Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP DASAR LANSIA


2.1.1 Definisi Lansia
Usia lanjut adalah seseorang yang usianya sudah tua yang merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan. Sedangkan menurut Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1998 dikutip dari buku karangan Yusuf (2015)
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke
atas. 

2.1.2 Klasifikasi
Dikutip dari buku karangan Yusuf (2015) usia lanjut diklasifikasikan oleh
World Health Organization  (WHO)  , yaitu  sebagai berikut:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45–59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) : 60–74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) : 75–90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun

2.1.3 Teori Proses Menua


Menurut Yusuf (2015) Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses
penuaan, yaitu sebagai berikut.
1. Teori Biologi
a. Teori genetik dan mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul-molekul (DNA) dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah
mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel). Teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen
dan menentukan jalannya penuaan.
b. Teori nongenetik
1) Teori rantai silang (cross link)
Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia
mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan jaringan yang kaku
pada proses penuaan. Sel yang tua atau usang menyebabkan
ikatan reaksi kimianya menjadi lebih kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas,
kekacauan, dan hilangnya fungsi.
2) Teori fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, yang terdiri
atas teori oksidasi stres dan pemakaian dan rusak (wear and
tear theory).
3) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(terpakai).
4) Reaksi dari kekebalan sendiri (autoimmune theory)
Metabolisme di dalam tubuh memproduksi suatu zat khusus.
Saat dijumpai jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat khusus, maka jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit.
5) Teori immunology slow virus
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada
jaringan limfoid mengakibatkan tidak adanya keseimbangan di
dalam sel T sehingga produksi antibodi dan kekebalan
menurun.
6) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
7) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas. Tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi
oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein.
Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori sosial
a. Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Pokok-pokok interaksi sosial adalah sebagai berikut
1) Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya
mencapai tujuan masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang
memerlukan biaya.
4) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah
terjadinya kerugian.
5) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan
olehnya.

b. Teori penarikan diri


Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan menurunnya derajat
kesehatan mengakibatkan seseorang lanjut usia secara perlahan
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan ganda
(triple loss), yaitu sebagai berikut
1) Kehilangan peran (loss of role).
2) Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).
3) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores
and values).

c.  Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk.
(1972) yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
pada bagaimana seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin. Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan.

d. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus
kehidupan lanjut usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut
usia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan
seseorang ternyata tak berubah walaupun ia menjadi lanjut usia

3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus
berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
a. Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s
hierarchy of human needs)
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi dalam lima
tingkatan mulai dari yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman,
kasih sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu
aktualisasi diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan kebutuhan
tersebut. Menurut Maslow, semakin tua usia individu maka
individu akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika
individu telah mencapai aktualisasi diri, maka individu tersebut
telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat
yang ada di dalamnya, otonomi, kreatif, independen, dan hubungan
interpersonal yang positif.

b. Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)


Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua
yaitu ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lanjut
usia cenderung introvert. Dia lebih suka menyendiri seperti
bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang sukses adalah jika
dia bisa menyeimbangkan antara sisi introvert dan ekstrovertnya,
tetapi lebih condong ke arah introvert. Dia senang dengan dirinya
sendiri, serta melihat orang dan bergantung pada mereka.

c. Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth


stages of life)
Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai
individu adalah integritas ego vs menghilang (ego integrity vs
disappear). Jika individu tersebut sukses mencapai tugas
perkembangan ini, maka dia akan berkembang menjadi individu
yang arif dan bijaksana. Namun jika individu tersebut gagal
mencapai tahap ini, maka dia akan hidup penuh dengan
keputusasaan.

d. Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation


with compensation)
Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen
yaitu sebagai berikut.
1) Seleksi
Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan
maka mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan
terhadap aktivitas sehari-hari.
2) Optimalisasi
Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih
dimilikinya untuk meningkatkan kehidupannya.
3) Kompensasi
Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena
proses penuaan diganti dengan aktivitas lain yang mungkin bisa
dilakukan dan bermanfaat bagi lanjut usia.

2.2 KONSEP OSTEOPOROSIS


2.2.1 Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan
penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. (setiyohadi, 2006).
Sedangkan menurut Rosyidi (2013) Osteoporosis adalah suatu keadaan
dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit volume,sehingga
tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma
minimal .

