Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRISIS TYROID

D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Kelompok 6

Damasia Hutajulu
Farhana Irwan
Perhatian Lahagu
Sarinda Haloho
Yesi Indrayanti
Lidia Fegi

Dosen Pengajar: Ns.Agnes Marbun S.kep, M.kep

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah ini dengan judul “Krisis Tiroid ”.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas Sistem Endokrin II
Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan pihak terkait. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu baik secara
moral maupun material, terutama kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
2. Taruli Yohana Sinaga, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns, Jek Amidos Pardede, M.kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi Ners dan
sebagai Koordinator Pengajar Keperawatan Jiwa I, sekaligus Dosen pengajar
Keperawatan Jiwa I Universitas Sari Mutiara Indonesia
5. Ns. Agnes Marbun, S.Kep Selaku Dosen Pengajar Sistem Endokrin II Universitas
Sari Mutiara Indonesia
6. Ns. Laura, M.Kep Selaku Dosen Pengajar Sistem Endokrin II Universitas Sari
Mutiara Indonesia
7. Seluruh Dosen Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia
8. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, dengan demikian kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka
penyempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, akhir kata kami
mengucapkan terimah kasih.
Medan, 12 Maret 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................
1.2. Tujuan ......................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1.Defenisi ..........................................................................................
2.2. Etiologi ..........................................................................................
2.3.Patofisiologi ...................................................................................
2.4.Manifestasi Klinis ..........................................................................
2.5.Penatalakasanaan ...........................................................................
2.6. Komplikasi ....................................................................................
2.7. Pencegahan ...................................................................................
2.8. Pemeriksaan Penunjang ................................................................
2.8. Prognosis .......................................................................................

BAB IV PENUTUP
1.1. Kesimpulan .............................................................................
1.2.Saran ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi berpotensi
fatal.Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis karena
konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup
cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh demam
tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat jatuh
dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.Krisis tiroid adalah
penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2% pasien hypertiroidisme.
Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3%
dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak
ditangani dapat berakibat sangat fatal.Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid
mencapai 10-20%.Bahkan beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75%
dari populasi pasien yang dirawat inap.Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan
dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%. Karena penyakit
Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan merupakan penyakit autoimun
yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan anamnesis yang tepat sangat penting
untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena diagnosis krisis tiroid didasarkan pada
gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Hal lain yang penting diketahui adalah
bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan
pengawasan terus-menerus. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang
krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan penatalaksaannya (Sjamsuhidajat R, 2014).

1.2 Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien
thyroiditis dengan menggunakan metode proses keperawatan.
b. Tujuan khusus
1. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan thyroiditis
2. Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan anamnesa
3. Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan
4. Mampu membuat implementasi keperawatan
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
olehdemam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna.Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat
peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi
kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala
yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis.Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi
dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut.Tipikalnya terjadi pada pasien
dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh
tindakan , infeksi, atau trauma.Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah
kedaruratan medis yang disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala
hipertiroid.Hal ini dapat berakibat fatal dan mematikan. Namun jarang terjadi apabila
deteksi dini dilaksanakan dan pengobatan diberikan secepatnya (Hannafi,2012).
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana gejala-gejala dari tirotoksikosis menjadi
hebat dan disertai oleh hyperpireksia, takikardia dan kadang-kadang vomitus yang terus
menerus.

2.2 Etiologi

Etiologi krisis tiroid sampai saat ini belum banyak diketahui. Namun ada tiga
mekanisme fisiologis yang diketahui dapat mengakibatkan krisis tiroid, yaitu :
a. Pelepasan seketika hormone tiroid dalam jumlah yang besar.Pelepasan tiba-
tibahormon tiroid diduga dapat menyebabkan manifestasi hipermetabolik yang
terjadi selama krisis tiroid, namun analisis laboratorium T3 & T4 mungkin tidak
nyata dalam fenomena ini.
b. Hiperaktivitas adrenegik telah banyak diketahui bahwa hormon tiroid dan
katekolamin saling mempengaruhi satu sama lain. Walaupun masih belum pasti
apakah efek hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin
menyebabkan peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor. Namun
interaksi tiroid katekolamin dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan reaksi
kimia, meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen, meningkatkan produksi
panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status katabolik.
c. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan.Lipolisis berlebihan,
peningkatan jumlah asam lemak mengoksidasi dan menghasilkan energi panas
yang berlebih yang sulit untuk dihilangkan melalui jalan vasodilatasi. Energi ini
bukan berbentuk adenosin trifosfat pada tingkat molekuler, dan juga tidak dapat
digunakan oleh sel (Hannafi,2012).
Walaupun etiologinya belum jelas, namun terdapat beberapa faktor yang disinyalir
memicu krisis tiroid, diantaranya : infeksi, trauma, pembedahan non tiroid,
tiroidectomi, reaksi insulin, kehamilan, pemberhentian terapi anti tiroid mendadak,
hipertiroid yang tidak terdiagnosa.Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves,
goiter multinodular toksik. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid
adalah penyakit Graves.Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan
komplikasi dari operasi tiroid.Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid
selama operasi pada pasien hipertiroidisme.Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama,
atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien
mengalami penyakit Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai
adanya kanker tiroid. Krisis tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat
menyebabkan kematian.

2.3 Patofisiologi

Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas bahwa kadar hormon
tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada tirotoksikosis tanpa komplikasi,
yang memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan peningkatan hormon tiroid
di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut. Perubahan yang mendadak dan kadar
hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar protein pengikat. Hal ini terlihat pada pasca
bedah atau penyakit nontiroid sistemik. Pada penyakit nontiroid sistemik juga ditemukan
produksi penghambat ikatan hormon bebas akan meningkat. Kemungkinan lain adalah
pelepasan hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya setelah
pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebih hormon tiroid.
Meningkatnya hormon bebas menyebabkan peningkatan ambilan selular hormon tiroid.
Di pihak lain, kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan terhadap T3 dan T4 sehingga
berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem saraf adrenergik tampaknya berperan
juga, mengingat pemberian penghambat adrenergik memberikan respons yang dramatik
pada krisis tiroid.

Faktor pencetus krisis tiroid yang sering ditemukan adalah: infeksi, pembedahan (tiroid atau
nontiroid), terapi radioaktif, pewarna kontras yang mengandung yodium, penghentian obat
antitiroid, amiodaron, minum hormon tiroid, ketoasidosis diabetik, gagal jantung kongestif,
hipoglikemia, toksemia gravidarum, partus, stres emosi berat, emboli paru, cerebral vascular
accident, infark usus, trauma, ekstraksi gigi, palpasi kelenjar tiroid yang berlebihan. Noer,
2012).

2.4 Manifestasi Klinis


Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi biasanya jauh lebih
berat.
a. Demam > 370 C
b. Takikardi > 130 x/menit
c. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat
d. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai
dehidrasi,gangguan kesadaran sampai koma
e. Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti
iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat
turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun
akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum
dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan
dan kehilangan berat badan. Keluhan saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien
adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, dan jaundice.Sedangkan keluhan neurologik
mencakup gejala-gejala ansietas (paling banyak pada remaja tua), perubahan perilaku,
kejang dan koma.
f. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten
melebihi 38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC
dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain
hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan
disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal
jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium,
tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik
mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien,
tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan
goiter.Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus seorang
pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan normotensif) yang
disertai oleh sindroma disfungsi organ yang multipel, seperti asidosis laktat dan
disfungsi hati, dimana keduanya merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.
Kasus ini menunjukkan bahwa kedua sistem organ ini terlibat dalam krisis tiroid dan
penting untuk mengenali gambaran atipik ini pada kasus-kasus krisis tiroid yang
dihadapi (Leksana, Mirzanie H, 2012).

2.5 Penatalakasanaan
1) Menghambat Sintesis Hormon Tiroid
a. Koreksi Hipertiroidisme
Obat yang dipilih adalah metimasol. Metimasol diberikan dengan dosis 20 mg
tiap 4 jam (dosis total 120 mg/hari), bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal
60-100 mg
2) Menghambat Sekresi Hormon Yang telah Terbentuk
b. Obat pilihan adalah larutan kalium yodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
setiap 6 jam atau larutan Lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
c. Menghambat Konversi T4 menjadi T3 di perifer, termasuk: PTU, Ipodate atau
Ioponoat, penyekat (propanolol), kortikosteroid.
3) Menurunkan Kadar Hormon Secara Langsung.
Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan charcoal
plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional tidak
berhasil (Leksana, Mirzanie H, 2012).

2.6 Komplikasi

Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme,
kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau
terapi RAI, gangguan visual atau diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial
yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa
otot dan kelemahan otot proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi
krisis tiroid yang jarang terjadi.sSebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun
yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan
pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma
glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan
demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik
dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid
lebih dini karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan.Penting pula
untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang
atipik (Leksana, Mirzanie H, 2012).

2.7 Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah
diagnosis ditegakkan.Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan
blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk
hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7
hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan
sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri.
Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada
setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid
merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-
tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai
kembali obat dalam 3 hari setelahnya.Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini
setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis
kedua.Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif
dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien
dengan sindroma McCune-Albright).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris.Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda
karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Pada
pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan keadaan
hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil
pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu
untuk penanganan segera. Temuan biasanya mencakup peningkatan kadar T3,
T4danbentuk bebasnya, peningkatan uptake resinT3,penurunankadarTSH,dan
peningkatan uptake iodium 24 jam.
Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini jarang
terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik, seperti
peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali fosfatase,
dan bilirubin. Pada analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan
urinalisis dilakukan untuk menilai dan memonitor penanganan jangka pendek
(Hannafi,2012).

2.9 Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani.Angka kematian keseluruhan akibat
krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang
menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari
terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik (Hannafi,2012).
BAB III
KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. X DENGAN KRISIS TIRIOD

Tn. X ( 38th ) datang ke RS Sejahtera dibawa oleh istrinya dengan keluhan sesak nafas,
demam selama 3 hari, gelisah, mudah emosi dan keringat berlebihan sehingga ingin minum
terus. Tn. X juga mengatakan nyeri perut, nafsu makan ada namun merasa BB nya menurun.
Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan nyeri : skala 3, RR : 28x/m, T: 38,8oc, TD :
130/90 mmhg, HR : 101x/m BB sebelum sakit 62 Kg, saat sakit 60 kg dalam 1bln. Mual (-)
muntah (-) Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan T3 dan T4 meningkat.

A.Pengkajian Keperawatan

1. Biodata Pasien

Nama/umur : Tn.X (38 tahun)

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Suku Bangsa : Indonesia

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Nelayan

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Jl.yos sudarso

Penanggung jawab

Nama/Umur : Ny.C/ 36 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Hubungan dengan pasien : Istri

Alamat : Jl.yos sudarso


2. Riwayat Sakit dan Kesehatan

a. Keluhan Utama
keluhan sesak nafas demam selama 3 hari, gelisah, mudah emosi dan keringat
berlebih sehingga ingin minum terus, nyeri perut skala 3,RR : 28x/m, T: 38,8oc, TD :
130/90 mmhg, HR : 101x/m BB sebelum sakit 62 Kg, saat sakit 60 kg dalam 1bln.
Mual (-) muntah (-)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas, keringat berlebih, demam T : 38,8oc, cemas, RR : 28x/m, TD : 130/90
mmhg, HR : 101x/m
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang sama seperti saat ini.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang sama dengan klien.

3. Pemeriksaan Fisik :

a. Keadaan Umum :
Kesadaran : Compos Mentis
TTV : TD :130/90 mmHg RR : 28x/m HR : 101x/m Suhu : 38,8°C
b. Kepala
 Kulit : Tampak bersih
 Rambut : Persebaran merata,warna hitam,tidak lembab dan sedikit berminyak
 Muka :Tidak terdapat lesi dan edema, bersih dan simetris
 Mata :
a. Konjungtiva : anemis (-) Pucat (+)
b. Sclera : edema (-) Kuning (-) mormal ()
c. Pupil : isokor
d. Palpebra :-
e. Lensa : Bening (+) keruh (-)
f. Visus : tidak ada gangguan
g. Buta warna : klien tidak buta warna
 Hidung : bersih,tidak ada polip dan tidak ada secret
 Mulut :
a. Gigi : bersih, caries (-) tidak menggunakan gigi palsu
b. Bibir : stomatitis (-) mukosa lembab (-) kering (+)
 Telinga : bersih, tidak ada secret
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugulari
 Tenggorokan : Tidak ada nyeri telan dan pembesaran tonsil

c. Abdomen

1. Inspeksi :
 Bentuk : Bundar
 Tepi perut : normal
 Bendungan : Tidak terdapat bendungan vena
 Asites : Tidak terdapat asites
2. Perkusi :
 kuadran kanan tidak terdengar pekak pada hepar
 Kuadran kiri atas terdengar timpani pada gaster
3. Palpasi :
 Nyeri : ada, skala 3
 Massa/benjolan : Tidak terdapat massa kuadran

d. Musculoskeletal

1. Ektremitas superior :
a. Kekuatan otot ka/ki : 5/5
b. ROM ka/ki : penuh
c. Capillary refile : < 2 detik
d. Pitting edema : kurang dari 4 detik
e. Akral : hangat
2. Ektremitas inferior :
a. Kekuatan otot ka/ki : 5/5
b. ROM ka/ki : penuh
c. Capillary refile : < 2 detik
d. Pitting edema : <4 detik
e. Akral : hangat
f. Tidak terdapat oedem pada ektremitas inferior

B.Analisa Data

Syntom Etiologi Problem


DO: Klien Mengatakan Hiperaktivitas
Adrenegik
sesak nafas
DO: RR : 28x/m Metabolisme energy
Pola nafas tidakefektif
meningkat
berhubungan dengan
Penggunaan O2 meningkat
hiperventilasi
hiperventilasi

Sesak

Pola Napas tidak efektif


DS:Klien mengatakan Pelepasan seketika hormone
gelisah tiroid dalam jumlah yang
besar
DO: Klien tampak
gelisah,pucat, TD : 130/90 Peningkatan T3 dan T4
mmhg, HR : 101x/m
Perangsangan jantung
Resiko Penurunan Curah
Jantung
Takikardia

Amplitude tekanan darah


meningkat

Gelisah

Penurunan Curah Jantung


DS:Klien mengatakan Hiperaktivitas
demam Adrenegik

DO: T : T: 38,8oc
Metabolisme energy
Hipertermi berhubungan
meningkat
dengan hipermetabolisme
Metabolism panas meningkat

Hipertermi

Peningkatan suhu tubuh


DS : Klien mengatakan Hiperaktivitas
Adrenegik
keringat berlebih, dan rasa
ingin minum Metabolisme energy Resiko Kekurangan volume
DO : klien tampak pucat meningkat cairan berhubungan dengan

Perubahan neurologik kehilangan volume cairan


akibat hipermetabolisme
Berkeringat berlebih

Resiko Kekurangan Cairan


Tubuh/ Dehidrasi

DIAGNOSA

1. Pola nafas tidakefektif berhubungan dengan hiperventilasi


2. Hipertermi berhubungan dengan hipermetabolisme
3. Resiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
akibat hipermetabolisme
4. Resiko Penurunan Curah Jantung

C. Intervensi

Diagnosa keperawatan Intervensi (NIC) Implementasi


Pola nafas tidakefektif Mandiri 1. Memantau kecepatan,
berhubungan dengan 1. Pantau kecepatan, irama, irama, kedalaman, dan
hiperventilasi kedalaman, dan upaya upaya pernapasan.
Tujuan : pola pernapasan. Mengkaji pola napas
napas kembali 2. Posisikan pasien untuk klien dan perubahan
efektif dalam semi fowler yang terjadi
waktu 2x 24 jam 3. Ajarkan klien/keluarga 2. Memposisikan klien
Kriteria hasil : untuk teknik relaksasi dengan nyaman / semi
RR normal 16- 4. Pantau adanya sianosis fowler
20x/ menit 3. Ajarkan klien/keluarga
Tidak ada retraksi Kolaborasi untuk teknik relaksasi
otot bantu Penggunaan alat bantu 4. Kolaborasi dengan
pernapasan pernapasan seperti nasal kanul dokter untuk
Napas pendek menentukan pemberian
tidak ada Evaluasi obat
Pantau pola napas pasien
Hipertermi berhubungan Mandiri 1. Memberikan kompres
dengan hipermetabolisme 1. Berikan kompres air biasa air biasa
Tujuan : suhu pada aksila, kening, leher 2. Melepaskan pakaian
akan kembali dan lipatan paha. yang berlebihan dan
normal dalam 2. Lepaskan pakaian yang tutupi pasien dengan
waktu 1x 24 jam berlebihan dan tutupi pakaian yang tipis
Kriteria hasil : pasien dengan pakaian 3. Memberikan asupan
suhu normal 36,50 yang tipis cairan intravena.
– 37,5 0C 3. Berikan asupan cairan 4. Memberikan obat anti
Nadi dan intravena. piretik sesuai kebutuhan
pernapasan dalam 5. Memberikan selimut
rentan normal Kolaborasi dingin
(N= 60-80x/menit, 1. Berikan obat anti piretik
RR= 16- sesuai kebutuhan
24x/menit) 2. Berikan selimut dingin
Perubahan warna
kulit tidak ada, Evaluasi
Keletihan tidak 1. Pantau suhu minimal
tampak setiap 2 jam sekali, sesuai
kebutuhan
2. Pantau adanya aktivitas
kejang
Pantau hidrasi secara teratur
(turgor kulit dan kelembapan
membran mukosa)
Resiko Kekurangan Mandiri 1. memantau Input –
volume cairan 1. Pantau Input – Output, Output, frekuensi
berhubungan dengan frekuensi kehilangan kehilangan cairan
kehilangan volume cairan cairan 2. Memantau status
akibat hipermetabolisme 2. Pantau status hidrasi hidrasi
Tujuan : Volume 3. Kaji Orientasi terhadap 3. mengkaji Orientasi
cairan kembali orang, tempat dan waktu terhadap orang, tempat
normal dalam dan waktu
waktu 1x 24 jam Kolaborasi 4. Kolaborasi dalam
Kriteria hasil : 1. Manajemen Cairan pemberian cairan dan
Tidak ada tanda Pantau hidrasi secara teratur obat-obatan
dehidrasi (turgor kulit dan kelembapan
membran mukosa)
Resiko Penurunan Curah Mandiri 1. Memantau tekanan
Jantung 1. Pantau tekanan darah darah secara teratur
Tujuan: secara teratur 2. Mengauskultasi bunyi
menunjukan curah 2. Auskultasi bunyi jantung, jantung, perhatikan
jantung yang perhatikan adanya bunyi adanya bunyi jantung
optimal jantung tambahan, adanya tambahan, adanya
Kriteria Hasil: irama gallop dan murmur irama gallop dan
HR normal 60- sistolik murmur sistolik
100x/mennit 3. Observasi tanda dan 3. mengobservasi tanda
Menunjukkan gejala haus yang hebat, dan gejala haus yang
perbaikan perfusi mukosa membran kering, hebat, mukosa
jaringan nadi lemah, pengisian membran kering, nadi
kapiler lambat, lemah, pengisian
penururnan produksi urine kapiler lambat,
penururnan produksi
Kolaborasi urine
1. Berikan cairan melalui IV 4. Memberikan cairan
sesuai indikasi melalui IV sesuai
2. Berikan obat sesuai indikasi
indikasi (digoksin, 5. Memberikan obat
propanol) sesuai indikasi
3. Berikan oksigen sesuai (digoksin, propanol)
indikasi 6. Memberikan oksigen
4. Lakukan pemantauan sesuai indikasi
terhadap EKG secara 7. Melakukan pemantauan
teratur terhadap EKG secara
Sarankan klien untuk tirah teratur
baring dan batasi aktivitas Menyarankan klien untuk
yang tidak perlu tirah baring dan batasi
aktivitas yang tidak perlu
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh demam
tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna. Etiologi
yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus toksik).
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid
yang menyebabkan hipermetabolisme berat.

Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris.Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda
karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis.Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis, sekresi, dan aksi
perifer hormon tiroid.Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk
menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ.Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-75%. Namun, dengan
diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.

4.2 Saran

Diharapkan siswa dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan


pada klien thyroiditis dengan menggunakan metode proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 2014. Hal 932

Noer S, Hannafi dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. FKUI, Jakarta, 2012. Hal
766 – 72

Leksana, Mirzanie H. Chirurgica. Tosca Enterprise. Yogyakarta, 2012.

Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 – NANDA


International

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan:


Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai