Anda di halaman 1dari 12

PERAN PENTING PENYULUHAN EFEKTIF MENGGUNAKAN MEDIA KIE DALAM

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HIPERTENSI SECARA DINI

Oleh:
Teresia Nirma Ningsi, A.Md, Kep.
NIP. 19751221 201001 2 006

ABSTRAK
Hipertensi adalah penyakit yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.
Cakupan hipertensi penduduk berusia di atas 18 tahun di provinsi NTT pada tahun 2017 meningkat
mencapai 23.3%. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menyebarluaskan informasi bagaimana
upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit hipertensi yang dapat dilakukan secara mandiri
dengan lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan faktor-faktor
penyebabnya, melalui penyuluhan yang dilakukan Puskesmas Oemeu dalam menurunkan angka
prevalensi hipertensi. Metode yang digunakan yaitu studi kepustakaan dari makalah, buku dengan
memaparkan data dari penanggungjawab program PTM, promotor kesehatan, penanggungjawab
program prolanis, kader dan penderita hipertensi. Pada upaya advokasi Puskesmas hanya
melakukan advokasi kepada pemerintah Desa dan baru mendapatkan dukungan dari segi SDM.
Jika dilihat dari aspek promosi kesehatan, media KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)
berupa leaflet dan lembar balik belum memenuhi syarat media KIE yang baik, dan kegiatan
penyuluhan yang belum disertai praktik langsung. Kualifikasi dan kuantitas tenaga surveilans
belum maksimal, serta dari monitoring evaluasi masih belum dilakukan monitoring evaluasi faktor
risiko hipertensi. Maka dari itu Puskesmas Oemeu perlu meningkatkan upaya advokasi kepada
lintas sektor agar menerapkan model kemitraan yang lebih efektif, memaksimalkan penggunaan
media dan metode KIE, pelatihan kader, penguatan jejaring puskesmas, penyesuaian tenaga
surveilans serta penguatan sistem monitoring evaluasi agar pengurangan prevalensi hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Oemeu dapat berjalan efektif.

I. PENDAHULUAN
Hingga saat ini penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia.
Hampir 17 juta orang meninggal lebih awal setiap tahun akibat epidemi global penyakit
degeneratif (WHO [World Health Organization]). Fakta mencengangkan, ternyata epidemi global
ditemukan lebih buruk di banyak negara dengan pendapatan nasional rendah dan sedang, di mana
80% kematian penyakit degeneratif terjadi di beberapa negara tersebut. Penyakit degeneratif
merupakan penyakit tidak menular yang berlangsung kronis seperti penyakit jantung, hipertensi,
diabetes, kegemukan dan lainnya. Penyakit kardiovaskuler yang utama yaitu penyakit jantung
koroner dan hipertensi (Handajani, 2010). Penyakit tidak menular adalah salah satu masalah
kesehatan yang menjadi perhatian global maupun nasional pada saat ini. Data WHO tahun 2018
menunjukan bahwa penyakit tidak menular membunuh 41 juta orang setiap tahunnya, setara
dengan 71% dari semua kematian secara global. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM
akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang
paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu PTM
yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi sering diistilahkan
dengan the silent killer karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya
menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Kerusakan organ target
akibat komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan
lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Organ-organ tubuh yang
menjadi target antara lain otak, mata, jantung, ginjal, dan dapat juga berakibat kepada pembuluh
darah arteri perifer (P2PTM Kemenkes RI, 2019; Padila, 2012). Hipertensi menjadi penyebab
kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Menurut data WHO tahun 2015, hipertensi
membunuh kurang lebih 8 juta orang diseluruh dunia dan 1,5 juta orang yang ada di Asia Tenggara
setiap tahunnya (WHO, 2019). Adanya peningkatan umur harapan hidup, urbanisasi dan
perubahan sosial ekonomi di negara berkembang menyebabkan adanya perubahan gaya hidup dan
berakibat pada peningkatan prevalensi penyakit tidak menular khususnya hipertensi (Kisjanto et.
al., 2005).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi
hipertensi secara nasional merupakan yang tertinggi mencapai 31,7%, (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2009), sedangkan pada tahun 2013 walaupun terjadi penurunan, prevalensi
hipertensi di Indonesia pada penduduk usia 18 tahun ke atas masih tinggi yaitu 25,8 %
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014), namun demikian data Riskesdas tahun 2018,
menunjukkan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk berusia lebih
dari 18 tahun keatas menurut provinsi adalah sebesar 34,1% tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019). Di Indonesia, ancaman hipertensi tidak boleh
diabaikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kian hari penderita hipertensi yang semakin meningkat.
Namun sayangnya dari jumlah total penderita hipertensi tersebut, baru sekitar 50 persen yang
terdeteksi. Dan diantara penderita tersebut hanya setengahnya yang berobat secara teratur. Bagi
golongan masyarakat tingkat atas hipertensi benar-benar telah menjadi momok yang menakutkan
(Sutanto, 2010).
Hipertensi merupakan penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat sekitar dan penyakit
ini sangat beresiko karena bisa menyebabkan komplikasi bagi penderitanya. Hipertensi atau
tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah melewati batas normal sistolik
140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih pada 2 kali pengukuran dalam waktu
selang 2 menit (Wicaksana et al., 2019). Hipertensi juga dapat didefenisikan sebagai gangguan
pada system peredaran darah, yang cukup mengganggu kesehatan masyarakat. Pada umumnya,
terjadi pada manusia yang sudah berusia setengah umur, diatas 40 tahun, (Gunawan, 2008).
Hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini, terjadinya
gagal jantung serta penyakit gangguan otak. Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan
hidup seseorang, sering disebut sebagai the killer disease karena merupakan penyakit pembunuh,
dimana penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi, sehingga penderita datang
berobat setelah timbul kelainan organ akibat hipertensi. Hipertensi juga dikenal sebagai

