Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK DENGAN KEJANG DEMAM SIMPLEKS,


GEDS, HIPERPIREKSI DAN STATUS GIZI BAIK

Pembimbing:
dr. Hartono, Sp.A
dr. Slamet Widi, Sp.A
dr. Z. Hidayati, Sp.A
dr. Opy Dyah Paramita, Sp.A

Disusun Oleh:
Nico Lie
406107033

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

0
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : An. F S
Umur : 1 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Lamper Tengah 8 RT 02/RW 01

Nama ayah : Tn. S


Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Pendidikan : SLTP

Nama ibu : Ny. T


Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTP

Bangsal : Parikesit
No. CM : 125338
Masuk RS : 8 April 2012

II. DATA DASAR


1. Anamnesis
Aloanamnesis dengan ibu pasien dilakukan pada tanggal 10 April 2012 pukul
13.00 WIB di ruang Parikesit dengan didukung catatan medis.
Keluhan utama : kejang
Keluhan tambahan : hiperpireksia, mencret dan muntah

Riwayat Penyakit Sekarang


Sebelum masuk RS:
 Malam hari sebelum masuk RS, anak mengalami demam yang tidak terlalu tinggi.
Selama demam, anak tidak terlihat menggigil, tidak mengigau, dan tidak kejang.

1
Anak mencret 4x cair warna kekuning, tidak ada ampas, tidak menyemprot dan
tidak berlendir maupun darah, volume sekitar ½ gelas belimbing. Anak muntah 1x
berisi susu dan makanan, tidak menyemprot, volume sekitar ¼ gelas belimbing.
Pagi harinya, 1 jam sebelum masuk rumah sakit, tiba-tiba pasien kejang saat demam
tinggi (41,3°C) dan akral dingin. Pasien kelojotan seluruh badan sekitar 10 menit,
mata melirik ke atas, mulut tertutup rapat, dan tidak keluar busa. Saat kejang pasien
tidak sadarkan diri, dan langsung dibawa ke RSUD Kota Semarang. Sebelum dan
sesudah kejang pasien sadar. Kejang tidak berulang dan berhenti sendiri sewaktu di
IGD. Setelah kejang berhenti, anak menangis. Mata pasien terlihat cekung dan
ubun-ubun teraba cekung.
 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam naik turun, setelah diberikan
paracetamol demam turun sebentar setelah itu naik lagi. Sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit pasien mencret dan muntah. Buang air besar +/- 5 x sehari, cair , warna
kekuningan, tidak menyemprot, tidak nyeri, tidak berlendir dan tidak ada darah,
volume sekitar ½ - 1 gelas belimbing. Buang air kecil berkurang tidak seperti
biasanya, warna kuning bening, tidak nyeri dan tidak menggelembung pada ujung
penis sewaktu kencing. Pasien muntah +/- 2 x, berisi makanan dan susu, tidak
menyemprot dengan volume kurang lebih 1/4 gelas belimbing. Anak selalu terlihat
haus dan masih mau minum tetapi nafsu makan berkurang. Riwayat batuk dan pilek
disangkal.

Setelah masuk RS:


 1 hari setelah masuk RS, pasien sudah tidak demam, anak juga tidak
mengalami kejang yang berulang. BAB masih cair tetapi frekuensi berkurang yaitu
2x/hari, tidak ada lendir maupun darah, tidak menyemprot dengan volume +/- ½
gelas belimbing. BAK sudah normal.
 2 hari setelah masuk RS, pasien sudah tidak demam, tidak kejang berulang.
BAB sudah normal, tidak cair dan mulai padat. BAK normal. Anak sudah mau
makan dan minum seperti biasa.
 Riwayat terbentur di kepala disangkal. Riwayat tertusuk benda tajam dan kotor
disangkal. Riwayat luka kotor akibat terjatuh juga disangkal. Riwayat keluar cairan
dari telinga yang didahului panas juga disangkal.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Anak belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat alergi makanan dan alergi obat disangkal.
Penyakit Umur Penyakit Umur
Diare Jarang Varicella Disangkal
Otitis Disangkal Typhoid Disangkal
TBC Disangkal Cacingan Disangkal
Ginjal Disangkal Alergi Disangkal
Kejang Disangkal DBD Disangkal
Jantung Disangkal Kecelakaan Disangkal
Darah Disangkal Operasi Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien pernah mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat Persalinan dan Kehamilan
Anak laki - laki dari ibu G3P3A0, hamil 39 minggu, lahir spontan ditolong oleh bidan.
Bayi langsung menangis saat lahir. Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan lahir
49 cm, lingkar dada dan lingkar kepala ibu lupa.
Kesan: neonatus aterm, vigorous baby.

Riwayat Pemeliharaan Prenatal


Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat. Pemeriksaan
dilakukan sejak ibu mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 7 bulan, 1 kali
setiap bulan. Saat memasuki usia kehamilan 8 bulan, pemeriksaan dilakukan 2 kali
setiap bulan hingga lahir. Selama ibu hamil, ibu mendapat suntikan TT 2 kali. Selama
hamil ibu tidak pernah menderita penyakit. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal.
Riwayat trauma disangkal. Obat – obatan yang diminum selama masa kehamilan
adalah vitamin dan obat penambah darah.
Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik

Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan postnatal dilakukan di Puskesmas dan anak dalam keadaan sehat.
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik

3
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan
Berat badan lahir 3500 gram. Panjang badan lahir adalah 49 cm. Berat badan sekarang
adalah 8,8 kg. Tinggi badan sekarang adalah 73 cm.

Perkembangan
Senyum : ibu lupa Berdiri : 11 bulan
Miring : 1 bulan Berjalan : 12 bulan
Tengkurap : ibu lupa Berlari :-
Gigi keluar : 7 bulan Bicara (celoteh): -
Duduk : ibu lupa Melompat :-
Merangkak : 9-10 bulan Naik turun tangga : -
Tidak ada gangguan perkembangan anak dalam mental dan emosi anak. Saat ini anak
berusia 1 tahun dan belum sekolah.
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak baik.

Riwayat Makan dan Minum Anak


ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.
Mulai usia 6 bulan, anak diberi susu formula dan bubur susu
Mulai usia 8 bulan, anak diberi tim saring dan buah (pisang).
Mulai usia 1 tahun, anak diberikan makanan padat seperti anggota keluarga yang lain.
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi 3x/hari @ 1 piring
Sayur 1-2x/hari, porsi tidak teratur
Daging/ayam 1x/minggu @ 1 potong
Telur 2-3x/minggu @ 1 butir
Ikan 1x/minggu @ 1 potong
Susu 2x/hari @ 1 gelas
Buah 3x/minggu, porsi tidak teratur
Tempe/tahu 2x/hari @ 1 potong
Kesan: kualitas dan kuantitas makanan baik

Riwayat Imunisasi
BCG : dilakukan namun ibu lupa pada usia berapa dan berapa kali (scar (+)
di lengan kanan atas)

4
Hep B : dilakukan namun ibu lupa pada usia berapa dan berapa kali
Polio : dilakukan namun ibu lupa pada usia berapa dan berapa kali
DPT : dilakukan namun ibu lupa pada usia berapa dan berapa kali
Campak : dilakukan namun ibu lupa pada usia berapa dan berapa kali
Kesan: imunisasi dasar tidak dapat di evaluasi.

Riwayat Keluarga Berencana


Ibu tidak mengikuti program KB

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan Rp. 1.500.000,- per
bulan. Ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Menanggung 3 orang anak. Biaya
pengobatan ditanggung Jamkesmaskot.
Kesan: sosial ekonomi kurang.

Data Keluarga
Anak 1 Anak 2 Anak 3
Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Cara persalinan, Spontan, Rumah Spontan, Rumah Spontan, Rumah
tempat lahir, Zakat, Bidan Zakat, Bidan Zakat, Bidan
penolong
BBL 3800 gram 3700 gram 3500 gram
Usia kehamilan 39 minggu 39 minggu
Penyulit - - -
Keadaan Umur 7th, Baik, Umur 4.5th, Umur 1th
Sekarang sehat Baik, sehat

Data Perumahan
Kepemilikan rumah : rumah sendiri
Keadaan rumah : dinding rumah tembok, 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 ruang
tamu, 1 dapur. Limbah dibuang ke selokan sekitar. Sumber air
minum adalah air keran, sumber air untuk mencuci adalah air
sumur.
Keadaan lingkungan : jarak antar rumah berdekatan.

5
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 10 April 2012 pukul 13.00 WIB
Anak laki-laki usia 1 tahun, berat badan 8,8 kg, tinggi badan 73 cm.
Keadaan umum : baik, gizi baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : TD: tidak dilakukan
HR: 120x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR: 36x/menit, reguler
Suhu: 36.9 o C (axilla)

Status Internus
- kepala : mesocephali (lingkar kepala 46 cm)
- rambut : hitam, terdistribusi merata
- mata : Pupil isokor +/+, sklera ikterik -/- , edema palpebra -/-, konjungtiva
anemis -/-
- hidung : sekret -/-
- telinga : discharge -/-
- mulut : bibir kering (-) , bibir sianosis (-) , trismus (-)
- tenggorokan : tonsil T1/T1, mukosa faring hiperemis (-)
- leher : tidak ada pembesaran KGB
- thoraks :
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi :
 Batas kiri : ICS V, 2 cm medial midclavicula sinistra
 Batas atas : ICS II, linea parasternal sinistra
 Batas kanan : ICS V, linea parasternal kanan
- Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru - paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi
(-)
- Palpasi : stem fremitus dextra dan sinistra tidak dapat dinilai

6
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara napas vesikuler di seluruh lapang paru, rhonki -/-, wheezing -/-

- abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran, nyeri ketok sudut costovertebra -/-
- Palpasi : supel, turgor kembali cepat, hepar dan lien tidak teraba, renal
(ballotement) -/- , nyeri tekan suprapubik (-) , nyeri tekan (-)
- alat kelamin : laki- laki, phimosis (-)
- anorektal : dalam batas normal
- ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
CRT <2’’ <2’’

- Pemeriksaan Neurologis
- Pemeriksaan Refleks Fisiologis : dalam batas Normal
- Pemeriksaan Refleks Patologis : (-)
- Pemeriksaan Rangsang Meningeal
o Kaku kuduk : (-) tidak terdapat tahanan
o Brudzinsky I : (-) ke 2 tungkai tidak Fleksi
o Brudzinsky II : (-) tungkai lain tidak fleksi
o Kernig : (-) sudut > 135 0, tidak nyeri dan tidak terdapat hambatan

3. Pemeriksaan Penunjang
 Darah rutin, 8 April 2012
o Hb : 10,4 g/dl
o Ht : 32,70 %
o Leukosit : 17.900/mm3
o Trombosit : 444.000/ mm3
Kesan :Leukositosis dan trombositosis

7
 Kimia Klinik
o GDS : 99 mg/dL
o Natrium : 133
o Kalium : 3,90
o Calsium : 1,20
Kesan : dalam batas normal
 Feses Rutin :
o Makroskopis :
- Warna : kuning
- Konsistensi : lembek
- Bau : khas
- Lendir : (-)
- Darah : (-)

o Mikroskopis :
- Amoeba : (-)
- Lemak : (-)
- Telur cacing : (-)
- Leukosit : 1-2 /LPB
- Eritrosit : 2-5 /LPB
Kesan : feses lembek dan dalam batas normal

4. Pemeriksaan Khusus
- Data antropometri: anak laki-laki berusia 1 tahun, BB = 8.8 kg, TB = 73 cm.
o WAZ = ( BB – median ) / SD = ( 8,8 – 10,2) / 1,10
= - 1,3 (normal)
o HAZ = ( TB – median ) / SD = ( 73 – 76,1) / 2,70
= - 1,15 (normal)
o WHZ = ( BB – median ) / SD = ( 8,8 – 9,3) / 0,8
= - 0,625 (normal)

8
Kesan: status gizi baik dan perawakan normal

III. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki usia 1 tahun dengan berat badan 8,8 kg
dan tinggi badan 73 cm. Keluhan utama kejang dengan durasi +/- 10 menit, kelojotan
dengan mata melirik ke atas, mulut tertutup rapat, tidak berbusa dan pasien tidak sadar
selama kejang. Setelah kejang pasien sadar dan menangis. Mata terlihat cekung dan ubun-
ubun teraba cekung. Keluhan disertai hiperpireksia (41,3°C), akral dingin, mencret 4x cair
warna kekuning, tidak ada ampas, tidak menyemprot dan tidak berlendir maupun darah,
volume sekitar ½ gelas belimbing. Anak muntah 1x berisi susu dan makanan, tidak
menyemprot, volume sekitar ¼ gelas belimbing. BAK dalam batas normal. Nafsu makan
berkurang tetapi masih mau minum dan anak terlihat kehausan bila diberi minum.
Riwayat terbentur di kepala disangkal. Riwayat tertusuk benda tajam dan kotor
disangkal. Riwayat luka kotor akibat terjatuh juga disangkal. Riwayat keluar cairan dari
telinga yang didahului panas juga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapat:
Keadaan Umum : Baik, Compos mentis, Gizi Baik.
Tanda Vital : HR: 120x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR: 36x/menit, reguler
Suhu: 36.9 o C (axilla)
TD : Tidak dilakukan
Status Internus : dalam batas normal
Pemeriksaan Neurologis : dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang didapat :
Darah Rutin : Leukositosis ( 17.900/mm3)
Trombositosis (444.000/mm3)
Kimia klinik : dalam batas normal
Feses Rutin : Feses lembek, lain-lain dalam batas normal
Pemeriksaan Khusus didapat : Status gizi baik

IV. DIAGNOSA BANDING


- Observasi kejang
 Cerebral
 Akut sesaat

9
o Infeksi
 Ekstrakranial
 Kejang demam simpleks
 Kejang demam kompleks
 Intracranial
 Meningitis
 Ensefalitis
 Meningoensefalitis
o Gangguan elektrolit
o Gangguan metabolik
o Gangguan kardiovaskular
o Keracunan
 Kronik berulang
o Epilepsi
 Non cerebral
 Tetanus, Tetani

- GEDS
 Gastro Enteritis dehidrasi sedang
- Menurut Patofisiologi :
 Diare Osmotik
 Diare Sekretorik
- Menurut Onset:
 akut
 kronik
 persisten
- Menurut Etiologi
 Non infeksi
 Infeksi
- Parenteral : OMA, ISPA
- Enteral (gastroenteritis) :
 Virus : Rotavirus, Adenovirus
 Bakteri: E. Coli, Salmonella, Shigella

10
 Parasit :Entamoeba Histolytica, Giardia Lamblia
 Jamur : Kandida
- Hiperpireksia
 Set Point hipotalamus meningkat
o Endogenous Pyrogen
 PMN
 Non-PMN
o Non- Endogenous Pyrogen
 Set Point hipotalamus normal
o Pembentukan panas meningkat, pengeluaran normal
 Hipertiroidisme
 Hipernatremi
o Pembentukan panas normal, pengeluaran berkurang
 Keracunan obat antikolinergik
 Luka Bakar
 Kerusakan pusat pengatur suhu (central fever)
- Status gizi baik

V. DIAGNOSA SEMENTARA
1. Kejang demam Simpleks
2. GEDS
3. Hiperpireksia
4. Status gizi baik

VI. TERAPI
o Infus RL 720 cc / 30 cc (jam) / 8 tpm
o Injeksi Ceftriaxone 2 x 450 mg iv
o Injeksi diazepam 4 mg iv (bila kejang)
o PO/
o PCT syrup 4 x 1 cth
o Diazepam 3 x 1,5 mg
o Zinkid 1x 2 cth
o L.Bio 3 x ½ sachet

11
o New oralit diberikan 75cc/kgBB (650-700cc) selama 3-4jam. Setelah 3-4jam,
dipantau ulang derajat dehidrasi. Jika ada perbaikan, dan dehidrasi teratasi,
pemberian oralit dapat disesuaikan dengan kebutuhan untuk pasien diare tanpa
dehidrasi, yaitu 50-100cc (< 2tahun) setiap mencret

o Diet
o BBI = 10 kg
o Kalori : 1000 kkal/hari
o Protein : 20 g/hari
o Small frequent feeding dengan makanan sesuai umur, menu makanan seperti
sebelum diare dan rendah serat.

