Anda di halaman 1dari 27

A.

KONSEP DASAR MEDIS

1. Definisi

Pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai struma

nodosa atau struma. Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat

adanya nodul, disebut struma nodosa (Tonacchera, Pinchera & Vitty,

2009). Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x

ukuran normal. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal

(eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme)

atau kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme) (Black and Hawks,

2009). Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10%

untuk menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat

dibanding laki-laki (Incidence and Prevalence Data, 2012). Kebutuhan

hormon tiroid meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan dan

menyusui. Pada umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja,

wanita hamil dan ibu menyusui. Struma nodosa terdapat dua jenis, toxic

dan non toxic.

2. Anatomi

Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang

dihubungkan oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah

avokad, dengan puncaknya ke atas sampai linea oblique cartilaginis

thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau

ke-5. Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular,


dibungkus oleh selubung yang berasal dari lamina pretrachealis. Selubung

ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan trachea. Juga sering didapatkan

lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari isthmus, biasanya ke kiri

garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embryonic thyroid yang

ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di

hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari

kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita

fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os

hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai muskulus levator glandulae

thyroidea.

Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram

tergantung kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang

dari isthmus sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus

lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm,

dan ketebalan 20-39 mm. Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media

dan fascia prevertebralis. Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea,

esophagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada

trakea dan fascia pretrachealis dan melingkari 2/3 bahkan sampai 3/4

lingkaran.

Arteri carotis communis, vena jugularis interna, dan nervus vagus

terletak bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid.

Nervus recurrens terletak di dorsal sebelum masuk ke laring. Nervus


phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara

fascia media dan prevertebralis.

Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam

nodi limfatici cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan

turun ke nl. paratracheales. Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu

lapisan jaringan yang dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari

lapisan tengah fascia servicalis profundus yang mengelilingi tiroid

dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh arteri dan vena,

plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua kapsul

tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior

antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di

bagian posterior antara kedua lobus tiroid. Aa. carotis superior dextra et

sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et sinistra memberikan

vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang truncus

brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan

diatur oleh nervus recurrens dan cabang dari nervus laryngeus superior,

sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran limfe tiroid

terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari

pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan

permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh

limfe inferior yang menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus

dan bagian bawah lobus lateral.


Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada

pool atas kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat

mencederai n. laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat

mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat sementara

namun dapat pula permanen.

3. Fisiologi

Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat

menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan.

Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan

diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (tiroksin). Dalam keadaan

normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5%

adalah hormon-hormon lain seperti T2.

T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi

tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4

yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada

di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain

seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.

Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah

TRH (thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon).

Hormon-hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan

pituitari)- kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang

kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang


dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh

kerena itu hal yang mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi

T3 dan T4.

Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin

(T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin

(T3). Iodium nonorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan

bahan baku hormone tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40

kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan

tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi

sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami daur

ulang. Di sirkulasi, hormone tiroid akan terikat dengan protein yaitu

globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin

pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon

stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan

penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh

lobus anterior kelenjar hipofisis.

Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting

dalam pengeluaran hormone tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan

terlihat adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang

berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium, yaitu menurunkan kadar

kalsium serum terhadap tulang.


4. Etiologi

Penyebab kelainan ini bermacam-macam. Pada setiap orang dapat

dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa

pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi,

atau stres lain. Pada masa-masa tersebut dapat ditemui hiperplasi dan involusi

kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid

serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran

darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia.

Penyebab terbanyak dari struma non toksik adalah kekurangan iodium.

Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya

belum diketahui.

Struma non toksik disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1) Kekurangan (defisiensi) yodium (iodine): Pembentukan struma terjadi

pada defisiensi sedang iodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan

defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan

hipotiroidisme dan kreatinisme.

