular sistemik yang tiba-tiba yang mungkin terkait dengan
vasokonstriktor humoral. Dalam keadaan krisis hipertensi, penguatan aktivitas
sistem renin terjadi, menyebabkan cedera vaskular, iskemia jaringan, dan
overproduksi reninangiotensin lebih lanjut. Siklus berulang ini berkontribusi pada
patogenesis krisis hipertensi (Singh, 2011).
Pathway Hipertensi Emergency
2.1.7 Komplikasi
1. Ensefalopati hipertensi
2. Infark serebral
3. Pendarahan intraserebral
4. Retinopati
5. Sindrom koroner akut
6. Gagal jantung akut
7. Diseksi aorta
8. Gagal ginjal akut
9. Eklampsia
(Cuspidi and Pessina, 2014; Turana et al., 2017)
2.2.3 Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
2) Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer c; Auskultasi tonus
jantung dan bunyi napas
3) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
4) Catat edema umum
5) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah
pengunjung
6) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
7) Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
8) Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur
9) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
10) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
11) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
12) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
1) Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
2) Pasien tampak nyaman
3) TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
2) Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
3) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
4) Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
5) Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
6) Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
7) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas
(lorazepam, ativan, diazepam, valium )
3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti
ditunjukkan dengan TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada
keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
2) Haluaran urin 30 ml/ menit
3) Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring
2) Tinggikan kepala tempat tidur
3) Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
4) Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
5) Amati adanya hipotensi mendadak f; Ukur masukan dan pengeluaran
6) Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program h; Pantau elektrolit,
BUN, kreatinin sesuai program
4. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output
Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
1) Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
2) Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
1) Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
2) Instruksikan pasien tentang penghematan energy
3) Kaji respon pasien terhadap aktifitas
4) Monitor adanya diaforesis, pusing
5) Observasi TTV tiap 4 jam
6) Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan
waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang
siang atau sore
5. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x 24 jam
Kriteria hasil :
1) Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
2) Tampak dapat istirahat dengan cukup
3) TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
2) Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
3) Evaluasi tingkat stress
4) Monitor keluhan nyeri kepala
5) Lengkapi jadwal tidur secara teratur
6) Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
7) Lakukan masase punggung
8) Putarkan musik yang lembut
9) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik
Tujuan : Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
2) Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
2) Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
3) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien
/ atas keberhasilannya
7. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien
Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24 jam
Kriteria hasil
1) Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
2) Ekspresi wajah rileks
3) TTV dalam batas normal
Intervensi
1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi
dalam rencana pengobatan
2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala,
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah.
3) Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya.
4) Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
5) Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup.
6) Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
7) Observasi TTV tiap 4 jam
8) Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaanya
9) Berikan support mental pada klien.
10) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien
8. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit
Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil:
1) Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi
2) Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program
Intervensi
1) Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
2) Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
3) Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan
dan efek samping atau efek toksik
4) Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan
dokter
5) Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan
dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah
6) Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
7) Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
8) Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program
9) Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat,
jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung
kafein, teh serta alcohol.
10) Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan.
11) Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga klien
2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien (Potter, Perry, 2013). Tahap penilaian atau evaluasi
adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan
melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya (Setiadi, 2012).
Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya klien dalam melaksanakan
tugas-tugas kesehatan. Hasil dari keperawatan pasien dapat diukur melalui 3
bidang:
1. Keadaan fisik
Pada keadaan fisik dapat diobservasi melalui suhu tubuh turun, berat badan
naik , perubahan tanda klinik.
2. Psikologik-sikap
Seperti perasaan cemas berkurang, keluarga bersikap positif terhadap patugas
kesehatan.
3. Pengetahuan-perilaku
Misalnya keluarga dapat menjalankan petunjuk yang diberikankeluarga dapat
menjelaskan manfaat dari tindakan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al., 2016. Krisis Hipertensi, dalam
Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan praktis klinis
cetakan ketiga. Interna Publishing. Jakarta.
Elliott, W.J., Rehman, S.U., Vidt, D.G., et al., 2013. Hypertensive Emergencies and
Urgencies. In: Black, H.R. and Elliott, W.J., Hypertension: A Companion
Janke, A.T., McNaughton, C.D., Brody, A.M., et al., 2016. Trends in the Incidence
of Hypertensive Emergencies in US Emergency Departments From 2006
to 2013. Journal of the American Heart Association
Kaplan, N.M., Victor, R.G., Flynn, J.T., 2015. Kaplan's clinical hypertension
Karthikeyan, V.J., 2015. Malignant hypertension. In: Nadar, S. and Lip, G., Oxford
Ram, C.V.S., 2014. Hypertension: A Clinical Guide. CRC Press. New York.
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Vidt, D.G., 2014. Hypertensive Crises: Emergencies and Urgencies. The Journal of
Clinical Hypertension. Vol 6 (9): 520-5.