Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM KOMUNITAS :


KESEHATAN PRIA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

1. RIZKI RENATA AMELIA 21116075


2. CITRA RATU SINTIA 21116078
3. MAHARANI HERDIYANTI 21116080
4. LAILATUL ULYA 21116091
5. AMANAH UTAMI 21116099
6. MOLINA KINTAN R.J 21116107

DOSEN PENGAJAR : SEPTI ARDIANTY, S.Kep,.Ns,.M.Kep

PROGRAMSTUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TNGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2019 – 2020


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kemudahan
dalam menyelesaikan segala urusan, sehingga memberikan kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini dengan judul “KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA
AGREGAT DALAM KOMUNITAS : KESEHATAN PRIA“ mata kuliah Keperawatan
Komunitas II .

Makalah ini diharapkan dapan menjadi sarana pembelajaran bagi mahasiswa dapat

dimanfaatkan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,

baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata

kuliah ini, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di

masa yang akan datang.

Palembang, 1 April 2019

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kesehatan Keperawatan Komunitas


B. Tujuan Keperawatan Komunitas
C. Sasaran Ruang Lingklup dan Kegiatan Praktik Komunitas
D. Prinsip Dasar
E. Penyakit Tidak Menular

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 16

B. Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia
pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh
Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih
muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh
kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan
oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi
penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit
cardiovascular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan
penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama
menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan
dunia dan Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia
kesehatan karena merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra
2013). Menurut Bustan (2007), dalam Buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular,
mengatakan bahwa yang tergolong kedalam PTM antara lain adalah; Penyakit
kardiovaskuler (jantung, atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan
stroke), diabetes mellitus serta kanker.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi prevalensi
PTM di Indonesia, namun belum sepenuhnya mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Sebagai seorang perawat, peran kita tidak hanya sebagai pemberi pengobatan ataupun
perawatan di rumah sakit, namun juga dapat berperan sebagai perawat komunitas yang
berperan meliputi pendidik, pengamat kesehatan, koordinator pelayanan kesehatan,
peran pembaharu, role model dan fasilitator kesehatan. Peran perawat komunitas dalam
mengurangi PTM yaitu dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal
mungkin melalui praktik keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan
kesehatan (Promotif), dan pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat
pencegahan (levels of prevention) tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitative.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum :
Untuk memberikan gambaran tentang perilaku berisiko pada komunitas agregat
kesehatan pria, termasuk upaya pencegahan dan penanganannya melalui pendekatan
proses keperawatan komunitas.

Tujuan khusus :
- Mengidentifikasi permasalahan yang dialami komunitas agregat kesehatan pria
- Melakukan analisis data pada komunitas agregat kesehatan pria
- Merumuskan diagnosa keperawatan komunitas agregat kesehatan pria
- Membuat perencanaan tindakan terkait diagnosa keperawatan
- Melakukan intervensi sesuai prioritas terhadap komunitas komunitas agregat
kesehatan pria
- Mengevaluasi tindakan intervensi terhadap kesehatan pria

BAB II
TINJAUAN TEORI

E. Masalah Keperawatan Kesehatan Pria


1.Sistem rerproduksi: prostastitis, epididimitis, sifilis, gonorhea, hipogonadisme, kangker
prostat, orkitis, chlamydia
2. Sistem syaraf : stroke, epilepsi, radang otot, radang selaput otak, parkinson
3. Sistem pernapasan : PPOK, CA Paru
4. Sistem pencernaan : gastritis, wasir
5. Sistem cardio vaskuler : jantung

A. Penyakit Tidak Menular


1. Definisi

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan
dunia dan Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia
kesehatan karena merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra
2013). Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak
ditularkan dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang panjang dan pada
umumnya berkembang secara lambat (Riskesdas, 2013). Menurut Bustan (2007),
dalam Buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular mengatakan bahwa yang
tergolong kedalam PTM antara lain adalah; Penyakitkardiovaskuler (jantung,
atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke), diabetes mellitus
serta kanker.

2. Prevalensi Penyakit Tidak Menular

Menurut data WHO, PTM merupakan penyebab kematian utama di dunia di


bandingkan penyebab lainnya. Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di Negara
– Negara berpenghasilan bawah - menengah (WHO, 2010). Penyakit Tidak
Menular (PTM) di Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan yang
signifikan pada tahun 2030. Sifatnya yang kronis dan menyerang usia produktif,
menyebabkan permasalahan PTM bukan hanya masalah kesehatan saja, akan tetapi
mempengaruhi ketahanan ekonomi Nasional jika tidak dikendalikan secara tepat,
benar dan kontinyu. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa penyakit
tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang
ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7)
jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu
ginjal; (12) penyakit sendi / rematik. Selain penyakit kanker, penyakit tidak menular
(PTM) yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia adalah penyakit
kardiovaskuler.

