Anda di halaman 1dari 127

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL
STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

I. Definisi
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Depkes RI, 2000 dalam Trimelia, 2011).

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Trimelia,
2011).

II. Rentang Respon


Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya akan menimbulkan
dalam Trimelia (2011) respons sosial individu berada dalam rentang adaptif
sampai maladaptif.

Respons Adaptif Respons Maladaptif

Solitude Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Mutualisme Ketergantungan Narcisme
Interdependen

Respons adaptif adalah respons individu dalam penyelesaian masalah yang


masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya
yang umum berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang, jadi individu
tersebut masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalahnya.
Respons ini meliputi:
- Solitude (menyendiri) adalah respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan
juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.

2
- Otonomi adalah kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
- Mutualisme atau bekerja sama adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan
menerima.
- Interdependen atau saling ketergantungan antar individu dengan orang
lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.
Respons maladaptif adalah respons individu dalam penyelesaian masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang
umum berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respons ini
meliputi:
- Kesepian adalah individu sulit merasa intim, merasa takut dan cemas.
- Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina
hubungan dengan orang lain.
- Ketergantungan akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan
rasa percaya diri akan kemampuannnya.
- Manipulasi adalah individu memperlakukan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
- Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
- Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu
berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus
menerus, sikapnya egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain
tidak mendukungnya.

III. Faktor Predisposisi menurut Trimelia (2011)


1) Gangguan tugas perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial. Apabila tugas-tugas dalam setiap perkembangan tidak terpenuhi
maka akan menghambat fase perkembangan sosial selanjutnya.
Misalnya: adanya kegagalan menjalin hubungan intim dengan sesama
jenis, tidak mampu mandiri dan menyelesaikan tugas, kegagalan dalam
bekerja, bergaul, sekolah, itu semua akan mengakibatkan
ketergantungan pada orang tua dan rendahnya ketahanan terhadap
berbagai kegagalan.

3
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
untuk terjadinya gangguan hubungan sosial, seperti adanya komunikasi
yang tidak jelas (double bind) yaitu suatu keadaan dimana individu
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu yang bersamaan
dan ekspresi emosi yang tinggi disetiap berkomunikasi.
3) Faktor pola asuh keluarga dan sosial budaya
Mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut keluarga. Misalnya:
pada anak yang kelahirannya tidak diharapkan, seperti hamil diluar
nikah, kegagalan KB, jenis kelamin yang tidak diinginkan, cacat, akan
menyebabkan keluarga mengasingkan individu tersebut dan
mengeluarkan komentar-komentar yang negatif, merendahkan dan
menyalahkan.
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh
yang jelas mempengaruhi adalah otak. Klien skizoprenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur yang
abnormal pada otak, seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk
sel-sel dalam limbik dan kortikal.

IV. Faktor Presipitasi menurut Trimelia (2011)


1) Faktor eksternal dan internal
Stressor sosial budaya, keluarga dan psikologik. Misalnya: stres terjadi
akibat ansietas atau rasa cemas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Ansietas atau rasa cemas terjadi akibat berpisah dengan
orang terdekat, hilangnya pekerjaaan atau orang yang dicintai.
2) Koping individu tidak efektif
Saat individu mengalami kegagalan menyalahkan orang lain,
ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi kenyataan
dan menarik diri dari lingkungan, terlalu tinggi self ideal dan tidak
mampu menerima realitas dengan rasa syukur.

4
Pohon masalah

Gangguan Persepsi Sensori: halusinasi


pendengaran/penglihatan/penciuman/perabaan/pengecapan.

Defisit Perawatan Diri

Isolasi Sosial Kurang Motivasi

Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan

Koping individu tidak efektif

Sumber: Trimelia (2011)

V. Jenis/Tanda Gejala
Tanda gejala menurut Trimelia (2011):
a. Gejala subjektif
- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
- Klien merasa tidak man berada dengan orang lain.
- Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
- Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
- Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
- Klien merasa tidak berguna.
b. Gejala objektif
- Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak”
dengan pelan.

5
- Respons verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada.
- Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai.
- Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri.
- Menyendiri dalm ruangan, sering melamun.
- Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan
secara berulang-ulang.
- Kurang bergairah atau spontan, apatis, aktifitas menurun.
- Ekspresi wajah tidak berseri
- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
- Retensi urin dan feses.
- Kurang energi.
- Posisi tidur seperti janin.
- Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk.
- Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
- Rendah diri.

VI. Proses Keperawatan


VI.1 Pengkajian
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan isolasi sosial menurut
Fitria (2014):
- Data Subjektif
 Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
 Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan minta
untuk sendirian.
 Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
 Tidak mau berkomunikasi
 Data tentang pasien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui
keterbatasan pasien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman dekat.
- Data Objektif
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhadap lingkungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

6
 Asupan makanan dan minuman terganggu.
 Retensi urin dan feses
 Aktivitas menurun.
 Kurang berenergi atau bertenaga
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya
pada posisi tidur).

VI.2 Diagnosa Keperawatan


- Isolasi Sosial

7
VI.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan menurut Fitria (2014):
Nama Klien : Ruangan :
No CM : Dx Medis :
Tg No. Diagnosa Perencanaan
l Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1: SP Setelah ...x interaksi, Dorong klien uk mampu Dengan mengetahui penyebab klien
Klien mampu klien mampu menyebutkan menarik diri menarik diri dapat ditemukan
Isolasi Sosial menyebutkan menyebutkan menarik mekanisme koping klien dalam
penyebab menarik diri diri interaksi sosial, serta strategi apa
yang akan diterapkan kepada klien
SP 1: Setelah...x interaksi, Diskusikan bersama klien Dengan mengetahui keuntungan
Berdiskusi dengan klien dapat tentang keuntungan berinteraksi berinteraksi dengan orang lain, maka
klien tentang menyebutkan dengan orang lain klien akan termotivasi untuk
keuntungan keuntungan berinteraksi berinteraksi dengan orang lain
berinteraksi dengan dengan orang lain
orang lain
SP 1: Setelah...x interaksi, Diskusikan bersama klien Dengan berinteraksi mengetahui
Berdiskusi dengan klien dapat tentang kerugian berinteraksi kerugian berinteraksi dengan orang

8
klien tentangkerugian menyebutkan kerugian dengan orang lain lain, maka klien akan termotivasi
tidak berinteraksi berinteraksi dengan untuk berinteraksi dengan orang lain
dengan orang lain orang lain
SP1: Setelah.. interaksi, klien Ajarkan klien cara berkenalan Melibatkan klien dalam interaksi
Klien diajarkan oleh mengetahui cara dengan satu orang. sosial akan mendorong klien untuk
perawat tentang cara berkenalan dngan satu melihat dan merasaan secara
berkenalan dengan orang langsung keuntungan dari
satu orang berinteraksi sosial serta
meningkatkan konsep diri klien.
SP 1: Setelah ... interakaksi, Masukan kegiatan berbincang- Memasukan kegiatan berbincang-
Klien dapat klien memasukan bincang dengan orang lain dalam bincang dengan orang lain ke dalam
memasukan kegiatan kegiatan berbincang- kegiatan harian. kegiatan harian akan membantu klien
berbincang-bincang bincang dengan orang mencapai interaksi sosial secara
dengan orang lain lain dalam kegiatan bertahap.
dalam kegiatan harian harian.
SP 2: Setelah ... interaksi, Evaluasi kegiatan harian klien Evaluasi sebagai upaya untuk
Jadwal kegiatan harian klien dapat mengenai kegatan berbincang- merencanakan kegiatan selanjutnya
klien dapat teravaluasi mengevaluasi kegiatan bincang dengan orang lain. apakah klien bisa melakukan intraksi
mengenai kegiatan harian klien mengenai sosial dengan dua orang atau lebih.

9
berbincang-bincang kegiatan berbincang-
dengan orang lain bincang dengan orang
lain
Sp 2: Setelah ... intraksi, Dorongan klien untuk Melibatkan klien dalam intraksi
Klien dapat klien dapat mempraktikan cara berkenalan sosial akan mendorong klien untuk
mempraktikan cara mempraktikan cara dengan satu orang. melihat dan merasakan secara
berkenalan dengan berkenalan dengan satu langsung keutungan dari berinteraksi
satu orang orang sosial serta meningkatkan konsep
diri klien.
SP 2: Setelah ... intraksi, Masukan kegiatan berbincang- Memasukan kegiatan berbincang-
Klien dapat klien dapat memasukan bincang dengan orang lain bincang dengan orang lain kedalam
memasukan kegiatan kegiatan berbincang- sebagai salah satu kegian harian. kegiatan harian akan membantu klien
bebincang-bincang bincang dengan orang mencapai intraksi sosial secara
dengan orang lain lain sebagai salah satu bertahap.
sebagai salah kegiatan kegiatan harian
harian
SP 3: Setelah... interaksi klien Evaluasi jadwal kegiatan harian evaluasi sebagi upaya untuk
Klien dapat dapat mengevaluasi klien. merencanakan kegiatan selanjutnya
mengevaluasi jadwal jadwal kegiatan harian apakah klien bisa melakukan

10
kegiatan harian klien klien interaksi sosial dengan dua orang
atau lebih.
SP 3: Setelah,, interaksi klien Dorong klien untuk dapat Melibatkan klien dalam interaksi
Klien dapat dapat berkenalan berkenalan dengan dua orang sosial akan mendorong klien untuk
berkenalan dengan dua dengan dua orang ata atau lebih melihat dan merasakan secara
orang atau lebih lebih langsung keuntungan dari
berinteraksi sosial serta
meningkatkan konsep diri klen.
SP iatan jarian3: Setelah,, interaksi klien Masukkan kegiatan berbincang- Memasukkan kegiatan berbincang-
Klien dapat dapat memasukkan bincang denga dua orang atau bincang dengan orang lain ke dalam
memasukkan kegatan kegiatan berbincang- lebih ke dalam jadwal kegiatan kegiatan harian akan membantu klien
berbincang-bincang bincang dengan dua harian. mencapai interaksi sosial secara
dengan dua orang atau orang atau lebih ke bertahap.
lebih ke dalam jadwal dalam jadwal kegiatan
keg harian

11
VII. Strategi Pelaksanaan Tindakan
a. SP Klien
1) SP I
a) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
b) Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
c) Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
d) Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
e) Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincangdengan orang lain dalam kegiatan harian.

2) SP II
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara
berkenalan dengan satu orang (perawat).
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

3) SP III
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara
berkenalan dengan satu orang (klien lain).
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

4) SP IV
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mempraktikkan cara
berkenalan dengan dua orang atau lebih (kelompok).
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

5) SP V
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Menjelaskan cara patuh minum obat.
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

12
b. SP Keluarga
1) SP I
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya
isolasi sosial.
c) Menjelaskan cara merawat klien dengan isolasi sosial.

2) SP II
a) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan isolasi
sosial.
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien.

3) SP III
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning).
b) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

4) SP IV
a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam melatih/merawat pasien berkenalan
dan berbicara saat melakukan kegiatan harian/RT, berbelanja, beri
pujian
b) Jelaskan follow up ke RSJ/PKM tanda kambuh dan rujukan
c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal kegiatan dan berikan
pujian.

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
stretegi pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi program S1 keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta: TIM

13
Banjarmasin, November 2020
Preseptor Akademik Mahasiwa

M. Syafwani.,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa Nor Aimah

14
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020

15
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

I. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu
gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam
mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah
kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/
gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan,
bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan
Bongar (2000),
I.1 Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
I.1.1 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal
bahwa seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh
diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan
secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih
lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
I.1.2 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri
yang dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan
kematian jika tidak dicegah.
I.1.3 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri
dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan
tepat pada waktunya.

16
II. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif
pengambilan perilaku
Peningkatan resiko yang destruktif- pencederaan
bunuh diri
diri meningkatkan diri tidak diri
pertumbuhan langsung

III. Faktor Predisposisi


Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi:
III.1 Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
III.2 Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
III.3 Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
III.4 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
III.5 Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk
menyelesaikan masalah. Terbagi menjadi:
a. Faktor Genetik
b. Faktor Biologis lain
c. Faktor Psikososial & Lingkungan

17
IV. Faktor Presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum,
kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh
media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untuk
melakukan perilaku bunuh diri.

V. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala:
a. Sedih
b. Marah
c. Putus asa
d. Tidak berdaya
e. Memberikan isyarat verbal maupun non verbal

VI. Proses Keperawatan


VI.1 Pengkajian
a. Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
b. Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
c. Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup
sendiri merupakan masalah.
d. Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan
percobaan bunuh diri / penyalahgunaan zat.
e. Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang
yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan
social.
f. Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian
introvert/menutup diri.
g. Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.

Subjektif Objektif

18
memiliki riwayat penyakit mental mengalami depresi, cemas, dan
perasaan putus asa
menyatakan pikiran, harapan, dan respon kurang dan gelisah
perencanaan bunuh diri
menyatakan bahwa sering menunjukkan sikap agresif
mengalami kehilangan secara
bertubi-tubi dan bersamaan
menderita penyakit yang tidak koperatif dalam menjalani
prognosisnya kurang baik pengobatan
menyalahkan diri sendiri, perasaan berbicara lamban, keletihan,
gagal dan tidak berharga menarik diri dari lingkungan sosial
menyatakan perasaan tertekan penurunan berat badan

VI.2 Diagnosa Keperawatan


Resiko Bunuh Diri

VI.3 Rencana Tindakan Keperawatan


Kriteria hasil:
Pasien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik
Tujuan Intervensi Rasional
pasien tidak melakukan pindahkan benda prioritaskan
aktivitas yang yang membahayakan tertinggi diberikan
mencederai dirinya pada aktivitas
penyelamatan hidup
pasien
observasi dengan perilaku pasien
ketat harus diawasi
sampai kendali diri
memadai untuk
keamanan
siapkan lingkungan memberikan
yang aman kenyamanan pada
pasien
pasien dapat identifikasi kekuatan perilaku bunuh diri
mengidentifikasi aspek pasien mencerminkan

19
positif pada dirinya depresi yang
mendasar dan terkait
dengan harga diri
rendah serta
kemarahan terhadap
diri sendiri
ajak pasien untuk dijadikan sebagai
berperan serta dalam salah satu cara
aktivitas yang disukai mengendalikan
dan dapat perilaku ingin bunuh
dilakukannya diri
pasien akan bantu pasien mekanisme koping
mengimplementasikan mengenal mekanisme maladaptive harus
respons protektif-diri koping yang tidak diganti dengan
yang adaptif adaptif mekanisme koping
yang sehat untuk
mengatasi stress dan
ansietas
identifikasi alternatif untuk
cara koping menumbuhkan dan
meningkatkan
mekanisme koping
pasien
pasien akan bantu orang terdekat isolasi sosial
mengidentifikasi untuk berkomunikasi menyebabkan harga
sumber dukungan sosial secara konstruktif diri rendah dan
yang bermanfaat dengan pasien depresi,
mencetuskan
perilaku destruktif-
diri
tingkatkan hubungan meningkatkan
keluarga yang sehat kepercayaan diri
pasien dan
mencegah perilaku
destruktif-diri

pasien akan mampu libatkan pasien dan pemahaman dan

20
menjelaskan rencana orang terdekat dalam peran serta dalam
pengobatan dan perencanaan asuhan perencanaan
rasionalnya pelayanan kesehatan
meningkatkan
kepatuhan
jelaskan karakteristik pemahaman dalam
dari kebutuhan proses perawatan
pelayanan kesehatan dan pengobatan
yang telah meningkatkan
diidentifikasi, kepatuhan dan
kebutuhan asuhan mendukung proses
keperawatan, penyembuhan
diagnosis medis,
pengobatan, dan
medikasi yang
direkomendasikan

VII. Strategi Pelaksanaan


SP pada pasien SP pada keluarga
SP 1 Sp 1
1. Identifikasi beratnya masalah resiko 1. Diskusikan masalah yang
bunuh diri : isyarat ancaman, dirasakan keluarga dalam
percobaan (jika percobaan, segera merawat pasien
rujuk) 2. Jelaskan pengertian, tanda
2. Identifikasi benda – benda berbahaya dan gejala serta proses
dan mengamankannya (lingkungan terjadinya resiko bunuh
aman untuk pasien) diri
3. Latihan cara mengendalikan diri dari 3. Jelaskan cara merawat
dorongan bunuh diri : buat daftar pasien dengan resiko
aspek positif diri sendiri, latihan bunuh diri
afirmasi/berpikir aspek positif yang 4. Latih cara memberikan
dimiliki pujian hal positif pasien,
4. Masukkan pada jadwal latihan memberi dukungan
berpikir positif 5 kali perhari pencapaian masa depan
5. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian

SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif 1. Evaluasi kegiatan keluarga
tentang diri sendiri. Beri pujian. Kaji dalam memberikan pujian

21
ulang resiko bunuh diri dan penghargaan atas
2. Latih cara mengendalikan diri dari keberhasilan dan aspek
dorongan bunuh diri : buat daftar positif pasien. Beri pujian
aspek positif keluarga dan 2. Latih cara memberi
lingkungan, latih afirmasi/berpikir penghargaan pada pasien
positif keluarga dan lingkungan dan menciptakan suasana
3. Masukkan pada jadwal alithan positif dalam keluarga :
berpikir positif keluarga dan tidak membicarakan
lingkungan keburukan anggota
keluarga
3. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif 1. Evaluasi kegiatan keluarga
tentang diri sendiri. Beri pujian. Kaji dalam memberikan pujian
ulang resiko bunuh diri dan penghargaan pada
2. Diskusikan harapan dan masa depan pasien serta menciptakan
3. Diskusikan cara mencapai harapan suasana positif dalam
dan masa depan keluarga. Beri pujian
4. Latih cara-cara mencapai harapan 2. Bersama keluarga
dan masa depan secara bertahap berdiskusi dengan pasien
(setahap demi setahap) tentang harapan masa
5. Masukkan pada jadwal latihan befikir depan dan langkah-
positif diri sendiri, keluarga dan langkah mencapainya.
lingkungan, dan tahapan keiatan yang 3. Anjurkan membantu
dilatih. pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif diri 1. Evaluasi kegiatan keluarga
sendiri, keluarga dan lingkungan, dalam memberikan pujian
serta kegiatan yang dipilih. Beri dan penghargaan pada
pujian pasien serta menciptakan
2. Latih tahap kedua latihan mencapai suasana positif dalam
masa depan keluarga. Beri pujian
3. Masukan pada jadwal latihan berpikir 2. Bersama keluarga
positif diri sendiri, keluarga dan berdiskusi tentang langkah
lingkungan, serta kegiatan yang dan kegiatan untuk
dipilih untuk persiapan masa depan. harapan masa depan
3. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM< tanda kambuh,
rujukkan.
4. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
SP 5 - 12 SP 5 – 12
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga
peningkatan positif diri, keluarga dan dalam memberikan pujian,

22
lingkungan, beri pujian penghargaan, menciptakan
2. Evaluasi tahap kegiatan mencapai suasana positif dan
harapan dan masa depan membimbing langkah –
3. Latih kegiatan harian langkah dalam mencapai
4. Nilai apakah resiko bunuh diri harapan masa depan. Beri
teratasi pujian
2. Nilai kemampuan
keluarga merawat psien
3. Nilai kemampuan
keluarga melakukan
control RSJ/PKM

Contoh Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri


SP 1 & 2 Pasien
Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
ORIENTASI
”Assalamu’alaikum A kenalkan saya adalah perawat B yang bertugas di ruang
Mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai 2 siang.”
”Bagaimana perasaan A hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang A rasakan selama ini.
Dimana dan berapa lama kita bicara?”
KERJA
“Bagaimana perasaan A setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A
merasa paling menderita di dunia ini? Apakah A kehilangan kepercayaan diri?
Apakah A merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain?
Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering
mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat untuk menyakiti diri
sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa A mati? Apakah A pernah mencoba
untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?” Jika
pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan
keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah,
tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk
memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan A.”
”Nah A, Karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup A, maka saya tidak akan membiarkan A sendiri.”
”Apa yang A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada
perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A
jangan sendirian ya, katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan
untuk mengakhiri kehidupan”.
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah, OK A?”
TERMINASI
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan
ingin bunuh diri?”
”Coba A sebutkan lagi cara tersebut”
”Saya akan menemani A terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
( jangan meninggalkan pasien )

23
SP 3 Pasien: Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri
ORIENTASI
”Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya khan?Bagaimana perasaanB hari
ini? O... jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan
ingin bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang
bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama?
Dimana?”Disini saja yah!
KERJA
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan
untuk mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk
memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
”Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
”Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada
perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan
pernah sendirian ya..”.
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa
yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagimana Masih ada dorongan untuk
bunuh diri? Kalau masih ada perasaan / dorongan bunuh diri, tolong panggil segera
saya atau perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunh diri saya akan
ketemu B lagi, untuk membicarakan cara meninngkatkan harga diri setengah jam
lagi dan disini saja.

SP 4 Pasien: Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh


diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! Bagaimana perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau
berapa lama? Dimana?”
KERJA
Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan
rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B.
Keadaan yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata
kehidupan B masih ada yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan
apa yang masih dapat B lakukan selama ini”.Bagaimana kalau B mencoba
melakukan kegiatan tersebut, Mari kita latih.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-
apa saja yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik
dalam kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (affirmasi). Bagus
B. Coba B ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!

24
Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya
dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera
hubungi saya ya!”

SP 5 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam


menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri
ORIENTASI
”Assalamu’alaikum, B. Bagaimana perasaannyai? Masihkah ada keinginan bunuh
diri? Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang kita akan
berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau
berapa lama? Di saja yah ?”
KERJA
« Coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain bunuh diri,
apalagi kira-kira jalan keluarnya. Wow banyak juga yah. Nah coba kita diskusikan
keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara
mengatasi masalah yang paling menguntungkan! Menurut B cara yang mana? Ya,
saya setuju. B bisa dicoba!”Mari kita buat rencana kegiatan untuk masa depan.”
TERMINASI
Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi masalah
yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B menyelesaikan masalah dengan
cara yang dipilih B tadi. Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini
untuk membahas pengalaman B menggunakan cara yang dipilih”.

DAFTAR PUSTAKA
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika :
Jakarta.

Stuart, G. . 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Agungmajestic.files.wordpress.com/2011/10/lp-resiko-bunuh-diri.doc (diakses pada


14 Januari 2017)
Banjarmasin, November 2020
Preseptor Akademik Mahasiwa

M. Syafwani.,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa Nor Aimah


LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

25
STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020

LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

26
I. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas


perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Menurut Poeter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu

II. Rentang Respon


Rentang respons defisit perawatan diri menurut Stuart (2002):

Respons Adaptif Respons Maladaptif

Pola perawatan Kadang Tidak melakukan


diri seimbang perawatan diri perawatan diri
kadang tidak

- Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
- Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor kadang
– kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
- Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.

Menurut Depkes (2010) dalam Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang
perawatan diri adalah sebagai berikut : kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.

III. Faktor predisposisi (Depkes, 2000)

27
1) Perkembangan : Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun : Klien dengan ganggguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial : Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya

IV. Faktor presipitasi (Depkes, 2000)


Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri

Pohon Masalah
Pohon masalah DPD menurut Fitria (2014):

Effect Risiko Tinggi isolasi Sosial

Core Problem Defisit Perawatan Diri

Causa Harga Diri Rendah

V. Tanda Gejala
Tanda gejala DPD menurut Fitria (2014) :
 Mandi / hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mebersihkan badan, memperoleh
atau mendapatkan sumber air, mendapatkan perlengkapan mandi,
mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi
 Berpakaian/ berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakainan, menanggalkan pakaian, mengenakan pakaian mempertahankan

28
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan
mengenakan sepatu.
 Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan maknan, mempersiapkan makanan, menangani perkakas,
menyunyah makanan, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makan,mengambil
cangkir atau gelas.
 BAB/BAK
Klien memiliki ketidakmampuan dalam mendapatkan jamaban atau kamar
kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet.

VI. Proses Keperawatan


VI.1 Pengkajian
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan waham menurut Fitria
(2014):
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Defisit perawatan diri Subjektif :
 Klien mengatakan dirinya malas mandi
karena airnya dingin atau di RS tidak tersedia
alat mandi
 Klien mengatakan dirinya malas berdandan
 Klien mengatakan ingin disuapi makan
 Klien mengatakan jarang membersihkan alat
kelaminnya setelah BAK maupun BAB

Objektif :
 Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri
ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki, dan berbau serta kuku panjang
dan kotor
 Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai
dengan rambut acak acakan, pakaian kotor,
dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, tidak

29
bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan
(wanita).
 Ketidakmampuan makan secara mandiri
ditandai dengan ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan berceceran, dan makan
tidak pada tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri
ditandai BAB/BAK tidak pada tempatnya,
tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK

VI.2 Diagnosa Keperawatan


 Defisit Perawatan Diri

30
VI.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan menurut Fitria (2014):
Nama Klien : Ruangan :
No CM : Dx Medis :
No. Diagnosa Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Defisit SP 1: dapat mengkaji Setelah...x interaksi, klien Kaji kemampuan klien dalam Kegiatan mengkaji
perawatan diri kemampuan klien dalam dapat mengkaji perawatan diri yang meliputi mandi merupakan tahap awal
perawatan diri yang kemampuan klien dalam berpakaian/berhias, makan dan minum untuk mengidentifikasi
meliputi mandi, perawatan diri yang serta BAK/BAB secara mandiri kebutuhan klien dalam
berpakaian/berhias, meliputi mandi, perawatan diri sehimgga
makan dan minum serta berpakaian/berhias, makan intervensi lebih efektif.
BAK/BAB secara dan minum serta
mandiri. BAK/BAB secara mandiri.
SP 1 : klien Setelah...x interaksi klien Latih klien untuk melakukan mandi, Latihan yang dilakukan
mendapatkan pelatihan mendapatkan pelatihan berpakaian/berhias, makan dan minum secara bertahap akan
tentang cara melakukan tentang cara melakukan serta BAK/BAB secara bertahap. memudahkan perawat
mandi, mandi, berpakaian/berhias, untuk mengevaluasi
berpakaian/berhias, makan dan minum serta keberhasilan klien dalam
makan dan minum serta BAK/BAB secara perawatan diri.
BAK/BAB secara bertahap.
bertahap.

31
SP 1 : klien dapat Setelah...x interaksi klien Masukkan latihan perawatan diri Masukkan latihan
memasukkan latihan dapat memasukkan latihan kedalam jadwal kegiatan harian. perawatan diri kedalam
perawatan diri kedalam perawatan diri kedalam jadwal kegiatan harian
jadwal kegiatan harian. jadwal kegiatan harian. akan memberikan
kemudahan klien dalam
proses pembuasaan
sehingga perawatan diri
menjadi suat kebutuhan
SP 2 : klien dapat Setelah...x interaksi klien Evaluasi kegiatan perawatan diri klien Evaluasi yang diperlukan
mengevaluasi kegiatan dapat mengevaluasi dalam jadwal jadwal kegiatan dalam menentukan
perawatan diri klien kegiatan perawatan diri hariannya intervensi selanjutnya.
dalam jadwal kegiatan klien dalam jadwal
harian. kegiatan harian.
SP 2 : klien Setelah...x interaksi klien Latih klien untuk melakukan mandi, Setelah dilakukan latihan
mendapatkan latihan mendapatkan latihan cara berpakaian/berhias, makan dan minum perawatan diri secara
cara melakukan mandi, melakukan mandi, serta BAK/BAB secara mandiri. bertahap perawat mampu
berpakaian/berhias, berpakaian/berhias, makan memberikan
makan dan minum serta dan minum serta rekomendasikan klien
BAK/BAB secara BAK/BAB secara mandiri. untuk melatih diri secara
mandiri. mandiri.

32
VII. Strategi Pelaksanaan Tindakan
a. Rencana tindakan keperawatan untuk klien. ( Fitria, 2014)
SP 1 untuk klien.
 Mengkaji kemampuan klien melakukan perawatan diri meliputi
mandi/kebersihan diri, berpakaian/berhias, makan, serta BAB/BAK
secara mandiri.
 Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 2 untuk klien.
 Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.
 Memberikan latihan cara melakukan mandi/kebersihan diri secara
mandiri.
 Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3 untuk klien.
 Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.
 Memberikan latihan cara berpakaian/berhias secara mandiri.
 Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 4 untuk klien.
 Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.
 Memberikan latihan car makan secara mandiri.
 Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 5 untuk klien.
 Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.
 Memberikan latihan cara BAB/BAK secara mandiri.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien.


SP 1 untuk keluarga.
 Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh klien untuk menjaga perawatan diri.
SP 2 untuk keluarga.
 Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri klien dan
mampu membantu mengingatkan klien dalam merawat diri (sesuai
jadwal yang telah disepakati).
 Melatih keluarga melakukan cara merawat klien yang mengalami
defisit perawatan diri.

33
SP 3 untuk keluarga.
 Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan klien
dalam merawat diri.
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

c. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Data subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan apa-
apa,
Data obyektif.
b. Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan
bau,kulit kotor 
b) Isolasi Sosial
Data subyektifa.
a. Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh,mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif 
b. Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatiftindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresisedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun,
Posisi janin pada saattidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan
c) Defisit Perawatan Diri
Data subyektifa.
a. Pasien merasa lemah 
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
Data obyektifa.
a. Rambut kotor, acak
b. Acakan 
c. Badan dan pakaian kotor dan bau
d. Mulut dan gigi bau.
e. Kulit kusam dan kotor.
f. Kuku panjang dan tidak terawat

d. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri 
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

e. Rencana Tindakan KeperawatanDiagnosa 
1 :Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum :
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan
kebersihan diri
Tujuan Khusus :TUK I :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi. 
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan

34
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II :
 klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik. 
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi
dansore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum
tidur),keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III :
Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan
diriseperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV :
Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan
untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V :
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri
Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI :
Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri. 
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami
diRS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.

35
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan
diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan
misalnya:mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan
lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis


Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba
Medika
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta

Banjarmasin, November 2020


Preseptor Akademik Mahasiwa

M. Syafwani.,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa Nor Aimah

36
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020

37
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk


melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay, 2008).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol
(Farida & Yudi, 2011).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif
dan masih terkontrol (Yosep, 2007).
Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan
kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya
dapat dicegah (Depkes, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
kekerasan yaitu ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya
kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan
suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

B. PENYEBAB

Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku


kekerasan pada pasien gangguan jiwa antara lain
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.

38
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri
pelaku tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik
dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak
tanpa faktor predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai
dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan
maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku
kekerasan merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi
limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman
dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil
berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.

39
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu
sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan
serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat
erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe
XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak
kriminal (narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.

40
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang
dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti
penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol
emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.

C. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual

41
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
D. AKIBAT

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi


mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan

E. PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2
yaitu:

1. Medis

a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan


menenangkan hiperaktivitas.

d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila


mengarah pada keadaan amuk.

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Psikoterapeutik

b. Lingkungan terapieutik

c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

d. Pendidikan kesehatan

42
F. POHON MASALAH

Resiko Tinggi Mencederai, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan PPS : Halusinasi

Regimen Terapeutik
Inefektif

Harga Diri Rendah Isolasi Sosial :


Kronis Menarik Diri

Koping Keluarga Berduka Disfungsional


Tidak Efektif

Gambar 2.2 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

Sumber : (Fitria, 2010)

G. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Menurut Keliat (2014) data perilaku kekerasan dapat diperolah
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini:
a. Muk amerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengarupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda /orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol
perilaku kekerasan.

2. Daftar Masalah
Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada
perilaku kekerasan yaitu :

43
a. Perilaku Kekerasan.
b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi.
d. Harga diri rendah kronis.
e. Isolasi sosial.
f. Berduka disfungsional.
g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
h. Koping keluarga inefektif.

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Menurut Fitria (2010) rencana tindakan keperawatan yang
digunakan untuk diagnosa perilaku kekerasan yaitu :
a. Tindakan keperawatan untuk klien
1) Tujuan
a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya.
d) Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku
kekerasannya.
e) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukannya.
f) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan terapi psikofarmaka.
2) Tindakan
a) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar klien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan Saudara. Tindakan yang harus Saudara
lakukan dalam rangka membina hubungan salig percaya
adalah mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan,
menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak topik,
waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.
b) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang
terjadi di masa lalu dan saat ini.
c) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku
kekerasan. Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan

44
gejala perilaku kekersan, baik kekerasan fisik, psikologis,
sosial, sosial, spiritual maupun intelektual.
d) Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa
dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.
e) Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari
perilaku marahnya. Diskusikan bersama klien cara
mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik (pukul kasur
atau bantal serta tarik napas dalam), obat-obat-obatan, sosial
atau verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya secara
asertif), ataupun spiritual (salat atau berdoa sesuai keyakinan
klien).
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Tujuan
Keluarga dapat merawat klien di rumah
2) Tindakan
a) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
meliputi penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul,
serta akibat dari perilaku tersebut.
b) Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan
perilaku kekerasan.
(1) Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
(2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien
bila anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut
secara tepat.
(3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus klien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang
perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar
atau memukul benda/orang lain.

4. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
a. SP I Pasien

45
Membina hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan
dan mengajarkan cara menyalurkan rasa marah.
b. SP 2 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
c. SP 3 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
d. SP 4 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
e. SP 5 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
f. SP 1 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat
klien perilaku kekerasan di rumah
g. SP 2 Keluarga
Melatih keluarga melakukan cara – cara mengontrol kemarahan
h. SP 3 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatanyang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan
umum yang telah ditentukan.Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
Adapun hasil tindakan yang ingin dicapai pada pasien dengan
perilaku kekerasan antara lain
a. Klien dapat mengontrol atau mengendalikan perilaku keekrasan.
b. Klien dapat membina hubungan saling pecaya.
c. Klien dapat mengenal penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukakannya.
d. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
e. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
f. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

46
g. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
mengungkapkan kemarahan.
h. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
i. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengontrol
perilaku kekerasan.
j. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2007. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Magelang: RSJ Prof. Dr.
Soeroyo Magelang.

Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Dwi, A. S., & Prihantini, E. 2014. Keefektifan Penggunaan Restrain terhadap


Penurunan Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Terpadu
Ilmu Kesehatan , 138-139.

Farida, K., & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Jenny, M., Purba, S. E., Mahnum, L. N., & Daulay, W. 2008. Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan:
USU Press.

Keliat, D. B. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Undang-Undang No.18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa (Cetakan 1). Bandung: PT Refika Aditama.

47
Banjarmasin, November 2020
Preseptor Akademik Mahasiwa

M. Syafwani.,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa Nor Aimah

48
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK 2020

49
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. Definisi
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seorang mengalami perubahan dalam
jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara
internal/eksternal disertai dengan suatu pengurangan/berlebih, distorsi atau
kelainan berespons terhadap stimulus (Townsend, 1998 dalam Trimelia, 2011).

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata,
artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsang
dari luar. Halusinasi merupakan distorsi persepsi yang muncul dari berbagai
indera (Stuart & Lara[][[ia, 2005 dalam Trimelia, 2011).

II. Rentang Respons


Respons neurobiologis merupakan berbagai respons perilaku klien yang terkait
dengan fungsi otak. Gangguan respons neurobiologis ditandai dengan gangguan
sensori persepsi halusinasi (Trimelia, 2011). Gangguan respons neurobiologis
atau respons neurobiologis yang maladaptif terjadi karena adanya:
a. Lesi pada ara frontal, temporal dan limbik sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.
b. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus.
c. Ketidakmampuan antara dopamin dan neurotransmiter lainnya.(Trimelia,
2011).
Respons neurobiologis individu daapt diidentifikasi sepanjang rentang respons
adaptif sampai maladaptif, menurut Stuart dan Laraia (1998) dalam Trimelia
(2011) adalah sebagai berikut:
Respons Adaptif Respons Maladaptif
 Pikiran logis  Pikiran kadang  Gangguan proses
 Persepsi akurat menyimpang pikir/delusi/waham
 Emosi konstan  Ilusi  Etidakmampuan
dengan  Reaksi untuk mengalami
pengalaman emosional emosi
 Perilaku sesuai berlebih/kurang  ketidakteraturan
 Hubungan  Perilaku ganjil  Isolasi sosial
sosial harmonis  Menarik diri  halusinasi

50
Respons maladaptif:
 Perubahan proses pikir adalah waham/delusi adalah suatu bentuk kelainan
pikiran (adanya ide-ide/ keyakinan yang salah).
 Halusinasi adalah persepsi yang salah, meskipun tidak ada stimulus tetapi
klien merasakannya.
 Ketidakmampuan untuk mengalami emosi adalah terjadi karena klien
berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu, kalau tidak, hal ini akan
menimbulkan kecemasan.
 Perilaku tidak terorganisir/ ketidakteraturan adalah respons neurobiologis
yang mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi utama dari Sistem Syaraf
Pusat, sehingga tidak ada koordinasi antara isi pikiran, perasaan dan tingkah
laku (kataton, meringis, stereotipik, avolisi).
 Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk menjalin hubungan, kerja sama
dan saling tergantung dengan orang lain.

Faktor predisposisi dan faktor presipitasi menurut Trimelia (2011):


III. Predisposisi
1) Faktor biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
2) Faktor perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress adalah merupakan salah satu tugas perkembangan
yang terganggu.
3) Faktor sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
4) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusogenik neurokimia seperti Buffofenon
dan Dimetytransferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmiter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
5) Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas,

51
overprotektif, dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat, konflik
perkawinan, koping tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan
individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.
Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari alam nyata menuju alam
nyata.
6) Faktor genetik
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang di asuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung akan mengalami skizofrenia juga.

IV. Faktor Presipitasi


1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologik yang
maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi rangsangan.
2) Pemicu gejala
Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu
penyakit yang biasanya terdapat pada respons neurobiologis yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku
individu.
a) Kesehatan, seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi, obat SSP,
gangguan proses informasi, kurang olah raga, alam perasaan abnormal
dan cemas.
b) Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam
hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan,
tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam kehidupan dan pola
aktivitas sehari-hari, kesepian (kurang dukungan) dan tekanan
pekerjaan.
c) Perilaku, seperti konsep diri rendah, keputusasaan, kehilanagn motivasi,
tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual, bertindak berbeda dengan
orang lain, kurang keterampilan sosial, perilaku agresif dan amuk.
Menurut Rawlins dan Heacokck (dalam Trimelia, 2011), penyebab
halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi berikut:
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

52
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapt berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut, sehingga klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Bahwa individu dengan hausinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua prilaku
klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan
suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpesonal
yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga
klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkadiannya terganggu
karena sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat
terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu
sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki,

53
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.

V. Manifestasi klinis / tanda dan gejala


Proses terjadinya halusinasi menurut Trimelia (2011):
a. Tahap 1 (Sleep Disorder)
Fase awal individu sebelum muncul halusinasi
Karakteristiknya:
Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.

Masalah makin terasa sulit, karena berbagai stressor terakumulasi (misal


: putus cinta, dikhianati kekasih, di PHK, bercerai, masalah dikamous
dan lain-lain)

Masalah semakin terasa menekan, support sistem kurang dan persepsi


terhadap masalah sangat buruk.

Sulit tidur terus menerus sehingga terbiasa menghayal

Klien menganggap lamunan-lamunan itu awal tersebut sebagai upaya


pemecahan masalah
b. Tahap II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu terima
sebagai sesuatu yang alami.
Karakteristiknya:
Individu mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan.

Individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya


kecemasan dan pada penenangan pikiran untuk mengurangi kecemasan
tersebut.

Individu beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensori yang


dialaminya dapat dikontrol atau dikendalikan jika kecemasannya bisa
diatasi. (dalam tahap ini ada kecenderungan individu merasa nyaman
dengan halusinasi bisa bersifat sementara).

54
Perilaku yang muncul adalah menyeringai atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata
cepat, respon verbal lambat, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang
mengasyikkan.

c. Tahap III (Condemning Severe Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat menyalahkan, sering mendatangi individu, dan
secara umum halusinasi menjijikkan
Karakteristiknya:
Pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami bias.

Pengalaman sensori mulai bersifat menjijikan dan menakutkan.

Mulai merasa kehilangan kendali dan merasa tidak mampu lagi


mengontrolnya.

Mulai berusaha untuk menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
sumber yang dioersepsikan oleh individu.

Individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut


dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
Perilaku yang muncul adalah terjadi peningakatan sistem saraf otonom
yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti: pernafasan
meningkat, tekanan darah dan denyut nadi meningkat, konsentrasi
menurun, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.

d. Tahap IV (Controling Severe Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak relevan
dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi penguas.
Karakteristiknya:
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol individu

Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang


datang.

55
Klien menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan halusinasi,
sehingga membiarkan halusinasi menguasai dirinya.

Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalaman sensori


atau halusinasinya tersebut berakhir ( dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik)
Perilaku yang muncul : cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi
halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian
hanya beberapa detik/menit, gejala fisik dari kecemasan berat, seperti:
berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk

e. Tahap V (Concuering Panic Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat menklukan, halusinasi menjadi lebih rumit dan
klienmengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Karakteristiknya:
Pengalaman sensorinya menjadi terganggu

Halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi, dan


menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya, sehingga klien mulai
terasa terancam.

Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak
dapat berhubungan dengan orang lain dan menjadi menarik diri.

Klien berada dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau
bisa juga bisa juga beberapa jam atau beberapa hari atau
selamanya/kronis (terjadi gangguan psikotik berat).

Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri,


atau membunuh, kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi(amuk,
agitasi, menarik diri). Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang
komplek dan lebih dari satu orang.

56
VI. Pohon Masalah

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Causa Isolasi Sosal

Harga Diri Rendah Kronis

Pohon masalah perubahna persepsi sensori: Halusinasi (Fitria, 2014)

VII. Jenis/Tanda Gejala


a. Jenis Halusinasi:
Jenis halusinasi menurut Fitria (2014):
- Halusinasi Dengar
Pasien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata/lingkungan.
- Halusinasi Penglihatan
Pasien melihat gambaran yang jelas/samar terhadap adanya stimulus
yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya.

- Halusinasi penciuman
Pasien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata.
- Halusinasi pengecapan
Pasien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak.
- Halusinasi Perabaan
Pasien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata.
- Halusinasi Kinestetik
Pasien merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota
badannya bergerak.
- Halusinasi Viseral

57
Perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya.

b. Tanda Gejala Halusinasi:


Munurut Stuart & Sundeen (1998) dan Carpenito (1997) dalam Trimelia
(2011), data subjektif dan objektif pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
- Menyerinagi atau tertawa yang tidak sesuai
- Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
- Gerakan mata cepat
- Respons verbal lamban atau diam
- Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
- Terlihat bicara sendiri
- Menggerakkan bola mata dengan cepat
- Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
- Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba lari keruangan lain
- Disorientasi (waktu, tempat, orang)
- Perubahan kemampuan dan memecahkna masalah
- Perubahan perilaku dan pola komunikasi
- Gelisah, ketakutan, ansietas
- Peka rangsang
- Melaporkan adanya halusinasi.

VI. Proses Keperawatan


VI.1 Pengkajian
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan halusinasi menurut Fitria
(2014):
- Subjektif
o Pasien mengatakan mendengar sesuatu
o Pasien mengatakan melihat bayangan putih
o Pasien mengatakan dirinya seperti disengat listrik
o Pasien mencium bau bauan yang tidak sedap, seperti feses
o Pasien mengatakan kepala nya melayang diudara
o Pasien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda pada
dirinya.

- Objektif
o Pasien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji

58
o Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
o Berhenti berbicara ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
o Disorientasi
o Konsentrasi rendah
o Pikiran cepat berubah-ubah
o Kekacauan alur pikiran

VI.2 Diagnosa keperawatan


Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

59
6.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan menurut Fitria (2014):
Nama Klien : Ruangan :
No CM : Dx Medis :

Tg No. Diagnosa Perencanaan


l Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Setelah ...”
Perubahan
SP 1: Klien dapat interaksi, klien Ungkapan dari klien mengenali jenis
persepsi
mengidentifikasi dapat Identifikasi jenis halusinasi klien halusinasi yang menunjukan apa yang
sensori :
jenis halusinasi mengidentifikasi dibutuhkan dan dirasakan oleh klien.
Halusinasi
jenis halusinasi
Setelah ...”
SP 1: Klien dapat interaksi, klien Ungkapan dari klien mengenali isi
mengidentifikasi isi dapat Identifikasi isi halusinasi klien halusinasi yang menunjukan apa yang
halusinasi mengidentifikasi isi dibutuhkan dan dirasakan oleh klien.
halusinasi
SP 1: Klien dapat Setelah ...” Identifikasi waktu halusinasi klien Ungkapan dari klien mengenali waktu
mengidentifikasi interaksi, klien halusinasi yang menunjukan apa yang
waktu halusinasi dapat dibutuhkan dan dirasakan oleh klien.

60
mengidentifikasi
waktu halusinasi
Setelah ...”
Ungkapan dari klien mengenali
SP 1: Klien dapat interaksi, klien
frekuensi halusinasi yang menunjukan
mengidentifikasi dapat Identifikasi frekuensi halusinasi
apa yang dibutuhkan dan dirasakan
frekuensi mengidentifikasi klien
oleh klien.
halusinasi frekuensi
halusinasi
Setelah...”
SP 1: Klien dapat interaksi, klien
Ungkapan ari klien mengenai situasi
mengidentifikasi dapat
Identifikasi situasi yang halusinasi menunjukan apa yang
situasi yang dapat mengidentifikasi
menimbulkan halusinasi pada klien dibutuhkan dan dirasakan oleh klien
menimbulkan situasi yang
halusinasi menimbulkan
halusinasi
SP 1: klien dapat Setelah...” Identifikasi respon yang
mengindentifikasi interaksi, klien menimbulkan halusinasi pada klien Ungkapan dari klien mengenai respon
respon klien dapat halusinasi menunjukan apa yang
terhadap halusinasi mengidentifikasi dibutuhkan dan dirasakan oleh klien
respon yang

61
menimbulkan
halusinasi
Setelah...”
SP 1: klien dapat Tindakan menghardik merukan salah
interaksi, klien Latih klien untuk mampu
menghardik satu upaya mengontrol halusinasi
dapat menghardik menghardik halusinasinya
halusinasi
halusinasi
SP 1: klien dapat Setelah...”
Memasukan kegiatan menghardik
memasukan cara interaksi, klien
halusinasi kedalam jadwal harian klien
menghardik dapat memasukan memasukan cara menghardik
membantu mempercepat klien dapat
halusinasi dalam cara menghardik dalam jadwal kegiatan harian
mengontrol halusinasi
jadwal kegiatan dalam jadwal
harian kegiatan harian
Setelah ...” interasi
SP 2: klien dapat
klien dapat Evaluasi akan membantu untuk
mengevaluasi Evaluasi jadwal kegiatan harian
mengevaluasi merencanakan selanjutnya.
jadwal kegiatan klien
jadwal kegiatan
harian klien
harian klien
SP 2: klien dapat Setelah ...” interasi Latih klien untuk mengendalikan Bercakap-cakap dengan orang lain
mengendalikan klien dapat halusinasi dengan cara bercakap- merupakan salah satu tindakan yang
halusinasi dengan mengendalikan cakap dengan orang lain dapat mengendalikan halusinasi

62
halusinasi dengan
cara bercakap-
cara bercakap-
cakap dengan
cakap dengan
orang lain
orang lain
Memasukan kegiatan menghardik
Setelah ...” interasi
SP2 : klien dapat Masukan bercakap-cakap dengan halusinasi kedalam jadwal harian klien
klien dapat
memasukan jadwal orang lain kedalam jadwal kegiatan membantu mempercepat klien dapat
memasukan jadwal
kegiatan harian harian klien. mengontrol halusinasi
kegiatan harian

Setelah ...” interasi


SP 3: klien dapat
klien dapat Evaluasi akan membantu untuk
mengevaluasi
mengevaluasi Evaluasi jadwal kegiatan harian merencanakan selanjutnya.
jadwal kegiatan
jadwal kegiatan
harian
harian
SP 3 : klien dapat Setelah ...” Latih klien mengendalikan Melakukan kegiatan di RSJ yang
mengendalikan interaksi, klien halusinasi dengan melakukan sesuai dengan kegiatan biasa
halusinasi dengan dapat kegiatan d RSJ yang sesuai dengan dilakukan dirumah merupakan salah
melakukan mengendalikan kegiatan yang biasa dilakukan klien satu tindakan yang dapat
kegiatan d RSJ halusinasi dengan dirumah mengendalikan halusinasi
yang sesuai dengan melakukan

63
kegiatan d RSJ
kegiatan yang biasa yang sesuai dengan
dilakukan klien kegiatan yang biasa
dirumah dilakukan klien
dirumah
Setelah ...”
SP 3 : klien
interaksi klien
memasukan Masukan kegiatan yang dilakukan Masukan kegiatan yang dilakukan
memasukan
kegiatan di atas ke klien di RSJ ke dalam jadwal klien di RSJ ke dalam jadwal kegiatan
kegiatan di atas ke
dalam jadwal kegiatan harian harian klien membantu mempercepat
dalam jadwal
kegiatan harian klien dapat mengontrol halusinasi
kegiatan harian.
Setelah...” interaksi
SP 4: Klien dapat
Klien dapat Evaluasi akan membantu untuk
mengevaluasi
mengevaluasi Evaluasi jadwal kegiatan klien merencanakan selanjutnya.
jadwal kegiatan
jadwal kegiatan
hariannya
hariannya
Setelah...” interaksi
SP 4: Klien dapat
Klien dapat Dorong klien untuk menggunakan Menggunakan obat secara teratur
menggunakan obat
menggunakan obat obat secara teratur merupakan salah satu tindakan yang
secara teratur
secara teratur dapat mengendalikan halusinasi

64
Setelah...” interaksi
SP 4: Klien dapat
Klien dapat
memasukan
memasukan Masukan kegiatan mengunakan obat
kegiatan Masukan kegiatan mengunakan
kegiatan secara teratur kedalam kegiatan jadwal
menggunakan obat obat secara teratur kedalam
menggunakan obat harian klien dapat membantu
secara teratur kegiatan jadwal harian
secara teratur mempercepat klien mengontrol
kedalam jadwal
kedalam jadwal halusinasi.
kegiatan harian
kegiatan harian

65
VII. Strategi Pelaksanaan Tindakan
Strategi pelaksanan tindakan menurut Fitria (2014).
a. SP Klien:
1) SP 1 Klien
- Mengidentifikasi jenis halusinasi
- Mengidentifikasi isi halusinasi
- Mengidentifikasi waktu halusinasi
- Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
- Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
- Mengidentifikasi respons pasienterhadap halusinasi
- Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
- Mengajarkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian
2) SP 2 Klien
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain.
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
3) SP 3 Klien
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang bisa dilakukan dirumah).
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
4) SP 4 Klien
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. SP Keluarga:
1) SP 1 Keluarga
- Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
- Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya
halusinasi.
- Menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi.
2) SP 2 Keluarga

66
- Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan
halusinasi.
- Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien.
3) SP 3 Keluarga
- Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning).
- Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
stretegi pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi program S1 keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta: TIM

Banjarmasin, November 2020


Preseptor Akademik Mahasiwa

M. Syafwani.,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa Nor Aimah

67
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK 2020

68
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

I. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.(Budi Ana Keliat, 2010).

Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri
dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
(Schult & videbeck,1998) dalam (Fitria, 2014).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan harga diri rendah
adalah penilaian yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan serta
merasa tidak percaya pada diri sendiri.

II. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri rendah Kerancuan


Depersonalisasi

Positif identitas

(Keliat, 1999 dalam Fitria, 2014)

Faktor predisposisi dan presipitasi menurut Fitria (2014):

III. Faktor Predisposisi

69
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.

IV. Faktor Presipitasi


1) Trauma
Masalah khusus tentang konsep diri disebabakan oleh setiap situasi
dimana individu tidak mampu menyesuaikan. Situasi dapat
mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Situasi dan stressor yang
dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian badan, tindakan
operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh,
proses tumbuh kembang, dan prosedur tindakan dan pengobatan.
2) Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami individu dalam peran.
3) Transisi perkembangan
Transisi perkembangan adalah perubahan normatif berhubungan dengan
pertumbuhan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada
identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilakukan inidividu dengan
menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat
merupakan stressor bagi konsep diri.
4) Transisi situasi
Transisi situasiterjadi sepanjang daur kehidupan. Transisi situasi
merupakan bertambah atau berkurangnya orang yang penting dalam
kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti,
misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua.
5) Transisi sehat sakit
Transisi sehat sakit berkembang berubah dari tahap sehat ke tahap sakit.
Beberapa stressor pada tubuh dapat menyebabakan gangguan gambaran
diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri,
peran ,dan harga diri. Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh faktor
psikologis, sossiologis, atau fisiologis, namun yang lebih penting adalah
persepsi klien terhadap ancaman perilaku.

70
Proses Terjadinya Masalah

Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan


harga diri rendah akan merasa tidak mampu , tidak berdaya, pesi mis dapat
menghadapi kehidupan, dan tidak percaya pada diri sendiri. Untuk menutup
rasa tidak mampu individu akan banyak diam, menyendiri, tidak
berkomunikasi dan menarik diri dari kehidupan social.

Pohon Masalah

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Koping Individu Tidak Efektif

(Fitria, 2014)

V. Jenis/Tanda Gejala
Menurut L. J Carpenito dan Keliat , perilaku yang berhubungan dengan
harga diri rendah antara lain :
Data Subjektif:
 Mengkritik diri sendiri atau orang lain
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Perasaan lemah dan takut
 Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri

71
 Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
 Hidup yang berpolarisasi
 Ketidakmampuan menentukan tujuan
 Mengungkapkan kegagalan pribadi
 Merasionalisasi penolakan

Data Objektif:
 Produktivitas menurun
 Perilaku destruktiv pada diri sendiri dan orang lain
 Penyalahgunaan zat
 Menarik diri dari hubungan social
 Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
 Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
 Tampak mudah tersinggung /mudah marah

VI. Proses Terjadinya Keperawatan


VI.1 Pengkajian
Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Harga diri rendah kronis Subjektif :
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak
berguna
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak
mampu
 Mengungkapkan dirinya tidak
semangat untuk beraktivitas atau
bekerja
 Mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan atau toileting).

Objektif :
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktifitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri

72
 Berpakaian tidak rapi
 Berkurang slera makan
 Tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menuhnduk
 Bicara lambat dengan nada suara
lemah

VI.2 Diagnosa Keperawatan


Harga diri rendah

73
VI.3 Rencana Tindakan Keperawatan Untuk Klien Harga Diri Rendah
Nama Klien : Ruangan :
No CM : Dx Medis :

Tgl No Diagnosis Perencanaan


Dx. Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Harga Diri SP 1 : Setelah ... x interaksi, klien 1. Diskusikan bahwa klien masih Aspek positif penting
Rendah Klien dapat mampu mengidentifikasi : memiliki sejumlah kemampuan dan untuk meningkatkan
mengidentifikasi - Kemampuan yang aspek positif seperti kegiatan klien percaya diri serta harga
kemampuan dan aspek dimiliki klien dirumah, adanya keluarga dan diri
positif yang - Aspek positif yang lingkungan terdekat klien.
dimilikinya dimiliki klien 2. Beri pujian yang nyata dan
hindarkan setiap kali bertemu
dengan klien yang memiliki
penilaian yang negatif.
SP 1 : Setelah ... x interaksi, klien 1. Diskusikan dengan klien Mencari cara yang
Klien dapat meilai mampu menilai kemampuan yang masih dapat konstruktif dan
kemampuan yang kemampuan yang masih digunakan saat in setelah menunjukkan potensi
masih dapat dilakukan dapat dilakukan yang dimiliki klien

74
mengalami masalah. untuk mengubah
2. Bantu klien menyebutkannya dan dirinya menjadi lebih
memberi penguatan terhadap baik dan berharga.
kemampuan diri yang di ungkapkan
klien.
3. Perlihatkan respon yang kondusif
dan menjadi pendengan yang aktif
SP 1 : Setelah ... x interaksi,klien 1. Diskusikan dengan klien beberapa Menghindari adanya
Klien dapat mampu menentukan aktivitas yang dapat dilakukan dan kehilangan atau
menentukan kegiatan kegiatan yang akan dilatih dipilih sebagai kegiatan yang akan perubahan peran akibat
yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan dilakukan klien sehari hari perasaan HDR yang di
sesuai dengan klien 2. Bantu klien menetapkan aktivitas alami klien serta
kemampuan klien mana yang dapat klien lakukan mencari alternatif
secara mandiri, mana aktivitas yang koping untuk
memerlukan bantuan minimal dari meningkatkan harga
keluarga, dan aktivitas apa sajayang diri.
perlu bantuan penuh dari keluarga
atau lingkungan terdekat klien
3. Berikan contoh cara pelaksanaan

75
aktivitas yang dapat dilakukan
klien.
4. Susun bersama klien dan buat
daftar aktivitas atau kegiatan sehari
hari klien.

SP 1 : Setelah ... x interaksi, 1. Diskusikan dengan klien untuk Menghargai


Klien dapat melatih menetapkan urutan kegiatan (yang kemampuan klien serta
kemampuan yang sudah dipilih klien) yang akan menunjukkan
dimiliki dilatihkan. kemampuan yang klien
2. Bersama klien dan keluarga miliki.
memperagakan beberapa kegiatan
yang akan dilakukan klien.
3. Berikan dukungan dan pujian yang
nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
SP 1 : Setelah ... x interaksi, Berikan pujian yang wajar dari perawat Pujian yang wajar akan
Klien mendapatkan untuk kegiatan yang dapat dilakukannya. meningkatkan harga
pujian yang wajar dari

76
perawat untuk diri klien.
kegiatan yang dapat
dilakukannya
SP 1 : Setelah ... x interaksi, Masukkan kegiatan yang dilatih kedalam Memasukkan kegiatan
Klien memasukkan jadwal kegiatan harian. kedalam jadwal harian
kegiatan yang dilatih merupakan proses
ke dalam jadwal untuk membiasakan
kegiatan harian klien melakukan
aktivitas rutin yang
dapat meningkatkan
harga diri klien.
SP 2 : Setelah ... x interaksi, Evaluasi jadwal harian klien oleh perawat. Evaluasi jadwal harian
Jadwal kegiatan harian klien oleh perawat akan
klien terevaluasi oleh membantu perawat
perawat untuk melihat
perkembangan harga
diri klien.
SP 2 : Setelah ... x interaksi, Latih kemampuan kedua klien yang dapat Menghargai
Klien dapat melatih dilakukan. kemampuan klien serta

77
kemampuan kedua menunjukkan
yang dapat dilakukan kemampuan yang klien
miliki selain
kemampuan
sebelumnya.
SP 2 : Setelah ... x interaksi, Anjurkan klien untuk memasukkan Memasukkan kegiatan
Menganjurkan klien kemampuan kedua kedalam jadwal kedalam jadwal harian
memasukka dalam kegiatan harian. merupakan proses
jadwal kegiatan harian untuk membiasakan
klien melakukan
aktivitas rutin yang
dapat meningkatkan
harga diri klien.

78
VII. Strategi Pelaksanaan Tindakan
 SP KLIEN
SP 1 pada klien
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien.
b. Membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat
dilakukan.
c. Membantu klien menentukan kegiatan yang akan dilatih sesuai
dengan kemampuan klien.
d. Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih.
e. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien.
f. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 2 pada klien

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.


b. Melatih kemampuan kedua.
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

 SP KELUARGA
SP 1 untuk keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
dialami klien beserta proses terjadinya.

SP 2 untuk keluarga

a. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien harga diri


rendah
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada klien
harga diri rendah.

SP 3 untuk keluarga

a. Membantu keluarga membuat jadwal di rumah termasuk minum


obat.
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

79
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan stretegi pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi program S1 keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

Keliat, B.A. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Banjarmasin, November 2020

Preseptor Akademik Mahasiwa

M. Syafwani.,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa Nor Aimah

80
LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK 2020

81
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

I. Pengertian
I.1 Pengertian
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokok dipertahankan
walaupun tidak diyakini orang lain dan bertentangan dengan realita
normal. (Struat & Sundeen, 1998 dalam Fitria, 2014)
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespons
stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi/informasi secara
akurat. (Yosep, 2010).
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Keliat, 2006).
I.2 Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya waham
(Stuart adn Sundeen, 1995.dikutip oleh Keliat, 2006) adalah:
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak / SSP yang menimbulkan.
1) Hambatan perkembangan otak khususnya kortek prontal,
temporal dan limbik.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal,
perinatal, neonatus dan kanak-kanak.
b. Psikososial
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi seperti penolakan dan kekerasan.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi timbulnya waham
seperti kemiskinan. Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan) serta kehidupan yang terisolasi dan stress yang
menumpuk.
Faktor prespitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan
karakteristik umum latar belakang termasuk riwayat penganiayaan fisik /
emosional, perlakuan kekerasan dari orang tua, tuntutan pendidikan yang

82
perfeksionis, tekanan, isolasi, permusuhan, perasaan tidak berguna
ataupun tidak berdaya.

1.3 Tanda dan Gejala


Kognitif :
a.     Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b.      Individu sangat percaya pada keyakinannya
c.       Sulit berfikir realita
d.      Tidak mampu mengambil keputusan
Afektif
a.       Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b.      Afek tumpul
Prilaku dan Hubungan Sosial
a.       Hipersensitif
b.      Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c.       Depresi
d.      Ragu-ragu
e.       Mengancam secara verbal
f.       Aktifitas tidak tepat
g.      Streotif
h.      Impulsive
i.        Curiga
Fisik
a.       Higiene kurang
b.      Muka pucat
c.       Sering menguap
d.      BB menurun

II. Rentang Respon

83
III. Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena,
kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan
memandang klien dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai
pasien yang tidak dapat disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan
inferior bila sudah dapat kontak maka dilakukan bimbingan tentang hal-
hal yang praktis. Biar pun klien tidak sembuh sempurna, dengan
pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja
sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di
lingkungan klien diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka
lebih sabar menghadapinya.

Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan


terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik,
terapi seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi
okupsi yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki prilaku klien dengan
waham pada gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan yang terakhir adalah
rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi
klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat.

IV. Pohon Masalah

84
V. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
V.1Kerusakan komunikasi verbal
V.2Perubahan isi pikir

VI. Data yang Perlu Dikaji


VI.1 Kerusakan komunikasi : verbal
a. Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
b. Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang
6.2 Perubahan isi pikir : waham
a. Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengkaji waham :
1) Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang
diungkapkan dan menetap?
2) Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau
apakah pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau
kesehatannya?
3) Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya
aneh dan tidak nyata?
4) Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar
tubuhnya?
5) Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang
lain?
6)  Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol
oleh orang lain atau kekuatan dari luar?
7) Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat
membaca pikirannya?
b. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat

85
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung

VII. Diagnosis Keperawatan Jiwa


VII.1 Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
VII.2 Kerusakan komunikasi : verbal
VII.3 Perubahan isi pikir : waham

VIII. Rencana Tindakan Keperawatan


VIII.1 Untuk Klien
a. Tujuan
 Klien dapat berorientasi terhadap realitas secara bertahap
 Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
 Klien menggunakan obat dengan prinsip enam benar

b. Tindakan
 Bina hubungan saling percaya
Sebelum memulai pengkajian pada klien dengan waham, saudara
harus membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar
klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang
harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan saling
percaya adalah sebagai berikut :
 Mengucapkan salam terapeutik
  Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan berinteraksi
 Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali
bertemu klien.
 Tindakan mendukung atau membantah waham klien
 Yakinkan klien berada dalam keadaan aman
 Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
 Diskusikan kebutuhan psikologis / emosional yang tidak
terpenuhi karena dapat menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan
marah
 Jika klien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan
tanpa memberikan dukungan, atau menyangkal sampai klien
berhenti membicarakannya.

86
 Berikan pujian bila penampilan dan orientasi klien sesuai dengan
realitas
 Diskusikan dengan klien kemampuan realistis yang dimilikinya
pada saat lalu dan saat ini
 Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan
yang dimilikinya
 Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional klien
 Berbicara dalam konteks realita
 Bila klien mampu memperlihatkan kemampuan positifnya,
berikan pujian yang sesuai
  Jelaskan pada klien tentang program pengobatannya (manfaa,
dosis, obat, jenis, dan efek samping obat yang diminum serta cara
meminum obat yang benar)
 Diskusikan akibat yang terjadi bila klien berhenti meminum obat
tanpa konsultasi

VIII.2 Untuk Keluarga


a. Tujuan
 Keluarga mampu mengidentifikasi waham klien
 Keluarga mampu memfasilitasi klien untuk memenuhi kebutuhan
yang belum terpenuhi oleh wahamnya
  Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan klien
secara optimal
b. Tindakan keperawatan
 Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami klien
 Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat klien waham di
rumah, follow up, dan keteraturan pengobatan, serta lingkungan
yang tepat untuk klien
 Diskusikan dengan keluarga kondisi klien yang memerlukan
bantuan

IX. Strategi Pelaksanaan Tindakan


SP Pada Klien SP Pada Keluarga

87
Sp 1 klien Sp 1 keluarga
1. Mengidentifikasi tanda 1. Mendiskusikan masalah yang
dan gejala waham dirasakan keluarga dalam merawat
2. Bantu orientasi realita: pasien
panggil nama, orientasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
waktu, orang dan tempat/ gejala waham, dan jenis waham yang
lingkungan. dialami pasien beserta proses
3. Diskusikan kebutuhan terjadinya
yang tidak terpenuhi. 3. Menjelaskan cara-cara merawat
4. Bantu klien memenuhi pasien waham
kebutuhan realistis. 4. Latih cara mengetahui kebutuhan
5. Masukkan dalam jadwal klien dan mengetahui kemampuan
kegiatan harian klien.
pemenuhan kebutuhan 5. Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberi pujian.

SP 2 klien SP 2 keluarga
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan membimbing klien, berikan pujian
klien dan berikan pujian. 2. Latih cara memenuhi kebutuhan klien
2. Diskusikan kemampuan 3. Latih cara melatih kemampuan yang
yang dimiliki. dimiliki klien
3. Latih kemampuan yang 4. Anjurkan membantu klien sesuai
dipilih, berikan pujian jadwal dan beri pujian
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan pemenuhan dan
kegiatan yang telah
dilatih
SP 3 klien SP 3 keluarga
1. Evaluasi kegiatan 1. Membantu keluarga membuat jadual
pemenuhan kebutuhan aktivitas di rumah termasuk minum
klien dan berikan pujian. obat
2. Jelaskan tentang 6 benar 2. Mendiskusikan sumber rujukan yang
obat yang diminum dan bisa dijangkau keluarga
tanyakan manfaatnya 3. Anjurkan membantu klien jadwal dan
memberikan pujian

88
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan pemenuhan dan
kegiatan yang telah
dilatih
SP 4 klien SP 4 keluarga
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan membimbing klien melaksanan
klien, kegiatan 1,2 dan 3 kegiatan yang telah dilatih dan minum
dan berikan pujian. obat, berikan pujian
2. Diskusikan kebutuhan 2. Jelaskan follow up ke RSJ/ PKM,
lain dan cara tanda kambuh dan rujukan
memnuhinya 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
3. Diskusikan kemampuan jadwal dan memberikan pujian
yang dimiliki dan
memilih yang akan
dilatih
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan pemenuhan dan
kegiatan yang telah
dilatih dan minum obat
SP 5 klien SP 5 keluarga
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan membimbing pasien memenuhi
klien, kegiatan 1,2 dan 3 kebutuhan klien, membimbing klien
dan berikan pujian. melaksakan kegiatan yangtelah
2. Niali kemampuan yang dilatih dan minum obat, berikan
telah mandri pujian
3. Nilai apakah frekuensi 2. Nilai kemmapuan keluarga merawat
munculnya waham klien
berkurang. Apakah 3. Nialai kemampuan klien melakukan
waham terkontrol kontrol ke RSJ/ PKM

89
Daftar Pustaka

Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
stretegi pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi program S1 keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

Keliat, B A. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta: FIK,


Universitas Indonesia

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa (Edisi revisi). Bandung: Reflika Aditama

Yusuf, Ah., Fitryasari, R. PK., Nirhayati, N.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika

Nurhaliman (2016) Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa, Jakarta :


Kemenkes

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Banjarmasin, November 2020

Preseptor Klinik Mahasiwa

Marlina.,S.Kep,Ns Nor Aimah

90
LAPORAN PENDAHULUAN

KECEMASAN

STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK 2020

91
LAPORAN PENDAHULUAN
KECEMASAN

VIII. Definisi
Kecemasan adalahperasaan takut yang tidak jelas dan tidak di dukung oleh
situasi. Gangguan kecemasan adalah sekelompokkondisi yang member
gambaran penting tentangansietas yang berlebihanyang disertai respon
perilaku, emosional dan fisiologis individu yang mengalami gangguan ansietas.
(Videback, 2008).
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai respon (penyebab tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai
sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang
memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman.
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta bencana
dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Salah satu
contoh dampak psikologis adalah timbulnya kecemasan atau ansietas. (AH.
Yusuf,2015)

IX. Rentang Respons


Rentang respon individu terhadap cemas berflutuasi antara respon adaptif dan
maladaptif. Rentang respon yang paling adaptif adalah antisispasi dimana
individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul.
Sedangkan rentang yang paling maladaptive adalah panic dimana individu
sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga
mengalami gangguan fisisk, perilaku maupun kognitif.

92
Respons adaptif

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

X. Faktor Predisposisi
predisposisi adalahsemua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut
dapat berupa:
- Peristiwa trumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
dengan krisis yang di alami individu baik krisis perkembangan atau
situasional.
- Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik, id dan super ego atau antar
- Konsep diri tergangggu akan menimbulkanketidakmampuanindividu
berpikir secara realitas sehinga akan menimbulkan kecemasan.
- Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untukmengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
- Gangguan fisik akan menimbulkankecemasan karenamerupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapatmempengaruhi konsep diri
individu.
- Pola mekanisme keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflikyang di alami
karena polamekanisme koping individubbanyak di pelajaridalam
keluarga.

93
- Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya (Eko prabowo, 2014).

XI. Faktor Presipitasi

Faktor prespitasi adalah semua ketgangan dalam kehidupan yang dapat


mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor prespitasi kecemasan di
kelompokkan menjadi du abagian, yaitu:

Ancaman terhadap integritas kulitketegangan yang mengancam integritas


fisik yang meliputi:
- Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisisologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubhan biologis normal
- Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polusi lingkunag, kecelakaan, kekuranagan nutrisi, tidakadekuatnya
tempat tinggal
Anacaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal
- Sumber internal kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisisk juga dapat mengancam harga diri.
- Sumber eksternalorang yang dicinta berperan, perubahan status
pekerjaan tekanan kelompok social (Eko prabowo, 2014).

XII. Manifestasi klinis / tanda dan gejala

Tanda dan gejala kecemasan yang di tunjukkan atau di temukan oleh


seseorang bervariasi tergantung dari beratnya atatu tingkatan yang dirasakan
oleh individu tersebut (Hawari, 2004). Keluhan yang sering dikemukakan
oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara umum (Hawari, 2004),
antara lain adaalh sebagai berikut:
- Cemas, kawatir, firasat buruk, takut akan pikirannyasendiri, mudah
tersinggung,

94
- Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
- Takut sendiriaan, takut pada keramaian, dan banyak orang.
- Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
- Gangguan kosentrasi daya ingat
- Gejala somatikrasa sakit pada oto dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa
dngin dan lembab, dan lain sebagainya (Eko prabowo, 2014).

XIII. Pohon Masalah

Kerusakan interaksi sosial Effect

Gangguan suasana Cor oroblem


perasaan cemas

Koping individu in efektif Causa

XIV. Proses Keperawatan


Diagnosa keperawatan
- Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan cemas
- Gangguan alam perasaan: cemas berhubungan dengan koping individu
inefektif
Rencana asuhan keperawatan Tujuan
Tujuan umum : cemas berkurang atau hilang
Tujuan khusus :
TUK 1
Pasien dapat menjalin hubungan saling percaya Intervensi :
1. Jadilah pendengar yang hangat dan responsi

95
2. Beri waktu yang cukup pada pasien untuk berespon

3. Beri dukungan pada pasien untuk berekspresikan perasaanya

4. Identifikasi pola perilaku pasien atau pendekatan yang dapat


menimbulkan perasaan negatif
5. Bersama pasien mengenali perilaku dan respon sehingga cepat
belajar dan berkembang.
TUK 2

Pasien dapat mengenali ansietasnya Intervensi :


6. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaanya
7. Hubungkan perilaku dan perasaanya
8. Validasi kesimpulan dan asumsi terhadap pasien
9. Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengalihkan dari
topik yang mengancam ke hal yang berkaitan dengan konflik
10. Gunakan konsultasi untuk membantu pasien mengungkapkan
perasaanya.
TUK 3
Pasien dapat memperluas kesadaranya terhadap perkembangan ansietas
Intervensi :
11. Bantu pasien menjelaskan situasi dan interaksi yang dapat segera
menimbulkan ansietas
12. Bersama pasien meninjau kembali penilaian pasien terhadap stressor
yang dirasakan mengancam dan menimbulkan konflik
13. Kaitkan pengalaman yang baru terjadi dengan pengalaman masa lalu
yang relevan
TUK 4
Pasien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif
Intervensi :
14. Gali cara pasien mengurangi ansietas dimasa lalu
15. Tunjukan akibat maladaptif dan destruktif dari respon koping yang
digunakan

96
16. Dorong pasien untuk menggunakan respon kopin adaptif yang
dimilikinya
17. Bantu pasien untuk menyusun kembali tujuan hidup, memodifikasi
tujuan, menggunakan sumber dan menggunakan ansietas sedang
18. Latih pasien dengan menggunakan ansietas sedang
19. Beri aktifitas fisik untuk menyalurkan energinya
20. Libatkan pihak yang berkepentingan sebagai sumber dan dukungan
sosial dalam membantu pasien menggunakan koping adaptif yang baru
TUK 5
Pasien dapat menggunakan tekhnik relaksasi
Intervensi :
21. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri
22. Dorong pasien untuk menggunakan relaksasi dalam menurunkan
tingkat ansietas.
XV. Strategi Pelaksanaan Tindakan

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


(SP) dengan MASALAH KECEMASAN

Pertemuan pertama

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi Pasien

1) Pasien melamun,

2) Pasien sering mondar-mandir,

3) menanyakan hal-hal yang tidak pentig,

4) Pasien merasa curiga

b. Diagnosa Keperawatan

Resiko halusinasi, perilaku kekerasan, mencederai diri, orang lain dan

97
lingkungan berhubungan dengan ansietas sedang.
c. Tujuan Khusus

TUK2 : Klien mampu mengenal ansietasnya

TUK4 : klien dapat menggunakan mekanisne koping


yang adaptif

TUK5 : Klien dapat menggunakan teknik relaksasi


d. Tindakan Keperawatan

1) Pasien dapat membina


hubungan saling percaya
Tindakan keperawatan :
a) Sapa pasien dengan nama baik verbal dan non verbal

b) Perkenalkan diri dengan sopan

c) Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai

d) Jelaskan tujuan pertemuan

e) Jujur dan menepati janji

f) Tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan

g) Berikan perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan


dasar

2) Pasien dapat menyebutkan minimal satu penyebab


ketidakkooperatifan dalam meminum obat
Tindakan keperawatan :

a) Tanyakan pada pasien tentang

98
a. Orang yang tinggal serumah/teman sekamar pasien

b. Orang terdekat pasien dirumah/diruang perawatan


b) Diskusikan dengan keluarga tentang :

a. Cara merawat pasien dirumah

b. Tindakan tindak lanjut dan pengobatan yang teratur

c. Lingkungan yang tepat untuk pasien

d. Obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek


samping, akibat penghentian obat)
e. Kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera.

2. Strategi Komunikasi Pelaksaanaan Tindakan Keperawatan

a. Orientasi

1. Salam Terapiutik

“Hallo,pak. Perkenalkan saya perawat S, saya perawat yang


dinas pada pagi ini mulai pukul 07.00-14.00. Ini dengan bapak
siapa? Lebih senang dipanggil siapa pak?”
2. Evaluasi

“Apa yang bapak


rasakan saait ini? “
“Bagaimana
keadaan bapak saat
ini?”
3. Kontrak

a) Topik : Membahas tentang perihal yang membuat klien cemas

b) Tempat : Ruang tengah di depan televisi

c) Waktu : pukul 09.00-09.20 (20 menit)

b. Kerja

99
“bapak mengatakan kalau merasa khawatir dengan penyakit bapak,
sudah beberapa hari mengalami gelisah, dan sulit tidur. Coba bapak
ceritakan lebih lanjut tentang perasaan bapak, kenapa bapak
meraskan hal tersebut, apa yang bapak pikirkan? Oh, jadi bapak
takut kalau penyakit bapak tak kunjung sembuh? Bagaimana kalau
kita coba megatasi kecemasan bapak dengan relaksasi dengan cara
tarik napas dalam. Ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi
kecemasan yang bapak rasakan.”

100
“Bagaimana kalau kita latihan sekarang. Saya akan lakukan, dan
bapak memperhatikan saya, lalu mengkuti yang sudah saya ajarkan.
Kita mulai ya pak? Pertama-tama bapak tarik napas dalam perlahan-
lahan, setelah itu tahan napas. Dalam hitungan ketiga setelah itu
baoak hempaskan udara melalui mulut dengan meniup udara secara
perlahan-lahan. Sekarang coba bapak praktikan.”
c. Terminasi

a) Evaluasi Subyektif

“Nah, sekarang bagaimana perasaan bapak? Apakah perasaan


cemasnya sudah berkurang pak? Apakah sudah merasa lebih baik
sekarang?”
b) Evaluasi Objektif

“Sekarang coba bapak lakukan lagi tahapan-tahapan melakukan


relakasasi yang seperti saya contohkan tadi ya?”
c) Kontrak

“Baiklah. Bagaimana kalau kita lanjutkan percakapan kita besok


pagi lagi pukul 9 pagi seperti saat ini di serambi depan?
d) Rencana Tindakan Lanjutan

“Selanjutnya bapak harus mengingat-ingat apa yang sudah saya


ajarkan ya?”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


(SP)

Pertemuan ke 2

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi Pasien

1) Pasien melamun,

101
2) Pasien sering mondar-mandir,

3) menanyakan hal-hal yang tidak pentig,

4) Pasien merasa curiga

b. Diagnosa Keperawatan

Resiko halusinasi, perilaku kekerasan, mencederai diri, orang lain dan


lingkungan berhubungan dengan ansietas sedang.
c. Tujuan Khusus

TUK2 : Klien mampu mengenal ansietasnya

TUK4 : klien dapat menggunakan mekanisne koping


yang adaptif

TUK5 : Klien dapat menggunakan teknik relaksasi


d. Tindakan Keperawatan

1) Pasien dapat membina


hubungan saling percaya
Tindakan keperawatan :
a) Sapa pasien dengan nama baik verbal dan non verbal

b) Perkenalkan diri dengan sopan

c) Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai

d) Jelaskan tujuan pertemuan

e) Jujur dan menepati janji

f) Tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan

g) Berikan perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan


dasar

2) Pasien dapat menyebutkan minimal satu penyebab


ketidakkooperatifan dalam meminum obat
Tindakan keperawatan :

102
c) Tanyakan pada pasien tentang

a. Orang yang tinggal serumah/teman sekamar pasien

b. Orang terdekat pasien dirumah/diruang perawatan

d) Diskusikan dengan keluarga tentang :

a. Cara merawat pasien dirumah

b. Tindakan tindak lanjut dan pengobatan yang teratur

c. Lingkungan yang tepat untuk pasien

d. Obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek


samping, akibat penghentian obat)
e. Kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera.

2. Strategi Komunikasi Pelaksaanaan Tindakan Keperawatan

a. Orientasi

1. Salam Terapiutik

“Hallo,pak. Perkenalkan saya perawat S, saya perawat yang


dinas pada pagi ini mulai pukul 07.00-14.00. Ini dengan
bapak siapa? Lebih senang dipanggil siapa pak?”
2. Evaluasi

“Apa yang bapak


rasakan saait ini? “
“Bagaimana
keadaan bapak saat
ini?”
3. Kontrak

a) Topik : Membahas tentang perihal yang membuat klien


cemas

b) Tempat : Di Serambi Depan

103
c) Waktu : pukul 09.00-09.20 (20 menit)

b. Kerja

“Bapak kemarin mengatakan kalau merasa khawatir dengan


penyakit bapak, sudah beberapa hari mengalami gelisah dan sulit
tidur. Apkah bapak masih merasa gelisah saat ini? Baiklah kalau
bapak masih merasa gelisah. Kemarin kita sudah mempelajari
teknik napas dalam, apakah bapak sudah melakukanya lagi?
Kalau begitu kali ini kita akan mempelajari teknik relaksasi otot.
Ikuti instruksi saya ya pak.
1) Kepalkan dengan kencang sesaat telapak tangan anda
seolah-olah hendak meninju untuk mengencangkan otot
bisep dan lengan bawah, dan rileks.
2) Kerutkan semua otot-otot diwajah anda, mulai dari dahi,
mata, hidung,mulut, sampai leher dan bahu sekitar 4
hitungan dan rasakan ketegangan itu lalu tarik nafas panjang
dan perlahan-lahan hepaskan nafas anda dan sambil
kedurkan mulai dari dahi, mata, hidung, mulut. Leher,
hidung.
3) Luruskan kaki anda lalu tegangkan rasakan tegang mulai
dari jari kaki, lutut, betis, paha, pantat, rasakan ketegangan
beberapa saat, lalu kembali tarik napas dalam sambil
menghempaskan nafas secara perlahan.
c. Terminasi

1) Evaluasi Subyektif

“Nah, sekarang bagaimana perasaan bapak? Apakah


perasaan cemasnya sudah berkurang pak? Apakah sudah
merasa lebih baik sekarang?”
2) Evaluasi Objektif

104
“Sekarang coba bapak lakukan lagi tahapan-tahapan
melakukan relakasasi yang seperti saya contohkan tadi ya?”
3) Kontrak

“Baiklah. Bagaimana kalau kita lanjutkan percakapan kita


besok pagi lagi pukul 9 pagi seperti saat ini di ruang dwpan
televisi?
4) Rencana Tindak Lanjut

Anjurkan klien untuk mengidentifikasi dan menguraikan


perasaannya

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

Pertemuan ke 3

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi Pasien

1) Pasien melamun,

2) Pasien sering mondar-mandir,

3) menanyakan hal-hal yang tidak pentig,

4) Pasien merasa curiga

b. Diagnosa Keperawatan

Resiko halusinasi, perilaku kekerasan, mencederai diri, orang lain


dan lingkungan berhubungan dengan ansietas sedang.
c. Tujuan Khusus

TUK2 : Klien mampu mengenal ansietasnya

TUK4 : klien dapat menggunakan mekanisne koping


yang adaptif TUK5 : Klien dapat menggunakan
teknik relaksasi
d. Tindakan Keperawatan

105
1) Pasien dapat membina
hubungan saling percaya
Tindakan keperawatan :
a) Sapa pasien dengan nama baik verbal dan non verbal

b) Perkenalkan diri dengan sopan

c) Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai

d) Jelaskan tujuan pertemuan

e) Jujur dan menepati janji

f) Tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan

g) Berikan perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan


dasar

2) Pasien dapat menyebutkan minimal satu penyebab


ketidakkooperatifan dalam meminum obat
Tindakan keperawatan :

a) Tanyakan pada pasien tentang

1) Orang yang tinggal serumah/teman sekamar pasien

2) Orang terdekat pasien dirumah/diruang perawatan

b) Diskusikan dengan keluarga tentang :

1) Cara merawat pasien dirumah

2) Tindakan tindak lanjut dan pengobatan yang teratur

3) Lingkungan yang tepat untuk pasien

4) Obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek


samping, akibat penghentian obat)
5) Kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera.

2. Strategi Komunikasi Pelaksaanaan Tindakan Keperawatan

106
a. Orientasi

1. Salam Terapiutik

“Hallo,pak. Perkenalkan saya perawat S, saya perawat yang


dinas pada pagi ini mulai pukul 07.00-14.00. Ini dengan
bapak siapa? Lebih senang dipanggil siapa pak?”
2. Evaluasi

“Apa yang bapak


rasakan saait ini? “
“Bagaimana
keadaan bapak saat
ini?”
3. Kontrak

a. Topik : Membahas tentang perihal yang membuat klien


cemas

b. Tempat : Di Ruang di depan televisi

c. Waktu : pukul 09.00-09.20 (20 menit)

b. Kerja

“Bapak kemarin mengatakan kalau merasa khawatir dengan


penyakit bapak, sudah beberapa hari mengalami gelisah, dan
sulit tidur. Apakah bapak masih

merasa gelisah hari ini? Baiklah kalau masih merasa gelisah.


Kemarin kita sudah mempelajari teknik napas dalam dan
relaksasi otot, apakah bapak sudah melakukanya lagi? Kali ini
kita akan memelajari teknik hipnotis 5 jari. Pejamkan mata
bapak, tarik napas lalu buang perlahan . lakukan selama 3 kali.
Tautkan ibu jari bapak kepada jari tulunjuk, bayangkan ketika
tubuh bapak begitu sehat. Tautkan ibu jari bapak pada jari
tengah, bayangkan ketika bapak mendapatkan hadiah atau barang

107
yang anda sukai. Tautkan ibu jari pada kepada jari manis,
bayangkan ketika bapak berada ditempat yang paling nyaman,
tempat yang sangat bahagia. Tautkan ibu jari bapak kepada jari
kelingking, bayangkanketika bapak mendapatkansuatu
penghargaan. Tarik napas, buang perlahan, lakukan selama 3kali
lalu buka mata kembali.”
c. Terminal

1) Evaluasi Subyektif

“Nah, sekarang bagaimana perasaan bapak? Apakah perasaan


cemasnya sudah berkurang pak? Apakah sudah merasa lebih
baik sekarang?”
2) Evaluasi Objektif

“Sekarang coba bapak lakukan lagi tahapan-tahapan


melakukan relakasasi yang seperti saya contohkan tadi ya?”
3) Kontrak

“Baiklah. Bagaimana kalau kita lanjutkan percakapan kita


besok pagi lagi pukul 9 pagi seperti saat ini di ruang dwpan
televisi?
4) Rencana Tindak Lanjut

Anjurkan klien untuk mengidentifikasi dan menguraikan


perasaannya

108
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo Eko. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika.

Mustamir Pedak. (2009). Metode Supernol Menaklukan Stress.


Jakarta: Himah Publishing House.

Kholil Lur Rochman. (2010). Kesehatan Mental. Purworkerto: Fajar Medika.

AH.Yusuf (2015). Buku Ajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Jagakarsa.

Banjarmasin, November 2020

Preseptor Klinik Mahasiwa

Marlina.,S.Kep,Ns Nor Aimah

109
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DIRI

STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK 2020

110
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DIRI

Pathway laporan pendahuluan


Gangguan Konsep Diri

Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, Jenis Gangguan Konsep
sensasinya jugadidasarkan bagaimana orang lain memandangnya. Diri
Konsep diri sebagai caramemandang individu terhadap diri secara  Persepsi diri
 Citra Tubuh
utuh baik fisik, emosi, intelektual, sosialdan spiritual. Penting
 Ideal Diri
diingat bahwa konsep diri ini bukan pandangan orang
 Harga Diri
lain pada kita melainkan pandangan kita sendiri atas diri kita yang   Penampilan Peran
diukur denganstandar penilaian orang lain. (Muhith, 2015)  Identitas Diri

Tanda dan Gejala


Faktor Predisposisi Perilaku yang berhubungan dengan gangguan konsep
 Faktor Psikologis diri antara lain:
 Faktor Biologi a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
 Sosio Kultural b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-
lebihan
Penyebab c. Perasaan tidak mampu
d. Rasa bersalah
Faktor Presipitasi e. Sikap negatif pada diri sendiri
f. Sikap pesimis pada kehidupan
 Trauma
g. Keluhan sakit fisik
 Ketegangan peran
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi
i. Menilak kemampuan diri sendiri
j. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
k. Perasaan cemas dan takut
l. Merasionalisasi penolakan atau menjauh dari
umpan balik positif
m. Ketidakmampuan menentukan tujuan
(Wijayaningsih, 2015 : 50).

A. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Difusi identitas
Disosiasi Depersonalisasi

B. Pohon Masalah

111
Isolasi sosialmenarik

Gangguan konsep diri

Tidak efektifnya koping individu (Wijayaningsih,2015:53).

C. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Dibagi menjadi empat yaitu :
a) Memberi kesempatan untuk berhasil
b) Menanamkan gagasan
c) Mendorong aspirasi
d) Membantu membentuk koping
2. Penatalaksanaan Medis
a) Clorpromazine ( CPZ )
Untuk sindrom psikosis yaitu berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, waham, halusinasi, gangguan perasaan dan
perilaku aneh, tidak bekerja, hubungan sosial dan melakukan aktivitas
rutin.
Efek saamping : sedasi, gangguan otonomik serta endokrin (Keliat,
2001).
b) Trihexyphenidyl ( THP )
Untuk segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pascaa enchepalitis dan
idiopatik. Efeksamping : hypersensitive terhadap trihexyphenidyl,
psikosis berat, psikoneurosis dan obstruksi saluran cerna (Keliat, 2001)
c) Haloperidol ( HPL )
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realitaas dalaam fungsi netral
serta fungsi kehidupan sehari-hari. Efek samping : sedasi, gangguan
otonomik dan endokrin (Keliat, 2001).
d) Terapi okupasi / rehabilitasi
Terapi yang terarah bagi pasien, fisik maupun mental dengan
menggunakan aktivitas terpilih sebagai media. Aktivitas tersebut berupa
kegiatan yang direncanakan sesuai tujuan (Keliat, 2001)
e) Psikoterapi

112
Psikoterapi yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif
dan individual atau kelompok serta bimbingan yang praktis dengan
maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat (Keliat, 2001)
D. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Tujuan Umum
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
2. Tujuan khusus
1) TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya.
a) Kriteria evaluasi :
(1) Ekspresi wajah klien bersahabat
(2) Menunjukkan rasa tenang dan ada kontak mata
(3) Mau berjabat tangan dan mau menyebutkan nama
(4) Mau menjawab salam dan mau duduk berdampingan dengan
perawat
(5) Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
b) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
(1) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal
(2) Perkenalkan diri dengan sopan
(3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
(4) Jelaskan tujuan pertemuan
(5) Jujur dan menepati janji
(6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
(7) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi selanjutnya(Wijayaningsih,2015:54).
2) TUK II : klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
a) Kriteria evaluasi :
Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien :
 Kemampuan yang dimiliki klien
 Aspek positif keluarga
 Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien
b) Intervensi

113
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
Rasional :
Mendiskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas,
control diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan
keperawatannya.
 Setiap bertemu hindarkan dari memberi nilai negatif Rasional :
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien.
 Usahakan memberi pujian yang realistik Rasional :
Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan
hanya karna ingin mendapatkan pujian(Wijayaningsih,2015:54)..
3) TUK III : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a) Kriteria evaluasi :
Klien menilai kriteria yang dapat digunakan
b) Intervensi
 Diskusi dengan klien kemampuan yang masih dapat dilakukan
dalam sakit Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
adalah prasarat untuk berubah
 Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilanjutkan
penggunaannya Rasional :
Pengertian tentang kemampuan yang masih dimiliki klien
memotivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya
(Wijayaningsih,2015:55).
4) TUK IV : klien dapat merencanakan kegiatan dengan kemampuan yang
dimiliki
a) Kriteria hasil
Klien membuat rencana kegiatan harian
b) Intervensi
 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai dengan kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan yang
membutuhkan bantuan total Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri.
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
Rasional:
Klien perlu bertindak secara realistik dalam kehidupannya

114
 Beri contoh pelaksannan kegiatan yang boleh dilakukan klien
Rasional :
Contoh perilaku yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk
melaksanakan kegiatan (Wijayaningsih,2015:55).
5) TUK V : Klien dapat melaksanakan kegiatan yang boleh dilakukan
a) Kriteria evaluasi
Klien kesempatan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
b) Intervensi
(1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan
yang telah direncanakan Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri
dapat
meningkatkan motivasi dan harga diri klien
(2) Beri pujian atas keberhasilan klien Rasional :
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
(3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan
kegiatan yang biasa dilakukan (Wijayaningsih,2015:56).
6) TUK VI : klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
dikeluarga
a) Kriteria evaluasi
Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
b) Intervensi
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah Rasional :
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri
dirumah.
 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
Rasional :
Support system keluarga akan sangat mempengaruhi dalam
mempercepat proses penyembuhan klien.
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah Rasional :
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien dirumah
(Wijayaningsih,2015:57).
E. Strategi Pelaksanaan
Proses Keperawatan Pertemuan 1

115
1. Kondisi
a) Klien menyendiri
b) Klien menghindar dari kontak mata
c) Klien tidak dapat mempertahankan komunikasi lama
d) Klien tampak merenung di pojok ruangan
2. Diagnosa keperawatan
Risiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi
sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
(Wijayaningsih,2015:113).
STRATEGI KOMUNIKASI TINDAKAN KEPERAWATAN
A. Orientasi
1. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas, sedang apa?”.“Kenalkan nama saya Iwan setiawan, mas
bisa panggil saya bapak atau mas Iwan saja”.”Mas namanya siapa?.....o o o
Sigit Eko, senang dipanggil siapa mas?”ooooo baik mas sigit saya akan
menemani mas sigit selama 2minggu kedepan, nanti bisa cerita masalah
yang dialami mas sigit ya”. 2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan mas Sigit saat ini?.....o o kalau saya lihat mas Sigit
tampak duduk sendiri ada apa sebenarnya?”.
2. Kontrak
a) Topik
“Maukah mas Sigit bercakap-cakap tentang kejadian dirumah dan yang
menyebabkan mas widi hanya diam menyendiri, mau kan?”.
b) Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang mas? Bagaimana kalau di taman?
mau?”.
c) Waktu
“Kita akan bercakap-cakap berapa menit mas?”.”5menit saja yaaa?”
(Wijayaningsih,2015:114).
d) Kerja
“Yah sekarang coba mas Sigit ceritakan dirumah tinggal siapa
saja?”.”terus siapa lagi........bagus”.”diantara mereka siapa yang paling
dekat dengan mas? Mas sigit tadi mengatakan lebih dekta dengan ibu dan
kakak, mengapa? Apa ada sesuatu yang membuat mas sigit senang

116
dengan mereka berdua?”. “Nah sekarang diantara mereka, apakah ada
sesuatu yang mas sigit tidak suka, yang sering membuat jengkel
misalnya? Ooooo begitu, mengapa mas sigit sangat tidak
menyukainya?.....sering memarahi mas sigit?”
“apa yang dilakukan mas sigit sipaya dekat dengan orang lain? Bagus!”.
“Sekarang apa yang menyebabkan mas Sigit senang menyendiri dan
tidak mau bicara dengan orang lain? Mungkin tidak ada teman yang
sebaya dengan mas sigit? Sehigga mas sigit malas keluar rumah?”
(Wijayaningsih,2015:114).
3. Terminasi
a) Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan mas Sigit setelah kita berbincang-bincang tentang
penyebab menyendiri/tidak mau bergaul?”.
b) Evaluasi obyektif
“Jadi yang membuat mas Sigit menyendiri tadi apa saja? Tolong
ceritakan kembali?”..........yah bagus.” 3) Rencana tindak lanjut
“Baiklah mas, nanti diingat-ingat lagi yang menyebabkan enggan bergaul
dengan orang lain dan esok ceritakan kepada saya ya..”

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba


Medika. keliat, B. (2001). Gangguan Konsep Diri. Jakarta: EGC.
Stuart, G. W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier.
Wijayaningsih, K. s. (2015). Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info
Media.

Banjarmasin, November 2020

Preseptor Klinik Mahasiwa

Marlina.,S.Kep,Ns Nor Aimah

117
LAPORAN PENDAHULUAN

KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN

STASE KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

NAMA : NOR AIMAH

NPM : 2014901110062

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK 2020

118
LAPORAN PENDAHULUAN

KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN

Pathway laporan pendahuluan


Ketidakberdayaan dan Keputusasaan

Keputusasaan adalah merupakan keadaan Ketidakberdayaan didefinisikan sebagai


subjektif seorang individu yang melihat kondisi ketika individu atau kelompok
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau merasakan kurangnya control personal
pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat terhadap sejumlah kejadian atau situasi
memobilisasi energy yang dimilikinya tertentu akan mempengaruhi tujuan dan gaya
(NANDA, 2015). hidupnya (Carpenito, 2016).

Tanda Gejala Ketidakberdayaan Tanda dan Gejala Keputusasaan


1. Apatis dan pasif Adapun tanda dan gejala menurut, Keliat
2. Ansietas dan depresi (2010) adalah:
3. Marah dan perilaku kekerasan  Ungkapan klien tentang situasi kehidupan
4.Perilaku buruk dan kebergantungan tanpa harapan dan terasa hampa (“saya tidak
yang tidak memuaskan orang lain dapat melakukan”)
5. Gelisah dan cenderung menarik  Sering mengeluh dan Nampak murung.
Penyebab diri.  Nampak kurang bicara atau tidak mau
berbicara sama sekali
 Menunjukkan kesedihan, afek datar atau
Faktor presipitasi tumpul.
Faktor predisposisi Ada beberapa stressor yang dapat  Menarik diri dari lingkungan.
 Faktor Genetik menimbulkan perasaan keputusasaan  Kontak mata kurang.
 Kesehatan Jasmani adalah:  Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
 Kesehatan mental  Faktor kehilangan  Nampak selalu murung atau blue mood.
 Struktur kepribadian  Kegagalan yang terus menerus  Menunjukkan gejala fisik kecemasan
 Faktor Lingkungan (takikardia, takipneu)
 Orang terdekat ( keluarga )  Menurun atau tidak adanya selera makan
 Status kesehatan ( penyakit yang  Peningkatan waktu tidur.
diderita dan dapat mengancam  Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
jiwa)  Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
 Adanya tekanan hidup  Penurunan keterlibatan atau perhatian pada
 Kurangnya iman orang lain yang bermakna

A. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Harapan Putus harapan


Yakin Tidak berdaya
Percaya Putus asa
Inspirasi Apatis
Tetap hati Gagal dalam kehidupan
Ragu-ragu
Sedih
Depresi
Bunuh diri
B. Pohon Masalah

119
Prilaku kekerasan “Resiko bunuh diri” : Efek

Isolasi sosial Keputusasaan : Core problem

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah : Etiologi

(Keliat, 2010)
Patofisologi :
Setiap penyakit kronis dan atau erminal dapat menyebabkan atau menunjang
keputusasaan (misal : penyakit jantung, ginjal, kanker dan AIDS).
Berhubungan dengan : Kegagalan atau menyimpang kondisi fisiologis. Tanda
atau gejala baru atau tidak diharapkan dari proses penyakit sebelumnya. Nyeri,
tidak nyaman, kelemahan yang berkepanjangan. Kerusakan kemampuan fungsi
(berjalan, eliminasi, dan makan).
C. Rencana Keperawatan
I. Tujuan Keperawatan Pada Pasien
1. Tujuan Umum
Klien mampu mengekspresikan harapan positif tentang masadepan,
mengekspresikan tujuan dan arti kehidupan.
2. Tujuan Khusus : Klien mampu
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengenal masalah keputusasaannya
c) Berpartisipasi dalam aktivitas
d) Menggunakan keluarga sebagai system pendukung
II. Tindakan Keperawatan Pada Pasien
1. Bina hubungan saling percaya
a) Ucapkan salam
b) Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai
c) Jelaskan tujuan pertemuan
d) Dengarkan klien dengan penuh perhatian
e) Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya.
2. Klien mengenal masalah keputusasaannya
a) Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan perasaan
sedih/kesendirian/keputusasaannya.
b) Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap
kondisinya dengan cara pandang perawat terhadap kondisi klien.

120
c) Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung putus
asa : pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan
kurangnya partisipasi dalam aktivitas.
d) Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi
masalah, tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
e) Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini
digunakan oleh klien.
f) Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.
g) Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap
alternative.
h) Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah
factor risiko terbesar dalam ide untuk bunuh diri) : tanyakan tentang
rencana, metode dan cara bunuh diri.
3. Klien berpartisipasi dalam aktivitas
a) Identifikasi aspek positif dari dunia klien (“keluarga anda menelepon
RS setiap hari untuk menanyakan keadaanmu ?”
b) Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan rasa
putus asa.
c) Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung
pikiran dan perasaan yang positif.
d) Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien
dalam mencapai tujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi
dalam aktivitas.
III. Tindakan Keperawatan Pada Keluarga
1. Klien menggunakan keluarga sebagai system pendukung
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
 Ucapkan salam.
 Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai.
 Tanyakan nama keluarga, panggilan yang disukai, hubungan
dengan klien.
 Jelaskan tujuan pertemuan.
 Buat kontrak pertemuan.
b) Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa
klien.
c) Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu
klien mengatasi masalah dan bagaimana hasilnya.

121
d) Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien mengatasi
masalahnya.
e) Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan :
 Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi.
 Psikofarmaka yang diperoleh klien : manfaat, dosis, efek
samping, akibat bila tidak patuh minum obat.
 Cara keluarga merawat klien
 Akses bantuan bila keluarga tidak dapat mengatasi kondisi klien
(Puskesmas, RS).
D. Strategi Pelaksanaan
SP KEPUTUSASAAN
SP 1 Pasien: Mendiskusikan kegiatan positif yang dulu pernah dilakukan, dan
menulis ulang kegiatan positif yang sudah didiskusikan
1. Orientasi
Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi Bu/Pak?. Perkenalkan Saya perawat
Sayonara, senang dipanggil Nara. Nama Ibu/Bapak siapa? Wow bapak
(nama pasien). Senangnya dipanggil siapa?” Oooo bu/bapak (nama pasien).
Nah, saya datang kesini untuk membantu Ibu/Bapak menyelesaikan masalah
Ibu/Bapak “. “Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? (pasien : sedih)
”Bagaimana Bu/Pak, kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan sedih
yang Ibu / Bapak rasakan saat ini ?”. Menurut Ibu/Bapak dimana enaknya
kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat ini saja”. “Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang selama 30 menit. Apakah
Bapak/Ibubersedia ?”.
2. Kerja
“Coba Ibu/Bapak ceritakan kepada saya tentang perasaan sedih yang
Ibu/Bapak rasakan saat ini”. “ (Pasien : saya sedih sekali.... sejak jari tangan
kanan saya diamputasi, rasanya saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi....
apalagi menghidupi keluarga,untuk minum saja saya masih butuh bantuan
orang lain....). Yaaa.... saya sangat mengerti perasaan Ibu/Bapak. Sudah
berapa lama perasaan itu Ibu/Bapak rasakan? “Kalau saya boleh simpulkan,
Bapak/Ibu saat ini mengalami hal yang disebut dengan keputusasaan.
Keputusasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang itu merasa tidak ada
pilihan lain lagi untuk menyelesaikan masalahnya walaupun sebenarnya ia
masih memiliki potensi/kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
“Pak/Bu, bagaimana kalau saya memberitahukan tentang cara yang baik

122
untuk menyelesaikan masalah?” “Ada beberapa hal yang Bapak/Ibu bisal
akukan, misalnya, menceritakan masalah Bapak/Ibu kepada orang lain yang
Bapak/Ibu percaya. Dengan demikian beban yang Bapak/Ibu rasakan
setidaknya bisa berkurang. Selain itu, Bapak/Ibujugabisa mengingat atau
menuliskan kemampuan atau aspek positif yang dulu pernah Ibu/Bapak
lakukan. Coba ingat kembali apa saja hal baik yang dulu pernah bapak/ibu
lakukan. Wah....dulu ternyata bapak/ibu bisa membuat es krim yang lezat
ya. Nah buat daftar sebanyak-banyaknya kemampuan lainnya. Kegiatan
seperti ini berguna untuk membantu membangkitkan semangat dan harapan
Ibu/Bapak kembali dalam menjalani kehidupan”. Meskipun tidak dapat
membuatnya sendiri tapi ibu/bapak masih bisa mengajarkannya ke orang
lain. Tulis dan buat daftar tersebut, ini akan membuktikan bahwa ibu/bapak
masih punya banyak kemampuan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun
orang lain. Hebat..
3. Terminasi
Nah... Pak/Bu, bagaimana rasanya setelah kita berbincang-bincang tentang
masalah Ibu/Bapak tadi?”. “ Coba Ibu/Bapak menyebutkan apa sebenarnya
yang Bapak/Ibu alami saati ni ? ”. “ Coba Ibu/bapak ulangi, hal baik apa
saja yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah ?”. “Baguss ekali
Pak/Ibu”. “Baiklah Ibu/Bapak,sesuai dengan janji kita telah berbincang-
bincang selama 30 menit. Dan tadi Bapak/Ibu telah mengetahui cara untuk
menyelesaikan masalah, setelah ini, Bapak/Ibu bisa mencoba untuk mulai
menerapkannya. Bagaimana, apa Bapak/Ibu bersedia melakukannya ?”.”
Bagus sekali Pak/Bu”. Ibu/Bapak, bagaimana kalau besok kita berlatih
kegiatan membuat atau menuangkan air minum dari teko air, disini jam 9
pagi? Baiklah bu.... Saya permisi dulu. Assalamualaikum WW.
SelamatPagi.
SP 2 Pasien: Mendiskusikan kemampuan pasien dalam kegiatan sehari hari
misalnya membuat minuman untuk dirinya atau orang lain.
a) Orientasi
Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi Bu/Pak... (sebutkan nama pasien).
Masih ingat saya? Ya saya perawat Sayonara, senang dipanggil Nara. Nah
saya datang kembali untuk melanjutkan diskusi mengatasi masalah
keputusasaan terutama pasca perawatan amputasi dari RS. Bagaimana
perasaan Bapak/Ibu hari ini? Oya apakah daftar kemampuan hal positif yang
kemarin sudah selesai? Ada berapakah yang sudah disusun?” Bagus...
”Bagaimana Bu/Pak, kalau kita sekarang berlatih satu kemampuan yaitu

123
mengambil air minum yang dulu pernah dilakukan?. “Menurut Ibu/Bapak
dimana enaknya kita berlatih? Bagaimana kalau disini saja, selama 30
menit. Apakah Bapak/Ibubersedia ?”.
b) Kerja
“Coba Ibu/Bapak ceritakan kepada saya bagaimana kegiatan atau aktifitas
ibu/bapak sekarang pasca perawatan di RS? (berlatih menulis kemampuan
kegiatan yang masih bisa dilakukan seperti pada pertemuan lalu). Waah
sekarang sudah banyak hal positif yang bisa dituliskan ya... Bagus.... Nah
saat ini kita akan membantu ibu/bapak untuk berlatih aktifitas misalnya
mengoptimalkan fungsi tangan pasca perawatan. Kita akan melatih
kemampuan untuk mengambil air minum dari teko air. Nah optimis ya,
ibu/bapak akan bisa melakukannya. Nah pertama ambil gelas pelan-pelan,
lalu letakan di meja dan pegang teko air, kemudian tuangkan perlahan ke
dalam gelas. Nah air minumnya sudah siap sekarang. Yaa. Bagus...
ibu/bapak ternyata bisa melakukannya seperti saya dan orang lain juga
lakukan... Bagus sekali.
c) Terminasi
Nah... Pak/Bu, bagaimana perasaannya setelah kita berlatih kemampuan
pasca perawatan dari RS. Ternyata ibu/bapak masih bisa membuktikan
bahwa mampu melakukan seperti yang orang lain lakukan. Bagaimana
rasanya, senang...? Bagus sekali Pak/Ibu”. “Baiklah Ibu/Bapak,sesuai
dengan janji kita telah berlatih kemampuan positif pasca perawatan selama
30 menit. Dan tadi Bapak/Ibu telah berlatih kegiatan positif pasca
diamputasi. Nah setelah ini, Bapak/Ibu bisa mencoba untuk mulai
menerapkannya dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Misalnya melatih
kemampuan tangan untuk membuat minuman teh manis sendiri. Bagaimana,
apa Bapak/Ibu bersedia melakukannya?”.” Bagus sekali Pak/Bu”.
Ibu/Bapak, bagaimana kalau besok kita berlatih hal tersebut? Jam 9 saya
datang ya. Baiklah bu/pak.... Saya permisi dulu . Assalamualaikum WW.
SelamatPagi.

SP KETIDAKBERDAYAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu. Perkenalkan, nama saya Siti Sarah
Fauzia. Boleh dipanggil Sarah. Saya mahasiswa Fakultas Ilmu

124
Keperawatan yang sedang praktik di kelurahan ini Bu. Nama Ibu siapa?
Lebih senang dipanggil bagaimana?.”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini?”
c. Kontrak
“baiklah selama 1 jam ke depan kita akan berbincang-bincang tentang
apa yang dirasakan Ibu agar kita saling mengenal. Bagaimana Bu
bersedia? Tempatnya disini saja ya?”
2. Fase Kerja
“Saya perhatikan tadi Ibu terlihat sedih dan merenung, memangnya apa yang
dirasakan Ibu saat ini? O gitu pak jadi Ibu merasa tidak mampu. Pada saat apa
biasanya Ibu merasa tidakmampudengan diri sendiri? Bagaimana dengan
lingkungan sekitar Ibu, misalnya dari keluarga Ibu, adakah hal-hal yang Ibu
sukai dari mereka?Baiklah kalau begitu, sekarang bisakah Ibu sebutkan
kepada saya hal apa saja yang Ibu sukai dalam diri Ibu? Coba Ibu ingat-ingat
kembali kemampuan apa saja yang dapat Ibulakukan?Sekarang bagaimana
kalau saya membantu Ibu untuk membuat daftar hal-hal positif dan
kemampuan apa saja yang Ibu miliki. Baiklah, tadi Ibu sudah menuliskan dan
menyebutkan hal positif dan kemampuan yang dimiliki. Iya bagus sekali
pak. Disini, Ibu dapat melihat sendiri Ibumemiliki kelebihan seperti orang
lain, tapi tergantung Ibu juga, apakah ingin mengembangkan kemampuan
tersebut atau tidak. Menurut Ibu kemampuan-kemampuan tersebut perlu
dikembangkan atau tidak?Nah, setelah tadi kita menuliskan hal positif
dan kemampuan yang Ibumiliki, menurut Ibukemampuan yang mana
yang mampu untuk Ibu lakukan saat ini?. Wah iya bagus sekali merapikan
taman.”
3. Fase Terminasi
b. Evaluasi
“Bagaimana perasaan Ibu setelah tadi kita berbincang-bincang?”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Nanti Ibu dapat mempraktekkan kembali kemampuan positif yang
sudah Ibu tulis. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan
harian ya Bu?”
d. Kontrak yang akan dating
“Nah untuk hari ini sampai disini dulu. Besok kita akan bertemu lagi dan
membicarakan tentang kemampuan positif lain yang Ibu miliki.saya
pamit dulu. Assalamu alaikum”

125
DAFTAR PUSTAKA

Azis, R. (2008).Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino


Gondoutomo.
Keliat, B.A. (2010). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y., dkk.
(2016).
Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa). Jakarta: FIK UI dan
WHOStuart, G.W. (2016).Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Stuart, G.W. (2009). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Banjarmasin, November 2020

Preseptor Klinik Mahasiwa

Marlina.,S.Kep,Ns Nor Aimah

126
127

Anda mungkin juga menyukai