Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KURETASE

A. Pengertian Kuretase
Kuretase merupakan upaya untuk menyembuhkan rahim dari suatu
gangguan tertentu atau untuk pemeriksaan terhadap lapisan dalam rahim.
Kuretase adalah tindakan mengerok jaringan di lapisan dalam rahim.
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase
(sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan
besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan
misalnya perforasi.

B. Indikasi Kuretase
Kuretase biasanya dilakukan untuk dua tujuan, yaitu:
1. Diagnostik : jaringan endometrium untuk diagnosis histologi.
2. Terapeutik : pengangkatan jaringan plasenta setelah abortus atau
melahirkan, mengangkat polip uterus atau endometrium hiperplastik.
Indikasi kuretase:
1. Abortus inkomplit
a. Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu atau dengn berat
janin kurang dari 500 gr, dengan masih ada sisa jaringan tertinggal
dalam uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka
dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium
uteri eksternum.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka,
sebagian jaringan keluar.
b. Tindakan kuretase harus dilaksanakan dengan hati-hati sesuai
dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus.
2. Abortus septic
a. Sepsis akibat tindakan abortus yang terinfeksi (misalnya dilakukan
oleh dukun atau awam). Abortus septic adalah abortus yang
disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritoneum (septicemia atau peritonitis)
b. Ciri : perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar
dan lembut serta nyeri tekan, tampak lelah, panas tinggi,
menggigil, tekanan darah turun dan leukositosis
c. Tindakan kuretase dilakukan bila keadaan tubuh sudah membaik
minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Pada saat
tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.
3. Sisa plasenta (pascapersalinan)
4. Sisa selaput ketuban

C. Jenis Kuretase
1. Kuretase Besi
Cara ini dapat dilakukan di bawah anesthesia umum atau blok
paraservikal. Sebelumnya, uterus harus diukur dan ditentukan posisinya
dengan pemeriksaan bimanual.Vagina dan serviks dibersihkan dengan
larutan antiseptik.Serviks dipegang dengan sebuah tenakulum atau klem
Jacob.Kavum uteri diukur dengan sonde uterus.Kanalis servikalis
dikuretase dengan sebuah kuret endoserviks.Kanalis servikalis dilebarkan
dengan dilator Hegar atau Pratt sampai ukuran yang cukup untuk
dimasuki sebuah kuret dan forsep polip.Polip endometrium, bila ada
dikeluarkan. Dinding uterus kemudian dikuret dengan cara yang
sistematik dengan pengerokan ke arah bawah sepanjang dinding anterior,
dinding sisi, dan dinding posterior. Sebuah kuret kecil mungkin berguna
untuk area kornu.
2. Kuretase AVM
Kuretase jenis ini biasanya digunakan untuk mengeluarkan sisa
jaringan plasenta setelah abortus inkomplet atau setelah persalinan.
Dilakukan di bawah anesthesia umum, analgesik sistemik, atau anesthesia
blok paraservikal. Infus oksitosin intravena dianjurkan.Vagina dan serviks
dibersihkan dengan larutan antiseptik.Bibir serviks anterior dipegang
dengan sebuah tenakulum.Masukkan kanul isap, lalu aspirasi darah dan
jaringan yang ada.

Gambar 1. Kuret Hisap


D. Komplikasi Tindakan Kuretase
1. Perforasi Uterus
Kuretase memungkinkan terjadinya perforasi uterus.Hal itu bisa
terjadi karena pada saat hamil, dinding rahim sangat lunak, sehingga
berisiko tinggi untuk terjadinya lubang akibat pengerokan sisa-sisa
jaringan.
Risiko terjadinya lubang pada rahim semakin besar bila kuretase
dilakukam pada ibu yang hamil anggur.Sebab, ada tahapan yang harus
dilakukan sebelum sampai pada tindakan keretase.Pada hamil anggur,
perut ibu biasanya cukup besar.Usia tiga bulan saja biasanya sudah seperti
enam bulan. Karena itu, sebelum kuretase dilakukan, dokter akan
mengevakuasi posisi kehamilan menggunakan vacum lebih dulu, baru
mengerok menggunakan sendok tajam untuk mengeluarkan sisa-sisa
jaringan.
2. Infeksi
Tindakan kuretase memungkinkan terjadinya infeksi, akibat adanya
perlukaan.Tapi, dengan pengobatan yang tepat, infeksi itu biasanya cepat
sembuh.
3. Sindrom Asherman
Sindrom Asherman adalah terjadinya perlekatan pada lapisan
dinding dalam rahim.Karena lengket, jaringan selaput lendir rahim tidak
terbentuk lagi.Akibatnya, pasien tidak mengalami haid.Ini memang bisa
terjadi, karena selaput lendir rahim terkikis habis saat tindakan
kuretase.Tapi hal itu masih bisa diatasi dengan pemberian obat, sehingga
pasien bisa haid kembali.
4. Mual dan pusing
Mual dan pusing bisa terjadi akibat pembiusan yang
dilakukan.Tapi, kalau muntah pada saat pasien sedang tidak sadar diri, hal
itu perlu diwaspadai.
5. Nyeri
Rasa nyeri, terutama di perut bagian bawah, bisa timbul setelah
tindakan kuretase dilakukan. Untuk menguranginya, dokter biasanya akan
memberikan obat-obatan pereda nyeri. Dan biasanya akan cepat hilang.

