Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN MASALAH PERFORASI GASTROINTESTINAL


RUANG IGD RSUD dr LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun Oleh :
Siti Listiyowati
1608055

PROGRAM PENDIDIKAN NERS VII


STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2017
Laporan Pendahuluan Perforasi Gastrointestinal
Ruang IGD RSUD dr.Loekmono Hadi Kudus

Nama : Siti Listiyowati


NIM : 1608055
Tanggal : 4 Mei 2017

A. PENGERTIAN
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri
dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis) (Mansjoer, 2010).
Tukak gaster/perforasi gaster adalah luka pada lapisan perut. Tukak gaster
dapat diobati Sebagian kecil dari tukak ini mungkin menjadi kanker (McCoy, 2010).
Tukak gaster merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi
dengan dasar tukak ditutupi debris (Tarigan, 2001).

B. ETIOLOGI
Etiologi dari perforasi gastrointestinal menurut Darmawan & Rahayuningsih (2010) yaitu
1. Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma tertusuk
pisau) Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan pada
anak-anak dibandingkan orang dewasa.
2. Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin,dan natrium diclofenac) serta
golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya deksametason dan prednisone. Sering
ditemukan pada orang dewasa.
3. Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akut, divertikulosis akut,
dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.
4. Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum perforasi usus
pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir yang buruk.
5. Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh ERCP dan
colonoscopy.
6. Fungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin
mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus akut dan
kronik dan obstruksi usus.
7. Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai komplikasi menjadi
perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada pasien ini sering
tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai membaik.
8. Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan colitis
ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada pasien dengan Crohns
disease.
9. Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.
10. Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau limphoma
11. Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya dapat
berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan perforasi usus.
12. Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi
oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan
sepsis.

C. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinis dari perforasi gastrointestinal menurut Suratun & Lusianah
(2010) adalah :
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan disertai nausea,
vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam dan mengigil.

D. PATOFISIOLOGI
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme lainnya
karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada resiko
kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana pun juga mereka yang
memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada resiko kontaminasi peritoneal pada
perforasi gaster. Kebocoran asam lambung kedalam rongga peritoneum sering
menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan
mengenai rongga peritoneum, peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang
bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara
peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut. Mikrobiologi dari usus kecil berubah
dari proksimal samapi ke distalnya. Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari
usus kecil dimana, pada bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh
bakteri aerob.
(E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi
intra abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal. Adanya bakteri di
rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ-
organ visceral cenderung melokalisir proses peradangan, mengahasilkan phlegmon (ini
biasanya terjadi pada perforasi kolon). Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu
memfasilisasi tumbuhnya bakteri anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari
granulosit, yang mana mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit,
degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan
pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran absces
pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan
shock.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah :
1. Foto polos abdomen pada posisi berdiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas,
yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung.
3. CT-scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto
rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi
dini perforasi gaster
(Suratun dan Lusianah, 2010).

G. PENATALAKSANAAN
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
perforasi umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
Penderita yang gasternya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah :


1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2. Koreksi penyebab peritonitis
3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi
leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi gaster).
4. Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah
eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini
dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat
peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan
antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan perforasi gaster.
5. Gambaran patologis dan klinis konsisten dengan overdistensi mekanik daripada iskemia
sebagai penyebab perforasi. Tanda dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan
gejala akut abdomen disertai sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan abdominal adanya
distensi abdominal yang signifikan. Vomitus adalah gejala yang tidak konsisten.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut:
1. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2. Kegagalan luka operasi, Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada
setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :

Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
Terapi kortikosteroid
Obesitas
Batuk yang berat
Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3. Abses abdominal terlokalisasi
4. Kegagalan multiorgan dan syok septic :
Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi
sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif
dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat),
takikardi, dan kolaps sirkuler.
Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :
Hilangnya tonus vasomotor
Peningkatan permeabilitas kapiler
Depresi myokardial
Pemakaian leukosit dan trombosit
Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin dan
prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler
Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari gram-
positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.
Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH
Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan
kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi
oleh mukosa gaster Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi
postoperatif. Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan
predisposisi delirium postoperatif:
Usia lanjut
Ketergantungan obat
Demensia
Abnormalitan metabolik
Infeksi
Riwayat delirium sebelumnya
Hipoksia
Hipotensi Intraoperatif/postoperative

KONSEP PROSES KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN PRIMER

Anda mungkin juga menyukai