VII. PROGNOSA
o Quo ad vitam : ad bonam
o Quo ad fungtionam : ad bonam
o Quo ad sanationam : dubia ad bonam

VIII. USULAN
- Cek darah rutin ulang
- Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Ca, Mg
- Pemeriksaan EEG (atas indikasi)
- Pemeriksaan lumbal pungsi (atas indikasi)
- Kultur Feses (atas indikasi)

IX. NASEHAT
- Bila anak sakit, segera periksa ke pelayanan kesehatan terdekat
- Sedia obat penurun panas di rumah
- Sedia termometer dan obat anti kejang (diazepam) per rektal

12
- Bila anak demam, segera beri obat penurun panas dan di kompres dengan air
hangat, di bagian lipat paha dan lipat ketiak
- Bila anak kejang, jangan panik, lalu longgarkan pakaian anak, beri diazepam
melalui dubur anak dengan posisi anak terlentang miring bila tidak berhenti segera
dibawa ke rumah sakit terdekat
- Jaga kebersihan makanan, minuman, dan lingkungan
- Biasakan cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan minuman, dan setelah
buang air besar dan buang air kecil.

TINJAUAN PUSTAKA

HIPERPIREKSIA

A. Definisi

13
Demam adalah salah satu gejala yang dapat membedakan apakah seorang itu
sehat atau sakit. Demam adalah kenaikan suhu badan di atas 38oC. Hiperpireksia
adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41,1oC atau 106oF (suhu rectal).2
B. Etiologi
29-59% demam berhubungan dengan infeksi, 11-20% dengan penyakit
kolagen, 6-8% dengan neoplasma, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12% dengan
penyakit lain. 1
Penyebab hiperpireksi ialah : infeksi 39%, infeksi dengan kerusakan pusat
pengatur suhu 32%, kerusakan pusat pengatur suhu saja 18%, dan pada 11% kasus
disebabkan oleh Juvenille Rheumatoid Arthritis, infeksi virus dan reaksi obat. Dari 28
penderita hiperpireksia terdapat 11 penderita (39%) disebabkan oleh infeksi
diantaranya 7 penderita disebabkan oleh kuman gram negatif yang mengenai traktus
urinaria 4 penderita, intraabdominal 2 penderita dan 1 penderita pada paru. Sedang 9
penderita (32%) disebabkan oleh gabungan antara infeksi dan kerusakan pusat
pengatur suhu. Selain itu 5 penderita (18%) disebabkan oleh kerusakan pusat pengatur
suhu. Tiga penderita (11%) tidak diketahui penyebabnya. 1,2
Sesuai dengan patogenesis, etiologi demam yang dapat mengakibatkan
hiperpireksia dapat dibagi sebagai berikut:
1. Set point hipotalamus meningkat
a. Pirogen endogen
- infeksi
- keganasan
- alergi
- panas karena steroid
- penyakit kolagen
b. Penyakit atau zat
- kerusakan susunan saraf pusat
- keracunan DDT
- racun kalajengking
- penyinaran
- keracunan epinefrin

2. Set point hipotalamus normal


a. Pembentukan panas melebihi pengeluaran panas

14
- hipertermia malignan
- hipertiroidisme
- hipernatremia
- keracunan aspirin

b. Lingkungan lebih panas daripada pengeluaran panas


- mandi sauna berlebihan
- panas di pabrik
- pakaian berlebihan

c. Pengeluaran panas tidak baik (rusak)


- displasia ektoderm
- kombusio (terbakar)
- keracunan phenothiazine
- heat stroke

3. Rusaknya pusat pengatur suhu


a. Penyakit yang langsung menyerang set point hipotalamus:
- ensefalitis/ meningitis
- trauma kepala
- perdarahan di kepala yang hebat
- penyinaran2

C. Patofisiologi Pengaturan Suhu Tubuh


Manusia ialah makhluk yang homeotermal, artinya makhluk yang dapat
mempertahankan suhu tubuhnya walaupun suhu di sekitarnya berubah. Yang
dimaksud dengan suhu tubuh ialah suhu bagian dalam tubuh seperti viscera, hati, otak.
Suhu rectal merupakan penunjuk suhu yang baik. Suhu rectal diukur dengan
meletakkan thermometer sedalam 3 – 4 cm dalam anus selama 3 menit sebelum
dibaca. Suhu mulut hampir sama dengan suhu rectal. Suhu ketiak biasanya lebih
rendah daripada suhu rectal. Pengukuran suhu aural pada telinga bayi baru lahir lebih
susah dilakukan dan tidak praktis. Suhu tubuh manusia dalam keadaan istirahat

15
berkisar antara 36oC – 37oC, yang dapat dipertahankan karena tubuh mampu mengatur
keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas. 1
Panas dapat berasal dari luar tubuh seperti iklim atau suhu udara di
sekitarnya yang panas. Panas dapat berasal dari tubuh sendiri. Pembentukan panas
oleh tubuh (termogenesis) merupakan hasil metabolisme tubuh. Dalam keadaan basal
tubuh membentuk panas 1 kkal/ kg BB/ jam. Jumlah panas yang dibentuk alat tubuh,
seperti hati dan jantung relative tetap, sedangkan panas yang dibentuk otot rangka
berubah-ubah sesuai dengan aktifitas. Bila tidak ada mekanisme pengeluaran panas,
dalam keadaan basal suhu tubuh akan naik 1oC/ jam, sedang dalam aktivitas normal
suhu tubuh akan naik 2oC/ jam. 1
Pengeluaran panas terutama melalui paru dan kulit. Udara ekspirasi yang
dikeluarkan paru jenuh dengan uap air yang berasal dari selaput lendir jalan nafas.
Untuk menguapkan 1 ml air diperlukan panas sebanyak 0,58 kkal. Pengeluaran panas
melalui kulit dapat dengan dua cara yaitu:
a. Konduksi – konveksi : pengeluaran panas melalui cara ini bergantung
kepada perbedaan suhu kulit dan suhu udara sekitarnya.
b. Penguapan air : air keluar dari kulit terutama melalui kelenjar keringat.
Dapat juga melalui perspirasi insensibilitas, difusi air melalui
epidermis. 1
Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus melalui sistem umpan balik yang rumit.
Hipotalamus karena berhubungan dengan talamus akan menerima seluruh impuls
eferen. Saraf eferen hipotalamus terdiri atas saraf somatik dan saraf otonom. Karena
itu hipotalamus dapat mengatur kegiatan otot, kelenjar keringat, peredaran darah dan
ventilasi paru. Keterangan tentang suhu bagian dalam tubuh diterima oleh reseptor di
hipotalamus dari suhu darah yang memasuki otak. Keterangan tentang suhu dari
bagian luar tubuh diterima reseptor panas di kulit yang diteruskan melalui sistem
aferen ke hipotalamus. Keadaan suhu tubuh ini diolah oleh thermostat hipotalamus
yang akan mengatur set point hipotalamus untuk membentuk panas atau untuk
mengeluarkan panas. 1
Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur suhu yang bekerja bila
terdapat kenaikan suhu tubuh. Hipotalamus anterior akan mengeluarkan impuls eferen
sehingga akan terjadi vasodilatasi di kulit dan keringat akan dikeluarkan, selanjutnya
panas lebih banyak dapat dikeluarkan dari tubuh. Hipotalamus posterior merupakan
pusat pengatur suhu tubuh yang bekerja pada keadaan dimana terdapat penurunan

16
suhu tubuh. Hipotalamus posterior akan mengeluarkan impuls eferen sehingga
pembentukan panas ditingkatkan dengan meningkatnya metabolisme dan aktifitas otot
rangka dengan menggigil (shivering), serta pengeluaran panas akan dikurangi dengan
cara vasokonstriksi di kulit dan pengurangan keringat. 1
KLASIFIKASI DEMAM
Berdasarkan keadaan hipotalamus, demam dapat dibagi sebagai berikut:
I. Set point hipotalamus meningkat
Pembentukan panas meningkat, pengeluaran panas berkurang.
1. Endogenous pyrogen (E.P):
a. Leukosit polimorfonuklear (PMN)
Pada demam oleh karena infeksi, kuman sebagai penyebab
melepaskan suatu polisakarida yang tahan panas, disebut sebagai
pirogen eksogen yang beredar dalam darah. Infeksi menimbulkan
demam karena endotoksin bakteri merangsang sel PMN untuk
membuat EP. Pada penyakit infeksi terdapat peningkatan sel PMN.
Pada percobaan binatang telah dibuktikan bahwa pirogen eksogen
tidak langsung mempengaruhi pusat pengatur suhu, tetapi lewat banyak
sel dalam tubuh seperti sel leukosit, sel Kupfer hati, sel makrofag
dalam paru, limpa dan kelenjar limfe bereaksi terhadap pirogen
eksogen dan membentuk protein yang tak tahan panas, disebut pirogen
endogen (endogenous pyrogen). Pirogen endogen masuk ke susunan
saraf pusat melalui darah dan menyebabkan pelepasan prostaglandin E
di dalam jaringan otak dengan akibat rangsangan terhadap
hipotalamus yang peka terhadap zat tersebut sehingga menimbulkan
panas2

