Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA

(Clinical Science Session)


DRUG ERUPTION
Perceptor: Agus Walujo, dr., Sp.KK, M.Kes
Kelompok XLIX-B

Presentan:
Abdania Syafiqah (4151161419)
Rizki Faisal P.S (4151161450)

Partisipan:
Retno Elza (4151151493)
Ilfa Difati (4151151001)
Friza Ndaru D (4151161451)
Definisi
Drug eruption adalah reaksi hipersensitifitas terhadap obat dengan manifestasi pada
kulit yang dapat disertai maupun tidak keterlibatan mukosa
Pendahuluan
Reaksi simpang terhadap obat atau produk diagnostik merupakan kasus yang sering
ditemukan dokter dalam tatalaksana pasien sehari-hari. Terdapat 2 jenis reaksi simpang
obat. Reaksi tipe A yang dapat diprediksi karena sifat farmakologik obatnya dan reaksi
tipe B yaitu reaksi yang tidak dapat diprediksi.
Etiologi
Banyak obat yang dilaporkan dapat menyebabkan FDE diantaranya antibiotik,
antiepilepsi, dan antiinflamasi non steroid.
Faktor yang berperan dari sebuah obat
dalam menimbulkan respon imun:
• Karakteristik Molekular dan Sensitisasi
• Variasi Metabolik Individu
• Kemampuan Imunogenetik
• Usia
Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya drug eruption
• Paparan obat.
• Waktu kejadian.
• Uji eliminasi pemakaian obat.
• Pemaparan obat ulangan
Imunopatogenesis
Reaksi hipersensitiftas adalah respon imun yang berlebihan dan tidak diinginkan karena
dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.

Berdasarkan klarifikasi Coombs dan Gell, terdapat 4 mekanisme:


• Tipe I merupakan reaksi hipersensitiftas tipe cepat yang timbul segera setelah alergen
masuk ke dalam tubuh. Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan merangsang sel B
untuk membentuk IgE akibat sinyal dari sel Th. IgE akan menempel dengan sel yang
memiliki reseptornya seperti sel mast,basofil, dan eosinofil. Jika tubuh terpajan ulang
maka alergen akan berikatan dengan IgE spesifik pada permukaan sel mast sehingga
timbul degranulasi sel mast yang akan mengeluarkan mediator radang sehingga timbul
gejala
• Tipe II merupakan mekanisme sitotoksik yang terjadi akibat ikatan antigen dengan
antibodi yang dapat mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis sel.
• Tipe III adalah reaksi imun kompleks yang terjadi akibat endapan kompleks antigen-
antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Jenis antibodi ini adalah IgG atau IgM.
Antigen dan antibodi ini bersatu membentuk kompleks imun dan mengedap pada organ
tubuh tertentu.
• Tipe IV merupakan reaksi hipersensitifitas tipe lambat, timbul 24 jam setelah tubuh
terpapar dengan antigen. Reaksi ini diperantai oleh limfosit T dengan manifestasi klinis
erupsi ringan hingga berat. Selain pada kulit, reaksi ini dapat melibatkan hati, ginjal, dan
organ tubuh lain
Pendekatan diagnosis
Drug eruption dapat dicurigai terdapat reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang
dikonsumsi pasien. Kecurigaan tersebut didukung anamnesis bahwa pasien baru
mengonsumsi obat dan pemeriksaan fisik didapatkan urtikaria, erupsi makulopapular, dll.
Pemeriksaan penunjang berupa uji tempel dan uji provokasi oral untuk membantu
menegakkan diagnosis atau menyingkirkan diagnosis banding.
Uji tempel obat
Uji tempel obat adalah salh satu cara termudah untuk
memeriksa kelainan atopi dan sensitifitas terhadap alergi
atas keberadaan antibodi IgE spesifik. Pemeriksaan ini
merupakan metode pendekatan diagnostik yang tepat
untuk mendeteksi sentisisasi IgE dan alergen hirup,
makanan, hewan, serangga, dan obat-obatan.
Uji provokasi oral
Uji provokasi oral adalah pemeriksaan baku emas
memastikan penyebab. Uji ini dikatakan aman dan
dapat dipercaya untuk pasien anak. Uji ini bertujuan
untuk mencetuskan tanda dan gejala yang lebih
ringan pada pemberian dosis kecil. Karena uji ini
memiliki risiko, maka dari itu pengujian ini harus
dibawah pengawasan petugas medis terlatih.
Manifestasi Klinis
1. Urtikaria dan angioedema
Urtikaria ditandai dengan edema setempat pada kulit dengan ukuran bervariasi. Predileksi
dapat diseluruh tubuh keluhan umumnya gatal dan panas.
Angioedema biasanya terjadi di bibir, kelopak mata, genitalia eksterna, tangan dan kaki.
Angioedema pada glottis menyebabkan afiksia. Penyebab tersering adalah penisilin, asam
asetilsalisilat, dan NSAID.
2. Erupsi makulo popular
Erupsi makulo popular disebtu juga erupsi eksantematosa atau mobiliformis. Lesi ini paling
sering ditemukan, timbul dalam 2-3 minggu setelah konsumsi obat. Biasanya lesi
eritematosa dimulai dari batang tubuh kemudian menyebar ke perifer secara simetris dan
generalisata, dan hampir selalu disertai pruritus. Erupsi makulo popular akan hilang dengan
cara deskuamasi, dan terkadang meninggalkan berkas hiperpigmentasi. Penyebab tersering
ialah ampisilin, NSAID, sulfonamid, fenitoin, serta karbamazepin.
3. Fixed drug eruption (FDE)
Lesi berupa makula atau plak eritema-keunguan dan kadang disertai vesikel atau bula
pada bagian tengah lesi sehingga sering menyerupai eritema mutiforme. Predileksi
tersering di daerah bibir, tangan, dan genitalia. Kemudian meninggalkan bercak
hiperpigmentasi yang lama hilang, bahkan sering menetap. Ciri khas FDE adalah
berulang pada predileksi yang sama setelah pajanan obat penyebab. Obat penyebab
yang sering tetrasiklin, naproxen, dan metamizol.
4. Pustulosis eksantematosa generalisata akut (PEGA)
PEGA merupakan erupsi pustular akut yang timbul 1-3 minggu setelah konsumsi obat
yang diawali oleh demam, mual, dan malaise. Kelainan kulit yang ditemui dapat berupa
pustule milier berjumlah banak diatas dasar eritematosa. Predileksi utama di wajah dan
dipermukaan tubuh. PEGA terkadang sulit dibedakan dengan psoriasis pustulosis dan
dermatosis pustulosis subkorneal sehigga terkadang dibutuhkan pemeriksaan
histopatologis.
5. Eritroderma
Eritroderma disebut juga dermatitis eksofoliativa, merupakan lesi eritema difus disertai
skuama lebih dari 90% area tubuh. Eritroderma bukan merupakan suatu diagnosis
spesifik dan dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain drug eruption, misalnya
perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan (penyakit Hodgkin)
atau idiopatik.
6. Sindrom Hipersensitivitas obat
Sindrom hipersensitivitas obat (SHO) merupakan bentuk drug eruption tipe berat yang dapat
mengancam jiwa. SHO dulu disebut dengan DRESS ( drug reaction with eusinophilia and
systemic symptomps). SHO sering diawali oleh infeksi saluran pernafasan atas dan
dihubungkan dengan infeksi HHV-6, HHV-7, Epstein Barr Virus (EBR) dan Cytomegalovirus.
Tanda karakteristik SHO adalah demam diatas 380C, lesi pada kulit, limfadenopati, gangguan
fungsi hati dan/atau fungsi ginjal, leukositosis dan eusinophilia. Lesi kulit biasanya timbul 3
minggu setelah konsumsi obat, dengan lesi makulopapular, dapat juga ditemukan lesi pustulae
atau epidermolisis, wajah biasanya mengalami edema dan distribusi lesi makulopapular
tersebar simetris diseluruh tubuh, tetapi jarang pada telapak tangan dan kaki. Beberapa
gambaran unik pada SHO adalah awitan yang lambat, yaitu awitan timbul walaupun obat sudah
dihentikan.
Penatalaksanaan
• Umum
Hal yang harus dilakukan pada penanganan fixed drugs eruption adalah dengan
menghentikan penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab terjadinya keluhan.
• Khusus
- Pengobatan sistemik
Pemberian kortikosteroid 3x10 mg prednisone
Lesi luas: oral prednisone 1-2 mg/kgBB (tappering off)
Antihstamin generasi lama yang mempunyai sedasi.
Komplikasi
Pada keadaan drug eruption yang tidak tertangani dengan baik kemudian dapat terjadi
hiperpigmentasi yang lama hilang dan cenderung menetap. Drug Eruption dapat
menyebabkan infeksi sekunder seperti kasus erosi lesi multipel namun dapat terjadi
erosi generalisata.
Prognosis
• Quo ad vitam: ad bonam
• Quo ad functionam: dubia ad bonam
• Quo ad sanationam: dubia ad bonam
Prognosis umumnya baik. Apabila obat tersangka penyebab telah dapat dipastikan maka
sebaiknya kepada penderita diberikan catatan, berupa kartu kecil yang memuat jenis
obat tersebut dan golongannya. Kartu tersebut dapat ditunjukan bilamana diperlukan
(misalnya apabila penderita berobat), sehingga dapat dicegah pajanan ulang yang
memungkinkan terulangnya drug eruption

Anda mungkin juga menyukai