2.2.2 Patofisiologi Osteoporosis


Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa
tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Genetic, nutrisi pilihan gaya hidup
(misalnya merokok, konsumsi kafein dan alkohol) dan aktifitas fisik
mempengaruhu puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera
setelah tercapainya puncak massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat
menopause dan pada oofrektomi mengakibatkan percepatan resorpsi tulang
dan berlangsung terus secara tahun-tahun pascamenopause. Akibatnya,
insiden osteoporosis lebih rendah pada pria.
Faktor nutrisi memengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting
untuk absorbs kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Asupan
kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun
mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.
Bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen (dari sumber
luar) dapat menyebabkan osteoporosis. Kostikosteroid berlebihan, sindrom
Cushing, hipertiroidise, dan hiperparatiroidisme menyebabkan kehilangan
tulang. Derajad osteoporosis berhubungan dengan dursi kortikosteroid.
Ketika terapi dihentikan atau metabolism telah diatasi, perkembangan
osteoporosis akan berhenti namun retorasi kehilangan massa tulang
biasanya tidak terjadi.

Keadaan medis penyerta (misalnya sindom malabsobsi, intoleransi laktosa,


penyalahgunaan alcohol, gagal ginjal, gagal hepar, dan gangguan endokrin)
mempengaruhi pertubuhan osteoporosis. Obat-obatan (mis. Isoniazid,
heparin, tetraksilin, antasida yang mengandung aluminium, forusemide,
antikonvulsan, kostikosteoid, dan suplemen tiroid) mempengaruhu
penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium. Imobilitas penyumbang dan
perkembangan osteoporosis. Pembentukan tulang dipercepat dengan adanya
stress berat badan dan aktifitas otot. Ketika diimobilisasi dengan gips,
paralisis, atau inaktifitas umum, tulang akan diresopsi lebih cepat dari
pembentukannya dan terjadilah osteoporosis.

2.2.3 Etiologi Osteoporosis


Etiologi Osteoporosis secara garis besarnya dikelompokan ke dalam 3
kategori :
1. Penyebab primer    : menopause, usia lanjut, penyebab lain yang tidak
diketahui.
2. Penyebab sekunder: pemakaian Obat kortikosteroid, gangguan
metabolism, gizi buruk, penyerapan yang buruk, penyakit tulang
sumsum, gangguan fungsi ginjal, penyakit hepar, penyakit paru kronis,
cedera urat saraf belakang, rematik, transplasi organ.
3. Penyebab secara kausal: Osteoporosis juga dapat dikelompokan
berdasarkan penyebab penyakit atau keadaan dasarnya :
 Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kurangnya hormon
estrogen (hormon utama pada perempuan ), yang membantu
pengangkutan kalsium ke- dalam tulang pada perempuan. Biasanya
gejala timbul pada peempuan yang berusia antara 51 – 75 tahun,
tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Tidak semua
perempuan memiliki risiko yang sama untuk menderita
osteoporosis postmenopausal, perempuan kulit putih dan daerah
timur lebih rentan menderita penyakit ini daripada kulit hitam.
 Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari
kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang ( osteoklas )
dan pembentukan tulang baru ( osteoblas ). Senilis berarti bahwa
keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut yaitu terjadi pada orang –
orang berusia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering pada
perempuan.
 Kurang dari 5 % klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat –
obatan. Penyakit ini disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan
kelainan hormonal ( terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal ) serta
obat – obatan ( misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan
hormone tiroid yang berlebihan ). Pemakaian alcohol yang
berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini.
 Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak – anak dan
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormone yang
normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuh yang jelas.  
Faktor-faktor etiologi yang mempengaruhi pengurangan massa tulang
pada usia lanjut adalah :
a. Determinan Massa Tulang
 Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat
kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup
besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia
bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat
(terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur
karena osteoporosis. Semakin terang kulit, semakin tinggi risiko
terkena osteoporosis. Karena itu, ras eropa utara (swedia, norwegia,
denmark) dan asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis
dibanding ras kulit hitam. Ras afrika memiliki massa tulang lebih
padat di banding ras kulit putih amerika. Mereka juga mempunyai
otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar.
Ditamabah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada
ras afrika.
 Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping
faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang
dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada
hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang.
Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik
Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar
dan juga massa tulang yang besar.

Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan


dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya
terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada
otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus
istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang
diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di
sampihg faktor genetic.

 Faktor makanan dan hormon


Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai
maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas
kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan
pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.

b. Determinan Penurunan Massa Tulang


 Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar.
Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai
sebagai ukuran tulang normal. Setiap seseorang mempunyai
ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya serta beban
mekanis dan besar badannya. Apabila seseorang dengan tulang
yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang
(osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka seseorang
tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada
seseorang yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.

 Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang
terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan
dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa
ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi 
hormonal. Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun dengan
bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi
beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya   usia.

 Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia,
terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi
yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause,
dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak,
akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif,
sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya
juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada
hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause
keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah.
Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25
mg kalsium sehari.

 Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan
mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.  Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama
makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka
fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin.
Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein
berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negative.

 Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.

 Rokok, kopi dan Alkohol


Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok
terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi
kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun
tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan. Individu  dengan alkoholisme mempunyai
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi
lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui
dengan pasti.

c. Osteoporosis akibat pemakaian steroid


Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang.
Sindroma Cushing relatif jarang dilaporkan. Setelah pemakaian steroid
semakin meluas untuk pengobatan pelbagai kondisi penyakit, efek
samping yang cukup serius semakin sering diamati. Diperkirakan,
antara 30% sampai 50% pengguna steroid jangka panjang mengalami
patah tulang (atraumatic fracture), misalnya di tulang belakang atau
paha. Penelitian mengenai osteoporosis akibat pemakaian steroid
menghadapi kendala karena pasien-pasien yang diobati tersebut
mungkin mengalami gangguan sistemik yang kompleks. Misalnya,
klien artritis rheumatoid dapat mengalami penipisan tulang (bone loss)
akibat penyakit tersebut atau karena pemberian steroid. Risiko
osteoporosis dipengaruhi oleh dosis dan lama pengobatan steroid,
namun juga terkait dengan jenis kelamin dan apakah klien sudah
menopause atau belum. Penipisan tulang akibat pemberian steroid
paling cepat berlangsung pada 6 bulan pertama pengobatan, dengan
rata-rata penurunan 5% pada tahun pertama, kemudian menurun
menjadi 1%-2% pada tahun-tahun berikutnya. Dosis harian prednison
7,5 mg per hari atau lebih secara jelas meningkatkan pengeroposan
tulang dan kemungkinan fraktur. Bahkan prednison dosis rendah (5 mg
per hari) telah terbukti meningkatkan risiko fraktur vertebra.

2.2.4 Jenis Osteoporosis


Bila di sederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis
primer dan sekunder.
1. Osteoporosis primer 
adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses
penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat
utama karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis
sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut
merupakan contoh dari osteoporosis primer.
2. Osteoporisis sekunder 
didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal
tertentu. mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu
termasuk kelainan endokrin, epek samping obat obatan,
immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas
tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat
faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan
hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik,
hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-
lain.
3. Osteoporosis Kausal 
juga dapat dikelompokan berdasarkan penyebab penyakit atau keadaan
dasarnya :
 Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kurangnya hormon
estrogen (hormon utama pada perempuan), yang membantu
pengangkutan kalsium ke- dalam tulang pada perempuan. Biasanya
gejala timbul pada peempuan yang berusia antara 51 – 75 tahun,
tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Tidak semua
perempuan memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, perempuan kulit putih dan daerah timur lebih
rentan menderita penyakit ini daripada kulit hitam.
 Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari
kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang ( osteoklas )
dan pembentukan tulang baru ( osteoblas ). Senilis berarti bahwa
keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut yaitu terjadi pada orang –
orang berusia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering pada
perempuan.
 Kurang dari 5 % klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat –
obatan. Penyakit ini disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal ( terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal ) serta obat –
obatan ( misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan
hormone tiroid yang berlebihan ). Pemakaian alcohol yang
berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini.
 Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak – anak dan
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormone yang normal,
kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuh yang jelas.  
2.2.5 Manifestasi Klinis
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat
fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:
2. Nyeri timbul mendadak
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di t4 tidur
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan  dan akan bertambah oleh
karena melakukan aktivitas
6. Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan

2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Radiologi
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks
dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral
dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyao nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur
vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
 Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang
nyata.
 Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct).
 Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
 Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya

2.2.7 Penatalaksanaan Medis


Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :
1. Pengobatan
Perempuan yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium
dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi dan Bifosonat juga
digunakan untuk mengobati osteoporosis. Perempuan pascamenopause
yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen ( biasanya
bersama dengan progesterone) atau alendronat, yang dapat
memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Sebelum terapi sulih
estrogen dilakukan,biasanya dilakukan pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan payudara dengan mammogram, pemeriksaan kandungan,
serta PAP smear untuk mengetahui apakah ada kanker atau tidak. Terapi
ini tidak di anjurkan pada perempuan yang pernah mengalami kanker
payudara dan kanker kandungan (ndometrium).
Pemberian alendronat, yang berfungsi untuk :
a. Mengurangi kecepatan penghancuran tulang pada perempuan pasca
menopause.
b. Meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul.
c. Mengurangi angka kejadian patah tulang.
d. Pemberian Kalsitonin, untuk diberikan kepada orang yang menderita
patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan
melalui suntikan atau melalui semprot hidung.
e. Laki – laki yang menderita osteoporosis biasanya menapatkan
kalsium dan tambahan vitamin D
f. Pemberian Nutrilife-deer Velvet merupakan alternative terkini yang
bisa mengatasi osteoporosis. Nutrilife-deer Velvet yang terbuat dari
tanduk Rusa Merah New Zealand, terbukti bermanfaat untuk
mencegah osteoporosis dan telah digunakan selama lebih dari 10.000
tahun oleh China, Korea, dan Rusia. Obat ini mengandung delapan
factor pertumbuhan, prostaglandin, asam lemak, asam amino, dan
komponen dari kartilago, dan dosisnya 1x1/kapsul 1 hari.
g. Pengobatan patah Tulang pada Osteoporosis. Patah tulang panggul
biasanya di atasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang
pergelangan biasanya digips atau di perbaiki dengan pembedahan.
Jika terjadi penipisan tulang belakang disertai nyeri panggung yang
hebat, dapat di berikan obat pereda nyeri, di pasang supportive back
brace, dan dilakukan terapi fisik dengan mengompres bagian yang
nyeri dengan menggunakan air hangat atau dingin selama 10 – 20
menit.
h. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat
meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid
anabolic
i. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat
resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

2. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:
1) Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2) Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar
seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :  
 Makanan Tinggi protein             
 Minum kopi
 Minum Antasida yang              
 Merokok
 Mengandung Alumunium             
 Minum Alkohol       
2.2.8 Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh
dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi
fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum
femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan
tangan .Penurunan fungsi, dan Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan klien yang dapat diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
1. Anamnesa
a) Identitas
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
2) Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b) Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu
mengidentifikasi :
 Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah),
leher,dan pinggang
 Berat badan menurun
 Biasanya diatas 45 tahun
 Jenis kelamin sering pada wanita
 Pola latihan dan aktivitas

c) Pola aktivitas sehari-hari


Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi,
dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan
individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat
mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia
memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi
tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks
antara saraf dan muskuloskeletal. Beberapa perubahan yang
terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah
agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan
stamina menurun.
d) Aspek penunjang
 Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang
yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis.
Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi
yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula
transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
 CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow
up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasanya tidak
menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan
mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3  ada pada hampir semua
klien yang mengalami fraktur.
 Pemeriksaan Fisik
 B1 (Breathing).
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan
tulang belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan
suara ronki.
 B2 ( Blood).
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi
keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer
memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat.
 B3 ( Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang
lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
1. Kepala dan wajah: ada sianosis
2. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis.
3. Leher: Biasanya JVP dalam normal
 B4 (Bladder).
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan.
 B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi
namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta
bau feses.
 f. B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis.
Klien osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus
(dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat
badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang,
leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang
sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan
lumbalis 3.

