D
I
S
U
S
U
N
OLEH: Kel.7B
Dosen Pembimbing :
Linda Simorangkir, S.Kep.,Ns.,M.Kep.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Atas rahmat-Nya
serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah kami yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Agregat Dalam Komunitas: Kesehatan Laki laki”. Pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah “Keperawatan Komunitas II”.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
selalu mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari Bapak/Ibu dosen serta
dari teman-teman semua . Semoga makalah kami ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para
pembaca, Akhir kata kami ucapkan terimakasih.
Kelompok 7 B
BAB 1
PENDAHULUAN
Angka Kejadian Kanker paru pada laki-laki Beberapa dekade terakhir ini, kanker paru
merupakan jenis kanker dengan insiden tertinggi pada laki-laki. Pada tahun 2012, kasus
kanker paru di dunia dijumpai sekitar 1,8 juta jiwa dengan angka kematian sekitar 1.31 juta
jiwa.I Cina menduduki urutan pertama angka kejadian kanker paru pada laki-laki, yaitu
sekitar 459 ribu kasus dan angka kematian 422 ribu kasus.2 Menurut penelitian yang
dilakukan di RSUP.H. Adam Malik Medan, dijumpai jumlah penderita kanker paru 63 orang
pada tahun 2004, 88 orang tahun 2005, 68 orang tahun 2006, 70 orang tahun 2007. Jumlah ini
terus bertambah setiap tahun hingga mencapai 378 orang pada tahun 2008.
1.2. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab kematian karena kanker terbanyak pada 1136 laki-laki masing- masing
17,5% Malignant neoplasm of liver and intrahepatic bile duct dan 15,5% malignant neoplasm
of trachea, bronchus and lung merupakan, diikuti 7,5% malignant neoplasm of lip, oral cavity
and pharynx: 7,4% colon, rectum and anus dan 6,3% meninges, brain and other parts of
central nervous system. Proporsi terbanyak penyebab kematian karena kanker pada laki-laki
adalah hepatoma, diikuti kanker trachea, bronkus dan paru yang merupakan terbanyak ke-2
(Sulistiowati et al., 2016).
Variasi penyebab kematian pada perempuan berbeda pada laki-laki. Kalau pada
perempuan umur 15-34 tahun, didominasi oleh TB paru, pada laki-laki penyebab terbesar
karena kecelakaan lalu lintas. Hampir sama pada perempuan, semakin meningkat umur
penyebab kematian terbesar pada laki- laki karena cerebrovakuler (Sulistiyowati & Senewe,
2014).
1. Definisi
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan dunia
dan Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan karena
merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra 2013). Penyakit tidak
menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang,
mereka memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya berkembang secara lambat
(Riskesdas, 2013). Menurut Bustan (2007), dalam Buku Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular mengatakan bahwa yang tergolong kedalam PTM antara lain adalah; Penyakit
kardiovaskuler (jantung, atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke),
diabetes mellitus serta kanker.
1. asma;
2. penyakit paru obstruksi kronis (PPOK);
3. kanker:
4. DM:
5. hipertiroid;
6. hipertensi;
7. jantung koroner,
8. gagal jantung:
9. stroke:
10. gagal ginjal kronis:
11. batu ginjal;
12. penyakit sendi / rematik.
Selain penyakit kanker, penyakit tidak menular (PTM) yang menyebabkan kematian
tertinggi di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Tekanan darah tinggi atau hipertensi
merupakan suatu keadaan tekanan darah. seseorang 140/90 mmHg Tingginya angka
mortalitas tersebut disebabkan oleh faktor risiko utama, yaitu peningkatan tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah. seseorang akan meningkatkan risiko terkena stroke dan penyakit
jantung koroner (WHO, 2011).
WHO pada tahun 2006- 2008 diperkirakan sebanyak 5,4 juta orang di dunia
meninggal akibat rokok. Ada kecenderungan prevalensi perokok ini selalu meningkat dari
waktu ke waktu. Global Adult Tembacco Survey (GATS) tahun 2011 menemukan di
Indonesia terdapat perokok laki-laki (67%), perokok perempuan (2,7%).
Bila diperhatikan menurut jenis kelamin, angka kesakitan pemuda perempuan tercatat
lebih tinggi dari pemuda laki-laki (8,94 persen berbanding 8,62 persen). Keadaan yang sama
juga terjadi di daerah perkotaan dan perdesaan. Di perkotaan, angka kesakitan pemuda
perempuan sebesar 8,40 persen, lebih tinggi dibanding pemuda laki-laki sebesar 8,25 persen.
Sementara di perdesaan, angka kesakitan pemuda perempuan sebesar 9,54 persen dan
pemuda laki-laki sebesar 9,03 persen. Bila dilihat menurut tipe daerah, angka kesakitan
pemuda di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan, yaitu 9,28 persen
berbanding 8.33 persen. Pola yang sama juga terjadi pada pemuda laki-laki maupun
perempuan. Kondisi ini secara tidak langsung memperlihatkan bahwa derajat kesehatan
pemuda di perkotaan lebih baik dibanding derajat kesehatan pemuda di perdesaan (Statistik,
2014).
Kesehatan pria mengacu pada keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang
lengkap, seperti yang dialami oleh pria, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan. Perbedaan kesehatan pria dibandingkan dengan wanita dapat dikaitkan dengan
faktor biologis (seperti alat kelamin atau hormon pria), faktor perilaku (pria lebih cenderung
membuat pilihan yang tidak sehat atau berisiko dan cenderung tidak mencari perawatan
medis) dan faktor sosial (misalnya: pekerjaan). Ini sering berhubungan dengan struktur
seperti alat kelamin laki-laki atau kondisi yang disebabkan oleh hormon khusus untuk, atau
paling menonjol pada, laki-laki. Beberapa kondisi yang memengaruhi pria dan wanita, seperti
kanker, dan cedera, juga terlihat berbeda pada pria.
Masalah kesehatan pria juga mencakup situasi medis di mana pria menghadapi
masalah yang tidak terkait langsung dengan biologi mereka, seperti akses yang dibedakan
berdasarkan gender ke perawatan medis dan faktor sosial ekonomi lainnya. Beberapa
penyakit yang memengaruhi kedua jenis kelamin secara statistik lebih sering terjadi pada
pria. Di luar Afrika Sub-Sahara, pria berisiko lebih besar terkena HIV/AIDS-fenomena yang
terkait dengan aktivitas seksual tidak aman yang seringkali tidak sesuai dengan keinginan.
Memberi saran dan intruksi pengobatan pada pasien seperti terungkap dalam hasil
penelitian ini bahwa menurut informan petugas klinisi. kebanyakan perokok yang sudah sakit
parah cenderung lebih mudah dimotivasi untuk berhenti merokok dan biasanya berhasil,
sehingga dokter maupun petugas klinisi yang lain, setelah memberikan edukasi kepada pasien
tentang kaitan penyakit yang diderita dengan risiko dari kebiasaan merokok, selanjutnya
memberikan saran dan instruksi pengobatan pada pasien tersebut secara tegas. Berkaitan
dengan hal tersebut, sebuah penelitian menyebutkan bahwa 69.2% mantan pasien TB
mendapatkan saran berhenti merokok dari dokter dan 30,3% mendapat saran dari perawat
selama masa pengobatannya. Menurut peneliti, jika semua petugas kesehatan yang kontak
dengan pasien peduli untuk memberikan saran berhenti merokok, berpeluang meningkatkan
kesembuhan pasien penyakit yang berhubungan dengan perilaku merokok.Saran dari petugas
klinisi tersebut akan lebih diperhatikan. schingga akan mendorong keberhasilan pasien dalam
upaya berhenti merokok.
Berkaitan hal tersebut, peran petugas kesehatan diyakini bisa mencapai 10% dalam
mendorong pasien untuk berhenti merokok, yakni dengan memberikan instruksi yang tegas
kepada pasien perokok untuk tidak meneruskan kebiasaannya. Selanjutnya, bila dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lain ikut menganjurkan berhenti merokok, maka akan
meningkatkan angka keberhasilan berhenti merokok sebesar 5%. Selanjutnya, pemberian
saran dan instruksi pengobatan kepada pasien hendaknya dituliskan dalam rekam medis
pasien tersebut. Seperti fakta yang ditemukan dalam penelitian ini, bahwa anamnesis pasien
tentang kebiasaan merokok, dan saran untuk mengurangi atau menghentikan kebiasaan
tersebut dituliskan di rekam medisnya. Menurut peneliti, hal ini akan lebih menjamin
kesinambungan evaluasi perkembangan pasien dalam upaya berhenti merokok, selama proses
penyembuhan penyakitnya. Selain itu, juga sebagai media komunikasi antar petugas klinisi,
tentang riwayat penyakit pasien, serta terapi dan saran yang sudah diberikan petugas klinisi
sebelumnya pada pasien tersebut. Salah satu kegunaan rekam medis adalah sebagai alat
komunikasi antara dokter dan petugas klinisi lainnya, yang turut ambil bagian dalam
memberikan pelayanan, pengobatan, dan perawatan pasien.
2.5. Pengkajian
1. Geografi
2. Demografi
3. Vital Statistik
4. Kelompok Etnis
Dx.1 Gaya hidup monoton b.d kurang pengetahuan tentang keuntungan olahraga bagi
kesehatan : 00168
Kriteria hasil :
NIC:
Dx. 2 Perilaku kesehatan cenderung beresiko b.d kurang dukungan sosial: 00188
Kriteria hasil:
NIC:
1. Modifikasi perilaku.
2. Membangun hubungan yang kompleks.
3. Peningkatan koping,
4. Dukungan pengambilan keputusan.
Kriteria hasil :
NIC:
Perawat yang merupakan tenaga kesehatan terbesar di tim pelayanan kesehatan yang
bekerja selama 24 jam, merupakan tenaga yang seharusnya diperhitungkan untuk kesuksesan
program ini. Oleh karena itu makalah ini akan mengulas tentang bagaimana peran dan fungsi
perawat dalam mempersiapkan pelaksanaan dalam rangka ikut menurunkan angka pria, serta
mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi bahaya-bahaya dalam kesehatannya.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyebab kematian adalah semua penyakit, kondisi penyakit atau cedera yang
berkontribusi terhadap kematian dan penyebab luar kecelakaan atau kekerasan yang
menghasilkan cedera. Masalah kesehatan pria juga mencakup situasi medis di mana pria
menghadapi masalah yang tidak terkait langsung dengan biologi mereka, seperti akses yang
dibedakan berdasarkan gender ke perawatan medis dan faktor sosial ekonomi lainnya.
Beberapa penyakit yang memengaruhi kedua jenis kelamin secara statistik lebih sering terjadi
pada pria.
Kesehatan pria mengacu pada keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang
lengkap, seperti yang dialami oleh pria, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan. Perbedaan kesehatan pria dibandingkan dengan wanita dapat dikaitkan dengan
faktor biologis (seperti alat kelamin atau hormon pria), faktor perilaku (pra lebih cenderung
membuat pilihan yang tidak sehat atau berisiko dan cenderung tidak mencari perawatan
medis) dan faktor sosial (misalnya: pekerjaan).
3.2. Saran
Dalam pelayanan program kesehatan laki- laki, yang paling utama yaitu memberi
dukungan karena sangat berperan penting dalam hal ini untuk meningkatkan kinerja perawat
serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi pasien. Dalam makalah ini masih dalam
ketidaksempurnaan, saya mohon untuk saran yang membangun untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aktalina. L. 2019. Hubungan Tingkatan Berat Merokok (Indeks Brinkman) dan Kejadian
Kanker Paru. Jurnal Kedokteran Methodist, Vol.12 No.1
Cheong T 2017 Why Women Live Longer Than Men. Tersedia di:
https://www.healthxchange sg hormones- thyroid/wellness/why-women-live-longer-
men. [Diakses 23 oktober 2017)
Maryani. H., Kristiana. L. 2018. Pemodelan Angka Harapan Hidup (AHH) Laki-Laki dan
Perempuan di Indonesia Tahun 2016. Buletin Peneliti Sistem Kesehatan-Vol. 21 No.2
Muhammad Daroji., dkk. 2011. Peran Petugas Puskesmas dalam Promosi Kesehatan Berhenti
Merokok pada Pasien dan Masyarakat. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol.27, No.2.
Yogyakarta.
Pangemanan. GJ., dkk. 2017. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Kejadian Kematian
Mendadak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (Eci), Volume 5,
Nomor 2
Usman. ASHH., dkk. 2021. Risiko Peningkatan Hormon Kortisol pada Hipertensi
Gestasional. Jurnal Ilmiah Obsgin-Vol.13. No.4