Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Cilawu di wilayah kerja

Puskesmas Bojongloa selama 7 hari dari tanggal 14 sampai 21 September 2018.

Sampel pada penelitian ini sebanyak 74 orang balita yang terbagi menjadi dua

kelompok yaitu 34 kelompok balita kasus dan 34 balita kontrol yang mengalami

penyakit karies gigi akibat dari kebiasaan memberi susu formula. Tempat

penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Bojongloa.

4.1.2. Karakteristik Responden

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan umur, dan

jenis kelamin dengan hasil seperti tampak pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, dan jenis


kelamin di Kelurahan Kota Kulon wilayah kerja Puskesmas Pasundan Kabupaten
Garut Tahun 2018

Kelompok kasus Kelompok kontrol


(karies) (tidak karies)
Kategori
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(%) (%)
Umur
Balita (0-3 tahun) 7 18,9 9 24,3
Pra sekolah (>3-5 tahun) 30 81,1 28 75,7
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 45,9 16 43,2
Perempuan 20 54,1 21 56,8
n= 74 100

42
43

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa pada kelompok kasus (mengalami

karies) hampir seluruh responden tergolong kedalam umur pra sekolah (>3-5

tahun) sebanyak 30 responden (81,1%) dengan sebagian responden berjenis

kelamin perempuan sebanyak 20 responden (54,1%). Pada kelompok kontrol

(tidak mengalami karies) sebagian besar responden tergolong kedalam umur pra

sekolah (>3-5 tahun) sebanyak 28 responden (75,7%) dengan sebagian responden

berjenis kelamin perempuan sebanyak 21 responden (56,8%).

4.1.3. Analisis Univariat

4.1.3.1. Gambaran Kebiasaan Pemberian Susu Formula Dengan Kejadian

Karies Gigi Pada Balita Di Puskesmas Bojongloa Kecamatan Cilawu

Kabupaten Garut Tahun 2018

Data hasil penilitian tentang kasus karies gigi pada pasien balita yang diberikan
susu formula di Puskesmas Bojongloa Kecamatan Cilawu Kabupaten Garut

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Hubungan Kebiasaan Pemberian Susu Formula Dengan
Kejadian Karies Gigi Pada Balita Di Puskesmas Bojongloa Kecamatan Cilawu
Kabupaten Garut

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Kelompok kasus
Kebiasaan baik 9 24,3
Kebiasaan tidak baik 28 75,7
Kelompok kontrol
Kebiasaan baik 34 91,9
Kebiasaan tidak baik 3 8,1
n= 74 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa kejadian karies gigi pada balita

dibagi dua kelompok yaitu kelompok kasus (mengalami karies gigi) dan
44

kelompok kontrol (tidak mengalami karies gigi). Didalam kelompok kasus

sebagian besar responden memiliki kebiasaaan yang tidak baik dalam pemberian

susu formula sebanyak 28 responden (75,7%). Sedangkan pada kelompok kontrol

hampir seluruh responden memiliki kebiasaan yang baik dalam pemberian susu

formula sebanyak 34 responden (91,9%).

4.1.4. Analisis Bivariat

Sebelum dilakukan analisa bivariat, terlebih dahulu data diuji

normalitasnya. Pada penelitian ini, pernyataan/pertanyaan tentang kebiasaan

pemmberian susu formula diuji normalitas menggunakan kolmogorov-smirnov

test karena sampel penelitian lebih dari 50 (Dahlan, 2016). Nilai signifikan yang

didapatkan dari uji normalitas data pada variabel kebiasaan pemberian susu

formula pada kelompok balita kasus dan kontrol yaitu 0,000 (≥ 0,05) sehingga

menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal.

4.1.4.1. Gambaran Kebiasaan Pemberian Susu Formula Dengan Kejadian

Karies Gigi Pada Balita Di Puskesmas Bojongloa Kecamatan Cilawu

Kabupaten Garut Tahun 2018

Hasil pengolahan data mengenai kebiasaan pemberian susu formula

dengan kejadian karies gigi pada balita seperti pada tabel berikut ini:
45

Tabel 4.4
Gambaran Kebiasaan Pemberian Susu Formula Dengan Kejadian Karies Gigi
Pada Kelompok Kasus Dan Kontrol

Susu Formula
p-
Variabel Kebiasaan baik Kebiasaan tidak baik OR
Value
F % F %

Karies
9 24,3 28 75,7
Gigi

Bukan 0,615 0,002

Karies 34 91,9 3 8,1

Gigi

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan nilai median pada kebiasaan pemberian

susu formula dengan kejadian karies gigi pada balita yaitu 40 dengan nilai odd

rasio = 0,615 serta berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi-square

diperoleh nilai signifikan 0,002 (p < 0,05), dengan demikian disimpulkan terdapat

hubungan antara kebiasaan pemberian susu formula dengan kejadian karies gigi

pada balita.

4.2. Pengujian Hipotesis

P-value 0,000 ≤ α (0,05) maka Ho ditolak, dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara kebiasaan pemberian susu formula dengan kejadian

karies gigi pada balita di puskesmas bojongloa kecamatan cilawu kabupaten garut

tahun 2018.
46

4.3 Pembahasan

4.3.1. Gambaran Kebiasaan Pemberian Susu Formula Pada Balita Yang

Mengalami Karies Gigi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus (yang mengalami karies gigi)

sebagian besar responden memiliki kebiasaaan yang tidak baik dalam pemberian

susu formula sebanyak 28 responden (75,7%). Menurut Hongini (2017) karies

berasal dari bahasa latin yaitu Caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah

infeksi yang disebabkan oleh bakteri, yang menyebabkan demineralisasi jaringan

keras (enamel, dentin dan sementum) dan perusakan materi organik gigi dengan

produksi asam oleh hidrolisis dari akumulasi sisa-sisa makanan pada permukaan

gigi. Jika demineralisasi melebihi air liur dan faktor remineralisasi lain seperti

kalsium dan pasta gigi fluoride, jaringan ini semakin rusak dan menyebabkan gigi

menjadi berlubang. Dua bakteri yang paling umum menyebabkan gigi berlubang

adalah Streptococcus Mutans dan Lactobacillus. Jika dibiarkan dan tidak segera

diobati, penyakit dapat menyebabkan rasa sakit

Dari hasil penelitian ini, mencerminkan bahwa pada kelompok kasus

(mengalami karies gigi) memiliki kebiasaan tidak baik dalam pemberian susu

formula. Selain itu, hampir seluruh responden tergolong kedalam umur pra

sekolah (>3-5 tahun) sebanyak 30 responden (81,1%) dengan sebagian responden

berjenis kelamin perempuan sebanyak 20 responden (54,1%). Biasanya karies gigi

terjadi pada umur pra sekolah (>3-5 tahun) karena pada usia tersebut sudah tidak

diberikan ASI, maka alternatif yang digunakan oleh orang tua untuk mengganti
47

ASI dengan menggunakan susu formula yang termasuk ke dalam makanan

kariogenik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Suwello (2011) bahwa

prevalensi karies gigi anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak

laki-laki. Hal ini juga ditunjang bahwa perempuan beresiko sedikit lebih tinggi

daripada laki-laki (Putri 2015), sehingga wajar saja jika pada anak usia pra

sekolah yang berjenis kelamin perempuan serta memiliki kebiasaan tidak baik

dalam pemberian susu formula mengakibatkan terjadinya karies gigi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2017)

bahwa sebagian besar responden memiliki kebiasaaan yang tidak baik dalam

pemberian susu formula sebanyak 25 responden (70,2%) dengan karakteristik

responden yang sama yaitu hampir seluruh responden tergolong kedalam umur

pra sekolah (>3-5 tahun) sebanyak 28 responden (87,1%) dengan sebagian

responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 20 responden (55,1%).

4.3.2. Gambaran Kebiasaan Pemberian Susu Formula Pada Balita Yang

Tidak Mengalami Karies Gigi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol (tidak

mengalami karis gigi) hampir seluruh responden memiliki kebiasaan yang baik

dalam pemberian susu formula sebanyak 34 responden (91,9%). Menurut

Kusumawardani (2011) karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi

mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin (tulang gigi). struktur email

sangat menentukan proses terjadinya karies. Penjalaran karies awalnya terjadi

pada email, bila tidak segera dibersihkan dan tidak segera di tambal, karies akan

menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi pembuluh syaraf
48

dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut

bisa mati.

Dari hasil penelitian ini, mencerminkan bahwa responden yang tidak

mengalami karies gigi (penyakit gigi lain) memiliki kebiasaan yang baik dalam

pemberian susu formula dengan sebagian besar responden tergolong kedalam

umur pra sekolah (>3-5 tahun) sebanyak 28 responden (75,7%) dengan sebagian

responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 21 responden (56,8%).

4.3.3. Hubungan Kebiasaan Pemberian Susu Formula Pada Balita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji statistik menggunakan chi-

square diperoleh nilai signifikan 0,002 (p < 0,05), dengan demikian disimpulkan

terdapat hubungan antara kebiasaan pemberian susu formula dengan kejadian

karies gigi pada balita. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Endah

(2017) tentang pemberian susu formula dengan karies gigi pada anak usia

prasekolah mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan pemberian

susu formula dengan kejadian karies gigi dengan p value (0,003).

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Adtiawarman (2013) bahwa faktor

penyebab karies gigi salah satunya yaitu makanan kariogenik. Makanan ini

mempengaruhi terbentuknya karies gigi. Di Amerika Serikat saat produksi

makanan berbahan gula mulai marak jumlah penderita gigi berlubang juga mulai

mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi makanan jenis

gula atau sukrosa menambah cepat terjadinya karies gigi, terutama pada balita

yang senang mengkonsumsi makanan manis ini. Susu terutama susu formula yang

diminum sebelum tidur tanpa membersihkan mulut atau menyikat gigi


49

mempengaruhi terjadinya karies gigi. Penyebab utama karies gigi salah satunya

adalah susu formula (kandungan, cara penyajian, dan kebersihan alat yang

digunakan). Kandungan susu formula tersebut terdapat gula yang dapat

menyebabkan karies gigi. Efek lanjutan yang disebabkan susu formula

(kandungan, cara penyajian dan kebersihan alat yang digunakan) dapat

mempengaruhi kesehatan gigi khusunya pada balita (Setiawati dan Furqanita,

2012).

Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sumini

(2014) bahwa karies gigi itu bisa terjadi pada semua golongan umur khususnya

pada balita yang dilibatkan oleh pemberian susu fomula karena didalam susu

formula terdapat kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dan kebiasaan

pemberian susu formula didalam cara penyajian (memakai air panas/dingin) serta

alat yang digunakan (botol atau gelas). Apalagi balita yang mengkonsumsi susu

formula pada malam hari, sehingga dapat terjadi karies gigi. maka diberikan susu

formula pada malam hari dan dibilas dengan menggunakan air putih, serta

menyikat gigi sebelum tidur dan sesudah bangun tidur.

Peneliti berpendapat bahwa semakin tinggi kebiasaan buruk pemberian

susu formula karena tidak memperhatikan kandungan, cara penyajian dan

kebersihan alat yang digunakan dalam memberikan susu formula tersebut akan

menyebankan semakin beresiko terhadap kejadian karies gigi.


50

4.3.4. Peluang Balita Yang Memiliki Kebiasaan Konsumsi Susu Formula

Mengalami Karies Gigi

Hasil analisis diperoleh nilai OR=0,615, OR<1. Berarti faktor kebiasaan

pemberian susu formula negatif atau bersifat protektif. Hal ini menunjukkan

bahwa kebiasaan pemberian susu formula yang tidak baik memiliki peluang

sedikit yaitu dengan nilai OR=0,615 kali beresiko mengalami karies gigi

dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan pemberian susu

formula yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa balita yang cenderung memiliki

kebiasaan baik dalam pemberian susu formula pada balita yang mengalami karies

atau penyakit gigi lain. Balita yang mengalami karies gigi atau penyakit gigi

lainnya langsung dibawa ke fasilitas kesehatan (Puskesmas Bojongloa). Maka,

tindakan orang tua tersebut adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan

terutama kesehatan gigi pada anaknya (Tarigan, 2013).

Menurut Arisman (2012) kejadian karies gigi salah satunya dapat

disebakan oleh susu formula baik dalam kandungan susu tersebut, cara penyajian

dan kebersihan alat yang digunakan. Tetapi tindakan orang tua yang selalu

memperhatikan anaknya dalam hal kesehatan terutama kesehatan gigi. Hal

tersebut merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya karies gigi pada

balita.

Keterbatasan pada penelitian ini yaitu penelitian ini menggunakan teknik

penelitian data dengan kuesioner dan hanya sedikit observasi dilakukan, sehingga

terdapat keterbatasan dalam menghadapi responden yang tidak jujur dan dapat

berpengaruh pada keakuratan data.

Anda mungkin juga menyukai