Anda di halaman 1dari 55

SPONDILITIS TB

Pembimbing :
dr. Mulia Rahmansyah, Sp.Rad

Disusun oleh:

Berka Phillia Ningrum 030.15.042


Elizabet Veren Setiawan 030.15.065
Elvindri Nofrithacia 030.15.068
Jaya Saraswati 030.13.102
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) → penyakit menular yang yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis → masih menjadi permasalahan di dunia

WHO → setiap tahun ditemukan sekitar 10 juta kasus baru atau setara sekitar 133
kasus/100.000 penduduk

Spondilitis TB/Pott’s disease → infeksi MTB di tulang vertebra → penyebaran MTB


secara hematogen atau limfogen dari fokus primer

Berpotensi menyebabkan morbiditas serius → defisit neurologis dan deformitas


tulang belakang permanen → perlu diagnosis seawal mungkin dan penatalaksaan
yang cepat dan tepat
ANATOMI
ANATOMI
ANATOMI
Arteri:
• A. Vertebra yang berasal dari A. Subklavia
• A. Ascending cervikal berasal dari cabang A.
Subklavia
• A. Interkostal posterior berasal dari aorta
thorakal
• A. Sakral lateral beracal dari A. Iliaca interna
• A. Spinalis anterior dan posterior
• A. Radikularis posterior
Vena:
• V. radikularis menerima drainase dari medulla
spinalis
• V. kava superior menerima drainase dari regio
cervical
• V. azygos menerima drainase dari regio
thorakal
• V. kava inverior menerima drainase dari regio
ANATOMI
DEFINISI

“Spondilitis TB atau bisa disebut Pott’s disease


merupakan salah satu manifestasi klinis TB
ekstrapulmonal akibat infeksi Mycobacterium
tuberculosis (MTB) di os vertebra”
EPIDEMIOLOGI

Pulmonary TB Muskuloskeletal TB Other EP TB

60%

12%
50% Spinal TB

28%

EP : Extra Pulmonary
TB : Tuberculosis
ETIOLOGI

Terdapat 60 spesies
Mycobacterium TB
Complex

4 spesies yang diketahui menyerang


manusia
1. Mycobacterium TB
2. Mycobacterium Microti
3. Mycobacterium Bovis
4. Mycobacterium Africanum

Penyebaran secara
hematogenik fokus
primer

TB : Tuberculosis
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI

Lesi dimulai sebagai lesi


Lesi melibatkan 2 corpus destruktif pada salah satu
vertebrae yang berdekatan tepi anterior corpus
dengan penyempitan diskus vertebrae, terdapat lesi
intervertebralis minimal pada diskus
intervertebralis

Lesi melibatkan arcus vertebrae


Lesi melibatkan bagian central dari corpus vertebrae, diskus posterior, biasanya
pada bagian proximal dan distal corpus veterbrae intak tampak keterlibatan dari corpus
KLASIFIKASI
Tipe Lesi

Tipe IA Lesi terbatas pada vertebrae

Pembentukan abses dan


Tipe IB
degenerasi diskus 1-2 level

Kolaps vertebrae, pembentukan


abses, kifosis, deformitas yang
Tipe II
stabil dengan atau tanpa defisit
neurologis, SI < 20 derajat

Kolaps vertebrae yang berat,


pembentukan abses, derajat
Tipe III kifosis memberat, deformitas tidak
stabil dengan atau tanpa defisit
neurologis, SI > 20 derajat
MANIFESTASI KLINIS
• Gejala TB (BB turun tanpa sebab, keringat pada
malam hari, demam yang lama, pemesaran
kelenjar limfe superfisial)

• Nyeri punggung

• Benjolan pada tulang belakang (Gibbus)

• Deformitas : Kifosis

• Cold abcess

• Paraplegia
PEMERIKSAAN FISIK
• RR meningkat, Rhonki (+)

• Malalignment pada tulang belakang

• Terdapa abses atau gibbus

• Gangguan neurologis : gangguan fungsi motorik, sensori, dan


autonom

• Kelumpuhan pada UMN -> Paralisis flasid yang diikuti spastisitas


dan refleks patologis positif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Pemeriksaan Histopatologi)

• Biopsi
• Kultur : terdapatnya sel epiteloid granulomatous,
jaringan nekrosis, adanya infiltrasi limfosit, dan
sebukan sel berinti (multinucleated) dan Langhan’s
giant cells
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Pemeriksaan Laboratorium)
• Polymerase Chain Reaction (PCR)
• LED
• Pemeriksaan imunologi
• CRP
• Spesimen sputum : memberikan hasil positif hanya
jika proses infeksi paru sedang aktif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(X-Ray)

• Bone density yang berkurang


• Penyempitan diskus intervertebralis
• Cold abcess : gambaran jaringan lunak pada paravertebra
• Kalsifikasi -> pada jar. Lunak
• Deformitas kifotik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(X-Ray)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(CT-Scan)

• CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi badan


vertebra,abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis spinalis.