2
heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur,
sosial, dan ekonomi. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi, dan
globalisasi memunculkan sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kesakitan
hipertensi (DirJen Pengendalian PTM, 2006). Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi
walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi primer atau istilah lainnya esensial adalah
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya beberapa faktor resiko yang dapat mempengaruhi
seperti usia, jenis kelamin, genetic, merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak, aktivitas fisik dan
obesitas. Sedangkan hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat diketahui seperti adanya
kelainan pembuluh darah pada ginjal, hipertiroid dan gangguan pada kelenjar adrenal
(hiperaldosteroisme) (Nurhaedah, 2018). Hipertensi selain dipengaruhi oleh faktor genetik, juga
tidak dapat dipisahkan dengan adanya perubahan gaya hidup (Kisjanto et al., 2005).
Penderita hipertensi berisiko besar mengalami stroke, serangan jantung, gagal ginjal dan
kematian (Sustrani, 2005). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi hipertensi
pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7%, tersebut dengan insiden
komplikasi penyakit kardiovaskuler lebih banyak pada perempuan yaitu 52% dibandingkan laki-
laki yaitu 48% (DepKes RI, 2009).
Hipertensi dapat dikontrol dengan berbagai upaya menjaga gaya hidup. Hal ini dapat tercapai
jika pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan dan perawatan hipertensi baik. Saat ini
kementerian kesetahan berupaya meningkatkan promosi kesehatan melalui komunikasi, informasi,
dan edukasi. Pemberian informasi dan edukasi pada masyarakat dapat melalui berbagai cara. Salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah penyampaian informasi dan edukasi kesehatan (Nuraeni,
2017). Salah satu solusi untuk menekan kejadian hipertensi ini dapat dilakukan dengan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat melalui penyuluhan menggunakan media KIE.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kejadian hipertensi mempunyai kaitan erat dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Hal
ini terjadi karena pada orang yang obesitas, maka jumlah jaringan lemaknya mengalami
peningkatan. Seperti halnya bagian tubuh yang lainnya, jaringan ini juga tergantung pada oksigen
dan zat makanan dari darah supaya tetap hidup. Dengan meningkatnya kebutuhan oksigen dan dan
zat-zat makanan maka jumlah darah yang beredar juga meningkat. Makin banyak darah yang
melalui arteri makin besar pula tekanan terhadap dinding arteri (Sheps, SG, 2002).
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Hipertensi
esensial/primer adalah penyebab hipertensi yang tidak diketahui. Penyebab ini biasanya bersifat
asimtomatik (tanpa gejala) dan kebanyakan kasus terdeteksi pada pemeriksaan rutin. Dalam jurnal
hipertensi pada remaja disebutkan bahwa hipertensi essensial tercatat lebih dari 80% sebagai
penyebab hipertensi pada usia remaja (Saing, 2016) dan juga terdapat penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa hipertensi esensial/primer ini banyak terjadi saat usia remaja (Kher, 1992).

3
Faktor-faktor hipertensi ada yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol:
a. Faktor yang dapat dikontrol: Faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol pada
umumnya berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan. Faktor-faktor tersebut antara
lain:
1) Kegemukan (Obesitas):
Hasil penelitian, mengungkapkan bahwa orang yang kegemukan mudah terkena
hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun mempunyai resiko
terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita langsing pada usia yang
sama. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas
lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak mengalami obesitas. Meskipun
belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti
bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat badan normal.
2) Kurang olahraga:
Orang yang kurang aktif melakukan olahraga pada umumnya cenderung mengalami
kegemukan dan akan menaikkan tekanan darah. Dengan olahraga kita dapat
meningkatkan kerja jantung. Sehingga darah bisa dipompa dengan baik ke seluruh
tubuh.
3) Konsumsi garam berlebihan:
Sebagian masyarakat kita sering menghubungkan antara konsumsi garam berlebih
dengan kemungkinan mengidap hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat
penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap
hipertensi adalah melalui peningkatan volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan
darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan
garam sehingga kembali pada kondisi keadaan sistem hemodinamik (pendarahan)
yang normal. Pada hipertensi primer (esensial) mekanisme tersebut terganggu, di
samping kemungkinan adanya faktor lain yang berpengaruh.
4) Merokok dan mengkonsumsi alkohol:
Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan selain dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah, nikotin dapat
menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Mengkonsumsi alkohol
juga membahayakan kesehatan karena dapat meningkatkan sintesis katekholamin.
Adanya katekholamin memicu kenaikan tekanan darah.
5) Stres:
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Jika ketakutan, tegang
atau dikejar masalah maka tekanan darah kita dapat meningkat. Tetapi pada
umumnya, begitu kita sudah kembali rileks maka tekanan darah akan turun kembali.
Dalam keadaan stres maka terjadi respon sel-sel saraf yang mengakibatkan kelainan
pengeluaran atau pengangkutan natrium. Hubungan antara stres dengan hipertensi
diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja ketika beraktivitas) yang

4
dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi. Hal tersebut belum terbukti secara
pasti, namun pada binatang percobaan yang diberikan stres memicu binatang tersebut
menjadi hipertensi. Ternyata setelah ditelusuri, banyak orang yang mengartikan
konsumsi garam adalah garam meja atau garam yang sengaja ditambahkan dalam
makanan saja. Pendapat ini sebenarnya kurang tepat karena hampir semua makanan
mengandung garam natrium termasuk didalamnya bahan-bahan pengawet makanan
yang digunakan. Natrium dan klorida adalah ion utama cairan ekstraseluler.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya kembali, cairan intraseluler harus
ditarik keluar sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010)
b. Faktor yang tidak dapat dikontrol
1) Keturunan (Genetika):
Hasil penelitian, mengungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua yang
salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai resiko lebih
besar untuk terkena hipertensi dari pada orang yang kedua orang tuanya normal
(tidak menderita hipertensi). Namun demikian, bukan berarti bahwa semua yang
mempunyai keturunan hipertensi pasti akan menderita penyakit hipertensi. Faktor
keturunan memang memiliki peran yang besar terhadap munculnya hipertensi. Hal
tersebut terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak
terjadi pada kembar monozigot (berasal dari satu sel telur) dibanding heterozigot
(berasal dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang termasuk orang yang mempunyai
sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan tidak melakukan penanganan atau
pengobatan maka ada kemungkinan lingkungannya akan menyebabkan hipertensi
berkembang dan dalam waktu sekitar tigapuluhan tahun akan mulai muncul tanda-
tanda dan gejala hipertensi dengan berbagai kompilkasinya.
2) Jenis kelamin:
Pria pada umumnya lebih terserang hipertensi dibandingkan dengan wanita. Hal ini
disebabkan pria banyak mempunyai faktor yang mendorong terjadinya hipertensi
seperti kelelahan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan, pengangguran dan
makan tidak terkontrol. Biasanya wanita akan mengalami peningkatan resiko
hipertensi setelah masa menopause.
3) Umur:
Semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga
semakin besar. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya
interaksi dari berbagai faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Hilangnya
elastisitas jaringan dan arterosklerosis serta pelebaran pembuluh darah adalah faktor
penyebab hipertensi pada usia tua (Sutanto, 2010). Pada umumnya hipertensi pada

