Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

STASE KELUARGA

OLEH :
NAMA : SITI NISWATIN HASANAH, S.KEP
NPM : 1914901110076

PROGRAM PROFESI NERS A


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 ANATOMI FISIOLOGI

a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada,
batas kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang
intercostalis kelima kiri pada linea midclavicular. Hubungan jantung
adalah:
1. Atas                 : Pembuluh darah besar
2. Bawah             : Diafragma
3. Setiap sisi        : Paru
4. Belakang         : Aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis

b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan
organ. Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan
tengah jaringan elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar
memiliki laposan tengah yang terdiri dari jaringan elastin (untuk
menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki
lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada
suatu organ).
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah
dari jantung ke jaringan. Aorta diameternya sekitar 25 mm (1 inci)
memiliki banyak sekali cabang yang pada gilirannya tebagi lagi
menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu arteri dan arteriol, yang
berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai jaringan. Arteriol
mempunyai diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm. Fungsi arteri
menditribusikan darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan.

Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya
elastic yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan
dengan darah dan terdiridari jaringan endotel.
2. Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang
sifatnya elastic dantermasuk otot polos
3. Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri
dari jaringan ikatgembur  yang berguna menguatkan dinding arteri.

c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal.
Otot dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan
kontriksi diameter pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal,
suplai darah pada jaringan atau organ berkurang. Bila terdapat
kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.

d. Pembuluh darah utama dan kapiler


Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang
berjalan langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan
pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh darah utama.Kapiler
merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri dari
suatu lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya
mengambil hasil-hasil dari kelenjar, menyaring darah yang terdapat di
ginjal, menyerap zat makanan yang terdapat di usus, alat penghubung
antara pembuluh darah arteri dan vena.
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin.
Sinusoid tiga sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan
sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-endotelial.Pada tempat
adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan
pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan. Saluran Limfe
mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe ke
dalam darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk
membersihkan jaringan. Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang
terdapat di dalam berbagai organ, terutama dalam vili usus.

f. Vena dan venul


Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena
dibentuk oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak
berbatasan secara sempurna satu sama lain.

Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian


atau alat-alat tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya
besar seperti vena kava dan vena pulmonalis. Vena ini juga
mempunyai cabang yang lebih kecil disebut venolus yang selanjutnya
menjadi kapiler. Fungsi vena membawa darah kotor kecuali vena
pulmonalis,  mempunyai  dinding tipis, mempunyai katup-katup
sepanjang jalan yang mengarah ke jantung.

1.2 DEFINISI
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014).
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan
di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal
yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan diastolik (angka
bawah) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur
tekanan darah baik yang berupa alat cuff air raksa (sphygmomanometer)
ataupun alat digital lainnya (Pudiastuti, 2013).

Tekanan darah tinggi sering disebut sebagai pembunuh gelap/silent killer


karena termasuk penyakit yang mematikan hipertensi dapat menyerang
siapa saja baik muda maupun tua. Hipertensi merupakan suatu keadaan
yang tidak memiliki gejala nampak, dimana tekanan darah yang tinggi di
dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke, gagal
jantung, serangan jantung, kerusakan ginjal (Lilies, 2015)

1.3 ETIOLOGI
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher (2014), mengklasifikasikan
hipertensi berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi primer (esensial atau idiopatik) merupakan peningkatan
tekanan darah tanpa diketahui penyebabnya dan berjumlah 90%-95%
dari semua kasus hipertensi. Meskipun hipertensi primer tidak
diketahui penyebabnya, namun beberapa faktor yang berkontribusi
meliputi: peningkatan aktivitas, produksi sodium- retaining hormones
berlebihan dan vasokonstriksi, peningkatan masukan natrium, berat
badan berlebihan, diabetes melitus, dan konsumsi alkohol berlebihan.

b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan peningkatan tekanan darah dengan
penyebab yang spesifik dan biasanya dapat diidentifikasi. Hipertensi
sekunder diderita oleh 5%-10% dari semua penderita hipertensi pada
orang dewasa. Penyebab hipertensi sekunder meliputi penyakit ginjal,
aldosteronisme primer, pheochromocytoma, penyakit Chusing’s,
koartasio aorta (penyempitan pada aorta), tumor otak, ensefalitis,
kehamilan, dan obat (estrogen misalnya, kontrasepsi oral;
glukokortikoid, mineralokortikoid, simpatomimetik).

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut American Heart Assosiation


(AHA ), 2014 yaitu:
Klasifikasi tekanan Tekanan darah sistolik Tekanan darah
darah (mmHg) diastolic (mmHg)

Normal <120 <80


Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stage I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stage II >160 >100
Hipertensi stage III >180 >110

Faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita hipertensi


yaitu ada faktor risiko yang dapat dihindari atau diubah dan ada yang
tidak dapat diubah (Moerdowo, 1984 dalam Ferry, 2013) :
a. Faktor risiko yang dapat dihindari atau diubah
1) Kegemukan (Obesitas)
Obesitas adalah massa tubuh yang meningkat disebabkan jaringan
lemak yang jumlahnya berlebihan. Pada orang-orang yang gemuk
seringkali terdapat hipertensi, walaupun sebabsebabnya yang
belum jelas.Oleh sebab itu sebaiknya orang yang terlampau gemuk
untuk lebih menurunkan berat badannya.

Orang yang kegemukan biasanya lebih cepat lelah, nafas sesak,


jantung berdebar-debar walaupun aktifitas yang dilaksanakan
olehnya tidak seberapa. Karena senantiasa memikul beban tubuh
yang berat. maka jantung harus bekerja lebih berat dan harus
bernafas lebih cepat supaya kebutuhan tubuh akan darah dan
oksigen dapat dipenuhi. Oleh sebab itu lama-kelamaan akan
mengakibatkan hipertensi.

2) Konsumsi Garam yang Tinggi


Penderita tekanan darah tinggi sering diwajibkan untuk mengurangi
konsumsi garam.Hal yang terpenting adalah membatasi pengguna
garam dalam upaya mencegah berkembangnya hipertensi. Anjuran
Kementrian kesehatanpada masyarakat umum yang sehat adalah 5
gram atau setara satu dendok tehperhari. Harus diperhatikan bahwa
bagian garam yang menyebabkan hipertensi adalah sodium.

Natrium memiliki sifat menarik cairan sehingga mengonsumsi


garam berlebih atau makan-makanan yang diasinkan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Orang-orang peka
natrium akan lebih mudah mengikat natrium sehingga
menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah. Karena
sifatnya yang meretensi air sehingga volume darah menjadi naik
dan hal tersebut secara otomatis menaikkan tekanan darah (Uli,
2013).

3) Stres psikososial
Hubungan antara stres dengan hipertensi diperkirakan melalui
aktifitas saraf simpatik, yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermiten. Apabila stress menjadi berkepanjangan, akibat
tekanan darah akan menetap tinggi. Stres atau ketegangan jiwa
(rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa
marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang
kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu
jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan
darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh
berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahan patologis (Ferry, 2013).

b. Faktor risiko yang tidak dapat dihindari atau diubah


1) Umur
Tidak dapat dihindari bahwa pada kebanyakan orang bertambahnya
umur dibayangi dengan naiknya ukuran tekanan darah. Namun
tidak semua orang tua mempunyai tekanan darah yang tinggi
asalkan saja orang senantiasa mengatur hidupnya menurut cara
yang sesuai dengan usaha pencegahan hipertensi,
2) Jenis kelamin
Pria umumnya lebih mudah terkena hipertensi dibandingkan
dengan wanita, hal ini mungkin disebabkan kaum pria lebih banyak
memiliki faktor pendorong seperti stres, kelelahan dan makan yang
tidak terkontrol.

1.4 PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pumbuluh darah
terletak dipusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jelas saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergetar ke bawa melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini neouron pre-ganglion ke pumbuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pumbuluh darah.
Berbagai farktor seperti kecemasan dan ketakuran dapat mempengaruhi
respon pumbuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Pasien
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluhh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula
adrenal mensekresikan efinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pumbuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal, menyebabkan pelepasan
renin (Aspiani, 2014).

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah


menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrum dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
volume intravaskular. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
terjadinya hipertensi (Aspiani, 2014).

Peningkatan tekanan darah biasanya tidak teratur serta terjadi peningkatan


secara terus menerus. Hipertensi biasanya dimulai sebagai penyakit yang
ringan lalu perlahan berkembang ke kondisi yang parah atau berbahaya
(Williams & Wilkins, 2011) dalam(Mulyadi, 2016). Nyeri kepala ini
sering ditandai dengan sensasi prodromal misal nausea, pengelihatan
kabur, auravisual, atau tipe sensorik halusinasi. Salah satu teori penyebab
nyeri kepala migraine ini akibat dari emosi atau ketegangan yang
berlangsung lama yang akan menimbulkan reflek vasospasme beberapa
pembuluhh arteri kepala termasuk pembuluhh arteri yang memasok ke
otak. Secara teoritis, vasospasme yang terjadi akan menimbulkan iskemik
pada sebagian otak sehingga terjadi nyeri kepala Hall, 2012 dalam
(Mulyadi, 2016).
1.5 MANIFESTASI KLINIS
Peningkatan tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah.
Gejala yang timbul berbeda-beda. Kadang hipertensi esensial berjalan
tanpa gejala dan baru timbul keluhan setelah terjadi kompilasi yang
spesifik pada organ tertentu seperti ginjal, mata, otak dan jantung.

Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama


bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit
sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala
biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Akan
tetap pada penderita hipertensi berat biasanya akan timbul gejala antara
lain : Sakit kepala, kelelahan, mual dan muntah, sesak nafas, gelisah,
pandangan menjadi kabur, mata berkunang-kunang, mudah marah, telinga
berdengung, sulit tidur, rasa berat ditengkuk, nyeri di daerah bagian
belakang, nyeri di dada, otot lemah, pembekakan pada kaki dan
pergelangan kaki, keringat berlebihan, kulit tampak pucat atau kemerahan,
denyut jantung menjadi kuat, cepat atau tidak teratur, impotensi, darah
diurin, dan mimisan (jarang dilaporkan)

Menurut Nurarif & Kusuma (2013) tanda dan gejala pada hipertensi
dibedakan menjadi:
a. Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
denganpeningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

b. Gejala Yang Lazim


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensimeliputi nyeri kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis. WHO (2011) juga menyatakan bahwa
hipertensi biasanya tanpa gejala, tapi bila menimbulkn sakit kepala di
pagi hari, mimisan, denyut jantung yang tidak teratur dan berdengung
di telinga.sementara gejla hipertensi berat meliputi kelelahan, mual,
muntah, kebingungan, kecemasan, nyeri dada dan tremor otot.

1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Hct : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
3) Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
5) Kalium Serum : Hipokalemia dapat mengindikasikannya
aldosteton utama (penyebab) atau menjadi efek sampinhh terapi
deutrik
6) Kalsium Serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi
7) Kolestrol don Trigeliserido Serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskular)
8) Pemeriksaan Tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokontriksi dan hipertensi
b. CT Scan
Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
c. EKG
Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
d. IUP
Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
e. Photo Thorax
Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung

1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular, mencegah kerusakan organ, mencapai target
tekanan darah untuk individu berisiko tinggi dengan diabetes atau gagal
ginjal dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta
lainnya (Kartikasari, 2012).
a. Penatalaksanaan Non farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologis yang berperan dalam keberhasilan
penangananhipertensi merupakan pendamping dari terapi farmakologis
dengan memodifikasi gaya hidup. Terapi jenis ini harus dilakukan oleh
semua penderita hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah
dan mengendalikan faktor-faktor risikonya. Modifikasi gaya hidup
yang dianjurkan antara lain:
1) Menurunkan Berat Badan Berlebih dan Pengaturan Diet
Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko
hipertensi,diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Penerapan pola
makan yang seimbang dapat mengurangi tekanan darah.Setiap
penurunan 5 kg berat badan pada yang obesitas dapat
menurunkan tekanan darah secara signifikan penurunan tekanan
darah Setiap penurunan 1 kg berat badan dapat menurunkan
tekanan darah 2/1 mmHg .Tujuan utama dari pengaturan diet pada
hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat, menu
makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi yang
dapat menurunkan tekanan darah (Uli, 2013).
2) Meningkatkan Aktivitas Fisik dan Olahraga
Olahraga aerobik secara teratur seperti berjalan kaki, jogging,
berenang dan bersepeda secara teratur dapat menurunkan tekanan
darah, karena latihan aerobik dapat menurunkan tekanan darah 5-
7 mmHg pada orang dewasa dengan hipertensi.Direkomendasikan
agar berolahraga dengan frekuensi 3-4 hari per minggu selama
minimal 12 minggu.Aktivitas fisik yang cukup dan teratur
membuat jantung lebih kuat.(Dea, 2016)
3) Berhenti Merokok
Merokok memiliki peran cukup besar dalam peningkatan tekanan
darah yang disebabkan oleh nikotin yang terkandung dalam
rokok.Tidak merokok mengurangi keseluruhan risiko penyakit
kardiovaksular dan dapat menurunkan tekanan darah secara
perlahan (Simarmaata, 2012).
4) Istirahat yang Cukup
Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi
sel dalam tubuh,istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan
waktu.Meluangkan waktu tidak berarti meminta istirahat lebih
banyak dibandingkan bekerja secara produktif.Meluangkan waktu
istirahat itu perlu dilakukan secara rutin.Istirahat adalah usaha
untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan
keseimbangan hormon dan dalam tubuh (Yogiantoro, 2009).

b. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis berupa pemberian obat-obatan
antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar
seperti :
1) Diuretik
Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan
tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang
yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat Simpatetik
Obat jenis ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis
saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas).
3) Betabloker
Obat jenis ini menurunkan daya pompa jantung, sehingga penderita
yang mengalami gangguan pernapasan tidak dianjurkan.
4) Vasodilator
Obat jenis ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah).
5) Penghambat ensim konversi angiotensin
Obat jenis ini menghambat pembentukan angiotensin II (zat yang
dapat meningkatkan tekanan darah).

1.8 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1) Pengkajian umum
a) Identitas
b) Nama Pasien
c) Umur: pada umumnya hipertensi menyerang pria pada usia
diatas 31 tahun. Tetapi diatas usia tersebut, justru wanita
(setelah mengalami menopause) yang berpeluang lebih besar.
Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam
terjadinya hipertensi di kalangan wanitausia lanjut (Lanny
Sustrani, 2005:26 dalam Wardani, 2016). Berdasarkarkan pra
survey, dari 24 sampel berusia 20-75 tahun, jika diambil nilai
tengahnya atau media, maka didapatkan usia antara dewasa ≤ 45
dan usia lanjut ≥ 46 tahun menderita hipertensi Novian, 2013
dalam Wardani, (2016).
d) Jenis kelamin: wanita hipertensi diakui lebih banyak dari pada
laki-laki. Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa
kerusakan jantung dan pembuluhh darah. Pria lebih banyak
mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita.
Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan,
seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan. Sampai
usia 55 tahun pria berseiko lebih tinggi terkena hipertensi
dibandingkan wanita Novian, 2013 dalam Wardani, (2016).
2) Keluhan utama
Neurosensori menunjukkan gejala: keluhan pening atau pusing,
berdenyut sakit kepala, suboksipital terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam, gangguan
penglihatan (diplopia, penglihatan kabur, epiktaksis) (Aspiani,
2014).
3) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang
diderita oleh Pasien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan
sampai saat dibawa ke rumah sakit, dan apakah pernah
memeriksakan diri ke tempat lain selain rumah sakit umum serta
pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana
perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian (Aspiani,
2014).
4) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit
kardiovaskuler sebelumnya, riwayat pekerjaan yang berhubungan
dengan peningkatan aktivitas, riwayat penggunaan obat-obatan,
riwayat konsumsi alkohol dan merokok (Aspiani, 2014).

5) Riwayat penyakit keluarga


Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama karena faktor genetik/keturunan (Aspiani,
2014).
6) Pola kebiasaan sehari-hari
Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukkan
sehubungan dengan adanya nyeri dada sebelah kiri dan sesak
napas (Aspiani, 2014).
7) Pemeriksaan fisik Menurut Aspiani (2014) didapatkan
pemeriksaan fisik pada pasien Hipertensi diantaranya:
a) Keadaan umum
Keadaan umum Pasien lansia biasanya lemah.
b) Kesadaran
Kesadaran Pasien biasanya composmetis, apatis sampai
somnolen.
c) Tanda-tanda vital
Terdiri dari pemeriksaan: suhu normalnya (37˚C), nadi
meningkat (N:70- 82x/menit), tekanan darah meningkat,
pernapasan biasanya mengalami peningkatan.
d) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
(1) Sistem pernafasan (B1: Breathing)
Dapat ditemukan sesak nafas, sesak waktu beraktivitas,
peningkatan frekuensi pernafasan, adanya gangguan otot
bantu pernafasan, adanya gangguan pernafasan(Aspiani,
2014).
(2) Sistem sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal,
sirkulasi periper, warna dan kehangatan, periksa adanya
distensi warna jugularis(Aspiani, 2014).

(3) Sistem persarafan (B3: Brain)


Kaji adanya hilangnya gerakan/ sensasi, spasme otot,
telihat kelemahan/ hilang fungsi. Pergerakan mata/
kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri/ansietas)(Aspiani, 2014).
(4) Sistem perkemihan (B4: Bleder)
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urun,
disuria, distensi kadung kemih, warna dan bau urin, dan
kebersihannya(Aspiani, 2014).
(5) Sistem pencernaan (B5: Bowel)
Konstipasi, konsistensi fases, frekuensi eliminasi,
auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi
abdomen, nyeri tekan abdomen(Aspiani, 2014).
(6) Sistem muskuloskeletal (B6: Bone)
Nyeri berat tiba-tiba/ mungkin terlokalisi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisi, kontraktur atrofi
otot, laserasi kulit dan perubahan warna(Aspiani, 2014).
8) Pola fungsi kesehatan MenurutAllen, (1998) dalam Aspiani
(2014) didapatkan pola fungsi kesehatan pada pasien Hipertensi
diantaranya:
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penangan
kesehatan.
b) Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cair, dan elektrolit,
nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,
mual/muntah dan makanan kesukaan.
c) Pola eliminasi
Menjelaskan pola ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan
kateter.
d) Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap
energi, jumlah tidur pada siang dan malam, masalah tidur dan
insomnia.
e) Pola aktivitas dan istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, dan pola pernafasan
dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan
kedalaman pernapasan.
f) Pola hubungan dan peran.
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran Pasien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah dan masalah keuangan.
Pengkajiaan APGAR.
g) Pola sensori dan kognitif
Menjelaskan sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan
pembauaan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan konsep diri. konsep diri
menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran, identitas
diri. manusia sebagai sistem terbuka dan mahluk bio-psiko-
sosio- kultursl-spiritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak
terhadap sakit. Pengkajian tingkat depresi menggunakan tabel
Inventaris Depresi Back.
i) Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.
j) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Menggambarkan kemampua untuk menangani stress.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
l) Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan
termasuk spiritual.
1.9 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang sering dijumpai pada pasien dengan
Hipertensi
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral
d. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebih
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses

1.10 INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
. Keperawatan
1 Resiko tinggi Setelah diberikan asuhan a. Pantau TD
terhadap penurunan
keperawatan diharapkan
curah jantung Rasionalisasi :
berhubungan klien mau berpartisipasi
dengan Perbandingan dari tekanan
dalam aktivitas yang
peningkatan memberikan gambaran
afterload, menurunkan TD/beban
vasokonstriksi, yang lebih lengkap
kerja jantung
iskemia miokard, tentang
hipertropi Kriteria hasil :
ventricular keterlibatan/bidang
a. TD dalam rentang
masalah vascular.
individu yang dapat
b. Catat keberadaan,
diterima
kualitas denyutan
Irama dan frekuensi
jantung stabil dalam sentral dan perifer
rentang normal
Rasionalisasi : Denyutan
karotis, jugularis, radialis
dan femolaris mungkin
terpalpasi. Denyut pada
tungkai mungkin
menurun, mencerminkan
efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan
kongesti vena.
c. Auskultasi tonus
jantung dan bunyi
nafas
Rasionalisasi : S4
umumnya terdengar pada
pasien hipertensi berat
karena adanya
hipermetrofi atrium
(peningkatan tekanan
atrium) Perkembangan S3
menunjukkan hipertrofi
ventrikel dan kerusakan
fungsi, adanya krakles,
mengi dapat
mengindikasikan kongesti
paru skunder terhadap
terjadinya atau gagal
ginjal kronik.
d. Amati warna kulit,
kelembaban, suhu,dan
masa pengisian kapiler

Rasionalisasi : Adanya
pucat, dingin, kulit lembab
dan masa pengisian
kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan
vasokontriksi atau
mencerminkan penurunan
curah jantung
e. Catat edema
umum/tertentu

Rasionalisasi : Dapat
mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal
atau vascular.
2 Intoleran aktivitas Setelah diberikan asuhan a. Kaji respon klien
berhubungan
keperawatan diharapkan terhadap aktivitas,
dengan kelemahan
umum klien klien mampu perhatian frekuensi
ketidakseimbangan
melakukan aktivitas yang nadi lebih dari 20 X
antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditoleransi per menit di atas
Kriteria hasil : frekuensi istirahat
a. Klien berpartisipasi ;peningkatan TD yang
dalam aktivitas nyata selama/sesudah
yang aktivitas, dispnea,
diinginkan/diperluk nyeri dada, keletihan
an dan kelemahan yang
b. Melaporkan berlebihan,
peningkatan dalam diaphoresis, pusing
toleransi aktivitas atau pingsan.
yang dapat diukur Rasionalisasi :
c. Menunjukkan Menyebutkan parameter
penurunan dalam membantu dalam
tanda – tanda mengkaji respons
intoleransi fisiologi fisiologi terhadap stres
aktivitas dan bila ada
merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat
aktivitas
b. Intruksikan pasien
tentang tehnik
penghematan energi,
mis; menggunakan
kursi saat mandi,duduk
saat menyisir rambut
atau menyikat gigi,
melakukan aktifitas
dengan perlahan.
Rasionalisasi : Tehnik
menghemat energi
mengurangi penggurangan
energy juga membantu
keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan
oksigen.
c. Berikan dorongan
untuk melakukan
aktivitas/perawatan
diri bertahap jika dapat
ditoleransi .berikan
bantuan sesuai
kebutuhan.
Rasionalisasi : kemajuan
aktifitas bertahap
mencegah peningkatan
kerja jantung tiba-
tiba.memberikan bantuan
hanya sebatas kebutuhan
akan mendorong
kemandirian dalam
melakukan aktivitas

3 Nyeri ( sakit kepala Setelah diberikan asuhan a. Mempertahankan tirah


) berhubungan
keperawatan diharapkan baring selama fase
dengan
peningkatan klien klien mampu akut
tekanan vaskuler
melakukan aktivitas yang Rasionalisasi :
serebral
ditoleransi Meminimalkan
Kriteria hasil : stimulasi/meningkatkan
Klien melaporkan nyeri relaksasi
hilang/terkontrol b. Berikan tindakan non
farmakologi untuk
menghilangkan sakit
kepala mis; kompres
dingin pada dahi, pijat
punggung dan leher,
tenang, redupkan
lampu kamar lampu
kamar, tehnik relaksasi
(panduan imajinasi,
diktraksi) dan aktifitas
waktu senggang. .
Rasionalisasi : Tindakan
yang menurunkan tekanan
vaskuler serebral dan yang
memperlambat respon
simpatis efektif dalam
menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya
c. Hilangkan/minimalkan
aktivitas vasokontriksi
yang dapat
meningkatkan sakit
kepala mis; mengejan
saat BAB, batuk
panjang dan
membungkuk.
Rasionalisasi : Aktivitas
yang meningkatkan
vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatan
tekanan vascular serebral.
d. Bantu pasien dalam
ambulasi sesuai
kebutuhan
Rasionalisasi : pusing dan
penglihatan kabur sering
berhubungan dengan sakit
kepala.pasien juga dapat
mengalami episode
hipotensi postural.
e. Kolaborasi pemberian
obat Antiansietas mis;
lorazepanm, diazepam
Rasionalisasi : Dapat
mengurangi ketegangan
dan ketidaknyamanan
yang diperberat oleh stress
4 Nutrisi lebih dari Setelah diberikan asuhan a. Kaji pemahaman
kebutuhan tubuh keperawatan diharapkan pasien tentang
berhubungan
nutrisi klien cukup/optimal hubungan langsung
dengan masukan
berlebihan sesuai kebutuhan antara hipertensi dan
Kriteria hasil : kegemukan
Berat badan klien dalam Rasionalisasi :
batas ideal Kegemukan adalah resiko
tambahan pada tekanan
darah tinggi karena
disproporsi antara
kapasitas aorta dan
peningkatan curah
jantung berkaitan dengan
peningkatan massa tubuh
b. Bicarakan pentingnya
menurunkan masukan
kalori dan batasi
masukan lemak,
garam, dan gula sesuai
indikasi.
Rasionalisasi :
Kesalahan kebiasaan
makan makan
menujang terjadinya
ateroskerosis dan
kegemukan.

5 Kurangnya Setelah diberikan asuhan a. Kaji kesiapan dan


pengetahuan
keperawatan diharapkan hambatan dalam
berhubungan
dengan kurangnya terjadi peningkatan belajar.termasuk orang
informasi tentang
pengetahuan pada klien terdekat.
proses penyakit dan
perawatan diri Kriteri hasil : Rasionalisasi : Kesalahan
Klien paham dengan konsep dan menyangkal
tentang proses penyakit dan diagnose karena perasaan
regimen pengobatan sejahtera yang sudah lama
dinikmati mempengaruhi
minat pasien dan terdekat
untuk mempelajari
penyakit, kemajuan, dan
prognosis. Bila pasien
tidak menerima realitas
bahwa membutuhkan
pengobatan continue,
maka perubahan prilaku
tidak akan dipertahankan
b. Terapkan dan nyatakan
batas TD
normal.jelaskan
tentang hipertensi dan
efeknya pada
jantung,pembuluh
darah ,ginjal dan otak..
Rasionalisasi :
Memberikan dasar untuk
pemahaman tentang
peningkatan TD dan
mengklarisifikasi istilah
medis yang sering
digunakan.pemahaman
bahwa TD tinggi dapat
terjadi tanpa gejala adalah
ini untuk memungkinkan
pasien melanjutkan
pengobatan meskipun
ketika merasa sehat
c. Hindari mengatakan
TD normal dan
gunakan
istilah”terkontrol
dengan baik “saat
menggambarkan
tekanan darah pasien
TD pasien dalam batas
yang normal.
Rasionalisasi : Karena
pengobatan untuk pasien
hipertensi adalah
sepanjang kehidupan,
maka dengan
penyampaian ide
”terkontrol” akan
membantu pasien untuk
memahami kebutuhan
untuk melanjutkan
pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). 2014. Ejection Fraction Heart Failure


Measurement.http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure
/S ymptoms Diagnosis of Heart Failure/Ejection-Fraction-Heart-Failure
Measurement_UCM_306339_Article.jsp#.WAv-NeV97IX.
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular Aplikasi NIC NOC. Jakarta: EGC.
Dea, dkk. 2016. Upaya Pencegahan Hipertensi. Jurnal Kedokteran Universitas
Lampung.5(3).
Ferry, H. 2013. Faktor Faktor Risiko Hipertensi pada Peserta Pelatihan Pimpinn
III Dan IV Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian
Bogor. Skripsi Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Institut Pertanian
Bogor.
Kartikasari, An. 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa
Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang. Skripsi Universitas Diponegoro.
Semarang: Undip Kedokteran Egc
Kemenkes RI. 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
(diakses 19 Desember 2016)
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher.2014.Medical surgical
nursing.assessment and mangement of clinical problem .St. Louis :Mosby.
Lilies, S. 2015. Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi.Jurnal Keperawatan. Volume xi, No. 2 Oktober 2015.
Mulyadi. 2016. Efektifitas Relakasasi Napas Dalam Pada Paisen Hipertensi
Dengan Gejala Nyeri Kepala Di Puskesmas Baki Sukohajo. 4-5.
Nurarif H. Amin &Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC- NOC. Mediaction Publishing.
Pudiastuti, R.D. 2013. Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Simarmata, S. 2012. Perilaku Merokok pada Siswa-Siswi Madrasah Tsanawiyah
Provinsi Riau. Tahun 2012.Depok.Skripsi Fakultas Kesehatan
Masayarakat Universitas Indonesia.
Uli, A.2013. Hubungan Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi
pada Masyarakat Pesisir Laut Kecamatan Belawan. Skripsi Universitas
Sumatera Utara.
Widayani, W. 2016. Aromaterapi Lavender dapat Menurunkan Intensitas Nyeri
Perineum. JOURNAL NERS , 126.
Yogiantoro, M. 2009. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo AW., Setiyohadi, Bambang
A., Idrus K., Marcellus Simadibrata, & Setiati, S. ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing, 1079-1085.
Banjarmasin,13 April 2020
Ners Muda

( Siti Niswatin Hasanah, S.Kep )

Preseptor Akademik ( 1 ) Preseptor Akademik ( 2 )

( Muhsinin, Ns., M.Kep, Sp. Anak ) ( M. Rauf, Ns., M.Kep )

Anda mungkin juga menyukai