PUSKESMAS KEBASEN
HUBUNGAN KINERJA TENAGA KESEHATAN DENGAN
PENGETAHUAN DAN PERILAKU PASIEN TERHADAP ANGKA
KEJADIAN TB BTA POSITIF DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KEBASEN
Perseptor fakultas
Dr. dr. Nendyah Roestijawati, MKK
Perseptor lapangan
dr. Tri Lestari K
Disusun oleh:
Utiya Nur Laili
Mutiara Chandra Dewi
G4A014109
G4A014114
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS
PUSKESMAS KEBASEN
HUBUNGAN KINERJA TENAGA KESEHATAN DENGAN
PENGETAHUAN DAN PERILAKU PASIEN TERHADAP ANGKA
KEJADIAN TB BTA POSITIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KEBASEN
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat dari
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman
Disusun oleh:
Utiya Nur Laili
Mutiara Chandra Dewi
G4A014109
G4A014114
Perseptor Fakultas
Perseptor Lapangan
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tuberkulosis paru (TB) merupakan satu dari sepuluh penyakit di dunia
penyebab kematian. TB ialah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (PDPI, 2011). TB menjadi
permasalahan kesehatan masyarakat dunia walaupun upaya pengendalian
dengan strategi DOTS telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995.
Setiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 9 juta penderita baru dengan
kematian 3 juta orang. Indonesia merupakan satu dari tiga negara dengan
kontribusi penderita tuberkulosis terbesar setelah India dan Cina. Sekitar 75%
pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomi yaitu
rentang usia 15-50 tahun. Selain merugikan secara ekonomi, TB juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma dan bahkan
dikucilkan oleh masyarakat (Kemenkes, 2014).
Pada tahun 2013, beberapa negara anggota WHO mengusulkan adanya
strategi baru untuk mengendalikan TB yang mampu menahan laju infeksi
baru, mencegah kematian akibat TB, mengurangi dampak ekonomi akibat TB
dan mampu meletakkan landasan ke arah eliminasi TB. Eliminasi TB akan
tercapai bila angka insidensi TB berhasil diturunkan mencapai 1 kasus TB per
1 juta penduduk, sedangkan kondisi yang memungkinkan pencapaian
eliminasi TB (pra eliminasi) adalah bila angka insidensi mampu dikurangi
menjadi 10 per 100.000 penduduk. Dengan angka insidensi global tahun 2012
mencapai 122 per 100.000 penduduk dan penurunan angka insidensi sebesar
1-2% setahun maka TB akan memasuki kondisi pra eliminasi pada tahun
2160 (Kemenkes, 2014).
Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif sebanyak
196.310 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi
dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa
Tengah. Kasus baru BTA positif di tiga provinsi tersebut hampir sebesar 40%
dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Kemenkes, 2014). Penemuan
kasus baru TB per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2014
sebesar 63 dengan total 20.796 kasus baru. Penemuan kasus TB tertinggi
adalah di Kota Magelang yaitu 650 kasus. Banyumas menempati urutan ke-6
dengan penemuan jumlah kasus TB sebanyak 91 kasus (Dinkes Jateng, 2014).
Puskesmas Kebasen merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten
Banyumas Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah penduduk yang cukup besar
yaitu sebesar 61.090 jiwa. Jumlah pasien TB paru BTA positif yang terdata
pada tahun 2015 sebanyak 49 orang dengan kasus baru TB Paru BTA positif
sebanyak 23 kasus, klinis sebanyak 26 kasus, dan perkiraan jumlah kasus
BTA positif sebanyak 65 kasus. Pada tahun 2015, angka penemuan penderita
pasien TB paru BTA positif/Case Detection Rate (CDR) hanya sebesar
35,38% dari target 100%. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya skrining
atau kurang aktifnya pemegang program, medis dan paramedis untuk
melakukan penjaringan di keluarga dengan BTA positif (Puskemas Kebasen,
2015).
Salah satu faktor risiko yang dinilai berpengaruh besar terhadap
kejadian TB adalah riwayat kontak dengan pasien TB. Percikan dahak yang
dikeluarkan oleh pasien TB merupakan sumber penularan. Tingkat penularan
pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil
kultur positif adalah 26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif
dan foto toraks positif adalah 17%. Selain faktor tersebut, kurangnya
pengetahuan, sikap, dan perilaku pencegahan penularan penyakit TB akan
mempengaruhi kejadian penularan TB (Kemenkes, 2014).
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk
mengambil judul penelitian Hubungan Kinerja Tenaga Kesehatan dengan
Pengetahuan dan Perilaku Pasien terhadap Angka Kejadian TB BTA Positif di
Wilayah Kerja Puskesmas Kebasen.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di
wilayah kerja Puskesmas Kebasen Kabupaten Banyumas
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan kinerja tenaga kesehatan dengan kejadian TB
b. Mengetahui hubungan pengetahuan atau perilaku pasien dengan
kejadian TB.
c. Mencari alternatif pemecahan masalah TB di Puskesmas Kebasen
d. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah TB untuk mengatasi
masalah kesehatan di Puskesmas Kebasen.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Kebasen.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kebasen.
b. Bagi masyarakat desa
Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, dan rehabilitatif)
kepada masyarakat untuk penelitian khususnya berkaitan dengan TB.
3. Bagi instansi terkait
Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas berkaitan
dengan promosi kesehatan terutama masalah TB sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan yang harus diambil
untuk menyelesaikan masalah.
4. Bagi Fakultas Kedokteran UNSOED
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam penelitian selanjutnya.
Sebelah Utara
: Kec. Patikraja
b.
c.
Sebelah Timur
d.
Sebelah Barat
: Kec. Rawalo
Tanah pekarangan
: 4,07 %
b.
Tanah Bangunan
: 31,75%
c.
Tegal/Kebun
: 19,29%
d.
Persawahan
: 17,1%
e.
Hutan negara
: 16,96%
f.
Perkebunan rakyat
: 10,47%
g.
Kolam ikan
: 0,33%
h.
Lain-lain
: 4,19%
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kecamatan Kebasen
tahun 2015, jumlah penduduk Kecamatan Kebasen adalah 66.080 jiwa
terdiri dari 33.540 jiwa laki-laki (50,76 %) dan 32.540 jiwa
perempuan (49,24 %) yang tergabung dalam 16.530 rumah
tangga/KK. Jika dibandingkan dengan tahun 2014, jumlah penduduk
pada tahun 2015 mengalami peningkatan. Jumlah penduduk tahun
2015 yang tertinggi di desa Cindaga sebanyak 11.221 jiwa, sedangkan
Tingkat Pendidikan
Badan Pusat Statistik Kecamatan Kebasen tahun 2015 mencatat
jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai
berikut :
Tabel 21. Jenis Pendidikan menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
No
1
Jenis Pendidikan
Tidak/Belum Tamat
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
7.806
7.866
15.672
SD/MI
2
Tamat SD/MI
9.960
10.197
20.157
SLTP/Sederajat
3.481
2.836
6.317
SLTA/Sederajat
1.997
1.432
3.429
Diploma III
392
311
703
Universitas
248
158
406
g. Kalisalak
b. Bangsa
h. Cindaga
c. Karangsari
i. Kebasen
d. Randegan
j. Gambarsari
e. Kaliwedi
k. Tumiyang
f. Sawangan
l. Mandirancan
4. Petugas kesehatan
Berdasarkan tabel dalam lampiran profil puskesmas, jumlah tenaga
medis dan nonmedis yang ada di Puskesmas Kebasen pada tahun 2015 sebanyak
58 orang terdiri dari :
a.
Dokter Umum
: 3 orang
b.
Dokter Gigi
: 1 orang
c.
Perawat
: 11 orang
d.
Perawat gigi
: 1 orang
e.
Bidan
: 24 orang
f.
Apoteker
: 1 orang
g.
Ahli Gizi
: 1 orang
h.
Sanitasi
: 2 orang
i.
Promkes
: 3 orang
j.
Analis kesehatan
: 1 orang
k.
Radiografer
: 1 orang
l.
Administrasi
: 9 orang
5. Sarana kesehatan
Berdasarkan tabel dalam lampiran profil puskesmas, sarana kesehatan
yang ada di Kecamatan Kebasen pada tahun 2015 terdiri dari :
a. Puskesmas rawat inap
:1
b. Puskesmas pembantu
:1
c. Klinik/BP swasta
:2
:5
e. Apotek
:2
f. Polindes
: 12
g. PKD
: 12
h. Posyandu
: 78
1) Posyandu Pratama
:0
2) Posyandu Madya
:0
3) Posyandu Purnama
: 70
4) Posyandu Mandiri
:8
Mortalitas
a. Angka Kematian Bayi
Berdasarkan tabel 4 dalam lampiran buku profil ini, pada tahun 2015
di Kecamatan Kebasen ada 955 lahir hidup, dengan 15 lahir mati dan
jumlah bayi mati sebesar 0 bayi. Angka kematian bayi (AKB) di
Kecamatan Kebasen sebesar 15,7 per 1000 lahir hidup, sehingga AKB
dilaporkan sebesar 15,7. Sedangkan AKB tahun 2014 sebesar 3,1. Dengan
demikian ada peningkatan AKB sebesar 12,6 . Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan kematian bayi yang tidak terpengaruh oleh jumlah
kelahiran hidup pada tahun 2015. Jika dibandingkan dengan IIS 2015 AKB
di Kecamatan Kebasen masih terhitung rendah (IIS 2014 = 40 per 1000
kelahiran hidup). Untuk itu perlu didukung oleh peningkatan kualitas
pelayanan dengan bertambahnya kemampuan tenaga medis dan paramedis
untuk penanggulangan kegawatdaruratan lewat pelatihan atau diklat yang
diikuti.
Tingginya angka kematian bayi menunjukkan masih rendahnya
status kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang dapat disebabkan oleh masih
rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat khususnya
pelayanan kesehatan ibu dan anak, perilaku hidup bersih dan sehat di
masyarakat khususnya ibu saat hamil serta lingkungan masyarakat yang
belum sepenuhnya mendukung pentingnya kesehatan.
b. Angka kematian balita
Angka kematian balita (AKABA) merupakan jumlah kematian anak
balita (1 th 5 th) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu 1 tahun.
AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak balita,
tingkat pelayanan KIA, tingkat keberhasilan program KIA dan kondisi
lingkungan. Berdasarkan Tabel 5 lampiran profil kesehatan tahun 2015,
angka kematian balita ada 2, dibandingkan tahun 2014 ada 2,1 . Hal ini
berarti pada tahun 2015 menunjukan ada penurunan kasus kematian balita
dibanding tahun 2014.
Upaya yang sudah dilakukan dalam rangka menurunkan angka
kematian balita adalah pengembangan upaya kesehatan bersumber
masyarakat seperti pos pelayanan terpadu (posyandu), penerapan PHBS
dalam setiap tatanan rumah tangga, penanggulangan kurang energi
protein (KEP), pendidikan gizi, penyediaan sarana air bersih dan sanitasi
dasar serta pencegahan dan pemberantasan penyakit melalui surveilans
dan imunisasi, serta optimalisasi kegiatan kelas ibu balita dalam rangka
meningkatkan kemandirian keluarga dan masyarakat dalam merawat dan
memelihara kesehatan dan tumbuh kembang balita.
c. Angka Kematian Ibu
Berdasarkan Tabel 6 dalam lampiran buku profil ini, pada tahun
2015 di Kecamatan Kebasen jumlah kematian ibu hamil 1, ibu bersalin 0
dan ibu nifas sebanyak 0 orang. Angka Kematian Ibu (AKI) di Kecamatan
Kebasen pada tahun 2015 sebesar 104 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut IIS 2015 AKI sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup,
dengan demikian AKI di Kecamatan Kebasen dibawah AKI menurut IIS
2014. Penyebab dari kematian ibu hamil di wilayah kecamatan Kebasen
karena penyakit kronis yang diderita oleh ibu hamil yaitu penyakit jantung
dan adanya keterlambatan dalam sistem rujukan. Perlu adanya peningkatan
kompetensi tenaga kesehatan dalam pendeteksian risiko tinggi dari ibu
hamil dan penguatan tim penangan kesehatan Ibu dan anak, peningkatan
akses pelayanan kesehatan (rujukan), peningkatan kerjasama lintas sektor,
dan peningkatan frekuensi pelatihan skill/ kompetensi dari tenaga
kesehatan.
2. Morbiditas
a. Penyakit Malaria
Berdasarkan Tabel 22 dalam lampiran buku profil, pada tahun 2015
terjadi kasus Malaria positif sebanyak 1 kasus atau Angka Kesakitan
Malaria (API) 0,0151 per 1000 penduduk. Sedangkan kejadian kasus
Malaria positif pada tahun 2014 sebanyak 4 kasus atau Angka Kesakitan
Malaria (API) sebesar 0,0655 per 1000 penduduk. Hal tersebut
menunjukan tidak terjadi peningkatan kejadian kasus malaria positif. Hal
ini bisa dipertahankan dengan peran aktif tenaga medis, paramedis,
petugas surveilans, promkes, bidan desa dalam preventif dan promotifnya
dan juga dibantu oleh juru malaria desa. Daerah endemis malaria di
Kecamatan Kebasen masih berada di Desa Kalisalak.
b. Kesembuhan penderita TB Paru BTA (+)
Dari Tabel 8 dalam buku profil, pada tahun 2015 ditemukan kasus
baru TB Paru BTA positif sebanyak 23 kasus, klinis 26 dengan perkiraan
jumlah kasus BTA positif sebanyak 65 kasus. Angka Penemuan Penderita
TB Paru BTA positif (CDR) di Kecamatan Kebasen sebesar 35,38%.
Dibanding periode yang sama pada tahun 2014 ditemukan kasus baru BTA
positif sebanyak 25 kasus dengan perkiraan jumlah kasus BTA positif
sebanyak 65 kasus dengan CDR sebesar 38,46 %. Dengan demikian ada
penurunan CDR pada tahun 2015 dibanding tahun 2014. Hal ini
dimungkinkan karena kurangnya skrining dari pemegang program atau
kurang aktifnya pemegang program, medis dan paramedis untuk
melakukan penjaringan di keluarga dengan BTA (+).
Angka kesembuhan penderita TB Paru BTA (+) dievaluasi dengan
melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir pengobatan dengan
hasil pemeriksaan negatif. Dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan
dahak pada akhir pengobatan ditambah minimal satu kali pemeriksaan
sebelumnya (sesudah fase awal atau satu bulan sebelum akhir pengobatan)
hasilnya negatif. Bila pemeriksaan follow up tidak dilaksanakan, namun
pasien telah menyelesaikan pengobatan, maka evaluasi pengobatan pasien
dinyatakan sebagai pengobatan lengkap.
Sesuai Tabel 9, Angka Kesembuhan (Cure Rate) TB paru di
Kecamatan Kebasen tahun 2015 sebesar 100 %, nilai ini bisa
dipertahankan seperti tahun 2014 yaitu 100%. Hal ini menunjukan bahwa
sudah berjalannya petugas PMO dengan baik dan kunjungan rumah yang
sudah rutin dilakukan oleh pemegang program.
kurangnya
pengetahuan
pemberantasannya.
dari
masyarakat
tentang
Masyarakat
mengetahui
untuk
DBD
dan
penatalaksaan
j. Jumlah kasus dan angka kesakitan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I).
Penyakit yang termasuk dalam PD3I adalah polio, campak, difteri,
pertussis, tetanus neonatorum, tetanus non neonatorium. Dalam upaya
untuk membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut diperlukan
komitmen global untuk menekan turunnya angka kesakitan dan kematian
yang dikenal dengan eradikasi polio (ERAPO), Reduksi campak
(REDCAM), dan eliminasi tetanus neonatorium (ETN). Pada tahun 2015
Tabel 20 tidak ditemukan kasus penyakit PD3I yang berarti kecamatan
Kebasen sudah terbebas dari kasus / penyakit PD3I.
3. Status gizi
a. Presentase berat bayi lahir rendah
Berat bayi lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram, terjadinya kasus BBLR ini disebabkan antara lain
oleh ibu hamil mengalami anemia, kurangnya suplai gizi sewaktu dalam
kandungan atau terlahir belum cukup bulan. Bayi BBLR ini perlu
penanganan serius karena pada kondisi ini bayi mudah sekali mengalami
hipotermia dan belum sempurnanya pembentukan organ-organ tubuhnya
yang biasanya akan menjadi penyebab utama kematian bayi.
Jumlah bayi BBLR di kecamatan Kebasen tahun 2015 Tabel 37 ada
52 kasus atau 5,4 %. Dibandingkan tahun 2014 terdapat 19 kasus atau
2,0%, hal ini menunjukan adanya peningkatan jumlah bayi BBLR ditahun
2015. Perlu adanya peningkatan promotif dan preventif pada setiap
pertemuan di posyandu ataupun di kelas ibu baik oleh bidan desa, bidan
puskesmas, petugas gizi, promkes ataupun medis.
b. Presentase balita dengan gizi buruk
Dari Tabel 44 dalam buku profil, pada tahun 2015 terdapat 1057 bayi
dan 7759 anak balita dengan bayi mendapat vitamin A satu kali sebanyak
1057 bayi (100%), anak balita mendapat vitamin A dua kali sebanyak 7759
(100%). Dan pada Tabel 48 ditemukan kasus balita gizi buruk 2 kategori
BB/U dan semuanya sudah mendapat PMT pemulihan dari anggaran
APBN (BOK), dengan pengawasan dan evaluasi dari
petugas kesehatan baik medis, pemegang program gizi dan dibantu oleh
bidan desa akhirnya 6 yang terkategori gizi buruk mengalami peningkatan
BB yang signifikan.
C. Situasi upaya kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan
pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan
sebagaian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi. Berbagai
pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh Puskesmas Kebasen
adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar di dalam
pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang
dialami seorang ibu apalagi yang sedang hamil bisa berpengaruh terhadap
kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan
bayi dan anaknya.
1) Pelayanan K4
Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik
kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya
sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara
teratur. Hal ini dilakukan guna mencegah gangguan sedini mungkin
dari segala sesuatu yang membahayakan kesehatan ibu dan janin yang
dikandungnya.
Berdasarkan Tabel 28 pada tahun 2015 jumlah ibu hamil di
Kecamatan Kebasen sebanyak 1007 ibu hamil , adapun ibu hamil yang
mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar 1001 atau 99,4 % ibu hamil.
Dibandingkan dengan tahun 2014 yang mendapatkan pelayanan K-4
sejumlah 993 atau 97,4 % Berarti pelayanan K-4 mengalami
peningkatan sebesar 2 %.
demikian
kegiatan-kegiatan
yang
mendukung
3)
resti
yang
mendapat
penanganan
yaitu
268
orang.
Dibandingkan jumlah bumil risti tahun 2014 adalah 204 orang maka
tahun 2015 jumlah bumil risti mengalami peningkatan. Hal ini
disebabkan
karena
tingginya
kesadaran
ibu
hamil
untuk
PENYAKIT
Diare
Tuberkulosis
Pneumonia
DBD
Kusta
Malaria
Filariasis
Polio
PD3I
HIV
TOTAL
1226
23
21
8
2
1
0
0
0
0
kriteria
kegawatan
masalah,
penilaian
terhadap
tingkat kesulitan
penanggulangan
masalah.
4. Kelompok kriteria D : PEARL faktor yaitu penilaian terhadap
propriety,
economic,
acceptability, resourcesavailability,
legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah
di
Puskesmas Kebasen adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Kriteria A digunakan untuk menentukan besarnya masalah kesehatan
diukur dari besarnya penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.2 Besarnya Masalah Kesehatan Puskesmas Kebasen 2015
Besarnya masalah dari data
sekunder Puskesmas
Kebasen (%)
Masalah
Prevalensi
Nilai
Kesehatan
0.01- 0.1-
1-
10-
0.09
9.9 24.9
<0.01
>25
0.9
(0)
(10)
(2)
Diare
Tuberkulosis
Pneumonia
DBD
Kusta
Malaria
1.85%
0.034%
0.03%
0.012%
0.003%
0.0015%
v
v
v
v
v
(4)
(6)
v
(8)
6
2
2
2
0
0
Urgensi
6
10
10
8
8
10
Kegawatan
6
8
8
6
6
8
Biaya
4
8
4
4
6
6
Nilai
5.3
8.7
7.3
6
6.7
8
Kegawatan
Sangat gawat
Gawat
Cukup gawat
Kurang gawat
Tidak gawat
Cost
Sangat mahal
Mahal
Cukup mahal
Murah
Sangat murah
Score
10
8
6
4
2
mampu
menyelesaikan
masalah.
Semakin
sulit
penanggulangan,
skor yang diberikan semakin kecil.
a.
: Skor 2
b.
: Skor 4
c.
: Skor 6
d.
: Skor 8
e.
: Skor 10
1
10
2
8
3
8
Rata-Rata
8.6
Tuberkulosis
Pneumonia
DBD
Kusta
Malaria
10
8
10
10
8
8
8
10
8
8
10
8
8
8
6
9.3
8
9.3
8.6
7.3
: kesesuaian (1/0)
Economic
Acceptability
Resources availability
Legality
Diare
Tuberkulosis
Pneumonia
DBD
Kusta
Malaria
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Hasil
Perkalian
1
1
1
1
1
1
Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B)x C
Nilai prioritas total (NPT)
= (A+B) x C x D
NPD
NPT
Prioritas
Diare
Tuberkulosis
Pneumonia
DBD
Kusta
Malaria
6
2
2
2
0
0
5.3
8.7
7.3
6
6.7
8
8.6
9.3
8
9.3
8.6
7.3
1
1
1
1
1
1
97.18
99.51
73.6
74.4
52.46
58.4
97.18
99.51
73.6
74.4
52.46
58.4
2
1
4
3
6
5
b. Pemeriksaan fisik
Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit menemukan
kelainan pada pemeriksaan fisik. Kelainan yang dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama di daerah apeks dan segmen posterior.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain (Kemenkes RI,
2014):
1) Keadaan umum : normal atau tampak sesak napas jika infiltrasi
meliputi setangah bagian paru .
2) Pemeriksaan fisik paru
a)
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda penarikan paru (deviasi trakea,
ketingalan gerak paru
b)
Palpasi
Jika terjadi infiltrasi, pada palpasi paru akan ditemukan
peningkatan vokal fremitus
c)
Perkusi
Dapat ditemukan redup teruatam terjadu pada atelektasis
atau efusi pleura (redup bagian basal)
d)
Auskultasi
Suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah.
c. Pemeriksaan penunjang
1)
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan. Sputum yang baik harus berjumlah 3-5 ml, kental,
berwarna kuning kehijau-hijauan, dan bukan ludah. Sputum
dikumpulkan dalam 2 hari berurutan yaitu sputum sewaktu,
pagi, sewaktu (Kemenkes RI, 2014).
a)
keluhan
suspek
tuberkulosis,
penderita
c)
sputum
secara
mikroskopik
merupakan
bilasan
lambung,
kurasan
bronkoalveolar
Pemeriksaan radiologis
Evaluasi radiologi dilakukan sebanyak 3 kali dengan waktu
sebelum memulai pengobatan, setelah masa intensif, dan akhir
pengobatan, jika pada pasien dengan kemungkinan mengarah ke
Tes tuberkulin
Tes kulit dapat mengidentifikasi seseorang yang telah
terinfeksi pada suatu saat oleh Mycobacterium tuberculosis,
namun tidak dapat membedakan antara penyakit yang sedang
berlangsung dengan keadaan paska infeksi. Hasil tes yang positif
tidak selalu diikuti dengan penyakit, demikian juga
5)
37
38
39
40
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Terdapat hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian tuberkulosis di
wilayah kerja Puskesmas Kebasen Tahun 2015-2016.
2. Terdapat
hubungan
antara
tingkat
pengetahuan
dengan
kejadian