Anda di halaman 1dari 48

ECAE

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN


PERILAKU CERDIK PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI
DESA LABAN KECAMATAN KANGKUNG

PROPOSAL PENELITIAN
Disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
AINUR ROFIAH
NIM : SK.117003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
KENDAL, OKTOBER 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah tahap akhir dalam proses kehidupan yang terjadi

banyak penurunan dan perubahan fisik, psikologis, sosial yang saling

berhubungan satu sama lain, sehingga berpotensi menimbulkan masalah

kesehatan fisik maupun jiwa pada lansia (Cabrera, 2015). UU No.

13/Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia di sebutkan bahwa lansia

adalah adalah seseorang yang berusia lebih 60 tahun (Dewi, 2014). Lansia

mengalami penurunan biologis, secara keseluruhan, dari penurunan tulang,

masa otot yang menyebabkan lansia mengalami penurunan keseimbangan

yang berisiko untuk terjadinya jatuh pada lansia (Susilo, 2017).

World Population Prospects (2015) menjelaskan ada 901 juta

orang berusia 60 tahun atau lebih, yang terdiri atas 12% dari jumlah

populasi dunia. Pada tahun 2015 dan 2030, jumlah orang berusia 60 tahun

atau lebih diproyeksikan akan tumbuh sekitar 56% dari 901 juta menjadi

1,4 milyar, dan pada tahun 2050 populasi lansia diproyeksikan lebih 2 kali

lipat di tahun 2015, yaitu mencapai 2,1 milyar (United Nations, 2015).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI (2015), mengidentifikasi bahwa

Pada tahun 2010 usia harapan hidup orang di Indonesia adalah 69 tahun,

pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2015 menjadi 71

tahun. Jumlah proporsi lansia di Indonesia juga bertambah setiap

tahunnya. Data WHO pada tahun 2009 menunjukkan lansia berjumlah

7,49% dari total populasi , tahun 2011 menjadi 7,69% dan pada tahun
2013 di dapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total populasi (WHO,

dalam Febriana, 2016). Dari data jumlah lansia pada tahun 2018 di Jawa

Tengah jumlah penduduk 34.490,8 dan mencapai 4,492 jiwa dalam

presentase 13,02%. Proyeksi penduduk lansia di Kabupaten Kendal jumlah

penduduk 964,1 mencapai 110,8 jiwa dalam presentase 11,49%.

Proses penuaan ini mampu menjadi lansia mengalami perubahan

fungsional dari sudut pandang sistem kardiovaskuler. Seiring dengan

meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung dan pembuluh darah pun

akan mengalami perubahan dari segi struktur dan fungsinya. Dimana

perubahan utama yang terjadi adalah menurunnya kemampuan untuk

meningkatkan keluaran sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan

tubuh. Seiring bertambah usia denyut dan curah jantung pun mengalami

penurunan, hal itu terjadi karena miokardium pada jantung mengalami

penebalan dan sulit untuk diregangkan (Stanley dan Beare, 2006 ). WHO

(2017) menyebutkan bahwa angka kematian yang di sebabkan oleh

penyakit kardiovaskular sebab 17,7 juta orang menyumbangkan 31%

proporsi penyebab kematian secaraglobal dan diprediksi pada tahun 2030

akan mencapai 23,3 juta kematian setiap tahunnya. Dari jumlah prevalensi

tersebut yang menyumbangkan angka kematian tertinggi adalah penyakit

hipertensi. Lansia hipertensi dapat disebabkan oleh perubahan gaya hidup

dan yang lebih penting lagi kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan

darah tinggi karena bertambahnya usia lebih besar pada orang yang

banyak mengandung garam (Kenia, 2013).


Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan

tekanan darh sistolik di atas batas normal yang lebih dari 140 mmHg dan

tekanan darah sistolik lebih dari 90 mmHg (WHO 2013 ; Ferri, 2017).

Sedangkan menurut Setiati (2015), hipertensi merupakan tanda klinis

ketidaksimbangan hemodinamik suatu sistem kardiovaskular, di mana

penyebab terjadinya di sebabkan oleh beberapa faktor / multi faktor

sehingga tidak bisaterdiagnosis dengan hanya satu faktor tunggal (Setiati,

2017). Hipertensi merupakan penyakit yang paling sering menyerang

lansia yaitu 57,6%. Hipertensi merupakan penyebab kematian sekitar 7,5

juta kematian atau menyumbang 12,8% dari semua kematian di dunia

(WHO, 2013).

Penderita hipertensi menurut WHO (2013) di seluruh dunia sekitar

972 juta orang atau 26,4% orang di seluruh dunia mengidap hipertensi,

angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025.

Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639

sisanya berada di negara berkembang, termasuk Indonesia (Yonata, 2016).

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang di lakukan

kementrian pada tahun 2018 menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan

penduduk usia lebih dari 18 tahun sebesar 34,1 %, tertinggi di kalimantan

selatan (44,1%), sedangkan terendah papua sebesar (22,2%). Estimasi

jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang. Sedangkan

angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian.

Prevalensi lansia yang mengalami hipertensi tertinggi pada usia 60-74

tahun (75%) dan laki-laki (81,81). Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
menyatakan bahwa hipertensi merupakan penyakit terbanyak yang diderita

oleh lansia (Pusdatin Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan data yang

diperoleh dari Kemenkes RI (2018), prevalensi penderita hipertensi

berdasarkan rentang umur tertinggi berada pada usia ≥ 75 tahun (69,5%),

diikuti usia 65-74 tahun (63,2%), usia 55-64 tahun (55,2%) dan usia 45-54

tahun (45,3%). Prevalensi hipertensi di Kabupaten Kendal pada tahun

2018 memiliki presentase 4,39 % orang yang mengalami hipertensi

(Dinkes Provinsi Jawa Tengah 2018).