5
pria terjadi diatas usia 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah berumur 45
tahun (Sutanto, 2010).
Usaha mencegah timbulnya hipertensi adalah dengan cara menghindari faktor-faktor
pemicunya. Namun sebagaimana telah diuraikan diatas, faktor-faktor pemicu hipertensi ada 2 yaitu
faktor-faktor yang bisa dikontrol (meliputi obesitas, kurang aktifitas, konsumsi garam berlebihan,
merokok dan konsumsi alkohol, stress) serta faktor-faktor yang tidak bisa dikontrol (seperti
keturunan, jenis kelamin dan umur). Pada intinya, cara terbaik untuk menghindari tekanan darah
tinggi adalah dengan mengadopsi pola hidup sehat seperti aktif berolah raga, mengatur diet (rendah
garam, rendah kolesterol dan lemak jenuh) serta mengupayakan perubahan kondisi (menghindari
stress dan mengobati penyakit).
a) Mengatasi obesitas dan mengontrol berat badan Bagi penderita obesitas, pertama harus
mengupayakan mengatasi obesitasnya. Karena selain berisiko akan terkena hipertensi,
penderita obesitas juga berisiko terkena penyakit-penyakit lainnya. Bagi yang belum
obesitas, penting sekali untuk mengontrol berat badan. Berat badan yang berlebihan akan
membebani kerja jantung. Cara terbaik mengontrol berat badan adalah dengan
mengurangi makanan yang mengandung lemak dan melakukan olah raga secara teratur.
b) Mengatur pola makan (diet sehat dan mengurangi asupan garam) Pola makan yang sehat
dengan gizi yang seimbang sangat penting dilakukan dalam usaha mengontrol tekanan
darah. Gunakan garam dapur (natrium klorida) secukupnya dan yang beryodium.
Konsumsilah makanan segar dan kurangi konsumsi makanan yang diawetkan. Dalam
makanan yang diawetkan seringkali kita menemukan bahan makanan yang diawetkan
mengandung zat-zat aditif makanan berbasis natrium. Sebagaimana dikutip dari
American Heart Association (Sodium and Blood Pressure, 1996). Berikut ini merupakan
senyawa-senyawa natrium yang lazim ditambahkan pada makanan pada saat pemrosesan
dan memasak:
(1) Garam (natrium klorida):
Biasa disebut sebagai garam dapur yang digunakan saat memasak atau di meja.
Seringkali juga digunakan dalam pengalengan dan pengawetan makanan seperti
ikan asin, ikan pindang.
(2) Monosodium glutamat (MSG):
Biasa disebut juga dengan vetsin, merupakan penyedap (penguat) rasa yang
menimbulkan efek meningkatkan rasa gurih pada makanan, digunakan di rumah
atau di restoran, juga pada makanan dalam kemasan, makanan kaleng maupun
makanan beku.
(3) Soda kue (natrium bikarbonat):
Umumnya digunakan sebagai pengembang roti dan cake.
(4) Baking powder:
Merupakan campuran antara soda kue, tepu sagu dan suatu asam. Umumnya
digunakan untuk mengembangkan roti dan cake