Tingginya angkamortalitas tersebut disebabkan oleh faktor risiko utama, yaitu


peningkatan tekanandarah. Peningkatan tekanan darah seseorang akan
meningkatkan risiko terkena stroke dan penyakit jantung koroner (WHO, 2011).
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah
seseorang > 140/90 mmHg (Essop & Naidoo, 2009). Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu: hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi
primer / esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan telah
mendominasi 95% kasus-kasus hipertensi. Sementara itu, hipertensi sekunder (5%)
adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit parenkim
ginjal, penyakit renovaskuler, endokrin, sindrom Cushing, dan hipertensi
gestasional (Gray, 2002).Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and
Control 2011, PTM meningkatkan 36 juta kematian di dunia antara lain: penyakit
jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) 48%(17,3 juta), kanker 21%(7,5
juta), penyakit saluran pernapasan kronis 12% (4,3 juta),dan penyakit diabetes
melitus 3% (1juta). Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di negara – negara
berpenghasilan rendah dan sedang sekitar 17 juta kematian akibat penyakit
kardiovaskular (penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer),3
juta diantaranya terjadi pada usia dibawah 60 tahun. WHO pada tahun 2006- 2008
diperkirakan sebanyak 5,4 juta orang di dunia meninggal akibat rokok. Ada
kecenderungan prevalensi perokok ini selalu meningkat dari waktu ke waktu.
Global Adult Tembacco Survey (GATS) tahun 2011 menemukan di Indonesia
terdapat perokok laki -laki (67%), perokok perempuan (2,7%).

B. Hernia
1. Definisi
Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui
suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara kongenital
yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui
dinding tersebut. Lubang itu dapat timbul karena lubang embrional yang tidak
menutup atau melebar, akibat tekanan rongga perut yang meninggi (Mansjoer,
2002).
Hernia inguinalis merupakan penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum
melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika
cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus
(Sjamsuhidayat, 2004).
Hernia inguinalis lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada perempuan. Hal
ini dikarenakan pada laki-laki dalam waktu perkembangan janin terjadi
penurunan testis dari rongga perut. Jika saluran testis tidak menutup dengan
sempurna, maka akan menjadi jalan lewatnya hernia inguinalis (Oswari, 2005).
Disebutkan bahwa 1 dari 544 orang yaitu sekitar 0,18% mengalami hernia
inguinalis lateral. Meskipun terbilang angka insiden ini rendah tetapi masalah
ini bisa menjadi besar dikarenakan hernia ini dapat menjadi kondisi kegawatan
yang mengancam nyawa apabila organ perut yang masuk ke kantong hernia
tidak dapat kembali ke posisi awal dan terjepit sehingga menimbulkan nyeri dan
kerusakan organ tersebut

2. Etiologi
Menurut Oswari (2000), hernia dapat terjadi karena ada sebagian rongga
dinding lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan
(congenital) atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan
adalah hernia omphalokel yang terjadikarena sewaktu bayi lahir karena tali
pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka.
Hernia Femoralis dapat terjadi karena anomaly kongenital atau karena sebab
yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada
lelaki ketimbang perempuan. Pada faktor penyebab berperan pada
pembentukan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan pula
faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka
cukup lebar itu (Sjamsuhidajat 2000).Demikian pula hernia diafragmatika,
hernia dapat diawasi pada anggota keluarga, misalnya bila ayah menderita
hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya. Pada manusia umur lanjut
jaringan penyangga makin melemah, manusia unsur lanjut lebih cenderung
menderita hernia inguinal direkta. Pekerja angkat berat yang dilakukan dalam
jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut.