Hipertensi terkait dengan perilaku dan pola hidup yang kurang

baik. Pengendalian dilakukan dengan perilaku cerdik. Dikabupaten kendal

sekitar 4,39% penderita hipertensi. Maka perlunya sikap untuk mencegah

hipertensi, karena dengan adanya sikap yang positif akan mencegah

terjadinya hipertensi (Santia, 2015). Upaya pencegahan dan pendendalian

PTM dilakukan dengan GERMAS (Gerakan Masyarakat Sehat). Gerakan

masyarakat hidup sehat (GERMAS) merupakan suatu tindakan sistematis

dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh

komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan

berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup. Germas dapat

dilakukan dengan cara melakukan aktifitas fisik, mengkomsumsi sayur

dan buah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, memeriksakan

kesehatan secara rutin, membersihkan lingkungan dan menggunakan

jamban (Kemenkes, 2017). Maka dengan program kesehatan pengetahuan

dan sikap hipertensi dapat di cegah dengan Cerdik adalah salah salah satu

bentuk program kegiatan pemerintah untuk mengkatkan pencegah dan


penatalaksanaan penyakit tidak menular. Adapun perilaku CERDIK dapat

meliputi cek kesehatan rutin, enyahkan asap rokok, rutin aktivitas

olahraga, diet seimbang, istirahat cukup, dan kelola stress (Kemenkes RI,

2018).

Penatalaksanan hipertensi dilakukan sebagai upaya pengurangan

resiko naiknya tekanan darah dan pegobatannya. Tindakan yang dilakukan

berupa upaya farmakologis (obat-obatan) dan non farmakologis

(memodifikasi gaya hidup), dilakukan pengobatan dirumah secara rutin

dengan obat herbal meliputi timun, tomat, sledri (Cahyono, 2015).

Penatalaksanaan hipertensi dengan perilaku CERDIK tersebut berupa cek

kesehatan rutin , enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang,

istirahat cukup dan kelola stress (Suahdi, 2016).

Penelitian Idrus, Ansarriadi dan Ansar (2018) tentang Determinan

Pemeriksaan Rutin Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi menunjukkan

bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan, pengetahuan akses

pelayanan kesehatan, dan dukungan keluarga) dengan pemeriksaan rutin

tekanan darah pada pasien hipertensi. Pemeriksaan rutin tekanan darah

sangat diperlukan untuk mengetahui tekanan darah serta mencegah

terjadinya komplikasi. Masyarakat agar aktif sosialisasi yang berkaitan

dengan hipertensi untuk menambah pengetahuan utamanya bagi para

penderita serta bagi petugas kesehatan sebaiknya memberikan penyuluhan

yang lebih intensif kepada masyarakat mengenai hipertensi utamanya

tentang pentingnya melakukan control tekanan darah secara rutin.


Penelitian Retnaningsih, Kustriyani, dan Sanjaya (2015) tentang

Perilaku Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia menunjukan

bahwa hubungan perilaku merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia

laki-laki dengan nilai p value = 0,000 (<0,05) ρ = 0,481. Merokok dapat

menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang terkandung di dalam

tembakau yang dapat merusak lapisan dalam dinding arteri, sehingga arteri

lebih rentan terjadi penumpukan plak (arterosklerosis). Hal ini terutama

disebabkan oleh nikotin yang dapat merangsang saraf simpati sehingga

memacu kerja jantung lebih keras dan menyebabkan penyempitan

pembuluh darah, serta peran karbon monoksida yang dapat menggantikan

oksigen dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen

tubuh.

Penelitian Mustofa, Febriyani, Prasetia dan Hasriza (2020) tentang

Hubungan Karakteristik Dan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Hipertensi

Pada Lansia menunjukan bahwa hubungan antara karakteristik dan

aktivitas fisik dengan tingkat hipertensi yaitu untuk usia, untuk jenis

kelamin, untuk penyakit lain dan untuk aktivitas fisik. Hasil uji statistik

yang dilakukan dengan mengunakan uji Rank Spearman diperoleh nilai p

sebesar 0,538 (p>0,05). Aktivitas fisik atau olahraga diduga dapat

menstimulasi pertumbuhan saraf yang mungkin dapat menghambat

penurunan fungsi kognitif pada lansia dan membantu degenerative dan

perkembangan penyakit yang akan menyerang lansia.

Penelitian Alvita (2018) tentang Hubungan Pola Diet Dengan

Riwayat Hipertensi Pada Lansia menunjukkan bahwa sebagian besar lansia


mempunyai pola diet yang baik yaitu sebesar 29 Responden (70,7%). Hal

ini ditandai dengan sebagian besar lansia sudah mengerti untuk membatasi

penggunaan garam dalam masakan sehari-hari mereka memasak masakan

dengan mengurangi penggunaan garam dibandingkan sebelum sakit

namun ada sebagian yang menyenangi makanan yang mengandung

kolesterol dan makanan siap saji serta minum minuman yang mengandung

cafeinn dalam jumlah yang bnyak seperti kopi dan teh, hal ini terlihat

terdapat 12 lansia (29,3%) memiliki pola diet yang kurang.

Penelitian Moi, Widodo, Sutrianingsih (2017) tentang Hubungan

Gangguan Tidur Dengan Tekanan Darah Pada Lansia menunjukkan bahwa

hampir sebagian gangguan tidur responden masuk kategori buruk

sebanyak 8 orang (30%). Sebagian kecil tekanan darah responden rendah

sebanyak 4orang (15%), dan hampir sebagian tekanan darah responden

tinggi sebanyak 10 orang (37%). Tidur merupakan kondisi istirahat yang

diperlukan oleh manusia secara regular. Keadaan tidur ini ditandai oleh

berkurangnya gerkan tubuh dan penurunan kewaspadaan terhadap

lingkungan sekitarnya.

Penelitian Seke, Bidjuni dan Lolong (2016) tentang Hubungan

Kejadian Stress Dengan Penyakit Hipertensi Pada Lansia menunjukkan

bahwa responden dengan kejadian stress 2 responden (2,22%). Sedangkan

responden dengan kejadian tidak stress 7 responden (77,8%). Stress

adalah tanggapan atau reaksi terhadap berbagai tuntutan atau beban

atasnya yang bersifat non spesofik namun, disamping itu stress dapat juga

merupakan faktor pebcetus, penyebab sekaligus akibat dari suatu


gangguan atau penyakit. Tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat di

akibatkan oleh stress adaah tekan darahnya meningkat. Selain itu,

umumnya individu yang mengalami stress sulit tidur, sehingga akan

berdampak pada tekanan darahnya yang cenderung tinggi.

Penatalaksanaan hipertensi dengan cerdik dipengaruhi oleh

pengetahuan yang merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Objek dalam

pengetahuan adalah benda atau hal yang di selidiki oleh pengetahuan

sehingga tidak menimbulkan kecemasan pada individu itu sendiri

(Notoatmodjo, 2010). Penatalaksanaan juga dipengaruhi oleh sikap yang

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap merupakan

suatu reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social

(Notoatmodjo,2010).

Penelitian Mukaromah, Hartati, Maimunah (2019) tentang

Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Pencegahan Hipertensi Dengan

Pola Makan Lansia menunjukkan bahwa responden pengetahuan tentang

pencegahan hipertensi baik yaitu sebanyak 34 responden (72,3%). Bahwa

pengetahuan tentang perawatan maupun dalam pencegahan adalah bagian

terpenting dalam memperbaiki kesehatan pada seseorang dengan

pengetahuan rendah akan berdampak pada perilaku pencegahan pada

hipertensi.

Penelitian Puspita, Aisah, Sutoyo (2012) tentang Sikap Terhadap

Kepatuhan Diit Hipertensi Dengan Tekanan Darah Pada Penderita


Hipertensi menunjukkan bahwa lebih dari separuh (54%) mempunyai

sikap patuh diit hipertensi dan kurang dari separuh (46%) mempunyai

sikap tidak patuh terhadap diit hipertensi. Untuk mengubah sikap penderita

hipertensi menjadi sikap sehat adalah tahap terpenting dalam program

kesehatan dan sikap seseoran merupakan komponen sangat penting dalam

perilaku kesehatan untuk itu di perlukan sikap yang baik dengan cara–cara

berperilaku hidup yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan atau

perilaku negative ke perilaku positif.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan wawancara di Desa

Laban, hasil wawancara di dapatkan 10 lansia mengalami hipertensi. Cara

hipertensi dilakukan meliputi 1 lansia melakukan cek kesehatan rutin di

rumah sakit, posbindu, atau puskesmas, 3 lansia melakukan diet rendah

garam, makanan yang berlemak, 3 lansia melakukan aktivitas fisik

olahraga dan 2 lansia menghindari asap rokok. Berdasarkan hasil studi

pendahuluan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Cerdik Pada Lansia

Dengan Hipertensi Di Desa Laban Kecamatan Kangkung

B. Rumusan Masalah

Lansia adalah tahap akhir dalam proses kehidupan yang terjadi

banyak penurunan dan perubahan fisik, psikologis, sosial yang saling

berhubungan satu sama lain. Bisa menyebabkan hipertensi merupakan

tanda klinis ketidaksimbangan hemodinamik suatu sistem kardiovaskular,

di mana penyebab terjadinya di sebabkan oleh beberapa faktor / multi

faktor sehingga tidak bisa terdiagnosis dengan hanya satu faktor tunggal
(Setiati, 2017). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, yang

di maksud objek dalam pengetahuan. Sikap merupakan reaksi atau respon

yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus tertenttu yang

dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus social (Notoatmodjo,2010) . Berdasarkan latar

belakang diatas maka rumusan masalah dalam peneliti adalah “Bagaimana

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Cerdik Pada Lansia

Dengan Hipertensi Di Desa Laban Kecamatan Kangkung”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku

Cerdik Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Desa Laban Kecamatan

Kangkung

2. Tujuan Khusus

a. Karakteristik responden dapat meliputi : usia, jenis kelamin,

tingkat, hipertensi, pengobatan hipertensi

b. Mengidentifikasi pengetahuan CERDIK pada lansia hipertensi di

desa laban

c. Mengidentifikasi sikap CERDIK pada lansia hipertensi di desa

laban

d. Mengidentifikasi perilaku CERDIK pada lansia hiperteni di desa

laban
e. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan perilaku CERDIK

pada lansia hipertensi di desa laban

f. Menganalisis hubungan sikap dengan perilaku CERDIK pada

lansia hipertensi di desa laban

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan,

pengetahuan dan pengalaman serta mengembangkan diri

khususnya dalam bidang penelitian keperawatan komunitas.

b. Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Cerdik Pada Lansia

Dengan Hipertensi Di Desa Laban Kecamatan Kangkung

Manfaat Praktis

a. Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

bagi responden sehingga mampu mengetahui pengetahuan dan

sikap dengan perilaku CERDIK pada lansia hipertensi

b. Masyarakat

Hasil penelitian yang didapatkan memberikan pengetahuan bagi

masyarakat agar masyarakat dapat mengetahui Hubungan


Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Cerdik Pada Lansia

Dengan Hipertensi
E. Keaslian Penelitian

No Nama Judul Metode Hasil Penelitian


. Peneliti Penelitian Penelitian
1. Dwi Perilaku Desain Hasil penelitian
Retnanin Merokok penelitian menunjukkan bahwa
gsih, Dengan Menggunaka hubungan perilaku
Menik Kejadian n non merokok dengan
Kustriyan Hipertensi ekspreimenta kejadian hipertensi pada
i, Bayu Pada l dengan lansia laki-laki dengan
Tirta Lansia metode nilai p value = 0,000
Sanjaya deskriptif ( <0,05) p= 0,481.
(2015) korelatif
2. Prisilia Hubungan Desain
Slva Kejadian penelitian Hasil Penelitian ini
Seke, Stress observasiona bahwa responden
Hendro J. Dengan l dengan dengan kejadian stress
Bidjuni Penyakit menggunaka dan tidak hiipertensi
dan Jill Hipertensi n pendekatan berjumlah 2 responden
Lolong Pada cross (22,2%), sedangkan
(2016) Lansia dib sectional responden dengan
alai kejadian tidak stress dan
penyantuna tidk hipertensi
n lanjut berjumlah 7 responden
usia senjah (77,8%), responden
cerah dengan kejadian tidak
kecamatan stress dan hipertensi
mapanget berjumlah 3 responden
kota (7,3%).
manado
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Pengertian lansia

Lansia menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki

tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2016). WHO juga

memberi batasan yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45 - 59

tahun, usia lanjut (elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut tua

(old) antara 75 – 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90

tahun (Mujahidullah. 2012). Lansia adalah tahap dari siklus hidup

manusia paling akhir, yaitu bagian dari proses kehidupan yang tidak

dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap orang. Pada tahap tua

ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun

psikis, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan

yang pernah dimilikinya (Soejono, 2014).

2. Batasan Usia lansia

Batasan usia pada lansia berbeda-beda, umumnya berkisar antara

60-65 tahun. Berikut pendapat para ahli dalam Nugroho (2008)

mengenai batasan usia yaitu:

a. Menurut organisasi kesehatan WHO ada empat tahap yaitu

1) Usia pertengahan (middle age) : 45-49 tahun


2) Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun

4) Usia Sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

3. Perubahan- Perubahan yang terjadi pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia (Nugroho, 2009

dalam Mujahidillah 2012) yaitu :

a. Sistem Integumen

Pada lansia sudah mengalami perubahan yang terjadi

hilangnya elastisitas kulit, perubahan pigmentasi, atrofi kelenjar,

penipisan rambut dan pertumbuhan kuku yang lambat

b. Sistem Pendengaran

Terjadinya presbicusis atau hilangnya kemampuan

pendengaran sekitar 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun.

c. Sistem Penglihatan

Terjadinya penurunan daya akomodasi mata (presbyopia),

hilangnya respon terhadap sinar, penurunan adaptasi terang

gelap dan lensa mata sudah mulai menguning

d. Sistem Respirasi

Penurunan reflex batuk, pengeluaran lendir, debu, iritan

saluran napas berkurang dan terjadi peningkatan infeksi saluran

nafas.

e. Muskuloskeletal

Terjadinya penurunan massa otot dan kekuatan otot,

kekakuan pada sendi serta terjadi penurunan produksi cairan


sinovial. Otot pada lansia mengalami pengecilan akibat

kurangnya aktivitas, proses pembentukan tulang mengalami

perlambatan. Tulang menjadi berongga yang disebabkan

penyerapan kalsium oleh vitamin D mengalami penurunan

akibatnya rawan untuk terjadi patang tulang pada lansia.

Penurunan fungsi sistem muskuloskeletal pada lansia dapat

menyebabkan beberapa perubahan seperti osteoarthritis,

osteoporosis yang dapat memunculkan keluhan nyeri, kekauan

pada sendi, hilangnya pergerakan, dan muncul tanda-tanda

inflamasi, pembengkakan serta mengakibatkan gangguan

mobilitas (Sevilla, 2013).

f. Sistem kardiovaskular

Sistem kardiovaskular sangat erat kaitannya dengan jantung

dan pembuluh darah dimana jantung dan pembuluh darah

merupakan satu kesatuan integrasi yang mampu memberikan

oksigen dan nutisi bagi setiap sel hidup untukbertahan hidup

(Touhy & Jett, 2014).

B. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan

peningkatanangka morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase

sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang sedang dipompa


oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah

yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari

120 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg pada dua kali

pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka

waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal

(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner), dan otak

(menyebabkan stroke) bila todak dideteksi secara dini dan mendapat

pegobatan yang memadai (Kemenkes, RI 2014).

Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah baik sistolik maupun

diastolic yang terbagi menjadi dua tipe yaitu hipertensi esensial yang

paling sering terjadi dan hipertensi sekunder yang disebabkan oleh

penyakit renal atau penyebab lain, sedangkan hipertensi malignan

merupakan hipertensi yang berat, fulminan dan sering dijumpai pada

dua tipe hipertensi tersebut (Kowalak, Weish & Mayer, 2011).

2. Etiologi

Manurung (2016) mengklasifikasikan hipertensi berdasarkan

penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua yaitu :

a. Hipertensi esensial atau primer

Hipertensi esensial atau primer adalah peningkatan tekanan

darahyang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Penyebab pasti

dari hipertensi esensial menurut Priyoto (2015) belum dapat

diketahui, sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial


juga tidak ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan

penyakit renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya,

genetik serta ras menjadi bagian dari penyebab timbulnya

hipertensi esensial termasuk stress, intake alkohol moderat,

merokok, lingkungan dan gaya hidup.

a. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya

tkanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita

penyakit lainnya seperti gagl ginjal, gagal jantung, atau kerusakan

sistem hormone tubuh. Menurut santoso (2010) hipertensi sekunder

disebabkan oleh penyakit lain. Hipertensi primer terdapat lebih dari

90% penderita hipertensi, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh

hipertensi sekunder.

3. Faktor resiko

Faktor risiko hipertensi menurut kemenkes RI (2017), dibagi

menjadi dua yaitu faktor risiko yang dapat di ubah dan tidak dapat

diubah yaitu :

a. Faktor resiko yang bisa diubah

1) Usia

Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang

berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya

usia maka semakin tinggi pula resiko mendapatkan hipertensi.

Insiden hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya

usia, hal ini disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh


yang mempengaruhi pembuluh darah, hormon serta jantung

(Triyanto, 2014).

2) Lingkungan (stres)

Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh

terhadap hipertensi. Hubungan antara stress dengan hipertensi

melalui saraf simpatis, dengan adanya peningkatan aktivitas

saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara

intermitten (Triyanto, 2014).

3) Obesitas

Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah

kegemukan atau obesitas. Perenderita obesitas dengan

hipertensi memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi volume

darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penderita

yang memiliki berat badan normal (Triyanto, 2014)

4) Rokok

Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus

pelepasan katekolamin. Katekolamin yang mengalami

peningkatan dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung,

iritabilitas miokardial serta terjadi vasokontriksi yang dapat

meningkatkan tekanan darah (Ardiansyah, 2012).

5) Kopi

Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein.

Kafein sebagai anti-adenosine (adenosine berperan untuk

mengurangi kontraksi otot jantung dan relaksasi pembuluh


darah sehingga menyebabkan tekanan darah turun dan

memberikan efek rileks) menghambat reseptor untuk berikatan

dengan adenosine sehingga menstimulus sistem saraf simpatis

dan menyebabkan pembuluh darah mengalami konstriksi

disusul dengan terjadinya peningkatan tekanan darah (Blush,

2014).

a. Faktor resiko yang tidak bisa diubah

1) Genetik

Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap

bangka kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar

70-80 % lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari

pada heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang menderita

hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,

oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto,

2014).

2) Ras

Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar

untuk menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar

renin plasma yang rendah mengurangi kemampuan ginjal untuk

mengekskresikan kadar natrium yang berlebih (Kowalak,

Weish, & Mayer, 2011).


4. Manifestasi klinis

Manisfestasi klinis menurut Ardiansyah (2012 muuncul setelah

penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya

antara lain :

a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan

langkah tidak mantap.

b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena

peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.

c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.

d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh

penurunanperfusi darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.

e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak

hipertensi.

f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari

peningkatan aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh

glomerulus.

Tidak semua penderita hipertensi mengebali atau

merasakan keluhan maupun gejala, menurut Kemenkes RI (2018),

keluhan-keluhan pada penderita hipertensi antara lain : sakit

kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing, penglihatan kabur,

rasa sakit didada, mudah lelah.

5. Komplikasi

Komplikasi pada penderita hipertensi menurut WHO (2011)

menyerang organ-organ vital antar lain :


a Jantung

Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infark

miokard menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium tidak

terpenuhi kemudian menyebabkan iskemia jantung serta terjadilah

infark.

b Ginjal

Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan

mengakibatkan kerusakan progresif sehingga gagal ginjal.

Kerusakan pada glomerulus menyebabkan aliran darah ke unit

fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotik menurun

kemudian hilangnya kemampuan pemekatan urin yang

menimbulkan nokturia.

c Otak

Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang

terlepas dari pembuluh darah di otak, sehingga terjadi stroke.

Stroke dapat terjadi apabila terdapat penebalan pada arteri yang

memperdarahi otak, hal ini menyebabkan aliran darah yang

diperdarahi otak berkurang.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi menurut kemenkes (2017) dibagi

menjadi dua yaitu :

a. Penatalaksanaan Non farmakologi

Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan

nonfarmakologi sangat penting untuk mencegah tekanan darah


tinggi. Penatalaksanaan nonfarmakologis pada penderita hipertensi

bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara

memodifikasi faktor resiko yaitu :

1) Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass

Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui

dengan rumus membagi berat badan dengan tinggi badan yang

telah dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang terjadi

dapat diatasi dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya

protein dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg

dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg

(Dalimartha, 2008).

2) Mengurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan

diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-

kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau dengan mengurangi

konsumsi garam sampai dengan 2300 mg setara dengan satu

sendok teh setiap harinya. Penurunan tekanan darah sistolik

sebesar 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,5

mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi asupan garam

menjadi ½ sendok teh/hari(Dalimartha, 2008).

3) Batasi konsumsi alkohol

Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria

atau lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan
tekanan darah, sehingga membatasi atau menghentikan

konsumsi alkohol dapat membantu dalam penurunan tekanan

darah (PERKI, 2015).

4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara

meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersamaan

dengan urin. Konsumsi buah-buahan setidaknya sebanyak 3-5

kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium menjadi

cukup. Cara mempertahankan asupan diet potasium (>90 mmol

setara 3500mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah

dan sayur.

5) Menghindari merokok

Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita

hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan

utama rokok adalah tembakau, didalam tembakau terdapat

nikotin yang membuat jantung bekerja lebih keras karena

mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi

denyut jantung serta tekanan darah (Dalimartha, 2008).

6) Penurunan stress

Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan

tekanan darah sementara. Menghindari stress pada penderita

hipertensi dapat dilakukan dengan cara relaksasi seperti

relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat mengontrol


sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah yang tinggi

(Hartono,2007).

7) Aromaterapi (relaksasi)

Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan

alternatif yang menggunakan minyak esensial untuk

memberikan kesehatan dan kenyamanan emosional, setelah

aromaterapi digunakan akan membantu kita untuk rileks

sehingga menurunkan aktifitas vasokonstriksi pembuluh darah,

aliran darah menjadi lancar dan menurunkan tekanan

darah(Sharma, 2009).

8) Terapi masase (pijat)

Masase atau pijat dilakukan untuk memperlancar aliran

energi dalam tubuh sehingga meminimalisir gangguan

hipertensi beserta komplikasinya, saat semua jalur energi

terbuka dan aliran energi tidak terhalang oleh tegangnya otot

maka resiko hipertensi dapat diminimalisir(Dalimartha, 2008).

b. Penatalaksanaan Farmakologi

b. Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)

merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :

1) Diuretik (Hidroklorotiazid)

Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih

dalam tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih

ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)

Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk

menghambat aktifitas saraf simpatis.

3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol) Fungsi dari

obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya pompa

jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami

gangguan pernafasan seperti asma bronkial.

4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah

dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.

5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)

Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat

angiotensin II dengan efek samping penderita hipertensi

akanmengalami batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan

jenis penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan

menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptor.

7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.

C. Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.


Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran,penciuman, rasa dan raba menurut Bachtiar

yang dikutip dari Notoatmodjo (2012). Pengetahuan sangat erat

hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan

pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek

mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua

aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek

positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap

positif terhadap objek tertentu. Salah satu bentuk objek kesehatan

dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman

sendiri (Wawan, 2010).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Adapun faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

Notoatmodjo, (2012) antara lain :

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup.
2) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang

memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara

langsung maupun secara tidak langsung

3) Umur

Bertambahnya umur seseorang, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang

lebih dewasa lebih dipercaya dari orang yang belum tinggi

kedewasaannya. Ini ditentukan dari pengalaman dan

kematangan jiwa

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok

2) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi

3. Tingkat Pengetahuan

Menurut notoatmodjo (2014) Pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda – beda. Secara garis

besarnya dibagi 6 tingkat, yakni :

a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori

yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (Comprehensif)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut

harus dapat mengintreprestasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami

objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan

prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau

objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu

sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut

telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,

membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek

tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain


sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

4. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menayakan tentang isi materi yang

ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo,

2014). Menurut Nurhasim (2013) Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang yang ingin

diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat

pengetahuan responden yang meliputi tahu, memahami, aplikasi,

analisis, sintesis, dan evaluasi. Adapun pertanyaan yang dapat

dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subjektif,

misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan objektif, misalnya

pertanyaan pilihan ganda, (multiple choice), betul-salah dan

pertanyaan menjodohkan. Cara mengukur pengetahuan dengan

memberikan pertanyaan – pertanyaan, kemudian dilakukan

penilaian 1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah.

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor


yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya

prosentase kemudian digolongkan menjadi 3 kategori yaitukategori

baik (76 -100%), sedang atau cukup (56 – 75%) dan kurang

(<55%). (Arikunto, 2013)

D. Sikap

1. Definisi sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu reaksi

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek

dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah

kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila

individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respons

(Azwar, 2010).

2. Komponen Pokok Sikap

Komponen Pokok menurut Azwar (2012) menjelaskan bahwa

sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

d. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk


sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh

ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan

penting (Notoadmodjo, 2007.)

3. Tingkatan Sikap

Tingkatan Sikap menurut menurut Notoatmodjo (2012) dibagi

menjadi 4 yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding )

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat

tiga. 1

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling

tinggi.

4. Fungsi Sikap

Sikap memliki beberapa fungsi menurut Atkinson, Smith dan Bem

(1996), dalam Sunaryo (2013) sikap mempunyai 4 fungsi yaitu:


a. Fungsi penyesuaian

Suatu sikap dapat dipertahankan karena mempunyai nilai

menolong yang berguna; memungkinkan individu untuk

mengurangi hukuman dan menambah ganjaran bila berhadapan

dengan orang-orang di sekitarnya. Fungsi ini berhubungan dengan

teori proses belajar.

b. Fungsi pembelaan ego

Fungsi ini berhubungan dengan teori Sigmund Freud, yang

menjelaskan bahwa sikap itu “membela” individu terhadap

informasi yang tidak menyenangkan atau yang mengancam, kalau

tidak ia harus menghadapinya.

c. Fungsi ekspresi nilai

Beberapa sikap dipegang seseorang karena mewujudkan

nilai-nilai pokok dan konsep dirinya. Kita semua mengganggap diri

kita sebagai orang yang seperti ini atau itu (apakah sesungguhnya

demikian atau tidak, adalah soal lain); dengan mempunyai sikap

tertentu anggapan itu ditunjang.

d. Fungsi pengetahuan

Kita harus dapat memahami dan mengatur dunia sekitar

kita. Suatu sikap yang dapat membantu fungsi ini memungkinkan

individu untuk mengatur dan membentuk beberapa aspek

pengalamannya.

5. Struktur Sikap
Azwar (2010) mengklasifikasi Struktur sikap dibagi dalam 3

komponen yang saling menunjang yaitu :

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai

apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b. Komponen afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional

subyektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara

umum,komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki

terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif

Komponen ini menunjukkan bagaimana kecenderungan

berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan

objek sikap yang dihadapinya. Komponen kognitif mengenai suatu

obyek dapat menjadi penggerak terbentuknya sikap apabila

komponen kognitif tersebut disertai dengan komponen afektif

(persepsi) dan komponen konatif (kesiapan untuk melakukan

tindakan) (Azwar, 2010).

6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2012) Faktor yang mempengaruhi sikap dibagi

menjadi 6 yaitu :

a. Pengalaman pribadi

Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan

yang meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang.


Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-

ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap

ke dalam individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap.

b. pengaruh orang lain

Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat

berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup di

pedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh

masyarakatnya.

c. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang

besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan di

masyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang

ada di daerahnya.

d. Media massa

Media massa elektronik maupun media cetak sangat besar

pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan

seseorang. Dengan pemberian informasi melalui media massa

mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru

bagi terbentuknya sikap.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Dalam lembaga pendidikan dan lembaga agama

berpengaruh dalam pembentukan sikap, hal ini dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam

diri individual.
f. Faktor emosional

Sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya hanya

sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego, sikap yang demikian merupakan sikap sementara

dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga

menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

E. Perilaku CERDIK

1. Pengertian Perilaku

Menurut Hakim (2012), perilaku merupakan manifestasi dari

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus lingkungan sosial

tertentu. Faktor sosial sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi

perilaku antara lain, struktur sosial, pranata-pranata sosial, dan

permasalahan soaial lain (Notoatmodjo, 2010). Faktor budaya sebagai

faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seseorang antara lain

nilai-nilai, adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan masyarakat, tradisi

dansebagainya. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang

itu merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pemgamatan,

persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.

2. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan

(Notoatmodjo, 2007). Adapun perilaku kesehatan oleh secara garis


besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu perilaku orang yang sehat

agar tetap sehat dan meningkat serta perilaku orang yang saki yaitu :

a. Perilaku sehat.

Perilaku sehat mencakup perilaku-perilaku (overt and

covert behavior) dalam mencegah atau menghindar dari penyakit

dan penyebab penyakit/masalah, atau penyebab masalah kesehatan

(perilaku prefentif), dan perilaku dalam mengupayakan

meningkatnya kesehatan (perilaku promotif). Sedangkan menurut

Waris dan Yuana (2013), perilaku sehat adalah tindakan yang

dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan

kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga dan

makanan bergizi. Jadi perilaku sehat merupakan segala tindakan

individu dalam mencegah masalah kesehatan yang mungkin terjadi

serta memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya

b. Perilaku orang yang sakit

Perilaku ini disebut dengan perilaku pencarian pelayanan

kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini mencakup

tindakan-tindakan yang diambil seseorang atau anaknya bila sakit

atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan

atau terlepas dari masalah kesehatan yang dideritanya. Tempat

pencarian kesembuhan tersebut adalah fasilitas

pelayanankesehatan, baik itu pelayanan kesehatan tradisional


seperti dukun, sinshe, paranormal, maupun pengobatan modern

seperti rumah sakit, puskesmas dan poliklinik.

3. Penjabaran Perilaku CERDIk

Menurut Kemenkes RI (2018) perilaku cerdik dibagi menjadi 6

yaitu :

a. Cek Kesehatan secara Berkala

Cek kesehatan secara rutin bermanfaat untuk mengingatkan

tentang kesehatan kita (Kemenkes, 2016). Beberapa PTM seperti

diabetes mellitus, hipertensi, stroke, jantung dan beberapa kanker

bisa diturunkan risikonya jika diketahui secara dini. Semakin tepat

informasi yang kita dapatkan tentang kesehatan kita, maka semakin

bijaksana pula keputusan yang dapat kita lakukan. Cek kesehatan

dapat dilakukan rutin minimal 1 bulan sekali. Adapun beberapa cek

yang paling umum dilakukan adalah sebagi berikut:

1) Cek tekanan darah yaitu salah satu cara deteksi dini risiko

hipertensi, stroke, dan penyakit jantung. Angka hasil

pemeriksaan normal apabila dibawah 140/90 mmHg.

2) Cek lingkar perut, ketika lemak perut berlebihan akan memicu

masalah kesehatan yang serius seperti serangan jantung, stroke

dan diabetes. Batas aman lingkar perut pria adalah 90 cm dan

wanita 80 cm.

3) Cek kolesterol total biasanya terdiri dari LDL (kolesterol

“buruk”),
4) HDL (kolesterol “baik”) dan trigliserida (lemak yang dibawa

dalam darah berasal dari makanan yang kita makan). Batas

normal kadar kolesterol dalam darah yaitu kurang dari

200mg/dL.

b. Enyahkan Asap Rokok

Asap rokok merupakan salah satu asap yang mengandung

racun berbahaya bagi tubuh (Agung dkk, 2013). Kawasan yang

bebas dari asap rokok merupakan satu-satunya cara efektif dan

murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang

lain (Azkha, 2013). Adapun tempat-tempat yang biasanya

dijadikan kawasan bebas asap rokok adalah tempat kerja, tempat

belajar/mengajar, pelayanan kesehatan, tempat ibadah, terminal /

stasiun / bandara, rumah tangga dan angkutan umum. Sering

perokok memberikan argumen bahwa merokok adalah hak

azazinya untuk tidak diganggu, namun mereka lupa bahwa di

sebelah mereka ada orang lain, keluarga, anak yang terenggut

haknya untuk mendapat udara segar dan untuk hidup sehat tanpa

asap rokok.

c. Rajin Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat membantu tubuh dalam menurunkan

kadar glukosa dalam darah, menjaga berat badan, meningkatkan

kekuatan tubuh dan yang terpenting dalam usahanya meningkatkan

sensitivitas insulin, sehingga glukosa darah lebih terkontrol

(Panjaitan, 2013). Menurut informasi depkes RI (2016) bagian


promosi kesehatan, aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan

anggota tubuh, menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat

penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik mental agar hidup tetap

sehat bugar sepanjang hari. Manfaat yang dapat didapatkan adalah

terhindar dari penyakit tidak menular seperti jantung, stroke,

osteoporosis, kanker, hipertensi dan diabetes, berat badan

terkendali, otot lebih lentur dan tulang lebih kuat, bentuk tubuh

lebih bagus, lebih percaya diri dan bugar bertenaga. Olahraga yang

teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingatkan kepada

kita adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai

pengobatan hipertensi.

d. Diet Seimbang

Salah satu hal yang ditekankan dalam pola diet seimbang

adalah konsumsi garam per orang per hari adalah 5 gr natrium atau

setara dengan 1 sendok teh (1 sendok kecil) dan apabila berlebih

akan meningkatkan risiko terkena serangan jantung dan stroke.

Sedangkan untuk konsumsi lemak per orang per hari adalah 5

sendok makan dan apabila berlebih akan meningkatkan

jumlahkolesterol LDL yang menjadikanpembuluh darah

menyempit, menyebabkan penyakit jantung dan stroke. Depkes RI

(2016) Terdapat 9 pesan gizi seimbang bagian promosi kesehatan:

1) Syukuri dan nikmati aneka ragam makanan

2) Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan


3) Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein

tinggi

4) Biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok

5) Batasi konsumsi panganan manis, asin, dan berlemak

6) Biasakan sarapan

7) Biasakan mnum air putih yang cukup dan aman

8) Biasakan membaca label pada kemasan pangan

9) Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir

e. Istirahat Cukup

Terdapat perbedaan kebutuhan tidur berdasarkan usia menurut

informasi Depkes RI (2016) bagian promosi kesehatan, yaitu

sebagai berikut:

Perbedaan Kebutuhan Tidur berdasarkan Usia (2016)

0-1 bulan bayi baru lahir 14-18 jam/hari

1-8 bulan masa bayi 12-14 jam/hari

18-3 tahun masa anak 11-12 jam/hari

3-6 tahun masa pra sekolah 11 jam/hari

6-12 tahun masa sekolah 10 jam/hari

12-18 tahun masa remaja 8,5 jam/hari

18-40 tahun masa dewasa 7-8 jam/hari

40-60 tahun masa muda paruh baya 7 jam/hari

60 tahun keatas masa dewasa tua 6 jam/hari


f. Kelola Stres

Bahaya stres diakibatkan karena kondisi kelelahan fisik,

emosional dan mental yang disebabkan oleh adanya keterlibatan

dalam waktu yang lama dengan situasi yang menuntut secara

emosional (Gaffar, 2012). Stres akan mengakibatkan bangkitnya

serangan stroke apabila terjadi terus – menerus dalam jangka

waktu lama dan tidak segera ditanggulangi dengan baik (Adientya

dan Handayani, 2012). Penyebab stres bermacam-macam, bisa dari

permasalahan di rumah tangga, sekolah dan kantor. Oleh karena

itu, dibutuhkan upaya-upaya untuk dilakukan dalam mengatasi

stres dan mencapai jiwa yang sehat.


F. Kerangka teori

Faktor Risiko Hipertensi Penatalaksaan Hipertensi


Hipertensi 1. Farmakologi
1. Usia
2. Non farmakologi
2. Lingkungan(stres)
3. Obesitas
4. Rokok
5. Kopi
6. Genetik
7. Ras
Perilaku CERDIK
1. Cek kesehatan rutin
2. Enyahkan asap
rokok
3. Rajin aktivitas fisik
4. Diet seimbang
5. Istirahat cukup
6. Kelola stress

Sumber : Kemenkes RI (2017), Kemenkes RI (2018), Notoatmodjo

(2010)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang

hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variable-variabel

yang akan di amanati atau diukur melalui penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmodjo, 2012). Tujuan dari penelitian ini untuk

mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku cerdik

pada lansia dengan hipertensi, maka kerangka konsep disusun sebagai

berikut :

Variabel dependen Variabel independen

Pengetahuan dan Perilaku CERDIK


Sikap

Gambar 3.1 Kerangka konsep

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah hasil yang di harapkan atau hasil yang atau hail

yang diantisipasi dari sebuah penelitian (Thomas, 2010). Penelitian ini

menggunakan hipotesis karena di dalam penelitian ini menghubungkan

pengetahuan dan sikap dengan perilaku cerdik pada lansia dengan

hipertensi yaitu :

Ha : menganalisis hubungan pengetahuan dengan perilaku cerdik pada

lansia dengan hipertensi

Ha : menganalisis hubungan sikap dengan perilaku cerdik pada lansia

dengan hipertensi
C. Desain penelitian

Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan

yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu

penelitian bisa diterapkan (Nursalam, 2017). Penelitian ini

menggunakan desain penelitian korelasional bertujuan untuk dapat

menghubungkan pengetahuan dan sikap dengan perilaku cerdik pada

lansia dengan hipertensi fenomena ini dapat menggunakan variabel

dependen dan variabel independen (Nursalam, 2015).

D. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi

Populasi adalah subyek didalam sebuah penelitian yang

akan di teliti memenuhi kriteria yang sudah di tetapkan (Nursalam,

2011). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia

yang mengalami hipertensi di desa laban kecamatan kangkung

kabupaten kendal

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Nursalam, 2013). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah lansia yang mengalami hipertensi di desa laban kecamatan

kangkung kabupaten kendal

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik sampling adalah cara yang dilakukan dalam

pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang sesuai dengan


keseluruhan subjek peneliti (Suwarjana, 2016). Teknik

pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan non

probability sampling dengan pengambilan purporsive sampling

teknik ini digunakan berdasarkan kriteria yang di tetapakan seusai

tujuan penelitian (Nursalam,2016).

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria yang perlu di penuhi olej setiap

anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010) yaitu :

1) Lansia yang mengalami hipertensi di desa laban kecamatan

kangkung kabupaten kendal

2) Lansia yang bersedia sebagai responden

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sampel atau menghilangkan (Notoatmodjo,

2010) yaitu :

1) Lansia saat pengambilan data tidak mengisi kuesioner yang

sudah dibagikan.

E. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat yang digunakan oleh

peneliti dalam melakukan penelitian. (Nursalam, 2017). Penelitian

ini dilakukan di desa laban kecamatan kangkung kabupaten kendal


2. Waktu penelitian

Penelitian ini sudah di lakukan mulai bulan Oktober 2020 –

Januari 2021. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu studi

pendahuluan, pengajuan judul, studi pendahuluan, mempersiapkan

proposal penelitian, seminar proposal penelitian, pengambilan data,

pengolahan data, dan menganilisi data penyusunan laporan

penelitian dan terakhir melakukan seminar hasil dari penelitian.

Anda mungkin juga menyukai