6
(5) Dinatrium fosfat:
Ditemukan pada sereal (ataupun makanan olahan) cepat saji dan keju yang diproses
(6) Natrium alginate:
Umumnya digunakan pada susu coklat olahan (kemasan) dan es krim untuk
mendapatkan adonan yang halus
(7) Natrium benzoat:
Digunakan sebagai pengawet pada beragam saus dan salad dressing
(8) Natrium hidroksida (Soda Api):
Digunakan dalam pemrosesan makanan untuk melunakkan dan melepaskan kulit
buah zaitun yang masak dan juga buah-buahan dan sayuran tertentu.
(9) Natrium nitrat:
Digunakan untuk pengawetan daging dan sosis. Natrium propionat Digunakan pada
keju yang dipasteurisasi dan pada roti dan cake tertentu untuk menghambat
tumbuhnya jamur.
(10) Natrium sulfit:
Digunakan untuk memutihkan buah tertentu (misalnya maraschino cherries) dan
manisan buah-buahan yang harus diberi pewarna buatan, digunakan sebagai
pengawet pada beberapa buah-buahan kering (misal buah prune).
c) Menghindari stress:
Suasana yang nyaman dan tenang mutlak diperlukan dalam hidup ini. Menjauhkan diri
dari hal-hal yang membuat stress akan mengurangi resiko terkena hipertensi. Oleh karena
itu perlu mencoba berbagai metode relaksasi yang dapat mengontrol sistem saraf yang
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah.
d) Memperbaiki gaya hidup:
Gaya hidup yang kurang sehat seperti, kebiasaan merokok dan minum minuman
beralkohol adalah contoh gaya hidup yang kurang sehat. Sebaiknya menghentikan
merokok dan minum minuman beralkohol untuk mencegah hipertensi.
e) Mengontrol tekanan darah:
Hipertensi perlu dideteksi lebih dini. Pemeriksaan secara rutin dan berkala penting
dilakukan melalui Posbindu.
f) Melakukan aktifitas fisik dan Olahraga:
Meningkatkan aktivitas fisik Olahraga dan latihan fisik secara teratur terbukti dapat
menurunkan tekanan darah ke tingkat normal dan menurunkan resiko serangan
hipertensi 50% lebih besar dibanding orang yang tidak aktif melakukan olah raga.
g) Mengobati penyakit:
Adanya penyakit-penyakit tertentu, dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Usaha yang
dapat dilakukan adalah dengan mengobati penyakit tersebut agar tidak menimbulkan
komplikasi hipertensi, sehingga tidak semakin memperburuk kesehatannya (Sutanto,
2010).

7
Penanganan hipertensi yang tidak tepat akan beresiko terhadap timbulnya komplikasi akibat
hipertensi yang diderita seperti, gagal jantung, infark miokard, angina pectoris, Cerebral Vascular
Accident (CVA) dan stroke (Suswitha dan Arindari, 2021). Hipertensi menjadi faktor resiko utama
untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan
penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi
tersebut. Hipertensi yang tidak diidentifikasi secara dini dan tidak mendapakan pengobatan yang
memadai akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup
sebesar 10-20 tahun (Nuraini, 2015).
Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung atau tidak langsung melalui saluran
komunikasi kepada penerima pesan untuk mendapatkan tanggapan. Tanggapan (respon) diperoleh
karena telah terjadi penyampaian pesan yang dimengerti oleh masing-masing pihak. Informasi
adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan yang perlu diketahui masyarakat (pesan yang
disampaikan) dan dimanfaatkan seperlunya. Edukasi adalah: sesuatu kegiatan yang mendorong
terjadinya penambahan pengetahuan, perubahan sikap, perilaku dan ketrampilan
seseorang/kelompok secara wajar.
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau
informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik melalui media cetak, elektronika
(berupa radio, TV, komputer dan sebagainya) dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat
meningkatkan pengetahuannya yang kemudian diharapkan menjadi perubahan pada perilaku ke
arah positif di bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2005).
Banyaknya faktor resiko hipertensi, berbagai cara pencegahan dan penangannya di atas
seharusnya dapat sampai ke masyarakat sehingga upaya mencegah timbulnya peningkatan
hipertensi dapat berhasil. Oleh karenanya peran penyuluhan melalui meda KIE sangat penting
untuk dikembangkan.