• Dapat berguna untuk memandu tindakan biopsi perkutan dan menentukan luas
kerusakan jaringan tulang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(CT-Scan)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(MRI)

• MRI memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan radiografi (93%)

• Kondisi badan vertebra, diskus intervertebralis, perubahan sumsum tulang,


termasuk abses paraspinal dapat dinilai dengan baik dengan pemeriksaan
ini
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(MRI)
DIAGNOSIS BANDING
SPONDILITIS PIOGENIK

Tanda paling awal adalah end-plates vertebra


ireguler akibat enzim proteolitik organisme dan
menyempitnya ruang diskus intevertebralis yang
terjadi 2-8 minggu setelah permulaan infeksi.

Destruksi tulang tampak terlihat jelas pada 8-12


minggu setelah infeksi.
SPONDILITIS PIOGENIK
CT-Scan pada tahap awal
menunjukkan hipodensitas
dan diskus yang menyempit,
erosi korpus dan end plate
vertebra, soft tissue swelling
dan obliterasi fat planes di
sekitar korpus vertebra.
SPONDILITIS PIOGENIK
MRI berguna saat early stage
sponilitis piogenik ketika modalitas
lain didapatkan normal atau tidak
spesifik.

Ketika pus telah terbentuk, tampak


hipointens pada T1-weighted image
dan hiperintens pada T2 weighted
image.

contrast-enhanced T1 weighted image


akan menunjukkan lesi massa
dengan peripheral enhancement.

Diffuse enhancement di seluruh lesi


massa lebih konsisten dengan
SPONDILITIS PIOGENIK
METASTASIS
● CT scan dapat mengidentifikasi lesi metastasis tulang hingga 6 bulan lebih awal
dibandingkan dengan X-ray.
● CT scan memberikan delineasi oseus yang sangat baik dan memungkinkan untuk
mendeteksi kerusakan kortikal.
● Sebuah massa epidural dapat tampak sebagai jaringan lunak amorfik yang menggeser
kantung tekal atau mengisi foramen neural.
METASTASIS
(BREAST CANCER METASTASES)

(X-RAY)
METASTASIS
(CT SCAN BREAST CANCER WITH SKELETAL METASTASES)
METASTASIS

● Penampilan pada CT scan akan


tergantung derajat mineralisasi dari
metastasis.
● Metastasis litik yang lebih umum
akan tampak sebagai regio atenuasi
jaringan lunak dengan batas
ireguler.
● Massa tersebut dapat menembus
korteks hingga kanalis spinalis.
● Lesi sklerotik tampak hiperdens dan
ireguler namun biasanya lesi
tersebut hanya mengenai vertebra.
METASTASIS
MRI sensitif untuk metastasis dan juga dapat digunakan untuk menilai kompresi dari korda spinalis.
Instensitas sinyal dari deposit metastasis akan bervariasi tergantung derajat mineralisasi, yaitu :
1. Metastasis Osteoblas :
 T1: hypointense
 T2: hypointense
2. Mixed Sclerotic and Lytic Extradural Bone Lesions :
 T1: hypointense
 T2: hypo- and/or hyperintense
3. Lytic Extradural Bone Lesions :
 T1: intermediate to hypointense
 T2: hyper- or isointense
 T1 C+ (Gd): enhancement
METASTASIS

Gambaran MRI terdapat gambaran


halo dengan lesi hipointens dan
lingkaran hiperintens di sekitar
vertebra L3
METASTASIS
(MRI RENAL CELL CANCER METASTASES)
TATALAKSANA
Terapi
Medikamentosa
Tatalaksana
Spondilitis TB

Terapi Operatif
TERAPI MEDIKAMENTOSA
● Pengobatan spondilitis TB -> pemberian obat anti TB dikombinasikan dengan
imobilisasi menggunakan korset/penyangga eksternal.
● Pengobatan INH dan rifampisin harus diberikan selama seluruh pengobatan.
Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH, rifampisin, dan pirazinamid
dan etambutol.
● Lama pengobatan masih kontroversial. Banyak ahli lebih memilih durasi
selama 12–24 bulan atau sampai bukti regresi dari penyakit secara patologis
atau radiologis
TERAPI
MEDIKAMENTOSA
Nama Obat Dosis harian Efek Samping
(mg/kgBB/hr)
Isoniazid 5-15 (300 mg) Hepatitis, neuritis
perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin 10-20 (600mg) Gastrointestinal, reaksi
kulit, hepatitis,
trombositopenia, cairan
tubuh berwarna orange
Pyrazinamid 15-40 (2) Toksisitas hepar,
artralgia,
gastrointestinal
Ethambutol 15-25 (2,5) Neuritis optic,
PENYANGGA EKSTERNAL
Cervical Collar
• Tujuan : mengurangi pergerakan leher yang berlebihan, mencegah pergerakan tulang
servikal yang patah, mencegah bertambahnya cedera tulang belakang daerah servikal,
dan mengurangi rasa sakit.
• Umumnya cervical collar digunakan selama 1-2 minggu
Lumbo-Sacral Orthosis (LSO)
• LSO : penyangga eksternal yang digunakan di daerah lumbal dan sakral.

