Oleh:
dr. Aufan Lisan Shidqi
dr. Humaira Arum Muflihah
dr. Irsyad Hapsoro Ristiansah
Pembimbing:
dr. Sugeng Purnomo, M.Gizi
1.1.Latar Belakang
Munculnya virus baru yang saat ini sangat meresahkan masyarakat di berbagai
belahan dunia memberikan dampak yang yang luar biasa bagi kehidupan manusia,
terutama dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO) menyebutnya
dengan COVID-19 (Coronavirus disease 2019). COVID19 adalah penyakit yang tidak
boleh disepelekan karena virus ini sangat berbahaya, penyebaran COVID-19 begitu
cepat sehingga terdapat di setiap wilayah termaksud di Indonesia. World Health
Organization (WHO) telah memastikan COVID-19 sebagai pandemi dan di Indonesia
COVID-19 sudah dipastikan menjadi bencana nasional. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kematian pada COVID-19 berbedabeda, ada yang
menyatakan 2,84%, penelitian lain menyatakan 15%, dan 33%. Tingkat keparahan
COVID-19 dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, usia, dan beberapa penyakit komorbid,
diantaranya adalah asma, diabetes militus, dan hipertensi..
Tekanan darah adalah faktor penting dalam sistem sirkulasi tubuh manusia.
Banyak foktor yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. Faktor yang
mempengaruhi tekanan darah yaitu usia, olah raga, stress, ras, obesitas, jenis kelamin,
medikasi (Kozier, 2010). Tekanan darah dapat dengan mudah berubah meski dalam
hitungan detik, ditandai dengan pusing, sakit kepala, leher terasa kaku, dan mata
berkunang-kunang. Hal ini jelas akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari (Sasmalinda,
Syafriandi, & Helma, 2013). Kondisi seseorang dapat dilihat dari perubahan tekanan
darah. Seiring dengan peningkatan usia seseorang, tekanan darah juga dapat berubah.
Misalnya pada usia lansia sering terjadi peningkatan tekanan darah walaupun ini tidak
dianggap sebagai kondisi yang diinginkan (Fadlilah, Rahil, & Lanni, 2020).
Hipertensi adalah salah satu penyakit penyerta yang banyak di temukan pada
penderita COVID-19, sekitar 15% kasus hipertensi yang terdapat pada pasien COVID-
19. Awalnya hipertensi dan tingkat rawat inap untuk COVID-19 dihubungkan karena
dari data 20,982 pasien COVID-19 dan data dari penyakit penyerta, data hipertensi
sekitar 12,6%. dari 406 pasien yang meninggal karena infeksi COVID-19, proporsi total
dari hipertensi adalah 39,7% untuk hipertensi yang dilaporkan sendiri. Pada 406 pasien
yang meninggal dengan infeksi COVID-19, proporsi keseluruhan dari hipertensi adalah
39,7%. Tetapi, 81% pasien yang meninggal dunia berusia >60 tahun.
Bidang kesehatan ikut terdampak akibat covid-19. Rumah sakit mulai fokus
menangani pasien terkonfirmasi Covid-19 sehingga beberapa kasus lain seperti
hipertensi tidak bisa tertangani dengan baik karena takut akan tertular (Marzuki, 2020).
Pasien tidak berani melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, sehingga jika ada keluhan
yang tidak begitu berat mereka akan membeli obat di apotik tanpa mengetahui tekanan
darahnya (Suprayitno & Wahid, 2019). Hal ini sangat mengkhawatirkan karena tekanan
darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kompikasi lain seperti stroke
(Suprayitno & Huzaimah, 2020)
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila
demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau
jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epiktaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan
pusing (Mansjoer dkk, 2001). Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan
suatu pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya
kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta
dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan
berakibat fatal (Hussar, 1995). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian angka kunjungan sebelum dan sesudah pandemi virus Covid 19
di wilayah kerja puskesmas Bendosari.
1.2.Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan angka kunjungan pasien hipertensi sebelum dan sesudah
terjadinya pandemi Covid 19 di wilayah kerja Bendosari?
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui angka kunjungan pasien hipertensi sebelum dan sesudah
pandemic Covid 19.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Bendosari.
b. Menyusun alternatif pemecahan masalah dengan skala prioritas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1. Hipertensi
Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan peningkatan
tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013; Ferri, 2017). Penyakit hipertensi
atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis penyakit yang mematikan di dunia.
