Anda di halaman 1dari 7

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan

rahmat, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “asuhan keperawatan

pada agregat dalam komunitas : kesehatan wanita dan pria”. Makalah ini diajukan sebagai salah

satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini, khususnya dari dosen mata

kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang

akan datang.

Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan

wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Watampone 25 september 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Data

WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008,

sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM

juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat

ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia

kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju,

menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia

kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovascular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti

kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang

lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan

diabetes.

Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat

perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern, pertumbuhan

populasi dan peningkatan usia harapan hidup.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2007), terdapat 50.1% responden laki-laki yang terkena
Hipertensi. Hal ini dikarenakan prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi, terutama pada
laki-laki mulai dari anak, remaja dan dewasa. Data dari Riskesdas tahun 2010 menunjukkan
prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65.9%) dibandingkan perempuan (4.2%).
Selain dari merokok, hal lain yang memicu tingginya hipertensi disebabkan oleh kebiasaan
memakan makanan yang kadar asupan lemaknya >30%, aktivitas fisik yang sangat kurang dan
mengalami stress. Sedangkan, prevalensi asma dan kanker di Indonesia cenderung lebih tinggi
pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi kanker cenderung lebih
tinggi pada masyarakat kota dibanding pedesaan dan cenderung lebih tinggi pada orang

yang berpendidikan tinggi. Hal ini disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan

mengkonsumsi makanan cepat saji, serta kurangnya aktivitas fisik (Riskesdas, 2013).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi prevalensi PTM di

Indonesia, namun belum sepenuhnya mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sebagai seorang

perawat, peran kita tidak hanya sebagai pemberi pengobatan ataupun perawatan di rumah sakit, namun

juga dapat berperan sebagai perawat komunitas yang berperan meliputi pendidik, pengamat kesehatan,

koordinator pelayanan kesehatan, peran pembaharu, role model dan fasilitator kesehatan. Peran

perawat komunitas dalam mengurangi PTM yaitu dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

seoptimal mungkin melalui praktik keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan

(Promotif), dan pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention)

tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitative.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat kami peroleh adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit tidak menular?
2. Apa yang dimaksud dengan Hipertensi?
3. Apa yang dimaksud dengan kanker payudara?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada hipertensi dan kanker payudara?
C. TUJUAN PENULIS

Menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan agregat pada komunitas: kesehatan wanita

dan pria serta pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas


BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyakit Tidak menular


1. Definisi
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan dunia dan
Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan karena
merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra 2013). Penyakit tidak menular
(PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mereka
memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya berkembang secara lambat (Riskesdas, 2013).
Menurut Bustan (2007), dalam Buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular mengatakan bahwa
yang tergolong kedalam PTM antara lain adalah; Penyakit kardiovaskuler (jantung,
atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke), diabetes mellitus serta kanker.
2. Pravalensi penyakit tidak menular
Menurut data WHO, PTM merupakan penyebab kematian utama di dunia di bandingkan
penyebab lainnya. Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di Negara – Negara berpenghasilan
bawah - menengah (WHO, 2010). Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia diprediksi akan
mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2030. Sifatnya yang kronis dan menyerang
usia produktif, menyebabkan permasalahan PTM bukan hanya masalah kesehatan saja, akan
tetapi mempengaruhi ketahanan ekonomi Nasional jika tidak dikendalikan secara tepat, benar dan
kontinyu. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa penyakit tidak menular (PTM)
merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Data PTM dalam
Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4)
DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal
ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi / rematik
Selain penyakit kanker, penyakit tidak menular (PTM) yang menyebabkan kematian
tertinggi di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Tingginya angka mortalitas tersebut disebabkan
oleh faktor risiko utama, yaitu peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah seseorang
akan meningkatkan risiko terkena stroke dan penyakit jantung koroner (WHO, 2011). Tekanan
darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang > 140/90 mmHg
(Essop & Naidoo, 2009). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu:
hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer / esensial merupakan hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya dan telah mendominasi 95% kasuskasus hipertensi. Sementara itu,
hipertensi sekunder (5%) adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit
parenkim ginjal, penyakit renovaskuler, endokrin, sindrom Cushing, dan hipertensi gestasional
(Gray, 2002). Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control 2011, PTM
meningkatkan 36 juta kematian di dunia antara lain: penyakit jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskular) 48% (17,3 juta), kanker 21% (7,5 juta), penyakit saluran pernapasan kronis 12%
(4,3 juta),dan penyakit diabetes melitus 3% (1 juta). Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di
negara - negara berpenghasilan rendah dan sedang sekitar 17 juta kematian akibat penyakit
kardiovaskular (penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer), 3 juta
diantaranya terjadi pada usia dibawah 60 tahun. WHO pada tahun 2006-2008 diperkirakan
sebanyak 5,4 juta orang di dunia meninggal akibat rokok. Ada kecenderungan prevalensi perokok
ini selalu meningkat dari waktu ke waktu. Global Adult Tembacco Survey (GATS) tahun 2011
menemukan di Indonesia terdapat perokok laki -laki (67%), perokok perempuan (2,7%).
B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal dan diukur paling tidak pada 3
kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Wijaya dan Putri (2013)
hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal
dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang
disebabkan suatu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya
dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi adalah meningkatnya
tekanan darah arteri yang persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).
2. Etiologi
Menurut Sagala (2009), hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan salah satu dari ketiga variabel
yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan TPR yang berlangsung
lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau
responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut
akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan TPR, jantung harus
memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar,
untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut
peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan
diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai
mengalami hipertrofi (membesar). Hipertrofi menyebabkan kebutuhan ventrikel akan oksigen
semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang
melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan
volume sekuncup (Hayens, 2003)
3. Patofisiologi hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medula di otak, dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah (Sagala, 2009)
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Sagala,
2009).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Sagala, 2009).
4. Tanda dan gejala hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,
tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan
cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-
tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas
sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan
patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam
hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin].
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan strok atau serangan iskemiktransien
yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan
tajam penglihatan (Sagala, 2009)
Menurut Sagala (2009) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa : nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang
disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan kabur
akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan
susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,
edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang
umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Sagala, 2009).
5. Faktor-faktor resiko hipertensi
a. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya
umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin
meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di
dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada
yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan
kematian prematur (Yulianti, 2005).
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana
pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada
wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause.
Laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada
wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita.
Daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita.
Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita
(Gunawan, 2001 dalam Sagala, 2009).
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya
hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang
tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidupnya memiliki kemungkinan
25% terkena hipertensi (Sagala, 2009).
d. Garam dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang
minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang
rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004 dalam
Sagala, 2009).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium
lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan
tekanan darah (Sagala, 2009). Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah
tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang
asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi
hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram perhari, akan
meningkat prevalensinya 15-20% (Wiryowidagdo, 2004). Mengkonsumsi garam lebih
atau makan-makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah
karena garam mempunyai sifat menahan air. Hindari pemakaian garam yang berlebih
atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama
sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi batasi (Wijayakusuma,
2000 dalam Sagala, 2009).
e. Merokok
f. Aktfivitas/olaraga
g. Depresi/stress

C. Kanker payudara
D. Asuhan keperawatan hipertensi dan kanker payudara

Anda mungkin juga menyukai