3. Faktor resiko Hernia


a. Riwayat keluarga tentang penyakit Hernia
Jika keluarga memiliki riwayat keluarga kerabat darah langsung dan dekat
menderita hernia, maka hal tersebut akan meningkatkan resiko seseorang
dalam penyakit hernia .

b. Usia
Pada hernia inugalis direk lebih sering pada laki-laki usia tua yang telah
mengalami kelemahan pada otot dinding abdomen .
Sebaliknya pada dewasa muda yang berkisar antara 20-40 tahun yang
merupakan usia produktif. Pada usia ini bias terjadi peningkatan tekanan
intraabdominal, apabila pada usia ini melakukan kerja fisik yang
berlangsung terus-menerus yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
hernia inguinalis indirek .
c. Jenis kelamin
Hernia inguinalis lebih cenderung terjadi pada pria. Bahkan, pada anak-anak
kecil dan bayi yang mengalami hernia inguinalis juga berjenis kelamin laki-
laki.
d. Kelebihan berat badan
Orang yang memiliki kelebihan berat badan biasanya memiliki tekanan
yang lebih banyak pada bagian perut.
e. Batuk kronis.
Batuk kronis yang salah satunya disebabkan oleh merokok, akan
meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami hernia inguinalis.
f. Faktor pekerjaan tertentu .
Pekerjaan yang mengharuskan berdiri dalam jangka waktu lama atau harus
mengangkat beban yang sangat berat juga meningkatkan risiko terkena
hernia inguinalis.
g. Kelahiran prematur .
Bayi yang terlahir prematur memiliki kecenderungan untuk mengalami
hernia inguinalis.

4. Manifestasi klinis
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha,
benjolan tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila
menangis, mengejan, mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat
timbul kembali, bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum
biasanya baik pada inspeksi ditemukan asimetri pada kedua sisi lipat paha,
scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta
mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi dilakukan dalam
keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan coba didorong apakah
benjolan dapat di reposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-
anak, kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar

5. Klasifikasi hernia
a. Hernia diafragmatika kongenital (congenital diaphragmatic hernia)
Sebuah cacat lahir yang membuat organ perut menonjol ke dalam rongga dada.
b. Hernia femoral (femoral hernia)
Penonjolan lemak perut atau bagian dari usus melalui otot perut ke daerah paha
atas.
c. Hernia hiatal (hiatal hernia)
Penonjolan sebagian lambung melalui sebuah lubang di diafragma yang disebut
hiatus. Hernia hiatal sering juga disebut dengan hernia hiatus.
d. Hernia insisional (incisional hernia)
Hernia yang berkembang melalui sayatan operasi (pembedahan).
e. Hernia inguinal (inguinal hernia)
Penonjolan lemak perut atau bagian dari usus melalui otot perut ke daerah
pangkal paha. Hernia inguinal merupakan jenis hernia yang paling umum.
f. Hernia umbilikal (umbilical hernia)
Penonjolan bagian dari usus atau lapisan perut melalui dinding perut sekitar
pusar. Hernia umbilikal paling sering terjadi pada bayi usia enam bulan ke
bawah.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi abdomen : sejumlah gas yang terdapat dalam usus, enema barium
menunjukan tingkat obstruksi
2. CT Scan : dapat menunjukan kamal spinal yang mengecil adanya protrusi
ductus intervertebralis. (Swaringen,2001)

7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hernia inguinali obstruksi, dimana di
bagian usus terjepit di dalam saluran inguina;is dan menyebabkan
mual,muntah,sakit perut,dengan disertai benjolan yang terasa sakit di bagian
selangkangan

8. Penatalaksanaan
Perbaikan hernia dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung
di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perineal,
kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut.
Hernia di region inguinal biasanya diperbaikan hernia saat ini dilakukan sebagai
prosedur rawat jalan.
Beberapa perbaikan sulit dilakukan karena adanya insufisiersi masa otot untuk
mempertahankan usus di tempatnya. Pada kasus ini graf mata jala tembaga
(steel mesh) digunakan untuk menguatkan area herniasi. Klien dengan kesulitan
perbaikan biasanya di rawat di rumah sakit 1-2 hari untuk mendapatkan
antibiotik profilaksis.

9. Pengobatan
Hernia inguinalis ditangani melalu prosedur operasi,untuk mendorong kembali
benjolan dan untuk menguatkan bagian-bagian yang lemah dari dinding
abdomen. Prosedur ini akan dilakukan jika hernia menyebabkan gejala yang
cukup parah dan jika muncul komplikasi yang cukup serius.

10. Pencegahan
Anda dapat menguranggi tekanan di dalam rongga perut guna menurunkan
resiko terjadinya hernia inguinalis dengan cara :
Mengkonsumsi makanan kaya akan serat
Menghindari mengangkat beban yang terlalu berat atau melakukan dengan
perlahan
Menghentikan kebiasaan merokok
Menjaga berat badan agar tetap dalam batasan ideal dan sehat

C. Prostat
1. Definisi
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli, didepan
rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri
dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. (Purnomo,
2012).
Prostat memiliki kapsula fibrosa yang padat dan dilapisi oleh jaringan ikat
prostat sebagai bagian fascia pelvis visceralis. Pada bagian superior dari prostat
berhubungan dengan vesika urinaria, sedangkan bagian inferior bersandar pada
diafragma urogenital. Permukaan ventral prostat terpisah dari simpisis pubis
oleh lemak retroperitoneal dalam spatium retropubicum dan permukaan dorsal
berbatas pada ampulla recti (Moore & Agur, 2002).

2. Etiologi
Penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui secara pasti .
Tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron.

3. Faktor Resiko
Dalam penelitian terakhir, pengaruh makanan terhadap pembesaran prostat
telah menjadi kontroversi. Menurut sebuah studi yang menganalisis data dari
kelompok plasebo dalam Prostate Cancer Prevention Trial (PCPT), yang
terdaftar 18.880 pria berusia lebih dari 50 tahun, tingginya konsumsi daging
merah dan diet tinggi lemak dapat meningkatkan risiko BPH, dan tingginya
konsumsi sayuran dikaitkan dengan penurunan risiko BPH. Lycopene dan
suplemen dengan vitamin D bisa menurunkan risiko pembesaran prostat, tetapi
vitamin C, vitamin E, dan selenium dilaporkan tidak ada hubungannya dengan
BPH. Aktivitas fisik juga terbukti mengurangi kemungkinan pembesaran
prostat dan Lower Urinary Tract Symptom (LUTS). Dalam meta-analisis yang
terdaftar 43.083 pasien laki-laki, intensitas latihan itu terkait dengan
pengurangan risiko pembesaran prostat. Sebuah korelasi negatif antara asupan
alkohol dan pembesaran prostat telah ditunjukkan dalam banyak studi penelitian
(Yoo & Cho, 2012). Pria yang mengkonsumsi alkohol secara sedang memiliki
risiko 30% lebih kecil kemungkinan terjadi gejala BPH, 40% lebih kecil
kemungkinan untuk mengalami transurethral resection prostate, dan 20% lebih
kecil kemungkinan mengalami gejala nokturia. Namun, dalam meta-analisis
dari 19 studi terakhir, menggabungkan 120.091 pasien, pria yang
mengkonsumsi 35 gram atau lebih alkohol per hari dapat menurunkan risiko
BPH sebesar 35% tetapi peningkatan risiko LUTS dibandingkan dengan pria
yang tidak mengkonsumsi alkohol (Yoo & Cho, 2012).

4. Tanda dan Gejala


Tidak semua BPH menimbulkan gejala. Sebuah penelitian pada pria berusaha
diatas 0 tahun, sesuai dengan usianya, sekitar 50% mengalami hiperplasia
kelenjar prostat secara histopathologis.
Dari jumlah tersebut, 30-50% mengalami LUTS, yang juga daoat disebabkan
oleh kondisi lain
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan BPH:
a. Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang air kecil, sulit
mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar hanya
merupakan tetesan belaka.
b. Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air kecil
yang berulang-ulang
c. Pancaran kemih terasa penuh dan ingin buang air kecil lagi
d. Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut aibat tertahannya urin
atau menahan buang air kecil.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Endapan Urin
Untuk memeriksa unsur-unsur pada endapan urin ini diperlukan
pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan tersebut merupakan salah satu dari
tiga jenis pemeriksaan rutin urin yaitu pemeriksaan makroskopis,
pemeriksaan miskroskopis (pemeriksaan sedimen) dan pemeriksaan kimia
urin. Pada pemeriksaan makroskopis yang diperiksa adalah volume, warna,
kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Pemeriksaan kimia urin dipakai
untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah,
urobilinogen dan nitrit (Hapsari, 2010).
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan
sedimen urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan
saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Pada BPH sendiri, unsur
sedimen yang paling banyak terdapat antara lain adalah eritrosit, leukosit,
dan bakteri. Keberadaan dari endapan urin ini mengiritasi dan dapat
menyebabkan luka pada dinding kandung kemih sehingga menyebabkan
terjadinya perdarahan mukosa. Hal ini lebih lanjut terlihat pada terjadinya
hematuria makros (darah pada urin). Terkumpulnya endapan urin yang lebih
banyak dapat menyebabkan obstruksi aliran kemih sehingga lama kelamaan
menjadi tidak dapat mengeluarkan urin sama sekali (Hapsari, 2010).
b. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan
hematuria. Benign Prostate Hyperplasia yang sudah menimbulkan
komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang
menimbulkan keluhan miksi, yaitu: karsinoma buli-buli insitu atau striktur
uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan. Untuk
itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan
pemeriksaan kultur urin, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma
buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urin. Pada pasien BPH yang
sudah mengalami retensi urin dan telah memakai kateter, pemeriksaan
urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria
maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter (IAUI, 2003).
c. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Obstruksi intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus
urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat
BPH terjadi sebanyak 3−30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal
menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering
dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas
menjadi enam kali lebih banyak. Pasien LUTS yang diperiksa
ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalis 0,8% jika kadar
kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar
kreatinin serum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna
sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada
saluran kemih bagian atas (IAUI, 2003).
d. Pemeriksaan Prostate Specific Antigen
Prostate Specific Antigen (PSA) disintesis oleh sel epitel kelenjar prostat
dan bersifat organ spesifik tetapi bukan kanker spesifik. Serum PSA dapat
dipakai untuk mengetahui perjalanan penyakit dari BPH, dalam hal ini jika
kadar PSA tinggi berarti pertumbuhan volume prostat lebih cepat, keluhan
akibat BPH atau laju pancaran urin lebih buruk, dan lebih mudah
terjadinya retensi urin akut. Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat
diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Semakin tinggi kadar PSA makin
cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata
setiap tahun pada kadar PSA 0,2−1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun,
sedangkan pada kadar PSA 1,4−3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar
PSA 3,3−9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun. Kadar PSA di dalam serum dapat
mengalami peningkatan pada peradangan, setelah manipulasi pada prostat
(biopsi prostat atau TURP), pada retensi urin akut, kateterisasi, keganasan
prostat, dan usia yang makin tua (IAUI, 2003).
e. Uroflometri
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses miksi
secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala
obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri
dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum
(Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran. Nilai Qmax
dipengaruhi oleh: usia, jumlah urin yang dikemihkan, serta terdapat variasi
individual yang cukup besar. Oleh karena itu hasil uroflometri menjadi
bermakna jika volume urin (>150 mL) dan diperiksa berulang kali pada
kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi positif Qmax
untuk menentukan (Direct Bladder Outlet Obstruction (BOO) harus diukur
beberapa kali. Untuk menilai ada tidaknya BOO sebaiknya dilakukan
pengukuran pancaran urin 4 kali (IAUI, 2003)
6. Penatalaksanaan
a. Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan hingga
tindakan operasi pada penderita dengan gejala berat
b. Indikasi absolut untuk pembedahan berupa retensi urine yang
berkelanjutan, infeksi saluran kemih yang rekuren, gross hematuria rekuren,
batu buli akibat BPH, insufisensi renal dan divertikel buli
c. Watchful waiting
Terbaik untuk penderita BPH dengan nilai IPSS 0-7. Penderita dengan
gejala LUTS sedang juga dapat dilakukan observasi atas kehendak pasien
d. Medikamentosa :
Untuk mengurangi resistensi otot polos prostat dengan obat-obatan penghambat
adregenik alfa.
Menurunkan kadar hormon testosterone/ dihidrotestoteron (DHT) melalui penghambat
5a-reduktase
e. Operatif :
TURP (Transurethal Resaction of the Prostate) = menjadi baku emas tindakan operatif
pada penderita BPH.
Transurethral Incicion of the Prostate
Prostatektomi
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Geografi

- Apakah anda tingal di daerah pegunungan atau pantai ?

- Bagaimana keadaan tanah di daerah ini ?- Berapa luas daerah ini ?- Ada
berapa batas wilayah di daerah ini dan apa saja nama wilayah di masing

masing batasnya ?

2. Demografi

- Berapakah jumlah KK di daerah ini ?- Berapakah jumlah penduduk di


daerah ini ?- Bagaimana mobilitas penduduk, apakah penduduk jarang di
rumah ketika

pagi dan sianghari karena bekerja, sedangkan anak-anak pada sekolah ?-


Apakah daerah ini termasuk daerah yang padat dengan penduduk ?

3. Vital Statistik

- Bagaimana status kelahiran di daerah ini ?- Penyakit apa saja yang banyak
terjadi di masyarakat khususnya pada wanita

usia dewasa ?- Apakah dalam satu bulan ini sudah terdapat banyak warga
yang meninggal ?

4. Kelompok Etnis

- Suku apa yang dianut di masyarakat?

5. Nilai dan Keyakinan

- Apakah ada masjid / mushola atau tempat ibadah lainnya?- Apakah


masyarakat menganut agama yang sama?- Keyakinan apa yang di anut
dalam masyarakat?
Pengakajian Sub Sistem

1. Lingkungan fisik
- Apakah rumah penduduk tergolong perumahan yang menetap?- Apakah
pencahayaan di rumah penduduk sudah cukup?- Apakah di daerah ini sirkulasi
udara sudah baik ? misalnya terdapat pepohonan dan terdapat ventilasi yang
cukup pada setiap rumah warga?

2. Pelayanan Kesehatan

- Apakah terdapat praktik klinik swasta di daerah ini ?

- Berapa jumlah tenaga kesehatan di daerah ini (perawat, bidan, dokter) ? -


Apakah terdapat mushola atau tempat ibadah lainnya di daerah ini ? - Ada berapa
sekolah yang terdapat pada daerah ini ? - Apakah terdapat panti sosial di daerah
ini ? - Apakah terdapat pasar/swalayan/ toko yang menyediakan kebutuhan

masyarakat ?

- Apakah ada tempat perkumpulan untuk melakukan musyawarah di daerah ini


?

- Apakah program posyandu terlaksana di daerah ini ? Posyandu apa saja yang

diselenggarakan di daerah ini? Apakah posyandu sudah berjalan aktif ? Berapa

kali diselenggarakan ?

- Apakah sanitasi warga sudah tergolong baik atau tidak ? - Dari mana sumber
air yang digunakan dalam masyarakat ? - Dimanakah pembuangan air limbah
pada masyarakat ?

- Apakah mayoritas warga telah memiliki jamban pada setiap rumah ?- Dimanakah
mayoritas warga melakukan MCK?- Dimankah tempat penumpukan/pembuangan
sampah ?- Dari mana terdapatnya sumber polusi yang mungkin mengancam
kesehatan atau

kegiatan sehari-hari ?- Apakah ada vektor penyebab penyakit di masyarakat ?

2. Keamanan &Transportasi :
- Apakah ada pemadam kebakaran ?- Apakah ada terdapat siskamling atau
hansip ?
- Apakah ada transportasi umum atau pribadi yang bisa digunakan di
masyarakat ?- Apakah keadaan jalanan di daerah ini sudah dalam keadaan baik
?- Bagaimana cara pemilihan RT/RW di daerah ini ?
4. Pemerintah dan politik

- Ada berapa RT dan RW di desa ini ? - Ada berapa kader di desa ini ? -
Apakah ada karang taruna di desa ini? Apakah sudah berjalan dengan baik dan

aktif ? - Apakah terdapat tokoh agama di desa ini ?

5. Pendidikan - Tingkat pendidikan komunitas ? - Apa fasilitas pendidikan yang


tersedia ? - Jenis bahasa apa yang digunakan dalam Pendidikan ?

6. Rekreasi

- Apakah masyarakat sering melakukan rekreasi antar warga atau kelompok

tertentu? - Fasilitas apa yang digunakan jika pergi berekreasi?

7. Ekonomi

- Apakah warga memiliki pekerjaan yang tetap? - Berapa jumlah penghasilan


rata-rata tiap bulan? - Berapa jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan? - Berapa
jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga, dan lanjut usia?

Deteksi Penyakit

Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:

E. Orang yang tinggal di perkotaan yang terbiasa dengan aktifitas rutin antara
lain: adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut. Faktor usia yang menyebabkan
lemahnya otot dinding perut, otot-otot dibagian badan tertentu kurang terlatih dan
menjadi lemah.

1. Apakah anda sudah menikah?

2. Apakah anda pernah melakukan hubungan seksual pada usia muda?

3. Berapakali anda melakukan hubungan seksual pada masa muda?

4. Apakah anda merokok?

5. Apakah anda pernah berganti ganti pasangan seksual?

6. Apakah anda pernah mengalami infeksi menular seksual?


F. Apakah di keluarga anda ada yang mengalami bph?

1. Apakah ada keluarga anda yang menderita kanker prostat?

2. Pada umur berapa anda pubertas?

3. Pada umur berapa anda di khitan?

4. Apakah anda melakukan pekerjaan berat?

5. Apakah anda mengalami sakit pada alat kelamin anda? . Apakah anda
sebelumnya mempunyai riwayat kangker prostat?

7. Apakah anda pernah melakukab terapi hormone?

8. Apakah anda berada di lingkungan terpapar radiasi?

9. Apakah anda mengkonsumsi pil KB? Berapa lama mengkonsumsinya?

10. Apakah anda pernah mengkonsumsi alkohol?

11. Apakah anda pernah mengalami trauma terus menerus?

G. Peserta mendapatkan rekomendasi dari Fasilitas Kesehatan Pertama

H. Peserta mendaftar dengan lembar kesediaan formulir permohonan pelayanan


deteksi kanker prostat dan hernia

Diagnosa Keperawatan
a. Gaya hidup monoton b.d kurang pengetahuan tentang keuntungan olahraga
bagi kesehatan : suatu kebiasaan hidup yang dicirikan dengan aktivitas fisik
yang rendah.
b. Perilaku kesehatan cenderung beresiko b.d kurang dukungan sosial : Hambatan
kemampuan untuk mengubah gaya hidup/perilaku dalam cara yang
memperbaiki status kesehatan.
c. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan b.d keterampilan komunikasi yang
tidak efektif : ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola, dan/atau mencari
bantuan untuk mempertahankan kesehatan.
d. Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan akses pada pemberi
layanan kesehatan.
e. Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d kurang dukungan sosial.
f. Defisien kesehatan komunitas b.d program tidak seluruhnya mengatasi masalah
kesehatan.

Intervensi Keperawatan
Dx.1 Gaya hidup monoton b.d kurang pengetahuan tentang keuntungan
olahragabagi kesehatan : 00168Kriteria hasil :
1. (185520) Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku kesehatan :
dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 5.
2. (185522) Strategi pencegahan penyakit : dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke
5.
3. (185525) Manfaat dukungan sosial: dipertahankan pada 2 di tingkatkan ke 5.
4. (180502) Manfaat olahraga teratur : dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 5.
5. (182308) Perilaku meningkatkan kesehatan : dipertahankan pada 2
ditingkatkan ke5

NIC :

1. Peningkatan Latihan : Latihan kekuatan.


2. Terapi latihan : Latihan pergerakan sendi.
3. Bantuan modifikasi diri.
4. Fasilitasi tanggung jawab diri.

Dx. 2 Perilaku kesehatan cenderung beresiko b.d kurang dukungan sosial :


00188Kriteria hasil :1. Penerimaan status kesehatan

a. 130016 : Mempertahankan hubungan : dipertahankan pada 3 di tingkatkan


5.
b. 130007 : Menyesuaikan perubahan dalam status kesehatan : dipertahankan
pada 2 ditingkatkan ke 4.
c. 130011 : Membuat keputusan tentang kesehatan : dipertahankan pada 2
ditingkatkan ke 4.

2.Kepercayaan mengenai kesehatan : Sumber-sumber yang diterima


a. 170303 : Merasakan dukungan dari tetangga :dipertahankan pada 3
ditingkatkan ke 5.
a. 170304 : Merasakan dukungan dari penyedia layanan kesehatan :
dipertahankan pada 3 ditingkatkan ke 5.
b. 170305 : Merasakan dukungan dari dukungan kelompok sendiri :
dipertahankan pada 3 ditingkatkan ke 5.

NIC :

1. Modifikasi perilaku.
2. Membangun hubungan yang kompleks.
3. Peningkatan koping.
4. Dukungan pengambilan keputusan.

Dx. 3 Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan b.d kurang pengetahuan tentang


keuntungan olahraga bagi kesehatan : 00099Kriteria hasil :1. Keseimbangan Gaya
Hidup : 2013
a. 201301 : Mengenali kebutuhan untuk menyeimbangkan aktivitasaktivitas hidup
: dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 5.
b. 201302 : Mencari informasi tentang startegi untuk aktivitas hidup yang
seimbang : dipertahankan pada 2 ditingkatkan pada 4.
2.Pengetahuan : Manajemen Kanker : 1833
a. 183301 : hasil skrining abnormal : Dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke
4.
b. 183302 : Tanda dan gejala kanker : dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke
4
c. 183303 : diagnosis kanker tertentu : dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke
4.

Dx. 4 Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan akses pada pemberi


layanan kesehatan : 00215Kriteria hasil :

1. Status imun komunitas : 2800


a. 280001 : Tingkat imunisasi sama dengan atau lebih besar dari standar
dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 4.
b. 280007 : Skrining pada populasi beresiko infeksi dipertahankan pada 1
ditingkatkan ke 4.
c. 280008 : Kepatuhan dengan rekomendasi imunisasi dipertahankan pada 2
ditingkatkan ke 4.

2. Kontrol resiko komunitas penyakit kronik : 2801


a. 280101 : Penyediaan program pendidikan publik tentang penyakit kronis
dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 4.
b. 280102 : Tingkat partisipasi populasi target dalam program pengurangan
resiko dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 4.
c. 280103 : Ketersediaan program preventif dipertahankan pada 2
ditingkatkan ke 4.
d. 280105 : ketersediaan program pendidikan manajemen penyakit kronis
sendiri dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 4.
e. 280119 : pemantauan insiden penyakit kronis dipertahankan pada 2
ditingkatkan ke4.
f. 280123 : pemantauan komplikasi penyakit kronis dipertahakan pada 2
ditingkatkan ke 5.
3. Kefektifan skrining kesehatan komunitas : 2807
a. 280701 : identifikasi kondisi berisiko tinggi yang umum di komunitas
dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 4.
b. 280703 : pemilihan skrining difokuskan pada deteksi dini dipertahankan
pada 2 ditingkatkan ke 4.
c. 280707 : identifikasi kebutuhan skrining untuk orang dewasa dipertahankan
pada 2 ditingkatkan ke 4.

NIC :
1. Pengembangan kesehatan komunitas.
2. Manajemen sumber daya keuangan.
3. Skrining kesehatan.

Dx. 5 Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d kurang dukungan sosial :


00078Kriteria hasil :1. Perilaku patuh : 1600

a. 160001 : Menanyakan pertanyaan terkait kesehatan dipertahankan pada 2


ditingkatkan ke 4.
b. 160002 : mencari informasi kesehatan dari berbagai macam sumber
dipertahakan pada 2 ditingkatkan ke 4.
c. 160003 : Menggunakan informasi kesehatan yang dapat dipercaya untuk
mengembangkan strategi dipertahakan pada 2 ditingkatkan ke 4.

NIC :

1. Membangun hubungan yang kompleks.


2. Modifikasi perilaku.
3. Peningkatan koping.
4. Konseling.
5. Dukungan emosional.
6. Panduan sistem pelayanan kesehatan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu dengan


sistem sosial tertentu. Komunitas meliputi individu, keluarga,kelompok/agregat
dan masyarakat. Salah satu agregat di komunitas adalah kelompok wanita yang
tergolong berisiko tehadap timbulnya masalah kesehatan yaitu dengan
meningkatkan derajat kesehatan wanita seoptimal mungkin melalui praktik
keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan
pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of
prevention).

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada agregat kesehatan wanita


menggunakan pendekatan Community as partner model. Klien (wanita)
digambarkan sebagai inti (core) mencakup geografi, demografi, vital Statistik,
kelompok etnis, nilai dan keyakinan dengan 8 subsistem yang saling
mempengaruhi meliputi lingkungan fisik, pelayanan kesehatan, keamanan &
transportasi, pemerintah dan politik, pendidikan, rekreasi dan ekonomi.

B. Saran
1. Dibutuhkan peran perawat komunitas untuk membantu menyelesaikan masalah
kesehatan pada komunitas kesehatan wanita.
2. Dibutuhkan pearan serta keluarga, anggota masyarakat untuk mendukung
keberhasilan intervensi asuhan keperawat pada komunitas kesehatan wanita.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, gloria m., dkk.2015 Nursing interventions cassifiction,


NIC Edisi VI Ahli Bahasa: Intrasi Nurjannah, dk. Elesiver; Jakarta

Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2


Rineka Cipta, .Jakarta.

Depkes RI., 2007. InaSH Menyokong Penuh Penanggulangan Hipertensi.


Intimedia. Jakarta. Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi
Corwin. Jakarta : Aditya Media.

Gray, Huon H, dkk, 2002. Lucture Notes : Kardiologi (Edisi Keempat).


Erlangga Medical Series. Jakarta.

Guyton AC, JE Hall. Buku Ajar Fisiologi. Ed. 9. Alih Bahasa:


Setiawan I, Santoso A. Jakarta: EGC; 2006.

Hayens,B,dkk. (2003). Buku pintar menaklukkan Hipertensi. Jakarta :


Ladang Pustaka.

Herdman t. Heather, S.Kamitsuru. 2015. NANDA Internasional Inc.


Diagnosis keperawatan :

Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Ahli Bahasa Budi Ana


Keliat,dkk. Jakarta: EGC .

Jansje dan Samodra. 2013. Prevalensi Penyakit Tidak Menular Pada


Tahun 2012 – 2013 di

Kecamatan Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara Sulawesi Utara. Diambil dari

Anda mungkin juga menyukai