• Tujuan penggunaan LSO adalah untuk mengontrol dan menyokong tulang belakang,
mengurangi rasa sakit, mencegah cedera lebih lanjut, dan mendukung proses
penyembuhan.
Jewwet Brace
• Digunakan untuk menyokong daerah torakal dan lumbar dari tulang
belakang dengan cara mencegah terjadinya rotasi dan fleksi.
• Pasien yang menggunakan Jewett tidak boleh melakukan aktivitas fisik
berat yang dapat menimbulkan rotasi ataupun fleksi di daerah tulang
belakang.
• Alat ini digunakan sekitar 6-12 minggu dan harus selalu digunakan oleh
pasien, baik saat mandi, duduk, berjalan, maupun bepergian.
TERAPI OPERATIF
Indikasi Absolut :
• Paraplegi dengan onset yang terjadi selama pengobatan konservatif
• Paraplegia memburuk atau menetap setelah dilakukan pengobatan
konservatif
• Kehilangan kekuatan motorik yang bersifat komplit selama 1 bulan
setelah dilakukan pengobatan konservatif
• Paraplegia spastisitas tidak terkontrol oleh karena suatu keganasan dan
imobilisasi tidak mungkin dilakukan atau adanya risiko terjadi nekrosis
akibat tekanan pada kulit
• Paraplegia yang berat dengan onset yang cepat
• Paraplegia berat lainnya, paraplegia flaksid, paraplegia dalam keadaan
fleksi, kehilangan sensoris yang komplit atau gangguan kekuatan
motoris selama >6 bulan.
TERAPI OPERATIF
Indikasi Relatif :
• Paraplegia berulang yang sering disertai paralisis sehingga serangan
awal sering tidak disadari
• Paraplegia pada usia tua
• Paraplegia yang disertai nyeri yang diakibatkan oleh adanya spasme
atau kompresi akar saraf serta adanya komplikasi seperti batu atau
terjadi infeksi saluran kemih.

Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB yang


mengalami paraplegi adalah costrotransversectomi, dekompresi
anterolateral dan laminektomi.
Manajemen TB Resisten Obat

• Multidrug resistance tuberculosis


(MDR-TB) didefinisikan sebagai
keadaan dimana bakteri basil TB
resisten terhadap isoniazid dan
rifampisin
• Regimen untuk MDR-TB harus
disesuaikan dengan hasil kultur
abses.
• Perbaikan klinis umumnya bisa
tercapai dalam 3 bulan jika terapi
berhasil
Manajemen TB Resisten Obat

MDR-TB, yaitu dengan kombinasi 5 obat, antara lain:


1. Salah satu dari OAT lini pertama yang diketahui
sensitif melalui hasil kultur resistensi
2. OAT injeksi periode minimal selama 6 bulan
3. Kuinolon
4. Sikloserin atau etionamid
5. Antibiotik lainnya seperti amoksisilin klavulanat dan
klofazimin.
Durasi pemberian OAT selama 18-24 bulan. The United
States Centers for Disease Control menyatakan bahwa
pengobatan spondilitis TB pada bayi dan anak-anak
setidaknya harus 12 bulan.
KOMPLIKASI
Kifosis berat

Empyema
tuberkulosa

Cedera corda
spinalis (spinal cord
injury
ALGORITME TATALAKSANA
SPONDILITIS TB DENGAN KOMPLIKASI
NEUROLOGI
Algoritme Tata Laksana Spondilitis TB dengan Komplikasi Neurologi

• Prognosis spondilitis TB bervariasi tergantung dari manifestasi klinik yang terjadi.


