DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3 KELAS A
DEMI HELNASISA
DINDA SIREGAR
ROBBY DWI PUTRA
RAISHA NAURA SALSABILA
RIESKA ERVIANTI
ANI FITRYANI
RIDWAN KUSUMA
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini,
khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman
bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Penyusun
(Kelompok 3)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama
kematian secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57
juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36
juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak
Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih
muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan
menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang
berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM,
sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian.
Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang
dari 70 tahun, penyakit cardiovascular merupakan penyebab
terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit
pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain
bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4%
kematian disebabkan diabetes.
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat
Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat
di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara
menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi
global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti
kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total,
pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per
tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta
jiwa pada saat ini.
Secara global, regional dan Nasional pada tahun 2030 transisi
epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular
semakin jelas. Diproyeksikan jumlah kesakitan akibat penyakit
tidak menular dan kecelakaan akan meningkat dan penyakit
menular akan menurun. PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru
obstruktif kronik, serta penyakit kronik lainnya akan mengalami
peningkatan yang signifikan pada tahun 2030. Sementara itu
penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare dan
penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan
pada tahun 2030. Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan
peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup seiring
dengan perkembangan dunia yang makin modern, pertumbuhan
populasi dan peningkatan usia harapan hidup.
B. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal dan diukur
paling tidak pada 3 kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009).
Sedangkan menurut Wijaya dan Putri (2013) hipertensi adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal
dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah
yang disebabkan suatu atau beberapa faktor resiko yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan
darah secara normal. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah
arteri yang persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Etiologi
Menurut Sagala (2009), hipertensi tergantung pada kecepatan
denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance
(TPR). Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak
dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan TPR
yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan
saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan
dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan
TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan
demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong
darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut
peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan
peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload
berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami
hipertrofi (membesar). Hipertrofi menyebabkan kebutuhan ventrikel
akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu
memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan
tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang
melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Hayens, 2003).
Patofisiologi hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak, dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah (Sagala, 2009).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi (Sagala, 2009).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal
juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Sagala, 2009).
Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya
hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih
tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita
lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita
mengalami menopause.
Laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi
6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra
Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita.
Daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan
10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta
didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan,
2001 dalam Sagala, 2009).
Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu
masalah terjadinya hipertensi. Hipertensi cenderung
merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua
kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidupnya
memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Sagala,
2009).
Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam
patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah
ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang
minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam
antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap
timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004 dalam
Sagala, 2009).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-
orang peka sodium lebih mudah meningkat sodium, yang
menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah
(Sagala, 2009). Garam berhubungan erat dengan terjadinya
tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir
tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya
rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari
prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika asupan
garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-
20% (Wiryowidagdo, 2004).
Mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan yang
diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah
karena garam mempunyai sifat menahan air. Hindari
pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang
diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian
garam sama sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam
yang dikonsumsi batasi (Wijayakusuma, 2000 dalam Sagala,
2009).
Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah,
adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena
nikotin akan diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru
dan diedarkan oleh pembulu darah hingga ke otak, otak akan
bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin).
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena
tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida
dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal
ini akan menagakibatkan tekanan darah karena jantung
dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup
kedalam organ dan jaringan tubuh (Sagala, 2009).
Aktivitas/Olahraga
Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana
pada orang yang kurang aktvitas akan cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi.
Otot jantung semakin keras dan sering memompa maka
makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sagala,
2009).
Depresi/Stres
Depresi juga sangat erat merupakan masalah yang memicu
terjadinya hipertensi dimana hubungan antara depresi dengan
hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Depresi yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian
di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh
depresi yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di
kota (Dunitz, 2001 dalam Sagala, 2009).
Komplikasi Hipertensi
Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak
yang terpajan tekanan tinggi.Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi
otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
aneurisma (Sagala, 2009). Gejala terkena stroke adalah sakit
kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau
bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh
terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut,
atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara
jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso,
2006). Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner
yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah
tersebut.Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel,
maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark.Hipertropi ventrikel dapat juga
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
(Sagala, 2009).
Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus.
Rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit
fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Rusaknya membran
glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan
edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Sagala,
2009).
Gagal jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam
memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat
mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan
jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru
– paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan
ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan
edema (Sagala, 2009).
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan
ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh
susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan
terjadi koma serta kematian (Sagala, 2009).