Faktor risiko utama terjadinya hipertensi yaitu faktor usia sehingga penyakit
hipertensi sering dijumpai pada usia lanjut (Fauzi, 2015), sedangkan menurut
Setiati (2015), hipertensi merupakan tanda klinis ketidakseimbangan hemodinamik
suatu sistem kardiovaskular, di mana penyebab terjadinya disebabkan oleh
beberapa faktor/ multi faktor sehingga tidak bisa terdiagnosis dengan hanya satu
faktor tunggal (Setiati, 2015).
2.2.2. Etiologi
Menurut Smeltzer (2017), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi terbagi
atas dua bagian, yaitu :
a) Hipertensi Primer (Esensial)
Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara
90% - 95%. Hipertensi primer, tidak memiliki penyebab klinis yang
dapat diidentifikasi, dan juga kemungkinan kondisi ini bersifat
multifaktor (Smeltzer, 2017; Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher,
2015). Hipertensi primer tidak bisa disembuhkan, akan tetapi bisa
dikontrol dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini, faktor genetik
mungkin berperan penting untuk pengembangan hipertensi primer dan
bentuk tekanan darah tinggi yang cenderung berkembang secara
bertahap selama bertahun-tahun (Bell, Twiggs, & Olin, 2015).
b) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan
darah dan disertai penyebab yang spesifik, seperti penyempitan arteri
renalis, kehamilan, medikasi tertentu, dan penyebab lainnya. Hipertensi
sekunder juga bisa bersifat menjadi akut, yang menandakan bahwa
adanya perubahan pada curah jantung (Ignatavicius, Workman, &
Rebar, 2017).
2.2.3. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation, and
Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan
derajat 2 (dilihat tabel 1), menurut World Health Organization (WHO) dan
International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG) (dilihat tabel 3).
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Tekanan Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
2.2.5. Patofisiologi
Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total resistensi/tahanan
perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil Cardiac Output didapatkan
melalui perkalian antara stroke volume (volume darah yang dipompa dari ventrikel
jantung) dengan hearth rate (denyut jantung). Sistem otonom dan sirkulasi
hormonal berfungsi untuk mempertahankan pengaturan tahanan perifer. Hipertensi
merupakan suatu abnormalitas dari kedua faktor tersebut yang ditandai dengan
adanya peningkatan curah jantung dan resistensi perifer yang juga meningkat
(Kowalak, 2011; Ardiansyah, 2012).
Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi, teoriteori
tersebut antara lain (Kowalak, 2011) :
a. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan retensi perifer meningkat.
b. Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan
berasal dalam pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi
perifer.
c. Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau
hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang disebabkan
oleh retensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II yang
menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
Kerja jantung terutama ditentukan besarnya curah jantung dan tahanan perifer.
Umumnya curah jantung pada penderita hipertensi adalah normal. Adanya kelainan
terutama pada peninggian tahanan perifer. Peningkatan tahanan perifer disebabkan
karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pada pembuluh darah
tersebut. Jika hipertensi sudah dialami cukup lama, maka yang akan sering dijumpai
yaitu adanya perubahan-perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol seperti
penebalan pada tunika interna dan terjadi hipertrofi pada tunika media. Dengan
terjadinya hipertrofi dan hiperplasia, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak
mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Hal ini dapat diperjelas dengan
adanya sklerosis koroner (Riyadi, 2011).
2.2.8. Komplikasi
Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain sebagai berikut
(Irwan, 2016):
a. Serebrovaskuler: stroke, transient ischemic attacks, demensia vaskuler,
ensefalopati.
b. Mata: retinopati hipertensif.
c. Kardiovaskuler: penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, disfungsi baik sistolik maupun
diastolik dan berakhir pada gagal jantung (heart failure).
d. Ginjal: nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.
e. Arteri perifer: klaudikasio intermiten.
2.2.9. Pencegahan
Sebagaimana diketahui pre hipertensi bukanlah suatu penyakit, juga bukan
sakit hipertensi, tidak diindikasikan untuk diobati dengan obat farmasi, bukan
target pengobatan hipertensi, tetapi populasi pre hipertensi adalah kelompok
yang berisiko tinggi untuk menuju kejadian penyakit kardiovaskular. Di
populasi USA, menurut NHANES 1999-2000, insiden pre hipertensi sekitar 30
%. Populasi pre hipertensi ini diprediksi pada akhirnya akan menjadi hipertensi
permanen sehingga pada populasi ini harus segera dianjurkan untuk merubah
gaya hidup (lifestyle modification) agar tidak menjadi progresi ke TOD (Setiati,
2015).
