PJJ PERIODE 24 AGUSTUS – 18 SEPTEMBER 2020 PENDAHULUAN ● Pertusis atau “batuk rejan” atau “batuk 100 hari” merupakan salah satu penyakit menular saluran pernapasan ● Penyebab tersering dari pertusis adalah bakteri gram (-) Bordetella pertussis ● Di seluruh dunia insidensi pertussis banyak didapatkan pada bayi dan anak kurang dari 5 tahun ● Perlu dilakukan diagnosis dini kasus pertusis sehingga klinisi mampu memberikan penanganan yang tepat dan cepat sehingga derajat penyakit pertusis tidak menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut DEFINISI ● Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent cough dan batuk seratus hari ● Pertusis berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang intensif, merupakan penyakit infeksi saluran napas akut yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan yang menurun EPIDEMIOLOGI ● Pada masa sebelum vaksinasi, pertusis menyerang anak prasekolah, dan kurang dari 10% kasus terjadi pada bayi usia kurang 1 tahun. ● Setelah mulai dilakukan imunisasi (tahun 1940), kejadian pertusis menurun drastis, dari 200.000 kasus/tahun menjadi 1.010 kasus pada tahun 1976 ● Data Riskesdas 2013 menunjukkan data cakupan imunisasi dasar lengkap Indonesia adalah 59,2%, ● kejadian pertusis memuncak pada anak-anak usia 1 sampai 5 tahun dan lebih jarang terjadi pada mereka yang lebih muda dari 1 tahun dan lebih dari 10 tahun EPIDEMIOLOGI ETIOLOGI
● Bordetella pertussis adalah coccobacillus gram negatif fastidious
● Masa inkubasi biasanya adalah 7 hingga 10 hari, tetapi bisa juga selama 21 hari. PATFISOLOGI ● Toksin pertusis, hemagglutinin berfilamen, pertaktin, dan aglutinogen memungkinkan organisme untuk menempel pada epitel bersilia saluran pernapasan, di mana ia memberikan efeknya. ● Toksin pertusis juga menginduksi sitoksisitas sel, menghambat respon neutrofilik dan monositik, dan menunda induksi respon imun spesifik bertanggung jawab atas manifestasi sistemik dari pertusis PATFISOLOGI ● Faktor virulensi diduga mensensitisasi sel-sel b-islet di pancreas hiperinsulinisme, yang jarang bermanifestasi sebagai hipoglikemia pada bayi muda ● Zat lain yang diuraikan oleh organisme termasuk adenylate cyclase dan trakea cytotoxin kerusakan pada epitel pernapasan dan menghindari sistem kekebalan tubuh dengan mengubah fungsi leukosit ● Komplikasi sistem saraf pusat dari pertusis dianggap sekunder akibat hipoksemia yang disebabkan oleh batuk dan apnea yang terkait dengan infeksi DIAGNOSIS Catarrhal Stage ● 1 hingga 2 minggu setelah terpapar B. pertussis ● Gejala saat ini tidak spesifik (batuk, coryza, dan demam ringan) ● individu dapat menularkan tanpa menyadari bahwa mereka menderita pertusis. ● Bayi mungkin mengalami ● fase catarrhal yang sangat singkat sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya DIAGNOSIS Paroxysmal Stage ● Gejala klasik batuk rejan mulai terlihat pada tahap ini, yang bisa berlangsung kurang lebih 1 bulan ● Anak-anak mengalami episode batuk paroksismal yang diikuti dengan suara "whoop" inspirasi di akhir episode. ● Selama episode batuk, sering terjadi sianosis, terutama sianosis perioral pada anak kecil, dan emesis posttusif ● kelelahan karena kurang tidur dan penurunan nafsu makan akibat batuk terus- menerus. Demam secara khas tidak ada DIAGNOSIS Convalescent Stage ● Keparahan dan frekuensi batuk paroxysms yang berkurang mencirikan tahap ini, yang menandakan pemulihan dari pertusis ● tahap ini dapat berlangsung dari beberapa minggu hingga bulan dan sering diperburuk oleh penyakit pernapasan yang menyertai, terutama pada bayi. DIAGNOSIS Pemeriksaan penunjang ● Kultur ● Polymerase chain reaction (PCR) ● Tes serologi ● Pewarnaan direct fluorescent antibody (DFA) DIAGNOSIS BANDING ● Adenovirus ● Mycoplasma pneumonia ● Chlamydia trachomatis ● Respiratory Syncytial Virus ● Spesies Bordetella lain TATALAKSANA ● dirawat di rumah sakit untuk memantau perkembangan penyakit dan komplikasi terkait dan untuk mendidik anggota keluarga sebelum keluar ● Makrolida (azitromisin, klaritromisin, dan eritromisin) ● Trimethoprim-sulfamethoxazole dapat digunakan sebagai agen alternative dalam situasi klinis yang jarang terjadi ketika makrolida tidak ditoleransi TATALAKSANA ● Kemoprofilaksis pasca pajanan direkomendasikan untuk kontak dekat tanpa gejala dan individu berisiko tinggi ● CDC mendefinisikan kontak dekat sebagai “orang yang memiliki eksposur tatap muka dalam jarak 3 kaki dari pasien yang bergejala; kontak langsung dengan sekresi pernapasan, mulut atau hidung; atau berbagi ruang terbatas yang sama di dekat pasien bergejala selama ≥1 jam. KOMPLIKASI ● pneumonia bakterial sekunder, ● Apnea ● Bradikardia ● hipertensi pulmonal ● Kejang ● ensefalopati ● sudden infant death syndrome ● otitis media ● Dehidrasi ● perdarahan konjungtiva / skleral, ● Petechiae ● Patah tulang rusuk ● emfisema subkutan ● pneumotoraks PENCEGAHAN
● Rasional Vaksin DTPw-HB-Hib pada anak Indonesia memberikan seroproteksi yang
baik pada pemberian usia 2, 3, dan 4 bulan ● Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan PROGNOSIS ● Prognosis tergantung usia, anak yang lebih tua mempunyai prognosis lebih baik. ● Pada bayi kematian (0,5-1%) disebabkan ensefalopati. ● Pada observasi jangka panjang, apnea atau kejang akan menyebabkan gangguan intelektual di kemudian hari DAFTAR PUSTAKA 1. S. Long, Sarah. (2000). Pertusis. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol II. Jakarta : EGC. 181: 960-965 2. Soedarmo SP, Garna H, Hadinegoro S, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi ke 2. Badan penerbit IDAI. Jakarta. 2008 3. Kandun I N. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Dirjen P2PL Departemen Kesehatan. Jakarta; 2000 4. Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for the Control of Pertussis Outbreaks. Atlanta, GA: Centers for Disease Control and Prevention; 2000. Pediatr Infect Dis J. 2005;24(6 suppl):S109–S116 5. Poerwanto IA. Case Report: A Papuan infant with severe pertussis from the low coverage of immunization. Med Hosp. 2012; 1 (1) : 60 6. Balitbangkes Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar masyarakat 2013 7. Centers for Disease Control and Prevention. Notice to readers: final 2015 reports of nationally notifiable infectious diseases and conditions. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2016;65(46):1306–1321 8. Daniels HL, Sabella C. Bordetella Pertussis (Pertussis). American Academic of Pediadtrics.2018;39(5):247-57 9. Hewlett EL, Burns DL, Cotter PA, et al. Pertussis pathogenesis: what we know and what we don’t know. J Infect Dis. 2014;209(7):982–985 10. Long SS, Edwards KM, Mertsola J. Bordetella pertussis (pertussis) and other Bordetella species. In: Long S, Pickering L, Prober C, eds. Principles and Practice of Pediatric Infectious Diseases. 4th ed. Philadelphia, PA: Saunders; 2012:865–87 DAFTAR PUSTAKA 11. Pertussis. Vaccine Preventable Diseases Surveillance Standards. WHO. Available at: https://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/vpd/WHO_SurveillanceVaccinePreventable_16_Pertus sis_R1.pdf?ua=1 accessed on September 5 2020 12. Winter K, Zipprich J, Harriman K, et al. Risk factors associated with infant deaths from pertussis: a case-control study. Clin Infect Dis. 2015;61(7):1099–1106 13. Tiwari T, Murphy TV, Moran J; National Immunization Program, CDC. Recommended antimicrobial agents for the treatment and postexposure prophylaxis of pertussis: 2005 CDC Guidelines. MMWR Recomm Rep. 2005;54(RR-14):1–16 14. Eberly MD, Eide MB, Thompson JL, Nylund CM. Azithromycin in early infancy and pyloric stenosis. Pediatrics. 2015;135(3):483–488 15. Cherry JD. Pertussis in young infants throughout the world. Clin Infect Dis. 2016;63(suppl 4):S119–S122 16. Blain AE, Lewis M, Banerjee E, et al. An assessment of the cocooning strategy for preventing infant pertussis-united states, 2011. Clin Infect Dis. 2016;63(suppl 4):S221–S226 17. Heininger U, Kleemann WJ, Cherry JD. Sudden Infant Death Syndrome Study Group. A controlled study of the relationship between Bordetella pertussis infections and sudden unexpected deaths among German infants. Pediatrics. 2004;114(1):e9– e15 18. Tiwari T, Murphy TV, Moran J; National Immunization Program, CDC. Recommended antimicrobial agents for the treatment and postexposure prophylaxis of pertussis: 2005 CDC Guidelines. MMWR Recomm Rep. 2005;54(RR-14):1–16 19. Gunardi H, Kartasasmita CB, Hadinegoro SRS. Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2017. Sari Pediatri. 2017;18(5):417-22 20. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke 5. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014 TERIMA KASIH