2) Kelebihan iodium: jarang terjadi dan pada umumnya terjadi pada penyakit

tiroid autoimun yang ada sebelumnya

3) Goitrogen :

a. Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, amino-glutethimide,

expectorants, thiocarbamide, sulfonilurea yang mengandung iodium

(Penghambatan sintesa hormon)


b. Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan

resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

c. Makanan, Sayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak cina, brussels

kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput

liar. (Menghambat sintesis hormon)

4) Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosintesis hormon kelejar

tiroid

5) Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Pada umumnya ditemui pada masa

pertumbuan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi

dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta

kelainan struktural yang dapat berkelanjutan dengan berkurangnya aliran

darah didaerah tersebut.

6) Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-

kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna.

5. Patofisiologi

Iodium (Iodine) merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh

untuk pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap

usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh

kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif

yang distimulasi oleh Thyroid Stimulating Hormon kemudian disatukan

menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.


Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk

tiroksin (T4) dan molekul triyoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan

pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Thyroid Stimulating Hormon dan

bekerja langsung pada tirotropihipofisis, sedang tyrodotironin (T3)

merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat

mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus

menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik

negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini

menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran pada kelenjar tiroid

biasanya terjadi ketika folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah

bertahun-tahun lamanya sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan

membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.

6. Pathway

Terlampir....
7. Klasifikasi

Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon

tiroksin, maka bisa dibagi menjadi:

1) Hipertiroidi : sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya

pada penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon

tiroksin berlebihan.

2) Eutiroid : bila produksi hormon tiroksin normal.

3) Hipotiroid : bila produksi hormon tiroksin kurang.

4) Struma nodosa non toksik: bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan), menurut American society

for Study of Goiter terbagi menjadi :

a. Struma Non Toxic Diffusa

b. Struma Non Toxic Nodosa

c. Struma Toxic Diffusa

d. Struma Toxic Nodosa

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu

(Roy, 2011):

1) Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma

nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma

multinodosa.

2) Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga bentuk

nodul tiroid yaitu nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul dingin apabila

penangkapan yodium tidak ada atau kurang dibandingkan dengan bagian


tiroid sekitarnya. Hal ini menunjukkan aktivitas yang rendah. Nodul

hangat apabila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti

fungsi nodul sama dengan bagian tiroid lainnya. Dan nodul panas bila

penangkapan yodium lebih banyak dari sekitarnya. Keadaan ini

memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3) Berdasarkan konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat keras.

Struma nodosa memiliki beberapa stadium, yaitu:

1) Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan

2) Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat jika kepala ditegakkan

3) Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal

4) Derajat III : terlihat pada jarak jauh.

8. Manifestasi Klinis

Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama

sekali. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat

mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga

terjadi gangguan menelan. Peningkatan seperti ini jantung menjadi berdebar-

debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan kelelahan. Beberapa

diantaranya mengeluh adanya gangguan menelan, gangguan pernapasan, rasa

tidak nyaman diarea leher, dan suara yang serak. Pemeriksaan fisik struma

nodosa non toxic berfokus pada inspeksi dan palpasi leher untuk menentukan

ukuran dan bentuk nodular. Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di

depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi
atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu

diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk

(diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan

dan pulpasi pada permukaan pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode

palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi.

Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan

ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Struma nodosa tidak termasuk

kanker tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah untuk

meminimalkan risiko terhadap kanker tiroid.

9. Komplikasi

1) Kalorigenik

2) Termoregulasi

3) Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,

tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik

4) Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5) Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih

cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah.

Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan

fosfolipid meningkat.
6) Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati

memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai

karotenemia.

7) Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,

tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi

diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk struma nodosa antara lain (Tonacchera, dkk,

2009):

1) Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan tes fungsi hormon : T4 atau T3, dan TSH.

2) Pemeriksaan radiologi.

a. Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau

pembesaran struma yang pada umumnya secara klinis sudah bias

diduga, foto rontgen pada leher lateral diperlukan untuk evaluasi

kondisi jalan nafas.

b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Manfaat USG dalam pemeriksaan

tiroid :

(1) Untuk menentukan jumlah nodul.

(2) Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.

(3) Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.


(4) Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak

menangkap yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.

(5) Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan

dilakukan biopsi terarah.

(6) Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop

adalah tentang ukuran, bentuk, lokasi dan yang utama adalah

fungsi bagian-bagian tiroid.

3) Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy). Biopsi ini

dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan struma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Penatalaksanaan konservatif

a. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid.

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini

diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon

TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin

diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi

hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar

tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah

propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.


b. Terapi Yodium Radioaktif

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada

kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak

mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi

gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam

kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh

lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau

kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau

cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan

empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

2) Penatalaksanaan operatif Tiroidektomi

Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid

adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi subtotal

akan menyisakan jaringan atau pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid, sedangkan

tiroidektomi total, yaitu pengangkatan jaringan seluruh lobus termasuk istmus

(Sudoyo, A., dkk., 2009). Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang

relative aman dengan morbiditas kurang dari 5 %.

Menurut Lang (2010), terdapat 6 jenis tiroidektomi, yaitu :

a) Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian atas atau bawah satu

lobus

b) Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus


c) Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan satu lobus

dan istmus

d) Subtotal tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus, istmus dan

sebagian besar lobus lainnya.

e) Total tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar.

f) Tiroidektomi total radikal, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar dan

kelenjar limfatik servikal.

Setiap pembedahan dapat menimbulkan komplikasi, termasuk tiroidektomi.

Komplikasi pasca operasi utama yang berhubungan dengan cedera berulang

pada saraf laring superior dan kelenjar paratiroid. Devaskularisasi, trauma,

dan eksisi sengaja dari satu atau lebih kelenjar paratiroid dapat menyebabkan

hipoparatiroidisme dan hipokalsemia, yang dapat bersifat sementara atau

permanen. Pemeriksaan yang teliti tentang anatomi dan suplai darah ke

kelenjar paratiroid yang adekuat sangat penting untuk menghindari

komplikasi ini.

Komplikasi lain yang dapat timbul pasca tiroidektomi adalah perdarahan,

thyrotoxic strom, edema pada laring, pneumothoraks, hipokalsemia,

hematoma, kelumpuhan syaraf laringeus reccurens, dan hipotiroidisme

(Grace & Borley, 2007).

Tindakan tiroidektomi dapat menyebabkan keadaan hipotiroidisme, yaitu

suatu keadaan terjadinya kegagalan kelenjar tiroid untuk menghasilkan

hormon dalam jumlah adekuat, keadaan ini ditandai dengan adanya lesu,

cepat lelah, kulit kering dan kasar, produksi keringat berkurang, serta kulit
terlihat pucat. Tanda-tanda yang harus diobservasi pasca tiroidektomi adalah

hipokalsemia yang ditandai dengan adanya rasa kebas, kesemutan pada bibir,

jari-jari tangan dan kaki, dan kedutan otot pada area wajah (Urbano, FL,

2000). Keadaan hipolakalsemia menunjukkan perlunya penggantian kalsium

dalam tubuh. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kelumpuhan

nervus laringeus reccurens yang menyebabkan suara serak. Jika dilakukan

tiroidektomi total, pasien perlu diberikan informasi mengenai obat pengganti

hormon tiroid, seperti natrium levotiroksin (Synthroid), natrium liotironin

(Cytomel) dan obat-obatan ini harus diminum selamanya.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identifikasi klien

2. Keluhan utama

Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.

Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy

keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.

3. Riwayat penyakit sekarang


Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang

semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan

karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.

4. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan

penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.

5. Riwayat kesehatan keluarga

Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.

6. Riwayat psikososial

Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik

sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.

7. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis

dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu

yang berubah.

2) Kepala dan leher

Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada

post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang


sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta

terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.

3) Sistim pernafasan

Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari

anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.

4) Sistim Neurologi

Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan

ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.

5) Sistim gastrointestinal

Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam

lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan

dengan efek anestesi yang hilang.

6) Aktivitas/istirahat

Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.

7) Eliminasi

Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.

8) Integritas ego

Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,

depresi.

9) Makanan/cairan
10) Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan

banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran

tyroid.

11) Rasa nyeri/kenyamanan

Nyeri orbital, fotofobia.

12) Keamanan

Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap

iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas

37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis,

mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan

berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi

sangat parah.

13) Seksualitas

Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.


B. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi

1. Gangguan pola nafas b.d obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan

spasme laryngeal.

2. Gangguan komunikasi verbal b.d cedera pita suara atau kerusakan laring,

edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d gangguan proses menelan

4. Ansietas b.d Perubahan status Kesehatan Tindakan operasi / hospitalisasi

5. Gangguan citra tubuh b.d Perubahan bentuk pada leher

Post operasi

6. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen injuri fisik (luka post operasi).

7. Resiko infeksi b.d adanya port de entri kuman atau bakteri


C. Intervensi Keperawatan
Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional
PRE OPERASI
Gangguan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan a. Pantau frekuensi pernafasan, a. Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat,
nafas b.d obstruksi trakea, keperawatan selama ...X24 jam kedalaman dan kerja pernafasan. tetapi berkembangnya distres pada pernafasan
pembengkakan, diharapkan jalan nafas paten dengan merupakan indikasi kompresi trakea karena
perdarahan dan spasme kriteria: edema atau perdarahan.
laryngeal. a. Jalan nafas bersih b. Auskultasi suara nafas, catat adanya b. Ronchi merupakan indikasi adanya
b. Tidak ada obstruksi suara ronchi. obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan
evaluasi dan intervensi yang cepat.
c. Kaji adanya dispnea, stridor, dan c. Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang
sianosis, Perhatikan kualitas suara. membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
d. Waspadakan pasien untuk d. Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah
menghindari ikatan pada leher, luka karena pembedahan.
menyokog kepala dengan bantal.
e. Bantu dalam perubahan posisi, latihan e. Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan
nafas dalam dan atau batuk efektif evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan
sesuai indikasi. dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal
itu perlu untuk membersihkan jalan nafas.
f. Lakukan pengisapan lendir pada mulut f. Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan
dan trakea sesuai indikasi, catat warna pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan
dan karakteristik sputum. jalan nafas sendiri.
g. Lakukan penilaian ulang terhadap g. Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior
balutan secara teratur, terutama pada mungkin akan tampak kering karena darah
bagian posterior tertampung/terkumpul pada daerah yang
tergantung.
h. Selidiki kesulitan menelan, h. Merupakan indikasi edema/perdarahan yang
penumpukan sekresi oral. membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.
i. Pertahankan alat trakeosnomi di dekat i. Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan
pasien. suasana yang mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang darurat.
j. Mungkin sangat diperlukan untuk
j. Pembedahan tulang
penyambungan/perbaikan pembuluh darah yang
mengalami perdarahan yang terus menerus.
Gangguan komunikasi Setelah dialakukan tindakan a. Kaji fungsi bicara periodik a. Membantu memenuhi kebutuhan pasien
verbal b.d cedera pita keperawatan selama ...X24 jam dikarenakan suara serak dan salut tenggorokan
suara atau kerusakan diharapkan gangguan komunikasi akibat edema jaringan atau kerusakan karena
laring, edema jaringan, verbal berhubungan dengan cidera pembedahan pada syaraf laringeal.
nyeri, ketidaknyamanan pitasuara dapat teratasi dengan KH : b. Pertahankan komunikasi yang b. Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi
Paien mampu berkomunikasi untuk sederhana, beri pertanyaan yang hanya bicara
pemenuhan kebutuhanya. memerlukan jawaban ya tau tidak
c. Memberikan metode komunikasi c. Memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan
alternatif yang sesuai, seperti papan
tulis, kertas tulis
d. Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin d. Menurunnya asietas dan kebutuhan pasien untuk
berkomunikasi
e. Pertahankan lingkungan yang tenang e. Menurunkan kerasnya suara yang harus
diucapkan pasien untuk didengar
Gangguan nutrisi kurang Setelah diberikan asuhan keperawatan a. Tanyakan pada pasien apakah ia a. Untuk menentukan nutrisi yang tepat untuk
dari kebutuhan b.d selama ….x24 jam diharapkan memiliki riwayat alergi terhadap pasien.
gangguan proses menelan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi makanan.
secara adekuat dengan kriteria hasil : b. Beri dukungan pada pasien untuk b. Agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan
a. Mempertahankan berat badan mendapatkan intake kalori yang kalori dengan pemasukan kalori.
dalam batas normal. adekuat sesuai dengan tipe tubuh dan
b. Klien mampu menghabiskan ½ pola aktivitasnya.
porsi makanan yang disediakan c. Pasien dianjurkan untuk makan c. Makan perlahan dan mengunyah secara seksama
c. Klien mengalami peningkatan dengan perlahan dan mengunyah dapat memudahkan makanan lewat kedalam
nafsu makan. makanan secara seksama. lambung.
d. Pemberian makanan sedikit dan sering d. Meningkatkan pencernaan dan mencegah.
dengan bahan makanan yang tidak
bersifat iritatif.
e. Kolaborasi dengan dietisien untuk e. Untuk menentukan jenis diet dan kalori yang
menentukan jenis diet yang tepat tepat dengan kebutuhan dan diagnosa klien
untuk klien
f. Kolaborasi pemberian obat-obatan f. Analgetik dan antiemetik dapat membantu
sebelum makan (mis. penghilang rasa mengurani nyeri dan membantu meningkatkan
sakit, antiemetik), jika diperlukan. selera makan
Ansietas b.d Perubahan Setelah 1 x 24 jam pemberian asuhan a. Kaji tanda verbal dan nonverbal a. Reaksi verbal dan nonverbal dapat menunjukkan
status Kesehatan Tindakan keperawatan ansietas berkurang atau kecemasan, dan lakukan tindakan bila rasa agitasi, marah,
operasi / hospitalisasi tidak ada dengan kriteria: menunjukkan perilaku merusak. gelisah.
b. Klien secara verbalisasi b. Mulai melakukan tindakan untuk b. Teknik guide imagery dapat merelaksasikan
menyatakan ansietas berkurang. mengurangi kecemasan (guide pikiran negatif atau ansietas
c. Klien dapat mengidentifikasi imagery).
penyebab yang c. Beri lingkungan yang nyaman dan c. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
mempengaruhinya. suasana penuh istirahat. perlu.
d. Beri kesempatan klien untuk d. Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan kecemasaannya. kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
e. Beri privasi untuk klien dan keluarga e. Memberi waktu untuk mengekspresikan
terdekat. perasaan.

Gangguan citra tubuh b.d Setelah dilakukan tindakan a. Monitor apakah klien bisa melihat a. Dengan melakukan intervensi ini, perawat bisa
Perubahan bentuk pada keperawatan ...x24 jam diharapkan bagian tubuh mana yang berubah melihat perubahan apakah yang terjadi pada
leher citra tubuh klien kembali normal , klien saat melihat bagian tubuhnya yang
dengan kriteria hasil: berubah
a. Kesadaran diri b. Bantu klien untuk mendiskusikan b. Dengan mendiskusikan perubahan-perubahan
b. Harga diri kembali seperti semula perubahan-perubahan bagian tubuh bagian tubuh klien, perawat bisa mengetahui
yang disebabkan adanya penyakit atau persepsinya terhadap perubahan tubuhnya
pembedahan dengan cara yang tepat
c. Bantu klien memisahkan penampilan c. Membantu klien untuk menaikkan persepsinya
fisik dari perasaan berharga secara terhadap bagian tubuhnya yang berubah
pribadi, dengan cara yang tepat
POST OPERASI
Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan a. Kaji TTV dan KU pasien terhadap a. Mengetahui cara efektif mengatasi nyeri
nyeri b.d agen injuri fisik keperawatan selama ...X24 jam nyeri
(luka post operasi). diharapkan nyeri pasien berkurang b. Kaji nyeri secara komprehensif b. Mengetahui tingkat nyeri pasien
dengan KH : c. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam c. Mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman
a. Skala nyeri 1-3 d. Atur posisi tidur pasien pada posisi d. Memposisikan pasien dalam posisi nyaman
b. Pasien mampu mengontrol nyeri senyaman mungkin
c. TTV dalam batas normal e. Edukasi tentang aktivitas yang dapat e. Memberi alternatif menurnkan nyeri
mengangkat dan menurunkan nyeri
f. Kolaborasi dengan dokter pemberian f. Mengurangi nyeri pasien
analgetik
Resiko infeksi b.d adanya Setelah dilakukan tindakan a. Kaji TTV pasien a. Mengetahui peningkatan suhu sebagai tanda
port de entri kuman atau keperawatan selama ...X24 jam infeksi
bakteri diharapkan tidak adanya tanda dan b. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi b. Mengetahui akan timbulanya infeksi pada luka
gejala infeksi dengan KH : (sebagai komplikasi yang mungkin timbul pada
a. Pasien terbebas dari tanda dan c. Lakukan perawatan luka dengan teknik luka)
gejala infeksi aseptik tiap 2x sehari c. Mempercepat proses penyembuhan luka dan
b. Angka lekosit dalam rentan normal d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan mencegah terjadinya infeksi
4.000-10.000 u/L intake nutrisi TKTP d. Meningkatkan status imunitas pasien
c. TTV dalam batas normal e. Edukasi pasien dan keluarga untuk
menjaga personal hygiene e. Mencegah terjadinya pertumbuhan kuman
f. Kolaborasi dengan dokter dalam f. Mencegah terjadinya infeksi
pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

AME/AACE Guideline. 2006. American Assosiation of Clinical Endocrinologis


and Assosiation Medici Endocrinologi, Medikal Guidelnus For Clinical
Pratice For the Diagnosis and Management of Thyroid Nodule.
Endocrine Practice Vol 12 No.1 . Mei/24/2016

Black & Hawks. (2009). Medical-surgical nursing : clinical management for


positive outcomes.8th Edition. Saunders Elsevier

Daniel. 2008. Jeli dan Practice Menghadapi Kelainan Tiroid. Jakarta

Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidyme, Buku Ajar Penyakit


Dalam, Jilid III, Jakarta : FKUI

Gordon. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed.3. Jakarta : EGC

Grace., PA & Borley., N.R. (2007). Surgery at a glance. Edisi 3. Alih bahasa dr.
Vidhia Umami. Jakarta : Erlangga Medical Series.

Incidence and Prevalence Data. (2012). 241.0 nontoxic uninodular goiter; thyroid
nodule. Capitola : Timely Data Resources, Inc. Style Sheet

Jonson, L. 2005. Disease of Tyroid Gland. Harrisons Principels of Internal


Medicine, 16th edition, Mc graw-Hill Medical Publishing Division.

Johan, S.M. 2006. Nodul Tiroid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi
IV. Jakarta : FKUI

Lang, BH. (2010). Minimally invasive thyroid and parathyroid operations :


surgical techniques and pearls. Journal of Advances in Surgery. 44,1. 185
– 198

Roy, H. (2011). Short textbook of surgery : with focus on clinical skills. New
Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers

Solymosi.2007. Therapy For Nontoxic Nodular Golter 16 Th edition, Mc graw-


Hil Medical Publishing Devision.

Tonacchera, M., Pinchera, A., & Vitty, P., (2009). Assesment of nodular goiter.
Journal of best practice & research clinical endocrinology and metabolism.
Pisa : Elsevier

Anda mungkin juga menyukai