Rekomendasi gaya hidup yang harus ditaati menurut CHEP 2011 untuk
mencegah risiko menjadi hipertensi, dianjurkan untuk menurunkan asupan
garam sampai di bawah 1500 mg/hari. Diet yang sehat ialah bilamana dalam
makanan sehari-hari kaya dengan buah-buahan segar, sayuran, rendah lemak,
makanan yang kaya serat (soluble fibre), protein yang berasal dari tanaman, juga
harus tidak lupa olahraga yang teratur, tidak mengkonsumsi alkohol,
mempertahankan berat badan pada kisaran 18,5 – 24,9 kg/m2 (Setiati, 2015).
Menurut Riyadi (2011), pencegahan hipertensi terbagi atas dua bagian, yaitu
:
a. Pencegahan primer
Faktor risiko hipertensi antara lain: tekanan darah di atas rata-rata, adanya
riwayat hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), takikardia, obesitas,
dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
1) Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, dan sebagainya.
2) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi karena faktor tertentu, tindakan yang bisa dilakukan berupa:
1) Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun
tindakan-tindakan seperti pencegahan primer.
2) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal atau
stabil mungkin.
3) Faktor-faktor risiko penyakit jantung iskemik yang lain harus dikontrol.
4) Batasi aktivitas.
2.2.1. Penyakit COVID 19
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat
disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan
nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien
immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain
itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala
relative ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi
diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.
b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada
tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai
dengan batuk atau susah bernapas
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama:
demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak.
d. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.
Saat ini belum ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada
COVID-19. Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi Coronavirus yang
terbukti efektif. Pada studi terhadap SARSCoV, kombinasi lopinavir dan
ritonavir dikaitkan dengan memberi manfaat klinis. Saat ini penggunaan
lopinavir dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan keamanan pada
infeksi COVID-19. Tatalaksana yang belum teruji / terlisensi hanya boleh
diberikan dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite etik atau melalui
Monitored Emergency Use of Unregistered Interventions Framework
(MEURI), dengan pemantauan ketat. Selain itu, saat ini belum ada vaksin
untuk mencegah pneumonia COVID-19 ini (PDPI, 2020).
sectional (potong lintang). Penelitian cross sectional berarti peneliti melakukan observasi
atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Kata satu saat bukan berarti semua
subyek diamati tepat pada satu saat yang sama, tetapi tiap subyek hanya diobservasi satu
kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Pada
studi ini peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan
dilakukan pada bulan Desember 2020 sampai Januari 2021 meliputi pengambilan sampel,
Puskesmas Bendosari. Data sekunder gambaran statistik data kesehatan diperoleh dari
SIMPUS Puskesmas Bendosari dari bulan Oktober 2019 sampai September 2020. Data
kelompok sebelum pandemi diambil dari bulan Oktober 2019 sampai Maret 2020.
Sedangkan kelompok sesudah pandemi diambil dari bulan April sampai September 2020.
Skala : rasio
yang berhubungan memiliki rata-rata yang berbeda. Tujuan metode statistik ini adalah
membandingkan rata-rata dua grup yang berhubungan satu sama lain. Dalam penelitian ini
kelompok yang diuji yaitu kelompok pasien Hipertensi yang kontrol di masa sebelum dan
sesudah pandemi COVID-19. Pertanyaan yang coba dijawab adalah apakah kedua grup
tersebut mempunyai nilai rata-rata yang sama ataukah tidak sama secara signifikan
(Dahlan, 2011). Syarat yang harus dipenuhi untuk menggunakan uji paired t test yaitu jenis
skala pengukuran numerik, sebaran data harus normal dan varians data homogen. Tingkat
kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Untuk mengetahui normalitas data dilakukan
uji normalitas data digunakan uji Kolmogorov Smirnov karena jumlah data lebih dari 50,
sedangkan untuk uji homogenitas data dilakukan uji Levene. Jika persebaran data tidak
normal, dan atau varians data tidak homogen, maka data dianalisis menggunakan uji Mann-
Whitney.
BAB IV
HASIL ANALISIS DATA
4.1.Hasil Penelitian
Data penelitian diperoleh dari SIMPUS Puskesmas Bendosari dari bulan Oktober 2019
sampai September 2020.
Tabel 4.1 Data Pasien Hipertensi yang kontrol ke Puskesmas Bendosari sebelum pandemi
COVID-19
3. Desember 2019 95
Tabel 4.2 Data Pasien Hipertensi yang kontrol ke Puskesmas Bendosari sesudah pandemi
COVID-19
1. April 2020 42
2. Mei 2020 35
3. Juni 2020 73
4. Juli 2020 77
5. Agustus 2020 59
6. September 2020 67
4.2.Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS ver. 24. Dari data yg diolah
didapatkan rerata pasien Hipertensi yang kontrol ke wilayah kerja Puskesmas Bendosari
sebelum pandemi COVID-19 adalah sekitar 109 pasien setiap bulannya. Sedangkan rerata
pasien Hipertensi yang kontrol ke wilayah kerja Puskesmas Bendosari sesudah pandemi
COVID-19 adalah sekitar 58 pasien setiap bulannya (tabel 4.3).
Tabel 4.3 Hasil statistik data Pasien Hipertensi yang kontrol ke Puskesmas Bendosari
sebelum dan sesudah pandemi COVID-19
Dari data tersebut dilakukan analisis paired t-test. Hasilnya dari 2 kelompok yang di uji,
terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05), dengan nilai p yaitu 0,001 (tabel 4.4).
Hal ini menunjukan bahwa jumlah pasien hipertensi yang kontrol di wilayah kerja
Puskesmas Bendosari sebelum dan sesudah Pandemi COVID-19 berbeda secara signnifikan.
Jumlah rata-rata pasien yang kontrol setelah pandemi COVID-19 turun dibandingkan
sebelumnya. Padahal dari tinjauan pustaka yang ada, hipertensi dapat berkomplikasi menjadi
berbagai penyakit serius apabila tidak terkontrol. Maka dari itu, perlu identifikasi masalah
yang melatarbelakangi hal tersebut dan juga solusinya agar pasien hipertensi tetap dapat terapi
yang sesuai guideline.
BAB V
PENENTUAN PRIORITAS MASALAH DAN ANALISIS DATA
2. Dilakukan penambahan 4 4 5 5 18 3
jumlah kader dengan cara
advokasi pada pemegang
kebijakan setempat
3. Melakukan penyuluhan 5 5 5 5 20 1
kepada masyarakat
mengenai penyakit
hipertensi, pencegahan
serta pengobatannya yang
bersifat jangka panjang
4. Melakukan penyuluhan 5 3 4 4 16 4
kepada masyarakat
mengenai pentingnya
pengobatan rutin
hipertensi, serta efeknya
jika tidak rutin minum obat
5. Mengadakan alat 3 3 3 4 16 4
tensimeter di tiap RW,
sehingga masyarakat dapat
memeriksakan tekanan
darahnya secara gratis dan
berkala
6. Pengusulan pengadaan 2 2 3 3 10 8
transport kepada
masyarakat untuk berobat
ke faskes
7. Advokasi dengan 2 1 2 3 8 10
pemegang kebijakan untuk
alokasi dana PTM desa
8. Melakukan kunjungan 5 5 5 4 19 2
rumah pasien hipertensi
dengan komplikasi,
sehingga diharapkan
meningkatkan keinginan
pasien untuk berobat rutin
sehingga komplikasi yang
ditimbulkan tidak
bertambah parah
9. Melakukan kunjungan 5 5 5 4 19 2
rumah keluarga pasien
hipertensi dengan
komplikasi, untuk
diberikan informasi
mengenai hipertensi beserta
pengobatannya yang
bersifat jangka panjang
serta komplikasi yang dapat
muncul sehingga
diharapkan keluarga pasien
dapat ikut mendukung
pengobatan pasien
10. Pengusulan pengadaan 2 2 3 3 10 8
transport kepada
masyarakat untuk berobat
ke faskes
11. Membuat grup diskusi 3 2 3 3 11 7
melalui sosial media
contohnya whatsapp grup,
yang berisi kader, beserta
masyarakat. Dan kader
diharapkan aktif berbagi
informasi kesehatan
khususnya hipertensi
12. Memberikan informasi 4 2 4 4 14 6
kepada masyarakat
mengenai pengobatan
hipertensi yang sesuai,
dimana pengobatannya
harus rutin dan sesuai
kondisi pasien
13. Diskusi mengenai kultur 4 3 4 4 15 5
dan budaya yang benar atau
salah secara teoritis,
sehingga masyarakat
mampu menjalankan kultur
yang benar
6.2.Kelompok Sasaran
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Masalah utama yang berhubungan dengan kesehatan yang menjadi prioritas atau
diagnosa komunitas di lingkup kerja Puskesmas Bendosari adalah rendahnya
penderita hipertensi yang berobat teratur
7.1.2 Tingginya angka penderita hipertensi yang berobat tidak teratur disebabkan karena
kurangnya kesadaran masyarakat untuk berobat rutin karena pengetahuan serta
informasi yang kurang, metode sosialisasi yang kurang personal, dan tidak adanya
kader khusus untuk penanganan penyakit tidak menular.
7.1.3 Strategi untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan kesehatan di lingkup
kerja Puskesmas Bendosari ini adalah dengan cara melakukan penyuluhan pada
kegiatan posyandu lansia, home visit pasien hipertensi dengan komplikasi, serta
advokasi pada pembuat kebijakan (perangkat desa) untuk pengajuan kader penyakit
tidak menular. Kegiatan tersebut dilakukan di Puskesmas Bendosari.
7.2 Saran
7.2.1. Perlu dilakukan pemantauan berkala hasil penyuluhan yang diberikan, yang dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya kunjungan berobat rutin pasien hipertensi.
7.2.2. Perlu dilakukan pemantauan terkait pembentukan kader untuk mengatasi PTM.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, K. 2015. Hypertension: The Silnet Killer: Updated JNC-8 Guideline Recommendations.
Counting Education , 2.
Departemen Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia-Tahun
2007. Depkes RI :Jakarta.
Drager, Luciano F., Pio-Abreu, Andrea, Lopes, Renato D., & Bortolotto, Luiz A. (2020). Is
Hypertension a Real Risk Factor for Poor Prognosis in the COVID-19 Pandemic? Current
Hypertension Reports, 22(43). doi: doi.org/10.1007/s11906-020- 01057-x
Channel News Asia. (2020). Wuhan virus outbreak: 15 medical workers infected, 1 in critical
condition. [Homepage on The Internet].
Cited Jan 28th 2020. Available
on:https://www.channelnewsasia.com/news/asia/wuhanpneumonia-outbreak-health-workers-
coronavirus-12294212
Fauzi, Isma. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, & Pengobatan Asam Urat, Diabetes &
Hipertensi. Yogyakarta: Araska.
Ferri, F. F. 2017. Ferri's Clinical Advisor 2017: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc.
Huang, C., Wang, Y., Li, X., Ren, L., Zhao ,J., Zan,g Li., Fan, G., etc. (2020). Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet. 24 jan 2020.
Ignatavicius, Workman, & Rebar. 2017. Medical Surgical Nursing: Concepts For Interprofessional
Collaborative Care (9 th ed.). St. Louis : Elsevier, Inc.
Korsman, S.N.J., van Zyl, G.U., Nutt, L., Andersson, M.I, Presier, W. (2012). Viroloy. Chins: Churchill
Livingston Elsevier
Kowalak, J. P. 2011. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher. 2014. Medical Surgical Nursing. Assessment And
Management Of Clinical Problems (9th ed.). St. Louis : Elsevier Mosby.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). Panduan Praktik Klinis: Pneumonia 2019-nCoV.
PDPI: Jakarta
Relman, E. (2020). Business insider Singapore. Cited Jan 28th 2020. Available
on:https://www.businessinsider.sg/deadly-china-wuhan-virusspreading- human-to-human- officials-
confirm-2020- 1/?r=US&IR=T.
Setiati, Siti. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Ed. VI. Jakarta: Interna Publishing.
Smeltzer, Susan C. 2017. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth : Alih Bahasa, Devi
Yulianti, Amelia Kimin : editor edisi bahasa Indonesia, Eka Anisa Mardella. – Ed. 12. Jakarta:
EGC.
The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, detection, evaluation, and
treatment of High Blood Pressure. 2003.