Hipotalamus mengandung kadar yang tinggi dari


norepinephrin (NE). 5-hydroxytryptamin (5HT), acetylcholine,
dopamine dan histamin, yang semuanya disebut neurotransmitter dari
hipotalamus, yang turut meregulasi suhu tubuh. Pada percobaan
binatang dibuktikan bahwa apabila NE disuntikkan ke dalam
hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuh, 5HT menyebabkan
kenaikan suhu dan acetylcholine juga menyebabkan kenaikan suhu.2

17
Mekanisme yang dapat mengaktifkan EP belum diketahui.
Juga belum diketahui bagaimana EP mempengaruhi pusat pengatur
suhu dalam menimbulkan demam, mungkin dengan mengubah
lingkungan kimia neuron set point hipotalamus.1
b. Non-PMN
Pirogen endogen dapat terbentuk tanpa mengaktivasi sel
leukosit dan hal ini kemungkinan terjadi dengan mengubah lingkungan
kimia neuron set-point hipotalamus. Metabolisme pirogen endogen
disini belum diketahui dan zat ini dikeluarkan melalui sel
retikuloendotelial. Keadaan ini terjadi pada penyakit alergik, penyakit
kolagen, tumor, infark, infeksi virus, penyakit darah, demam steroid,
penyakit metabolik dan lain-lain. 1
2. Non-endogenous pyrogen (non-EP): obat-obatan atau bahan lain
Demam pada keadaan set point hipotalamus meningkat dapat
terjadi bukan karena pelepasan pirogen endogen tetapi karena obat-
obatan (phenotiazine, amphetamine, metamphetamine, preparat tiroid),
penyakit tertentu di susunan saraf pusat, keracunan epinefrin,
norepinefrin, DDT dan lain-lain.1,3
II. Set point hipotalamus normal
Kenaikan suhu tubuh dapat terjadi pada keadaan set point
hipotalamus yang normal, yakni bila pembentukan panas melebihi
pengeluaran panas yang normal atau pada pembentukan panas normal
tetapi mekanisme pengeluaran panas tidak baik. Mekanisme terjadinya
kenaikan suhu seperti berikut:
1. Pembentukan panas meningkat, pengeluaran panas normal
Keadaan ini ditemukan pada malignant hyperthermia,
hypertiroidisme, hipernatremi, keracunan aspirin,
feokromositoma. Keadaan ini juga dijumpai bila suhu udara di
luar tubuh sangat tinggi atau bila memakai baju terlampau tebal.
2. Pembentukan panas normal, pengeluaran panas berkurang
Keadaan in terjadi pada keadaan keracunan obat
antikolinergik seperti atropin, ektodermal displasi, luka bakar. 1
III. Kerusakan pusat pengatur suhu (central fever)

18
Pada keadaan ini demam terjadi disebabkan oleh karena
penyakit tertentu yang menyerang dan mengakibatkan rusaknya
pusatnya pengatur suhu tubuh, misalnya penyakit yang langsung
menyerang set point hipotalamus, seperti ensefalitis, trauma kapitis,
perdarahan hebat intrakranial, meningtis bakterial, radiasi,
tetraparesis atau paraparesis, dimana susunan saraf otonom tidak
berfungsi. 2

D. Gambaran Klinis
Pada demam yang disebabkan oleh peningkatan set point hipothalamus, baik
yang berhubungan dengan endogenous pyrogen maupun non-EP, terdapat peninggian
pembentukan panas dan pengurangan pengeluaran panas. Penderita merasa dingin,
terdapat piloerection, menggigil (shivering), ekstremitas dingin, keringat tidak ada
atau sedikit sekali dan posisi tubuh penderita dalam posisi miring untuk mengurangi
luas permukaan tubuh. 1
Pada demam dimana set-point hipothalamus normal, pembentukan panas
meningkat melebihi pengeluaran panas dan mekanisme pengeluaran panas normal,
penderita merasa panas, tidak ada piloerection, ekstremitas panas, keringat banyak
atau berkurang dan posisi tubuh penderita dalam posisi untuk memperluas permukaan
tubuh. Pada feokromositoma, hiperpireksi timbul secara tiba-tiba disertai nyeri kepala
dan keringat banyak. Bila pembentukan panas normal, tapi mekanisme pengeluaran
panas tidak baik, penderita merasa panas, ekstremitas panas, keringat sedikit. 1
Pada penyakit tertentu misalnya dehidrasi dengan hipernatremia yang
disebabkan oleh diare terdapat gabungan mekanisme set point normal dan meningkat
yaitu demam disebabkan oleh infeksinya karena diare, yang mengakibatkan terjadinya
set point meningkat sedang oleh hipernatremia set point tetap normal.2
Pada demam disebabkan oleh displasia ektodermal, terbakar, kelebihan/
keracunan phenotiazine dan heat stroke terdapat pembentukan panas normal tetapi
mekanisme pengeluaran panas terganggu/ berkurang. Dalam hal ini penderita merasa
panas, gelisah, lemah, ekstremitas panas dan keringat berkurang sampai tidak ada.2
Pada penderita dimana pusat pengatur suhu rusak, penderita ini seperti
mahkluk poikilothermal, tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya terhadap
perubahan suhu di sekitarnya. Suhu tubuh akan menetap, tidak dapat naik turun.
Resisten terhadap antipiretik. Bila kerusakan hebat, keringat tidak ada. Sesudah

19
tindakan penurunan suhu secara fisik, misalnya surface colling, suhu tubuh akan tetap
rendah. Terdapat juga gangguan neurologik dan endokrin lainnya. 1
Pada rusaknya pusat pengatur suhu yang disebabkan oleh penyakit yang
langsung menyerang hipotalamus, misalnya ensefalitis dan perdarahan otak, pada
tingkat permulaan terdapat gejala klinis yang sama dengan set point hipotalamus yang
meningkat tetapi apabila kerusakan berlanjut terjadi keadaan dimana penderita tidak
dapat mempertahankan suhu tubuhnya terhadap perubahan suhu di sekitarnya.
Penderita sangat bergantung pada suhu luar dan resisten terhadap antipiretik. Bila
kerusakan hebat terdapat gangguan neurologik dan endokrin seperti diabetes
insipidus.2
Hubungan demam dengan infeksi, banyak diselidiki. Pada anak berobat jalan
dengan suhu tubuh 38,3 C, ditemukan bakterimia pada 3,2-4,4% kasus. Pada anak
berumur 7 bulan sampai dengan 1 tahun dengan suhu tubuh lebih dari 39,4 C dan
jumlah sel leukosit lebih dari 20.000/ml besar kemungkinan menderita infeksi. Pada
anak berumur kurang dari 2 tahun, dengan suhu tubuh 40 C atau lebih dengan
leukositosis dan laju endap darah lebih dari 30 mm/jam, risiko bakterimi tiga kali
lebih besar bila tidak ada leukositosis atau peningkatan laju enap darah. Pada anak
berumur kurang dari 3 bulan dengan suhu tubuh lebih dari 40 C, infeksi berat
ditemukan pada 31,4% kasus, meningtis bakterial pada 13,63% kasus. Sedangkan bila
suhu tubuh antara 37,7 – 39,9 C infeksi berat hanya ditemukan pada 9,5% kasus, tidak
dijumpai kasus meningitis bakterial. 1
Pada anak dengan hiperpireksi dimana suhu tubuh lebih dari 41,1 C,
ditemukan bakterimia pada 26% kasus, meningitis bakterial pada 18% kasus dan
kejang pada 18% kasus. Bila suhu tubuh antara 40,5-41,0 C, bakterimi hanya
ditemukan pada 13% kasus, meningitis bakterial pada 9% kasus dan kejang pada pada
7,2% kasus. 1
Hipertermia pada pasien dengan penyakit yang mendasari di jantung dapat
menyebabkan terjadinya iskemia, aritmia hingga penyakit jantung
kongestif.Kebutuhan oksigen meningkat dan pengeluaran karbondioksida bertambah
yang mengakibatkan peningkatan metabolisme dan heart rate. Hipertermia dapat
memperberat brain injury. Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis,
trombositosis, hemokonsentrasi dan DIC. Azotemia dan peningkatan serum levels of
muscle enzymes serta tanda-tanda gagal ginjal dan rhabdomiolisis dan peningkatan
enzim-enzim hati dengan gejala-gejala gagal hepar bisa terjadi.5