• Prognosis yang buruk berhubungan dengan TB milier, dan meningitis TB,
dapat terjadi sekuele antara lain tuli, buta, paraplegi, retardasi mental, gangguan
bergerak dan lain-lain.
• Prognosis bertambah baik bila pengobatan lebih cepat dilakukan.
• Mortalitas yang tinggi terjadi pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun
sampai 30%.
KESIMPULAN
• Spondilitis TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman MTB yang
mengenai tulang belakang

• Gejala yang dapat muncul yaitu benjolan pada tulang belakang yang disertai rasa nyeri,
dan jika sudah berlangsung lama dapat muncul paraplegia

• Radiologi x-ray merupakan modalitas pertama jika dicurigai spondilitis TB

• CT-Scan baik untuk melihat destruksi pada tulang

• MRI merupakan gold standard untuk diagnosis infeksi tulang belakang, baik digunakan
bila sudah ada keterlibatan medulla spinalis

• Dalam diagnosis spondilitis TB perlu diagnosis dengan cermat untuk menyingkirkan


diagnosis banding
REFERENSI
1. WHO. Global Tuberculosis Report 2018. Geneva : World Health Organization;
2018
2. Dinihari TN, Siagian V. Tata laksana pasien tuberkulosis. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2014.p.1-12
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia; 2011.p.1-19
4. Held MFG, et al. Epidemiology of musculoskeletal tuberculosis in an area with
high disease prevalence. Asian Spine J 2017; 11(3): 405-411
5. Schirmer P, Renault CA, Holodniy M. In spinal tuberculosis contagious.
International J Infection Dis. 2010;14:659-66
6. Camillo FX. Infections of the Spine. Canale ST, Beaty JH, ed. Campbell’s
Operative Orthopaedics. edisi ke-11. 2008. vol. 2, hal. 2237
7. Cormican L, Hammal R, Messenger J, Milburn HJ. Current diffi culties in the
diagnosis and management of spinal tuberculosis. Postgrad Med J 2006; 82: 46-
51
8. Sinan T, Al-Khawari H, Ismail M, Bennakhi A, Sheikh M. Spinal tuberculosis:
CT and MRI feature. Ann Saudi Med 2004; 24: 437-41
REFERENSI
9. Zuwanda, Janitra R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosis.
CDK 2013;40(9):66-73
10. Hansen JT. Netter’s Clinical Anatomy. 2nd edition. Saunders Elsevier. 2010. P.
41-60
11. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s Atlas of Anatomy. 13th edition. Lippincott
Williams & Wilkins. 2013. p. 306-7
12. Rajasekaran S, et al. Spinal tuberculosis: Current consepts. Global Spine J 2018;
8(4S): 96S – 108S
13. Rasouli MR, et al. Spinal tuberculosis: Diagnosis and treatment. Asian Spine J
2012; 6(4): 294-308
14. Oguz E, et al. A new classification and guide for surgical treatment of spinal
tuberculosis. International Prthopaedics (SICOT) 2008; 32: 127-133
15. Sahputra RE, Munandar I. Spondilitis Tuberkulosa Cervical. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2015. ;4(2): 639-647
REFERENSI
16. Garg RK. Spinal Tuberculosis:a review .The Journal of Spinal Cord Medicine.
2011. :34(5); 440-453
17. Milenković1 s, Saveski J, Hasani I, Late Diagnosed Cervical Spine TBC
Spondylitis: Case Report, Scientific Journal of the Faculty of Medicine in Niš.
2012;29(4):205-11.
18. Li. Y. W. A case of cervical tuberculous spondylitis: an uncommon cause of neck
Pain. Hong Kong Journal of Emergency Medicine. Hong Kong j. emerg. med.
Vol. 14(2). Apr 2017
19. Wicaksono AP, Fitriyani, Hanriko R. Seorang Wanita 33 Tahun dengan
Myeloradikulopati Thorakal V-VI dengan Gambaran MRI Schwannoma, namun
Hasil Histopatologi adalah Spondilitis TB. J Medula Unila. 2017. 7(2); 22-29
20. Khanna K, Sabharwaal S. Spinal Tuberculosis : A Comprehensive Review for
The Modern Spine Surgeon. The Spine Journal. 2019. 19; 1858- 1870
REFERENSI

21. Kyu YL. Comparison of Pyogenic Spondylitis and Tuberculous Spondylitis. Asian Spine J.
2014 Apr; 8(2): 216–223
22. Sato K, Yamada K, Yokosuka K, et al. Pyogenic Spondylitis: Clinical Features, Diagnosis
and Treatment. Kurume Medical Journal.2018;65(3):83-9
23. Na young J, Won Hee J, Kee Yong H, et al. Discrimination of Tuberculous Spondylitis from
Pyogenic Spondylitis on MRI. American Journal of Roentgenology. 2004;182: 1405-10
24. Kusmiati T, Narendrani H P. Pott’s Disease. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Jurnal Respirasi. 2016; 2(3) : 107-9
25. Rahyussalim. Spondilitis Tuberkulosis Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi Edisi 1.
Jakarta: Media Aesculapius. 2018 : 66-7
26. Paramarta E, Purniti P S, Subanada I B, Astawa P. Spondilitis Tuberkulosis. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Sari Pediatri. 2008;
10(3) : 180-2
27. Shah L, Salzman K. Imaging of Spinal Metastatic Disease. International Journal of Surgical
Oncology. 2011 : 3-5
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai