I.
ANATOMI FISIOLOGI
A. ANATOMI JANTUNG
Jantung
berdinding tipis (atrium), dan 2 bilik atau bagian yang berdinding tebal ( ventrikel )
a. Atrium
Atrium merupakan bagian dari ruang atas jantung, yang berfungsi
sebagai
KATUB JANTUNG
Katub jantung yang berjumlah 4 buah berfungsi mengalirkan darah dan
mencegah aliran balik darah. Katup ini membuka dan menutup secara pasif yang
merupakan respon dari perubahan tekanan dan perubahan isi dari ruang- ruang
jantung. Secara umum katub jantung dibagi menjadi 2 jenis katub yaitu katub
atrioventrikular dan katub semilunar
a. Katub Atrioventrikular
Katub ini membagi jantung menjadi 2 bagian yaitu atrium dan ventrikel. Katub
atrioventrikular ini menghubungkan aliran darah dari atrium ke ventrikel. Terdiri dari
katub tricuspid dan katup mitral.
1) Katup tricuspid
Katub semilunar memisahkan ventrikel dari pembuluh darah besar. Dua katup
semilunar ini memilki 3 daun katub yang mengalirkan darah dari ventrikel ke
pulmonary arteri dan aorta. Fungsi katub adalah membiarkan darah mengalir dari
ventrikel ke pembuluh darah besar selama diastole (daun katup terbuka).
1) Katub pulmonal
Katub pulmonal memisahkan ventrikel kanan dan arteri pulmonal, terdiri dari
tiga daun katup (anterior kanan, anterior kiri, dan posterior). Fungsi dari katup
pulmonal adalah membiarkan darah mengalir dari ventrikel kanan ke arteri
pulmonal selama sistole (daun katub membuka).
2) Katub aorta
Katup aorta memisahkan ventrikel kiri dan aorta. Terdiri dari 3 daun katup
(Coroner kiri,coroner kanan,dan non coronary). Fungsi katub ini adalah
membiarkan darah mengalir dari ventrikel kiri ke aorta selama sistole (daun
katub membuka).
A. FISIOLOGI JANTUNG
1.
CARDIAC OUTPUT
Cardiac output atau curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh
jantung selama satu menit ( 4 8 L/menit) ketika istirahat. Merupakan hasil dari stroke
volume (Jumlah darah yang dipompakan oleh jantung setiap satu kali kontraksi) dan heart
rate. Faktor-faktor yang mempengaruhi stroke volume dan cardiac output adalah:
a. Preload/ beban awal
Merupakan kekuatan yang meregangkan otot otot ventrikel pada end diastol atau
sesaat sebelum kontraksi, yang digambarkan dengan jumlah volume darah yang
berada di ventrikel pada saat itu. Peningkatan peregangan otot-otot jantung
menyebabkan kontraksi ventrikel dan stroke volume yang lebih kuat. Semakin besar
volume pengisian ventrikel, semakin besar pula stroke volume. Proses ini sesuai
dengan hukum Frank Starling.
b. Afterload/ beban akhir
Merupakan beban atau tekanan yang harus dihadapi ventrikel ketika berkontraksi.
Afterload ventrikel kiri adalah tekanan diastolik di aorta dan resistensi vaskuler
sistemik (Systemic Vascular Resistance/ SVR). Sedangkan afterload ventrikel kanan
adalah tekanan diastolik arteri pulmonal dan resistensi vaskuler pulmonal (Pulmonary
Vascular Resistance/ PVR) . Afterload mempengaruhi kerja jantung, konsumsi
oksigen miokard dan performa ventrikel.
c. Contractility/ kontraktilitas
Merupakan kekuatan dan velositas pemendekan otot miokard, tergantung pada
preload dan afterload. Stimulus inotropik positif (epinefrin, dopamine) meningkatkan
kekuatan kontraksi, inotropik negatif menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi
(beta bloker, asidosis, hipoksemia)
2.
SISTEM VASKULER
Laju dan volume aliran darah dalam sirkulasi ditentukan oleh dua faktor:
a.
keluar)
Aliran darah terjadi apabila tekanan pada permulaan sirkulasi lebih besar dari
akhir sirkulasi.
b.
satu
SIRKULASI
Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas 2 bagian yaitu: sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal.
a. Sirkulasi sistemik
1) Mengalirkan darah ke berbagai organ serta memenuhi kebutuhan organ yang
berbeda
2) Memerlukan tekanan permulaan yang besar dan banyak mengalami tahanan
3) Kolom hidrostatik panjang
b. Sirkulasi pulmonal
1) Hanya mengalirkan darah ke paru dan berfungsi untuk paru-paru
2) Mempunyai tekanan permulaan yang rendah
3) Hanya sedikit mengalami tahanan dan kolom hidrostatiknya pendek
4.
SISTEM KORONER
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup
pada otot jantung oleh sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan
5
Tekanan perfusi
Apabila arteri menyempit, resisitensi meningkat sehingga laju dan volume aliran
darah menurun. Apabila terjadi dilatasi arteri, resistensi menurun, sehingga laju dan
volume aliran darah meningkat. Diameter pembuluh darah diatur secara otomatis
(autoregulated) oleh kebutuhan metabolik miokard. Apabila terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen di miokard (misalnya olahraga), maka arteri koroner mengalami
dilatasi untuk meningkatkan aliran darah ke miokard 4 sampai 5 kali normal
(istirahat).
c. Faktor faktor yang dapat menurunkan aliran darah koroner
1)
2)
Gambaran EKG
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
2
3
Anteroseptal
Anterolateral
V4/V5
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
Lateral
Inferolateral
dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
Inferior
Inferoseptal
aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
True posterior
aVF, V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
RV Infraction
7
8
9
A. ETIOLOGI
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, obesitas dan
hiperlipidemia.
1. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar
300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok
(Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan
dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
3. Obesitas
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%
penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan
indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan
obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan
lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan
darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha,
2006).
4. Hiperlipidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas
batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan
kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary
Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol
juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
B. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah
sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan
pada lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau
9
kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa
sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya
dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin
dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa
dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi
menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah
menurun atau normal selama beberapa jam atau beberapa hari. Dalam waktu beberapa
minggu, tekanan darah kembali normal. Dari ausklutasi prekordium jantung,
ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark
daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis
otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan
intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda
disfungsi ventrikel jantung. (Antman, 2005).
C. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami
rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam
3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah
infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
10
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya
lebih
dari
30
menit
di
daerah
Rasa
nyeri
seperti
dicekam,diremas-remas,tertindih
benda
padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan
penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan
akan mati.
2. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit, muka pucat, kulit basah dan dingin. Tekanan darah bisa
tinggi, normal atau rendah. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah
paradoksal, irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang
tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
3. EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III,
dan aVF.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan
cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada
pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera
mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai
enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infark miokard).
a. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
b. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
c. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
11
d. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
e. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
f. Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL) biomarker jantung
pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai mempresentasikan 99th
percentile kelompok control tanpa STEMI.
g. Reaksi non spesifik terhadap injuri
miokard
adalah
leikositosis
polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri
dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/u1.
E. PENATALAKSANAAN
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga
diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg
atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada
EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada
pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam
sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi
dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV
dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
12
menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan
infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5
mgIV.
d. Aspirin
Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
e. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi
tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12
jam.
f. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
a) Seleksi Strategi Reperfusi
Langkah-langkah Penilaian dalam Memilih Terapi Reperfusi pada Pasien
STEMI:
Langkah 1: Nilai waktu dan risiko
1) Waktu dan gejala
Waktu dan gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan predictor penting luas
infark
dan
outcome
pasien.
Efektivitas
obat
fibrinolisis
dalam
yang mengalami infark menjadi paten, kurang banyak tergantung pada lama
gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa laporan menunjukkan tidak
ada pengaruh keterlambatan waktu terhadapa laju mortalitas jika PCI
dikerjakan setelah 2 sampai 3 jam setelah gejala. The Task Force on the
Management of Acute Myocardial Infraction of the European Society of
Cardiology dan ACC/AHA merekomendasikan target medical contact-toballoon atau door-tto-balloon time dalam waktu 90 menit.
2) Resiko STEMI
Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam
menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI. JIka estimasi mortalitas
dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien renjatan
kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.
3) Resiko Perdarahan
Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada
pasien. Jika terapii reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis,
semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin
kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat
terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan mafaat dan
risiko.
4) Waktu yang Dibutuhkan untuk Transport ke Laboratorium PCI
Adanya fasilitas kardiologi Intervensi merupakan penentu utama apakah
PCI dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI,
penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis.
Jika composite end point kematian, infark miokard rekuren non fatal
atau strok dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan
laju infark miokard non fatal berkurang.
Langkah 2: Tentukan apakah firinolisis atau strategi invasif lebih disukai.
Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi
invasive, tidak ada preferensi untuk strategi lain.
b) Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa
didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam
pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis
dalam melakukan arteri koroner yang teroklusi dan dikaitkan dengan
outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.
Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok
14
digambarkan
dengan
skala
kualitatif
sederhana
disebut
mendapat terapi dalam 1-3 Jm onset gejala akan mendapat manfaat yang
terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih sedang, terapi masih tetap bermanfaat
pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan beberapa manfaat
nampaknya masih ada samapi 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan
segmen ST masih tetap elevasi pada sadapan EKG yang belum menunjukkkan
gelombang Q yang baru. Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI
primer), fibrinolisis secara umum merupakan strategi reperfusi yang lebih
disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika perhatian pada masalah
logistic seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik, atau ada antisipasi
keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis dapat
dimulai dibandingkan implementasi PCI.
Perawatan
a. Istirahat tergantung payah jantungnya.
b.
c.
d.
e.
pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung,
inhibitore ACE harus diberikan.
B. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai
kongesti paru.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. AKTIVITAS / ISTIRAHAT
a. Gejala :
1) Keletihan / kelelahan terus menerus sepanjang hari.
2) Insomnia
3) Nyeri dada dengan aktivitas
4) Dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga
b. Tanda :
1) Gelisah, perubahan status mental (misalnya letargi)
2) Tanda vital berubah pada aktivitas
2. SIRKULASI
a. Gejala :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Riwayat hipertensi
IM baru / akut
Episode GJK sebelumnya
Penyakit katup jantung
Bedah jantung
Endokarditis
SLE
Anemia
Syok Septic
10) Bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk terlalu ketat (pada gagal
bagian kanan)
b. Tanda :
17
18
5. MAKANAN / CAIRAN
a. Gejala :
1) Kehilangan nafsu makan
2)
3)
4)
5)
6)
7) Penggunaan diuretik
b. Tanda :
1) Penambahan berat badan cepat
2) Distensi abdomen (asites); edema (umum, dependen, tekanan, pitting)
6. HIGIENE
a. Gejala : Keletihan / kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
7. NEUROSENSORIK
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan
b. Tanda :
1) Letargi, kusut pikir, disorientasi
2) Perubahan perilaku, mudah tersinggung
8. NYERI / KENYAMANAN
a. Gejala :
1) Nyeri dada, angina akut / kronis
2) Nyeri abdomen kanan atas
3) Sakit pada otot
b. Tanda :
1) Tidak tenang, gelisah
2) Fokus menyempit (menarik diri)
19
Rasional
Mandiri
1.
1.
abdomen
2.
3.
Catat/pantau TTV
4.
6.
4.
Identifikasi/dorong penggunaan
prilaku adaptif
Kolaborasi
1.
indikasi
2. Oksigen 3-4 liter/menit
2.
menurunkan nyeri..
Memaksimalkan ketersediaan
oksigen untuk menurunkan beban kerja
jantung dan menurunkan ketidaknyamanan
karena iskemia.
21
Rasional
Mandiri
1. Pantau irama dan frekuensi jantung
2. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan
S3 dan S4.
karena iskemia.
2. Memberikan deteksi dini dari terjadinya
jantung.
adventisius, demam
Kolaborasi
darurat
meningkatkan kontraktilitas
miokard dan menurunkan beban
22
Rasional
Mandiri
1. Evaluasi status mental. Perhatikikan
23
thrombus.
Kolaborasi
Berikan antikoagulan, contoh heparin,
warfarin (coumadin)
4.
Rasional
Mandiri
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan
pelebaran nasal.
komplikasi paru
Kolaborasi:
Berikan tambahan oksigen dengan kanul Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
atau masker, sesuai indikasi
1.
Rasional
Miokarditis menyebabkan inflamasi
dan kemungkinan kerusakan sel-sel
jantung
aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito,
Lynda
Juall.
1999. Rencana
Asuhan
dan
Dokumentasi
Keperawatan.Jakarta:EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Kowalak, Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medika
26