III. PEMBAHASAN
Hasil penelusuran pustaka menunjukkan bahwa pada tahun 2013 saja, 42 juta anak-anak di
bawah usia 5 mengalamai kelebihan berat badan atau obesitas. Di negara-negara berkembang
tingkat kenaikan kelebihan berat badan dan obesitas pada kanak-kanak sudah lebih dari 30% lebih
tinggi dari negara-negara maju (WHO.Int, 2015). Di Indonesia secara nasional masalah gemuk
pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8 % (Riskesdas, 2013). Obesitas disebabkan oleh
pemasukan jumlah makan yang lebih besar dari pada pemakaiannya oleh tubuh sebagai energi
(Surudarma, 2017). Kenyataan ini menunjukkan bahwa salah satu faktor pemicu penyakit
hipertensi yaitu obesitas (terlebih pada usia dini tersebut) merupakan bahaya tersembunyi yang
saat ini telah terjadi. Selanjutnya penanganan Obesitas salah satunya yaitu melalui pola makan
sehat dengan metode food rules yaitu: (1) Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan
normal. Pengurangan kalori berkisar 200–500 kalori sehari, (2) Diet seimbang dengan komposisi
karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein cukup untuk tumbuh kembang normal (15-20%),
dan (3) Diet tinggi serat untuk membantu pengaturan berat badan (Sjarief et al., 2014). Dari sisi
penanganan obesitas ini saja tentunya tingkat pemahaman masyarakat dapat sangat berbeda-beda,

8
berhubungan dengan tingkat pendidikan dan nilai sosial (misalnya pola makan sehat adalah yang
berlemak tinggi [enak], atau anak/badan yang sehat adalah bila badannya gemuk berisi). Kondisi
ini merupakan tantangan yang besar untuk penanganannya dan oleh karenanya memerlukan peran
penyuluhan melalui media KIE yang efektif.
Dalam upaya mengurangi asupan natrium perlu mengenalkan kepada masyarakat jenis-jenis
garam natrium (sodium) yang umumnya digunakan sebagai bahan tambahan pada produk makanan
olahan seperti telah dikemukakan pada Bab II. Selain itu juga dalam upaya mengurangi asupan
natrium melalui konsumsi makanan kemasan, maka masyarakat perlu memahami informasi
tentang natrium pada label makanan, serta istilah-istilah yang sering digunakan yang berkaitan
dengan natrium dalam kemasan makanan (Sheps, 2002), antara lain:
a) Sodium-free atau salt free artinya bebas natrium atau bebas garam. Setiap porsi
mengandung natrium kurang dari 5 mg.
b) Very low sodium berarti kadar natriumnya sangat rendah. Setiap porsi mengandung 35
mg natrium atau kurang.
c) Low sodium berarti kadar natrium rendah. Setiap porsi mengandung 140 mg natrium
atau kurang.
d) Reduced or less sodium. Berarti natrium kurang. Produk ini mengandung natrium
setidaknya 25% lebih sedikit ketimbang produk normalnya.
e) Lite or light in sodium. Umumnya mengandung sedikit natrium. Kandungan natrium
dikurangi 50% dari versi biasa.
f) Unsalted atau no salted added. Tanpa garam tidak ada penambahan garam dalam
pemrosesan makanan yang biasanya mengandung garam. Namun ada juga makanan
yang menggunakan label ini tetapi kadungan natrium tetap tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa pelabelan pada produk makanan belum tentu benar, oleh
karenanya peran pengawasan makanan secara ketat oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan
Makanan) perlu ditingkatkan. Selanjutnya yaitu alat, bahan, dan metode penyampaian informasi
tentang diet asupan natrium ini tentunya perlu dikaji secara lebih mendalam mengingat faktor
penyebab hipertensi tidak hanya obesitas, tetapi boleh jadi lebih karena pada asupan natrium yang
berlebihan, mengingat (1) adanya kebiasaan masyarakat mengkonsumsi garam berlebihan saat
makan, (2) mengkonsumsi makanan dengan kadar garam tinggi (ikan asin, produk makanan
olahan), (3) belum diketahui secara pasti berapa tingkat asupan natrium selain dari garam dapur
oleh masyarakat melalui pemakaian MSG, ataupun produk pangan olahan mengandung natrium.
Umumnya penderita hipertensi datang berobat setelah mengalami gejala yang akut. Perlunya
menekankan kepada masyarakat untuk memperbaiki gaya hidup, melalui penyuluhan-penyuluhan.
Gaya hidup yang kurang sehat seperti, kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol adalah
contoh gaya hidup yang kurang sehat.
Melalui kegiatan mengontrol tekanan darah, hipertensi dapat dideteksi lebih dini oleh
karenanya pemeriksaan secara rutin dan berkala penting dilakukan melalui Posbindu. Peran
pemerintah perlu ditingkatan untuk meningkatkan aktivitas fisik olahraga dan latihan fisik secara
teratur bagi masyarakat bersamaan dengan kegiatan posbindu. Mengingat telah terbukti bahwa

9
olah raga (aktifitas fisik) dapat menurunkan tekanan darah ke tingkat normal dan menurunkan
resiko serangan hipertensi 50% lebih besar dibanding orang yang tidak aktif melakukan olah raga.
Terlebih selama ini bidang olah raga oleh pemerintah seakan-akan hanya merupakan bagian
kegiatan yang diprioritaskan bagi kaum muda, melalui kementerian pemuda dan olahraga.
Kasus hipertensi meningkat tidak hanya di perkotaan, tetapi juga sampai ke pelosok. Dalam
melakukan kegiatan pelayanan untuk mengatasi stress pada masyarakat peran pemerintah sangat
diperlukan, mengingat: (1) memerlukan konselor kejiwaan, (2) Minimnya tenaga konselor menjadi
permasalahan saat ini, (3) Masih banyaknya masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan,
dan (4) Konsultasi professional memerlukan biaya.
Dalam menunjang semua kegiatan yang dilakukan di atas maka peran penyuluhan dengan
menggunakan media KIE (Komunikasi dan Informasi Elektronik) perlu ditunjang oleh SDM
dalam hal ini baik penyuluh maupun kader pada tingkat posbindu yang mumpuni. Oleh karenanya
perlunya mengembangkan kemampuan teknis dari SDM tersebut melalui pelatihan-pelatihan
ataupun bimbingan teknis. Selain itu perlu juga melakukan penelitian apakah dengan
menggunakan media KIE masyarakat sudah cukup memehami, atau perlu dikembangkan alat
peraga yang lebih sederhana mengingat tingkat adopsi masyarakat saat ini terhadap pengetahuan
berbeda-beda, terlebih kaum usia lanjut.
Melakukan pengobatan bagi hipertensi sebaiknya adalah upaya yang terakhir, mengingat:
(1) pengobatan dapat menimbulkan efek samping, (2) tingginya potensi hipertensi pada kaum
muda yang belum bergejala tetapi mengalami faktor risiko, (3) olah raga (senam bersama)
misalnya bersamaan dengan kegiatan posbindu adalah kegiatan yang menyenangkan terlebih bagi
kaum muda. Meningkatnya peran serta pemerintah untuk memasyarakatkan olahraga sampai ke
pelosok terlebih bagi kaum muda pada akhirnya juga akan meningkatkan pencapaian prestasi-
prestasi bidang olah raga.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
1. Upaya pencegahan penyakit hipertensi sebenarnya merupakan hal sederhana dan mudah
dilakukan bila cukup dipahami oleh masyarakat.
2. Penyuluhan yang efektif menggunakan media KIE untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat termasuk kaum muda dalam upaya pencegahan penyakit hipertensi secara dini
penting dan sangat mendesak untuk dikembangkan.
3. Keterlibatan langsung pemerintah (lintas sektor) untuk pencegahan penyakit hipertensi
secara dini dalam berbagai aspek sangat mendesak untuk ditingkatkan.
b. Saran
1. Perlu melakukan penelitian untuk menjawab apakah masyarakat cukup memahami
penyakit hipertensi dan upaya-upaya dini yang dapat dilakukan untuk pencegahannya.
2. Perlu melakukan penelitian untuk menjawab keterkaitan pemahaman masyarakat akan
penyakit hipertensi dan upaya pencegahannya, dengan pola perilaku, asupan pangan, dan
nilai-nilai sosial dalam diet makanannya.

10
3. Perlunya penelitian untuk pengembangan metodologi penyuluhan menggunakan KIE
dalam meningkatkan keberhasilah upaya pencegahan penyakit hipertensi secara dini.
4. Perlunya mendorong peningkatan keterlibatan langsung pemerintah untuk pencegahan
penyakit hipertensi secara dini dalam berbagai aspek (psikologi, olahraga).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2014. Riset
Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2019. Riset
Kesehatan Dasar. 2018. Jakarta:
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal PP & PL. Pedoman teknis
penemuan dan tatalaksana penyakit hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2006.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
Wicaksana, E., K., Surudarma, I. W., & Wihandani, D. M. 2019. Prevalensi hipertensi pada orang
dewasa menengah dengan overweight di denpasar tahun 2018. Intisari Sains Medis,
10(3), 821–824.https://doi.org/10.15562/ism.v10i3.490.
Handajani, A., Roosihermiatie, B., dan Maryani, H. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Pola Kematian pada Penyakit Degeneratif di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan – Vol. 13, No. 1: 42–53
Kher KK. Hypertension. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting. Clinical Pediatric Nephrology.
1992. Singapore: McGraw-Hill International. h. 323-76
Kisjanto et. Al., 2005. Risk Faktors for Stroke among Urbanized Indonesian Women of
Reproductive Age: A Hospital-Based Case Control Study, Cerebrovascular Diseases
Journal; 19; 18-22
Kurniawan, Anie. Gizi Seimbang Untuk Mencegah Hipertensi. http://www.gizi.net/
makalah/Gizi%20Seimbang%20Utk%20 Hipertensi.PDF. diakses tanggal 7 Mei 2022
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. PT Rineka Cipta. Jakarta
Nuraeni, A., Mirwanti, R., dan Anna, A. 2017. Upaya Pencegahan dan Perawatan Hipertensi di
Rumah Melalui Media Pembelajaran Bagi Masyarakat di Kabupaten Pangandaran. Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat ISSN 1410 – 5675. Vol. 1, No. 3: 174 – 178.
Nuraini, B. 2015. Risk Faktors of Hypertension. J Majority, 4(5), 10–19
Nurhaedah. 2018. Studi Kasus Pada Keluarga Ny.’S’ dengan Hipertensi di kelurahan Barombong
Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 6(1), 1366–
1374.https://doi.org/10.35816/jiskh.v6i1.18
P2PTM Kemenkes RI. 2019. Hari Hipertensi Dunia 2019: “Know Your Number, Kendalikan
Tekanan Darahmu dengan CERDIK.”

11
Padila, P. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Rencana Strategis Dinas kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2019 – 2023.
Sheps G, Sheldon, 2002, Mayo Clinic Hipertensi: Mengatasi Tekanan Darah Tinggi (Alih bahasa:
Meita Tjandrasa), PT. Intisari Mediatama, Jakarta.
Sjarif, D.R., Gultom, L.C., Hendarto, A., Lestari, E.D., Sidiartha, I.G.L., Mexitalia, M., 2014.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. Rekomendasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik.
Surudarma, I. W., 2017. Pencegahan Obesitas Pada Anak.
Sustrani S. Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama;2005.
Sutanto, 2010, Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern: Hipertensi, Stroke, Jantung,
Kolesterol dan Diabetes (gejala-gejala, Pencegahan dan pengendalian), Penerbit ANDI
Yogyakarta.
Suswitha D., Arindari D.R., 2021. Pencegahan dan Penatalaksanaan Keperawatan Hipertensi yang
Tepat bagi Masyarakat pada Masa Pandemi Covid-19 Di RT 17 Kelurahan Pulokerto
Kecamatan Gandus Palembang. E-Amal Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol.01,
No.03, pp.369-374.
WHO. Int, 2015. WHO | Obesity and overweight. [online] Available at: http://www.who.int/
mediacentre/factsheets/fs311/en/ [diakses 7 Mei. 2022].
WHO. 2019. Hypertension, available athttps://www.who.int/news-room/factsheets/
detail/hypertension (diakses 7 Mei 2022)

12

Anda mungkin juga menyukai