20
Bila suhu badan meningkat terus dan pada pengukuran suhu rektal mencapai
41,1oC atau lebih terjadilah apa yang dinamakan hiperpireksia dan manifestasi klinis
akan bertambah dan bergantung pada keadaan. Gejala klinis yang penting dan harus
dikenal secepatnya supaya dapat ditanggulangi segera, yaitu:
- gejala serebral seperti disorientasi, delirium, halusinasi, ataksia,
fotofobi, kejang, koma dan deserebrasi
- kulit : merah, panas dan kering
- tekanan darah : mula-mula naik, normal dan kemudian turun
- jantung : takikardia dan aritmia
- pernafasan : tak teratur atau tipe Cheyne Stokes
- oliguria, dehidrasi, asidosis metabolik dan renjatan (shock)
- ekimosis, petekiae, perdarahan dan DIC (disseminated intravascular
coagulation).2
Hiperpireksi menyebabkan perubahan metabolisme, termasuk di dalamnya
peningkatan konsumsi oksigen dan metabolisme jaringan. Setiap kenaikan suhu tubuh
1oC, basal metabolik rate meningkat 10 -14%, kebutuhan oksigen meningkat 20% dan
basal tidal volume meningkat 9%. Sebagai akibatnya sistem kardiovaskuler bekerja
lebih berat. Hiperpireksia secara langsung dapat menyebabkan kerusakan jaringan. 1
Hiperpireksia dan gangguan sirkulasi berupa shock sering ditemukan pada
anak berumur kurang dari 1 tahun. Hiperpireksia menyebabkan vasokonstriksi umum
dan gangguan perfusi jaringan. Pengeluaran panas berkurang, sehingga suhu tubuh
meningkat lagi dan keadaan hipoksi lebih diperberat. 1
Sebagai kesimpulan, gambaran klinik yang dapat ditemukan pada
hiperpireksia ialah dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit,
aritmia, decompensatio cordis, hipotensi, shock, gangguan fungsi ginjal, respiratory
failure, kejang, penurunan kesadaran sampai koma. 1
E. Penatalaksaan Hiperpireksia
Dalam menanggulangi hiperpireksia ada 3 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu (1) menurunkan suhu tubuh secara simptomatis, (2) pengobatan penunjang dan
(3) mencari dan mengobati penyebab.2
1. Menurunkan suhu tubuh secara simptomatis
Dalam menurunkan suhu tubuh secara simptomatik ada 2 hal tindakan yang
perlu dipisahkan, yaitu: a) mengeluarkan panas tubuh secara fisik dan b)
menggunakan obat-obat.

21
a) mengeluarkan panas tubuh secara fisik, ialah:
- Menempatkan penderita dalam ruangan yang dingin dengan aliran
udara yang baik, misalnya dengan kipas angin agar sirkulasi udara
bertambah
- Membuka baju penderita
- Surface cooling yaitu kompres secara intensif pada seluruh bagian
tubuh dengan es, air es atau dengan selimut hipotermik
- Menggunakan alkohol untuk mendinginkan tubuh harus hati-hati
karena gas yang turut terisap dapat menyebabkan hipoglikemia dan
koma.
- Memakai air es untuk membilas lambung atau enema atau infus sukar
dilakukan dan terdapat gejala sampingan yang tidak baik untuk
penderita.2
Cara mengeluarkan panas tubuh secara fisik ini dapat digunakan untuk
golongan demam yang disebabkan oleh set point hipotalamus yang meningkat, set
point hipotalamus yang normal dan pada kerusakan pusat pengatur suhu. Tetapi bila
hanya cara ini saja yang dipergunakan untuk set point hipotalamus yang meningkat,
terjadi perangsangan pembentukan panas lebih banyak lagi dan akan mempertinggi
metabolisme, suhu hanya sebentar saja turun dan timbul gejala menggigil. Oleh sebab
itu pada keadaan set point hipotalamus yang meningkat dibutuhkan tambahan obat
yang dapat menurunkan set point di hipotalamus.2
Pengeluaran panas secara fisik dapat dilakukan dengan cara external cooling
dan internal cooling :
- External Colling (Surface Cooling)
Dilakukan dengan mengompres seluruh tubuh dengan air, air es atau
dengan memakai hypothermic matress, yaitu suatu alat berupa selimut yang
suhunya dapat diatur dengan mesin. Bila memakai es, jangan meletakkan es
pada satu tempat lebih lama dari satu menit.
Pemakaian alkohol untuk mendinginkan kulit, harus dilakukan dengan
hati-hati, karena dapat menimbulkan koma, hipoglikemi dan hipothermi
karena inhalasi alkohol yang menguap, lebih-lebih bila ruangan perawatan
sempit dengan ventilasi tidak baik.
- Internal cooling

22
Dilakukan dengan membilas lambung dan rektum dengan larutan
garam fisiologik yang dingin. Dapat juga dengan memakai cairan infus yang
sedingin es. Internal cooling sukar melakukannya dan masih merupakan cara
yang kontroversal. 1

b) menggunakan obat-obatan
Obat-obatan yang dipakai adalah antipretik yang tujuannya untuk
menurunkan set point hipotalamus. Obat ini bekerja melalui inhibisi biosintesis
prostaglandin E, sehingga mencegah atau menghambat pengaruh pirogen endogen.
Bila set point diturunkan, pembentukan panas dikurangi dan pengeluaran panas tubuh
akan meningkat, sehingga suhu tubuh akan menurun dan bahkan pada panas yang tak
terlalu tinggi kompres es/ selimut hipotermik tidak diperlukan. Untuk mencegah
menggigil karena vasodilatasi di kulit dan pengeluaran keringat, penderita dapat
diselimuti. Obat antipiretik yang dipakai misalnya aspirin. Dosis aspirin adalah 60
mg/ tahun/ kali, sehari diberikan 3 kali atau untuk bayi di bawah 6 bulan diberikan 10
mg/ bulan/ kali, sehari diberikan 3 kali. Kadar maksimal dalam darah tercapai dalam 2
jam pemberian oral, tetapi half life meningkat dengan menaikkan dosis sehingga ada
bahaya akumulasi sebagai akibat pemberian yang sering unutk memberantas demam.
Gejala sampingan aspirin yang perlu diketahui adalah perdarahan saluran pencernaan,
memberatkan asma dan mengganggu fungsi sel-sel trombosit.2
Bila set point normal, pemberian aspirin untuk mengubah set point adalah
tindakan salah dan dapat menyebabkan keracunan.2
Kadang-kadang mekanisme patogenesis demam pada seorang penderita
lebih dari pada satu atau merupakan kombinasi, misalnya pada penyakit diare dan
hipernatremia. Diare mungkin disebabkan oleh infeksi, demam oleh karena pirogen
dapat diturunkan dengan antipiretik sedang hipernatremia yang menyebabkan
metabolisme panas yang meningkat, dapat dihilangkan dengan mengeluarkan panas
secara fisik.2
Penderita hiperpireksi sebaiknya dirawat di bangsal khusus dimana dapat
dilakukan pengawasan klinik dan laboratorik terus-menerus. Aliran udara diatur,
sehingga pertukaran udara menjadi lebih baik. Kalau dapat, suhu ruangan perawatan
diturunkan. Di bangsal emergensi, keadaan respirasi, sirkulasi dan metabolik yang
pertama sekali harus distabilkan. Ventilasi harus terjamin. Saluran pernafasan harus
terbuka. Bila banyak lendir harus dibersihkan dengan menghisapnya dari hidung dan

23
tenggorok. Untuk mencegah lidah terdorong ke belakang, yang akan menyempitkan
jalur nafas dipasang oropharyngeal airway. Bila perlu dilakukan intubasi
endotrakheal. Kadar oksigen udara pernafasan diatur sehingga mencukupi kebutuhan.
Oksigen dapat diberikan melalui kateter nasofaring, oropharyngeal airway atau
dengan masker. Bila terdapat kegagalan pernafasan, dipergunakan respirator. 1
Pada setiap penderita hiperpireksi dilakukan intra-venous fluid drips untuk
memberikan cairan dan kalori serta untuk mengkoreksi setiap gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila terdapat asidosis diberikan natrium
bikarbonat atau cairan yang mengandung base-corrector seperti cairan Ringer Laktat. 1
Bila penderita hiperpireksi merasa dingin, terdapat piloerection dan
menggigil sedangkan ekstremitas dingin dan keringat sedikit atau tidak ada sama
sekali, berarti hiperpireksi disebabkan oleh peninggian set point hipothalamus,
pembentukan panas meningkat, pengeluaran panas berkurang. Kepada penderita ini
diberikan obat yang dapat merendahkan set-point hipothalamus seperti aspirin atau
acetaminophen, yang bersifat antagonik terhadap endogenous pyrogen di
hipothalamus. Pembentukan panas akan dikurangi, pengeluaran panas akan
ditingkatkan dengan vasodilatasi di kulit dan pengeluaran keringat. Untuk mencegah
menggigil, penderita diselimuti. Largaktil dapat diberikan untuk vasodilatasi di kulit
dan untuk mencegah menggigil. Pengeluaran panas secara fisik tanpa menurunkan
set-point hipothalamus, akan merangsang pembentukan panas lebih banyak lagi. Bila
penderita gelisah dapat diberikan sedative. Aktivitas penderita yang gelisah dapat
menambah pembentukan panas. 1
Hiperpireksi dengan set-point hipothalamus normal, berarti pengeluaran
panas baik, penderita merasa ekstremitas panas tidak ada menggigil dan piloerection
serta keringat ada, diobati dengan pengeluaran panas secara fisik. Pemberian
antipiretik dalam hal ini tidak berguna, malah mungkin berbahaya. 1
Bila pada operasi timbul Malignant Hyperthermia, hentikan pemakaian
halothese. Anestesi dilanjutkan dengan N2O – O2 50-50%, tiopental dan d-
tubokurarin. Berikan prokain-amid 1 mg/kg BB. Bila suhu tubuh lebih dari 40 C dan
operasi dilakukan pada rongga dada atau perut lakukan irigasi pada rongga dada atau
perut dengan larutan garam fisiologik yang steril dan dingin. Bila rongga badan tidak
dioperasi, sedangkan suhu tubuh lebih dari 42,2 C, buka rongga perut dan lakukan
irigasi seperti di atas. 1
Penanganan Heat Stroke:

24
1. Dinginkan pasien secepatnya dengan air es atau dingin, kipas angin atau agen
pendingin lainnya
2. Berikan oksigen 100%. Jika pasien unresponsive, awasi jalan nafasnya
3. Berikan infuse cairan isotonic cristaloid untuk hipotensi, dextrose 5% untuk
tekanan darah yang normal dan untuk maintenance. Monitor CVP (Central
Venous Pressure)
4. Tempatkan monitor, dan cek temperature per rectal berkelanjutan dan pasang
kateter Folley serta NGT
5. Pemeriksaan laboratorium meliputi: pemeriksaan darah rutin, elektrolit meliputi:
glukosa, kreatinin, protrombin time dan partial tromboplastin time (PT dan
PTT), keratin kinase, fungsi hati, AGD, urinalisis dan serum kalsium,
magnesium dan fosfat.
6. Rawat di ICU khusus untuk anak. 4
2. Pengobatan Penunjang
Pengobatan penunjang harus segra dan bersamaan dengan menurunkan suhu
tubuh secara simptomatis. Hal ini bergantung pada gejala yang timbul, tetapi
meskipun demikian kita harus waspada sebab sewaktu-waktu gejala yang
memberatkan penderita akan timbul. Penatalaksanaan terdiri atas:
- Mengusahakan jalan napas yang bebas agar oksigenasi terjamin,
kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeotomi
- Pasanglah dan pertahankan infus untuk menjamin pemasukan cairan
secara teratur dan mempertahankan keseimbangan elektrolit.
- Bila penderita gelisah dapat diberikan sedativa karena kegelisahan
dapat menambah pembentukan panas
- Bila terjadi keadaan menggigil dapat diberikan klorpromazin dengan
dosis 2 – 4 mg/ kg BB dibagi dalam 3 dosis. Pada heat stroke
kecuali pengobatan penurunan suhu secara fisik, dapat diberikan
klorpromazin untuk mencegah vasokonstriksi pembuluh darah kulit
akibat bendungan yang terlalu cepat karena tindakan secara fisik
tersebut.
- Bila terdapat kejang segera hentikan kejangnya
- Bila timbul DIC (disseminated intravascular coagulation)
tanggulangi secepatnya. Sebenarnya DIC tidak memerlukan
pengobatan bila penyebabnya diobati dengan tepat, tetapi pada

25
anak bila terjadi perdarahan hebat dapat diberikan heparin dengan
dosis 25 unit per kg BB dalam 1 jam di dalam infuse secara kontinu
atau 100 unit per kg BB tiap 4 – 6 jam sekali secara intravena.
- Bila terjadi hipoksia yang dapat mengakibatkan edema otak dapat
diberikan kortison dengan dosis 20 -30 mg/ kg BB dibagi dalam 3
dosis atau sebaiknya dexamethasone ½ - 1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik. 2
4. Mencari dan mengobati penyebab
Untuk hal ini diperlukan pemeriksaan lengkap baik secara umum
maupun neurologik. Factor infeksi sangat penting dan perlu dikerjakan
pemeriksaan darah lengkap termasuk biakan dan pungsi lumbal.
Dengan penatalaksanaan yang baik mengeani hiperpireksia dan
ditemukan penyebabnya umumya penderita dapat sembuh. Misalnya
pada hipertermia malignan akibat anestesia bila tidak waspada dan tidak
diketahui akan berakibat fatal. 2
F. Prognosis
Prognosis hiperpireksi bergantung kepada penyakit yang menyebabkan
hiperpireksi itu. Bila penatalaksanaannya baik, kebanyakan kasus dapat sembuh
daripada hiperpireksinya dan fungsi basal kembali normal. Kematian karena
hiperpireksi saja 3-7%, sedangkan kematian karena penyakit utamanya 20%. Jadi
pengobatan yang ditujukan terhadap penyakit yang menyebabkan hiperpireksi tetap
merupakan hal yang utama.1 Pada keadaan heat stroke yang mengalami komplikasi
dan hipertermia malignan prognosisnya buruk.1,2

Gastro Enteritis
Gastro Enteritis adalah radang pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare,
dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai peningkatan suhu tubuh.

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan
atau tanpa darah dan atau lendir. 7

Etiologi Diare

1. Faktor infeksi

26
 Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enternal ini meliputi :
 Infeksi bakteri (10-20%): vibrio, E.coli, salmonella, shigella,
campylobacter, yersenia, aeromonas
 Infeksi virus (70%) : enterovirus , adenovirus, rotairus, astrovirus
 Infeksi parasit : cacing (ascaris , trichiuris, oxyuris, strongyloides
 Protozoa (10%) : entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homonis
 Jamur : candida albicans

2. Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti otitis mdia akut, tonsilofaringitis, bronkopnemonia, ensefalitis. Keadaan
teruta pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

3. Faktor malabsorbsi :
 Malabsorbsi Karbohidrat (Gula). Malabsorbsi karbohidrat atau gula
adalah ketidakmampuan untuk mencerna dan menyerap (absorb) gula-
gula. Malabsorbsi gula-gula yang paling dikenal terjadi dengan
kekurangan lactase (juga dikenal sebagai intoleransi lactose atau susu)
dimana produk-produk susu yang mengandung gula susu, lactose,
menjurus pada diare. Lactose tidak diurai dalam usus karena
ketidakhadiran dari enzim usus, lactase, yang normalnya mengurai
lactose. Tanpa diurai, lactose tidak dapat diserap kedalam tubuh. Lactose
yang tidak tercerna mencapai usus besar dan menarik air (dengan
osmosis) kedalam usus besar. Ini menjurus pada diare. Meskipun lactose
adalah bentuk yang paling umum dari malabsorbsi gula, gula-gula lain
dalam diet juga mungkin menyebabkan diare, termasuk fructose dan
sorbitol.
 Malabsorbsi Lemak. Malabsorbsi lemak adalah ketidakmampuan untuk
mencerna atau menyerap lemak. Malabsorbsi lemak mungkin terjadi
karena sekresi-sekresi pankreas yang berkurang yang adalah perlu untuk
pencernaan lemak yang normal (contohnya, disebabkan oleh pankreatits
atau kanker pakreas) atau oleh penyakit-penyakit dari lapisan dari usus
kecil yang mencegah penyerapan dari lemak yang telah dicerna

27
(contohnya, penyakit celiac). Lemak yang tidak tercerna memasuki
bagian terakhir dari usus kecil dan usus besar dimana bakter-bakteri
merubahnya kedalam senyawa-senyawa (kimia-kimia) yang
menyebabkan air disekresikan oleh usus kecil dan usus besar. Lintasan
melalui usus kecil dan usus besar juga mungkin lebih cepat ketika ada
malabsorbsi dari lemak. 7,8

Epidemiologi

Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3
juta kasus kematian sebagai akibatnya.4 Diperkirakan angka kejadian di negara
berkembang berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama
kehidupan dan 2 – 5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan.
Hasil survei oleh Depkes. diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per
1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar
280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan
balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3
dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 2. Diare pada anak merupakan
penyakit yang mahal yang berhubungan secara langsung atau tidak terdapat
pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari 6,3
juta poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika Serikat.8

Patofisisologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :

 Gangguan osmotik : akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak


dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
 Gangguan sekresi : akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus

28
Manifestasi klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya
bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala
gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan munth. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah


ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik
( hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bias tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.7,9

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen antara


lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurolgik dari

29
infeksi usus bias berupa parestesia ( akibat makan ikan, kerang, monosodium
glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat


dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang
nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seprti:enteric virus, bakteri yang
memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atu hanya subfebris, nyeri perutperiumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit.9

30
Tatalaksana Diare menurut WHO

a. Rehidrasi

b. Dukungan nutrisi

c. Suplementasi Zinc

d. Antibiotik Selektif

e. Edukasi orang tua

 Rehidrasi

1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah

Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:

 Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

Jelaskan pada ibu:

- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan


tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap
kali pemberian.

- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang
sebagai tambahan

31
- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan(kuah sayur, air tajin) atau air matang

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

- anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam kunjungan

- anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah berat

Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus
oralit (200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukan pada ibu berapa banyak
cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi
kebutuhan cairanya sehari-hari:

- <2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB

- >2 tahun : 100 samapai 200 ml setiap kali BAB

Katakan pada ibu

- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/


cangkir/gelas

- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan lagi dengan


lebih lambat.

- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

 Beri tablet Zinc

Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari dengan
dosis :

- umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) perhari

- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari

 Lanjutkan pemeberian makanan

 Kapan harus kembali

2. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik sesuai
yang dianjurkan selama periode 3 jam.

32
Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-23 bulan 5.4 tahun 5-14tahun >15 tahun
Berat badan <5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg >30 kg
Jumlah (ml) 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000

Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam ulangi


penilaian dan klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih rencana terapi
yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa pulang sebelum
pengobatan selesai tunjukan cara menyiapkan oralit di rumah, tunjukan berapa
banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam
pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambah 6
bungkus lagi sesuai yang dainjurkan dalam rencana terapi A. Jika anak
menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai kehilangan
cairan yang sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang
tidak menyusu, beri juga 100-200 ml air matang selama periode ini. Mulailah
member makan segera setelah anak ingin amkan. Lanjutkan pemberian ASI.
Tunjukan pada ibu cara memberikan larutan oralit. berikan tablet zinc selama 10
hari.

3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut, sementara infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau ringer
asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl)yang dibagi sebagai berikut.
Umur Pemberian pertama 30ml/kgBB Pemebrian berikut 70ml/kgBB selama
selama
Bayi (bibawah umur12 bulan) 1 jam* 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 30 menit* 2 ½ jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri
tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah
anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak
tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6

33
jam atau anak sesudah 3 jam (klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi)
untuk melanjutkan penggunaan.

Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan untuk
memberikan pada penderita:

1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit

2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi

3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.

 Dukungan Nutrisi

Makanan diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak
sehat, untuk mengganti nutrisi yang hilang serta mencegah agar tidak terjadi gizi
buruk.

 Suplementasi Zinc

Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan


yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut
didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran
cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian
zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air dan elektrolit oleh usus halus
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush
border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan
patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok ditetapkan di negara-negara
berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya
kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan
daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan risiko
terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:

- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh dari
diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk
anak lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit
7,9

34
 Antibiotik Selektif

Antbiotik apda umunya tidak diperlukan pad semua daire akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan
oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya,

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif


Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari


Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg BB

2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5 hari


Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB

3xs ehari selama 5 hari (10 hari


pada kasus berat)

 Edukasi Orang tua

Nasihat pada orang tua untuk segera kembali bila ada demam, tinja berdarah,
muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering atau
belum membaik.

Komplikasi pada Diare

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti :
 Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
 Renjatan hipovolemik.
 Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektrokardiogram).
 Hipoglikemi
 Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
 Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

35
 Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan. 8,9

Prognosis
Secara umum prognosis untuk diare akut pada anak bergantung pada penyakit
penyerta/komplikasi yang terjadi.Jika diarenya segera di tangani sesuai dengan
kondisi umum pasien maka kemungkinan pasien dapat sembuh.Yang paling penting
adalah mencegah terjadinya dehidrasi dan syok karena dapat berakibat fatal.jika
terdapat penyakit penyerta yang memberatkan keadaan pasien maka perlu di lakukan
pengobatan terhadap penyakitnya selain penanganan terhadap diare.10Oleh karna itu
perlu di lakukan diagnosa pasti berdasarkan pemeriksaan penunjang lain yang
membantu, sehingga dapat di lakukan penanganan yang tepat sesuai Penyebab/kausal
dari diare yang di alaminya 7

KEJANG DEMAM
Definisi
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu di atas 38,4 O C per
rektal), tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut
(prosesekstrakranial), terjadi pada anak berusia di atas 1 bulan, tanpa riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya 1,6

Manifestasi Klinis
Bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikansuhu badan
yang tinggi dan cepat, berkembang bila suhu tubuh mencapai 39° C, disebabkan oleh infeksi di
luar susunan saraf pusat (ISPA, OMA, dll). Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama
sewaktu demam. Kejang dapat bersifat tonik-klonik, tonik, klonik,fokal, atau akinetik.
Berlangsung singkat beberapa detik sampai 10 menit, diikuti periode mengantuk singkat pasca
kejang. Kejang demam yang menetap lebih dari 15 menit menunjukkan adanya penyebab
organik seperti infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh1,3

Patofisiologi
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (lipid) danpermukaan luar
(ion). Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui oleh ion Kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali Klorida (Cl-).

36
Akibatnya konsentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan ion Na rendah. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel maka terdapat potensial membran sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-
ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh
adanya:
a. Perubahan konsentrasi ion di ekstraseluler.
b. Rangsangan mendadak berupa mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri dari penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan menaikan metabolisme basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berusia 3 tahun, sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel
neuron,dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K maupun Na melalui membran.

37
Perpindahan ini mengakibatkan lepas muatan listrik yang besar, sehingga meluas ke membran sel
lain melalui neurotransmitter, dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambangkejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC. Pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40oC. Terulangnya kejang demam lebih seringterjadi pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
suhu berapa penderita kejang.4,6
.

Klasifikasi Kejang DemamUnit Keja Koordinasi Neurologi IDAI membuat klasifikasi kejang
demam pada anak menjadi 5:
a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
- Singkat
- Durasi kurang dari 15 menit
- Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik
- Umumnya akan berhenti sendiri.
- Tanpa gerakan fokal.
- Tidak berulang dalam 24 jam
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
- Demam tinggi

38
- Kejang lama
- Durasi lebih dari 15 menit.
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Langkah Diagnostik
Dari anamnesis yang harus ditanyakan adalah adanya kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/ saat kejang, frekuensi, interval, keadaan pasca kejang, penyebab demam di luar susunan
saraf pusat. Riwayat perkembangan anak, riwayat kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam
keluarga. Pertanyaan juga harus menyingkirkan penyebab kejang lainnya, misalnya tetanus.
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal,
refleks patologis, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam, di
antaranya:
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis, biakan
darah, urin atau feses.
b. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan
padaanak usia 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak di atas 18 bulan yang
dicurigai menderita meningitis. Pemeriksaan ini pada KDS masih kontroversial karena
masih belum ditemukan keefektifannya.
c. CT Scan atau MRI diindikasikan pada keadaan riwayat atau tanda klinis
trauma,kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik), dan adanya tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
d. EEG dipertimbangkan pada kejang demam kompleks

Terapi
Algoritma Penghentian Kejang Demam

39
40
Bila

kejang berhenti dapat diberikan terapi profilaksis intermitten atau rumatan berupa:
a. Antipiretik. Berupa parasetamol 10-15mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam.
b. Antikejang berupa diazepam oral 0,3mg/kgBB tiap 8 jam saat demam atau
diazepamrektal 0,5mg/kgBB tiap 12 jam.

41
c. Pengobatan jangka panjang selama 1 tahun dapat dipertimbangkan pada kejang demam
kompleks dengan faktor resiko. Obat yang digunakan adalah Fenobarbital 3-
5mg/kgBB/hari atau asam valproat 15-40mg/kgBB/hari

Komplikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama (>15
menit)biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat, hipotensi artrial,
suhutubuh makin meningkat, metabolisme otak meningkat
Prognosis
Kejang demam dapat berulang di kemudian hari atau dapat berkembang menjadi epilepsi di
kemudian hari.Faktor resiko berulangnya kejang pada kejang demam adalah:
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga.
b. Usia di bawah 18 bulan.
c. Suhu tubuh saat kejang.
d. Lamanya demam saat awitan kejang.
e. Riwayat epilepsi dalam keluarga.
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah:
a. Adanya gangguan neurodevelopmental.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi dalam keluarga.
d. Lamanya demam saat awitan kejang.
e. Lebih dari satu kali kejang demam kompleks

Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% usia 6 bulan-3 tahun. Puncak insidensi pada usia 2 tahun. 30%
akan berulang pada demam selanjutnya dan 3-6% akan mengalami epilepsi

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis dapat disimpulkan, pasien mengalami kejang demam,karena kejang
terjadi berhubungan dengan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksi). Menurut klasifikasi dari
UKK Neurologi Anak IDAI pasien mengalami kejang demam simpleks. Tatalaksana kejang

42
demam adalah pemberian diazepam rektal 0,5mg/kgBB. Jika setelah 5 menit pasien masih
demam, berikan diazepam IV 0.3-0.5 mg/kgBB. Jika masih demam diberikan bolus fenitoin 10-
20 mg/kgBB dengan kecepatan 0,5-1mg/menit. Jika masih kejang, berikan bolus Fenobarbital
10-20 mg/kgBB dan bila masih kejang rujuk ke ICU dengan terapi Midazolam 0.2 mg/kgBB.

Pasien ini juga mengalami diare dengan frekuensi > 3 x/ hari disertai dengan muntah,
diare tidak disertai lendir dan darah gejala ini bisa dimasukkan dalam kategori
gastroenteritis

43
Perbedaan sifat tinja pada beberapa penyebab

Sifat tinja Rotavirus Shigella Salmonella Kolera

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak


Frekuensi 5-10 /hari > 10x/hari Sering Terus menerus

Konsistensi Cair Lembek sering Lembek Cair

Darah - ± Kadang -
Bau Langu Busuk Amis khas

Warna Kuning hijau Merah hijau Kehijauan Seperti air cucian


beras

Leukosit - + + -

Pada pasien, dari hasil feses rutin ditemukan konsistensinya lembek, dengan jumlah
eritrosit 1-2/LPB, jumlah leukosit 2-5/LPB, bau khas dan berwarna kuning.

44
Pasien tampak gelisah dan rewel dengan mata yang lebih cekung dan setiap
diberikan minum pasien tampak kehausan. Maka pasien dapat digolongkan dalam
derajat dehidrasi ringan sedang.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Diare menurut WHO

a. Rehidrasi

b. Dukungan nutrisi

c. Suplementasi Zinc

d. Antibiotik Selektif

e. Edukasi orang tua

 Rehidrasi

Untuk terapi rehidrasi pasien dapat diberikan rencana terapi dehidrasi B

Dimana untuk terapi kebutuhan cairannya pasien membutuhkan 75 cc / kgBB


dalam 3 jam kemudian tinjau ulang derajat dehidrasi nya untuk menentukan terapi
selanjutnya. Jadi pada pasien seharusnya diberikan 660 cc dalam 3 jam untuk
mengganti banyak nya cairan tubuh yang hilang selama diare dan muntah. Setelah
itu evaluasi tanda-tanda dehidrasi pada pasien untuk menentukan therapy
selanjutnya.

 Dukungan nutrisi

Pasien diberikan makanan yang sama seperti sebelum mengalami diare. Yaitu susu
ASI, susu formula dan makanan keluarga. Dengan memperhatikan kebersihan
dalam menyiapkan dan menyajikan makanan kepada pasien

 Suplementasi zinc

Pada pasien karena berusia 1 tahun dapat diberikan zinc 1 x 20 mg selama 10-14
hari

45
 Antibiotik selektif

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif


Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari


Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg BB

2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Kotrimoxasol Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5 hari


Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB

3xs ehari selama 5 hari (10 hari


pada kasus berat)

Pada pasien karena dicurigai adanya disentri form maka antibiotic yang menjadi
pilihan adalah ceftriaxone

 Edukasi orang tua

Lakukan eduaksi kepada keluarga pasien untuk selalu menjaga kebersihan alat alat
yang akan digunakan untuk pasien makan dan minum. Untuk botol susu dicuci
dan disteril kan tiap kali pemberian. Untuk pemberian nasi tim dan bubur susu
kebersihan untuk persiapan dan penyajiannya harus nya dijaga.

Pada pasien ini suhu tubuh sewaktu datang adalah 41,3°C, berdasarkan
kepustakaan diatas maka dapat disimpulkan pasien ini mengalami hiperpireksi dengan
etiologi peningkatan set point hipotalamus dengan adanya pyrogen endogenous.
Keadaan hiperpireksi ini dapat mencetuskan terjadinya kejang dan gangguan
kesadaran lain. Hiperpireksi menyebabkan perubahan metabolisme, termasuk di
dalamnya peningkatan konsumsi oksigen dan metabolisme jaringan. Setiap kenaikan
suhu tubuh 1oC, basal metabolik rate meningkat 10 -14%, kebutuhan oksigen
meningkat 20% dan basal tidal volume meningkat 9%. Sebagai akibatnya sistem
kardiovaskuler bekerja lebih berat. Hiperpireksia secara langsung dapat menyebabkan
kerusakan jaringan.

46
Hiperpireksia dan gangguan sirkulasi berupa shock sering ditemukan pada
anak berumur kurang dari 1 tahun. Hiperpireksia menyebabkan vasokonstriksi umum
dan gangguan perfusi jaringan. Pengeluaran panas berkurang, sehingga suhu tubuh
meningkat lagi dan keadaan hipoksi lebih diperberat.
Sebagai kesimpulan, gambaran klinik yang dapat ditemukan pada
hiperpireksia ialah dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit,
aritmia, decompensatio cordis, hipotensi, shock, gangguan fungsi ginjal, respiratory
failure, kejang, penurunan kesadaran sampai koma.
Dalam menanggulangi hiperpireksia ada 3 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu (1) menurunkan suhu tubuh secara simptomatis, (2) pengobatan penunjang dan
(3) mencari dan mengobati penyebab.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Darlan Darwis. (1981). Penatalaksanaan Kegawatan Pediatrik, Beberapa Masalah


dan Penanggulangan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. H. Sofyan Ismail. (1981). Hiperpireksia. Kedaruratan dan Kegawatan Medik,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
3. Richard C. Dart, MD, PhD. (2007). Chapter 12: Poisoning. Current Pediatric
Diagnosis & Treatment, Eighteenth Edition, the McGraw-Hill Companies; by
Appleton & Lange.
4. F. Keith Battan, MD, FAAP, Glenn Faries, MD. (2007). Chapter 11: Emergencies
& Injuries. Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Eighteenth Edition, the
McGraw-Hill Companies; by Appleton & Lange.
5. Todd J. Kilbaugh Jimmy W. Huh Mark A. Helfaer. (2006). Chapter 34:

Disorders of Temperature Control. Current Pediatric Therapy, 18th ed.Saunders,


An Imprint of Elsevier.
6. Rudolph, Colin D.; Rudolph, Abraham M.; Hostetter, Margaret K.; Lister, George;
Siegel, Norman J. (2003). Chapter 4: The Acutely Ill Infant and Child. Rudolph's
Pediatrics, 21st Edition, McGraw-Hill.
7. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2000.
8.Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari
H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-
hepatologi:jilid 1. Jakarta.
9.Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare Akut Anak Dalam Ilmu Penyakit Anak
Diagnosa dan Penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : Edisi ke 1 Jakarta.

48

Anda mungkin juga menyukai