E. Teknik Pengeluaran Jaringan


Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan
dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan
dengan kuretase.
1. Sondage, menentukan posisi dan ukuran uterus
2. Masukkan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 90˚ untuk
melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut
3. Sisa abortus dikeluarkan dengan kuret tumpul, gunakan sendok terbesar
yang bisa masuk
4. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun
kuret.

F. Diagnosa keperawatan
1. Devisit Volume Cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan
intrauteri
4. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi vulva
lembab
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan

G. Intervensi
1. Devisit volume Volume Cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan
output baik jumlah maupun kualitas
Intervensi :
1) Kaji kondisi status hemodinamika
R: Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki
karekteristik bervariasi
2) Ukur pengeluaran harian
R: Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah
dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
3) Berikan sejumlah cairan pengganti harian
R: Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif
4) Evaluasi status hemodinamika
R: Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik
2. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan: Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R: Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan
masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
R: Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ
reproduksi
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
R: Mengistiratkan klilen secara optimal
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kemampuan/kondisi klien
R: Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat
mutlak sangat diperlukan
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
R: Menilai kondisi umum klien

3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan


intrauteri
Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi
1) Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
R: Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala
maupun dsekripsi
2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
R: Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi
nyeri

3) Kolaborasi pemberian analgetika


R: Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan
pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum
luas/spesifik

4. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi vulva


lembab
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi
1) Kaji kondisi keluaran/ dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
R: Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar.
adanya warna yang lebih gelap disertai bau yang tidak enak mungkin
merupakan tanda infeksi
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa
perdarahan
R: Infeksoi bisa muncul akibat kurangnya kebersihan alat genitalia dari
luar
3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
R: Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
4) Lakukan perawatan vulva
R: Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat
menyebabkan infeksi
5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi
R: Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi;
demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
6) Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama
selama masa perdarahan
R: Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu,
senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi sistem
reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada
pasangan

5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan


Tujuan : Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga
terhadap penyakit meningkat
Intervensi
1) Kaji tingkat pengetahuan / persepsi klien dan keluarga terhadap
penyakit
Ketidaktahuan dapat menjadi dasar timbulnya rasa cemas
2) Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penilaian
objektif klien tentang penyakit
3) Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
Perlibatkan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan
support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kasadalan
diri klien
4) Asisten klien menentukan tujuan perawatan bersama
Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkonstribusi menurunkan
kecemasan
5) Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan
keluarga
Konseling bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan
membangun support sisterm keluarga; untuk mengurangi kecemasan
klien dan keluarga
H. Implementasi

Melakukan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan

I. Evaluasi

Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan


sumatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan formatif (dengan
proses dan evaluasi akhir). Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluasi jeni ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan
perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh
keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.
2. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara
tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya,
mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali,
agar didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Kuretase. Diunduh dari http://www.info-


sehat.com/inside_level2.asp?artid=910&secid=13&intid=2, pada tanggal 19
Oktober 2016.
Saifuddin, A. B., dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Taber, B. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:


EGC.
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Manjoer, A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran UI, Media
Aesculapius, Jakarta : 2002.
Saifuddin, AB. Dkk. 1997. Modul Safe Motherhood dalam Kurikulum Inti
Pendidikan Dokter di Indonesia. Jakarta: Konsorsium Ilmu Kesehatan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Kesehatan dan
World Health Organization.
Anonim. 2012. Complication of Dilatation and Curettage.
Diunduh dari http://www.nhs.uk/Conditions/Dilatation-and-curettage-
(DC)/Pages/Risks.aspx, pada tanggal 19 Oktober 2016.
Anonim. 2009. Seksio Sesaria danKuretase.
Diunduh dari http://medicom.blogdetik.com/2009/03/07/seksio-sesarea-dan-
kuretase/, pada tanggal 19 Oktober 2001.

Anda mungkin juga menyukai