2.3.2 Diagnosa
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur
vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang,
mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic
pada vertebra, klien tampak meringis.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi
sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau
fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan
terdapat penurunan tinggi badan.
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan
skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau
gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang
belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan
terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit
atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf
pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air
besar susah dan keras.
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai
dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien
tampak gelisah

2.3.3 Intervensi
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur
vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang.
Tujuan : nyeri berkurang
Intervensi :
1) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk
nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)
2) Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi
rasa nyerinya
3) Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi
progresif, latihan nafasa dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
teraupetik
4) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi

2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder


akibat   perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru
Tujuan : klien mampu melakukan mobilitas fisik
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
2) Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang
aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan
3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara
bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan


skeletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan : cedera tidak terjadi
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien
pada tempat tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan
klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi
2) Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga
dan mengangkat beban berat
3) Pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi
vertebra pada klien osteoporosis
4) Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan

4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan


gerak
Tujuan : perawatan diri klien terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan
2) Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah
pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau
keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran dengan
tangkai pemegang
3) Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu
bagian aktivitas sebelum beralih ke tingkatan lebih lanjut

5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan


ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau
terapi
Tujuan : klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan
pada situasi diri
Intervensi :
1) Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai
bagaimana klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya
2) Hindari kritik negative
3) Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien
6. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi
Tujuan : klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program
terapi
Intervensi :
1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
2) Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya    osteoporosis
3) Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan
obat

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas Ba 1 2 3
    Tugas Ba 1 2 3
    Dokumen10 halaman
    Tugas Ba 1 2 3
    auliya ulfa
    Belum ada peringkat
  • Asam Urat
    Asam Urat
    Dokumen29 halaman
    Asam Urat
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen28 halaman
    Bab 2
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Resiko Jatuh
    Leaflet Resiko Jatuh
    Dokumen3 halaman
    Leaflet Resiko Jatuh
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Intervensi
    Intervensi
    Dokumen2 halaman
    Intervensi
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen24 halaman
    Bab 2
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Standar Operasional Prosedur
    Standar Operasional Prosedur
    Dokumen4 halaman
    Standar Operasional Prosedur
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Proposal Yesi
    Proposal Yesi
    Dokumen13 halaman
    Proposal Yesi
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Leaflet
    Leaflet
    Dokumen2 halaman
    Leaflet
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Daftar pustaka HIV/AIDS
    Daftar pustaka HIV/AIDS
    Dokumen2 halaman
    Daftar pustaka HIV/AIDS
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Leaflet
    Leaflet
    Dokumen2 halaman
    Leaflet
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Anemia Kehamilan
    Anemia Kehamilan
    Dokumen16 halaman
    Anemia Kehamilan
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    lidia fegi simodede
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Hipertensi
    Kuesioner Hipertensi
    Dokumen2 halaman
    Kuesioner Hipertensi
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • SOP Senam Ibu Hamil
    SOP Senam Ibu Hamil
    Dokumen3 halaman
    SOP Senam Ibu Hamil
    Maya Sari Lingga
    100% (1)
  • Masalah Keperawatan Komunitas
    Masalah Keperawatan Komunitas
    Dokumen3 halaman
    Masalah Keperawatan Komunitas
    nita
    Belum ada peringkat
  • Standar Operasional Prosedur
    Standar Operasional Prosedur
    Dokumen4 halaman
    Standar Operasional Prosedur
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Format Penilaian Tindakan Nebulizer 1
    Format Penilaian Tindakan Nebulizer 1
    Dokumen1 halaman
    Format Penilaian Tindakan Nebulizer 1
    ka k
    Belum ada peringkat
  • Nama Alat Medis
    Nama Alat Medis
    Dokumen13 halaman
    Nama Alat Medis
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Analisa Proses Interaksi
    Analisa Proses Interaksi
    Dokumen17 halaman
    Analisa Proses Interaksi
    ilham thohir
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen8 halaman
    Kasus
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Kasus Anak
    Kasus Anak
    Dokumen15 halaman
    Kasus Anak
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Bab III Koping
    Bab III Koping
    Dokumen6 halaman
    Bab III Koping
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen8 halaman
    Kasus
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat
  • Jhdfgyy
    Jhdfgyy
    Dokumen2 halaman
    Jhdfgyy
    Maya Sari Lingga
    Belum ada peringkat