D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Kelompok 6
Damasia Hutajulu
Farhana Irwan
Perhatian Lahagu
Sarinda Haloho
Yesi Indrayanti
Lidia Fegi
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah ini dengan judul “Krisis Tiroid ”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas Sistem Endokrin II
Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan pihak terkait. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu baik secara
moral maupun material, terutama kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
2. Taruli Yohana Sinaga, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns, Jek Amidos Pardede, M.kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi Ners dan
sebagai Koordinator Pengajar Keperawatan Jiwa I, sekaligus Dosen pengajar
Keperawatan Jiwa I Universitas Sari Mutiara Indonesia
5. Ns. Agnes Marbun, S.Kep Selaku Dosen Pengajar Sistem Endokrin II Universitas
Sari Mutiara Indonesia
6. Ns. Laura, M.Kep Selaku Dosen Pengajar Sistem Endokrin II Universitas Sari
Mutiara Indonesia
7. Seluruh Dosen Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia
8. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, dengan demikian kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka
penyempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, akhir kata kami
mengucapkan terimah kasih.
Medan, 12 Maret 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................
1.2. Tujuan ......................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1.Defenisi ..........................................................................................
2.2. Etiologi ..........................................................................................
2.3.Patofisiologi ...................................................................................
2.4.Manifestasi Klinis ..........................................................................
2.5.Penatalakasanaan ...........................................................................
2.6. Komplikasi ....................................................................................
2.7. Pencegahan ...................................................................................
2.8. Pemeriksaan Penunjang ................................................................
2.8. Prognosis .......................................................................................
BAB IV PENUTUP
1.1. Kesimpulan .............................................................................
1.2.Saran ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien
thyroiditis dengan menggunakan metode proses keperawatan.
b. Tujuan khusus
1. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan thyroiditis
2. Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan anamnesa
3. Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan
4. Mampu membuat implementasi keperawatan
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
olehdemam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna.Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat
peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi
kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala
yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis.Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi
dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut.Tipikalnya terjadi pada pasien
dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh
tindakan , infeksi, atau trauma.Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah
kedaruratan medis yang disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala
hipertiroid.Hal ini dapat berakibat fatal dan mematikan. Namun jarang terjadi apabila
deteksi dini dilaksanakan dan pengobatan diberikan secepatnya (Hannafi,2012).
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana gejala-gejala dari tirotoksikosis menjadi
hebat dan disertai oleh hyperpireksia, takikardia dan kadang-kadang vomitus yang terus
menerus.
2.2 Etiologi
Etiologi krisis tiroid sampai saat ini belum banyak diketahui. Namun ada tiga
mekanisme fisiologis yang diketahui dapat mengakibatkan krisis tiroid, yaitu :
a. Pelepasan seketika hormone tiroid dalam jumlah yang besar.Pelepasan tiba-
tibahormon tiroid diduga dapat menyebabkan manifestasi hipermetabolik yang
terjadi selama krisis tiroid, namun analisis laboratorium T3 & T4 mungkin tidak
nyata dalam fenomena ini.
b. Hiperaktivitas adrenegik telah banyak diketahui bahwa hormon tiroid dan
katekolamin saling mempengaruhi satu sama lain. Walaupun masih belum pasti
apakah efek hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin
menyebabkan peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor. Namun
interaksi tiroid katekolamin dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan reaksi
kimia, meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen, meningkatkan produksi
panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status katabolik.
c. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan.Lipolisis berlebihan,
peningkatan jumlah asam lemak mengoksidasi dan menghasilkan energi panas
yang berlebih yang sulit untuk dihilangkan melalui jalan vasodilatasi. Energi ini
bukan berbentuk adenosin trifosfat pada tingkat molekuler, dan juga tidak dapat
digunakan oleh sel (Hannafi,2012).
Walaupun etiologinya belum jelas, namun terdapat beberapa faktor yang disinyalir
memicu krisis tiroid, diantaranya : infeksi, trauma, pembedahan non tiroid,
tiroidectomi, reaksi insulin, kehamilan, pemberhentian terapi anti tiroid mendadak,
hipertiroid yang tidak terdiagnosa.Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves,
goiter multinodular toksik. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid
adalah penyakit Graves.Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan
komplikasi dari operasi tiroid.Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid
selama operasi pada pasien hipertiroidisme.Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama,
atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien
mengalami penyakit Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai
adanya kanker tiroid. Krisis tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat
menyebabkan kematian.
2.3 Patofisiologi
Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas bahwa kadar hormon
tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada tirotoksikosis tanpa komplikasi,
yang memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan peningkatan hormon tiroid
di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut. Perubahan yang mendadak dan kadar
hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar protein pengikat. Hal ini terlihat pada pasca
bedah atau penyakit nontiroid sistemik. Pada penyakit nontiroid sistemik juga ditemukan
produksi penghambat ikatan hormon bebas akan meningkat. Kemungkinan lain adalah
pelepasan hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya setelah
pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebih hormon tiroid.
Meningkatnya hormon bebas menyebabkan peningkatan ambilan selular hormon tiroid.
Di pihak lain, kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan terhadap T3 dan T4 sehingga
berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem saraf adrenergik tampaknya berperan
juga, mengingat pemberian penghambat adrenergik memberikan respons yang dramatik
pada krisis tiroid.
Faktor pencetus krisis tiroid yang sering ditemukan adalah: infeksi, pembedahan (tiroid atau
nontiroid), terapi radioaktif, pewarna kontras yang mengandung yodium, penghentian obat
antitiroid, amiodaron, minum hormon tiroid, ketoasidosis diabetik, gagal jantung kongestif,
hipoglikemia, toksemia gravidarum, partus, stres emosi berat, emboli paru, cerebral vascular
accident, infark usus, trauma, ekstraksi gigi, palpasi kelenjar tiroid yang berlebihan. Noer,
2012).
2.5 Penatalakasanaan
1) Menghambat Sintesis Hormon Tiroid
a. Koreksi Hipertiroidisme
Obat yang dipilih adalah metimasol. Metimasol diberikan dengan dosis 20 mg
tiap 4 jam (dosis total 120 mg/hari), bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal
60-100 mg
2) Menghambat Sekresi Hormon Yang telah Terbentuk
b. Obat pilihan adalah larutan kalium yodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
setiap 6 jam atau larutan Lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
c. Menghambat Konversi T4 menjadi T3 di perifer, termasuk: PTU, Ipodate atau
Ioponoat, penyekat (propanolol), kortikosteroid.
3) Menurunkan Kadar Hormon Secara Langsung.
Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan charcoal
plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional tidak
berhasil (Leksana, Mirzanie H, 2012).
2.6 Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme,
kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau
terapi RAI, gangguan visual atau diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial
yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa
otot dan kelemahan otot proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi
krisis tiroid yang jarang terjadi.sSebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun
yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan
pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma
glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan
demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik
dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid
lebih dini karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan.Penting pula
untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang
atipik (Leksana, Mirzanie H, 2012).
2.7 Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah
diagnosis ditegakkan.Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan
blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk
hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7
hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan
sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri.
Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada
setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid
merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-
tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai
kembali obat dalam 3 hari setelahnya.Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini
setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis
kedua.Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif
dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien
dengan sindroma McCune-Albright).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris.Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda
karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Pada
pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan keadaan
hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil
pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu
untuk penanganan segera. Temuan biasanya mencakup peningkatan kadar T3,
T4danbentuk bebasnya, peningkatan uptake resinT3,penurunankadarTSH,dan
peningkatan uptake iodium 24 jam.
Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini jarang
terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik, seperti
peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali fosfatase,
dan bilirubin. Pada analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan
urinalisis dilakukan untuk menilai dan memonitor penanganan jangka pendek
(Hannafi,2012).
2.9 Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani.Angka kematian keseluruhan akibat
krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang
menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari
terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik (Hannafi,2012).
BAB III
KASUS
Tn. X ( 38th ) datang ke RS Sejahtera dibawa oleh istrinya dengan keluhan sesak nafas,
demam selama 3 hari, gelisah, mudah emosi dan keringat berlebihan sehingga ingin minum
terus. Tn. X juga mengatakan nyeri perut, nafsu makan ada namun merasa BB nya menurun.
Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan nyeri : skala 3, RR : 28x/m, T: 38,8oc, TD :
130/90 mmhg, HR : 101x/m BB sebelum sakit 62 Kg, saat sakit 60 kg dalam 1bln. Mual (-)
muntah (-) Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan T3 dan T4 meningkat.
A.Pengkajian Keperawatan
1. Biodata Pasien
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Nelayan
Penanggung jawab
a. Keluhan Utama
keluhan sesak nafas demam selama 3 hari, gelisah, mudah emosi dan keringat
berlebih sehingga ingin minum terus, nyeri perut skala 3,RR : 28x/m, T: 38,8oc, TD :
130/90 mmhg, HR : 101x/m BB sebelum sakit 62 Kg, saat sakit 60 kg dalam 1bln.
Mual (-) muntah (-)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas, keringat berlebih, demam T : 38,8oc, cemas, RR : 28x/m, TD : 130/90
mmhg, HR : 101x/m
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang sama seperti saat ini.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang sama dengan klien.
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan Umum :
Kesadaran : Compos Mentis
TTV : TD :130/90 mmHg RR : 28x/m HR : 101x/m Suhu : 38,8°C
b. Kepala
Kulit : Tampak bersih
Rambut : Persebaran merata,warna hitam,tidak lembab dan sedikit berminyak
Muka :Tidak terdapat lesi dan edema, bersih dan simetris
Mata :
a. Konjungtiva : anemis (-) Pucat (+)
b. Sclera : edema (-) Kuning (-) mormal ()
c. Pupil : isokor
d. Palpebra :-
e. Lensa : Bening (+) keruh (-)
f. Visus : tidak ada gangguan
g. Buta warna : klien tidak buta warna
Hidung : bersih,tidak ada polip dan tidak ada secret
Mulut :
a. Gigi : bersih, caries (-) tidak menggunakan gigi palsu
b. Bibir : stomatitis (-) mukosa lembab (-) kering (+)
Telinga : bersih, tidak ada secret
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugulari
Tenggorokan : Tidak ada nyeri telan dan pembesaran tonsil
c. Abdomen
1. Inspeksi :
Bentuk : Bundar
Tepi perut : normal
Bendungan : Tidak terdapat bendungan vena
Asites : Tidak terdapat asites
2. Perkusi :
kuadran kanan tidak terdengar pekak pada hepar
Kuadran kiri atas terdengar timpani pada gaster
3. Palpasi :
Nyeri : ada, skala 3
Massa/benjolan : Tidak terdapat massa kuadran
d. Musculoskeletal
1. Ektremitas superior :
a. Kekuatan otot ka/ki : 5/5
b. ROM ka/ki : penuh
c. Capillary refile : < 2 detik
d. Pitting edema : kurang dari 4 detik
e. Akral : hangat
2. Ektremitas inferior :
a. Kekuatan otot ka/ki : 5/5
b. ROM ka/ki : penuh
c. Capillary refile : < 2 detik
d. Pitting edema : <4 detik
e. Akral : hangat
f. Tidak terdapat oedem pada ektremitas inferior
B.Analisa Data
Sesak
Gelisah
DO: T : T: 38,8oc
Metabolisme energy
Hipertermi berhubungan
meningkat
dengan hipermetabolisme
Metabolism panas meningkat
Hipertermi
DIAGNOSA
C. Intervensi
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh demam
tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna. Etiologi
yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus toksik).
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid
yang menyebabkan hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris.Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda
karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis.Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis, sekresi, dan aksi
perifer hormon tiroid.Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk
menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ.Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-75%. Namun, dengan
diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.
4.2 Saran
Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 2014. Hal 932
Noer S, Hannafi dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. FKUI, Jakarta, 2012. Hal
766 – 72