Sampel pada penelitian ini sebanyak 74 orang balita yang terbagi menjadi dua
kelompok yaitu 34 kelompok balita kasus dan 34 balita kontrol yang mengalami
penyakit karies gigi akibat dari kebiasaan memberi susu formula. Tempat
jenis kelamin dengan hasil seperti tampak pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1
42
43
karies) hampir seluruh responden tergolong kedalam umur pra sekolah (>3-5
(tidak mengalami karies) sebagian besar responden tergolong kedalam umur pra
Data hasil penilitian tentang kasus karies gigi pada pasien balita yang diberikan
susu formula di Puskesmas Bojongloa Kecamatan Cilawu Kabupaten Garut
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Hubungan Kebiasaan Pemberian Susu Formula Dengan
Kejadian Karies Gigi Pada Balita Di Puskesmas Bojongloa Kecamatan Cilawu
Kabupaten Garut
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa kejadian karies gigi pada balita
dibagi dua kelompok yaitu kelompok kasus (mengalami karies gigi) dan
44
sebagian besar responden memiliki kebiasaaan yang tidak baik dalam pemberian
hampir seluruh responden memiliki kebiasaan yang baik dalam pemberian susu
test karena sampel penelitian lebih dari 50 (Dahlan, 2016). Nilai signifikan yang
didapatkan dari uji normalitas data pada variabel kebiasaan pemberian susu
formula pada kelompok balita kasus dan kontrol yaitu 0,000 (≥ 0,05) sehingga
dengan kejadian karies gigi pada balita seperti pada tabel berikut ini:
45
Tabel 4.4
Gambaran Kebiasaan Pemberian Susu Formula Dengan Kejadian Karies Gigi
Pada Kelompok Kasus Dan Kontrol
Susu Formula
p-
Variabel Kebiasaan baik Kebiasaan tidak baik OR
Value
F % F %
Karies
9 24,3 28 75,7
Gigi
Gigi
susu formula dengan kejadian karies gigi pada balita yaitu 40 dengan nilai odd
diperoleh nilai signifikan 0,002 (p < 0,05), dengan demikian disimpulkan terdapat
hubungan antara kebiasaan pemberian susu formula dengan kejadian karies gigi
pada balita.
karies gigi pada balita di puskesmas bojongloa kecamatan cilawu kabupaten garut
tahun 2018.
46
4.3 Pembahasan
sebagian besar responden memiliki kebiasaaan yang tidak baik dalam pemberian
berasal dari bahasa latin yaitu Caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah
keras (enamel, dentin dan sementum) dan perusakan materi organik gigi dengan
produksi asam oleh hidrolisis dari akumulasi sisa-sisa makanan pada permukaan
gigi. Jika demineralisasi melebihi air liur dan faktor remineralisasi lain seperti
kalsium dan pasta gigi fluoride, jaringan ini semakin rusak dan menyebabkan gigi
menjadi berlubang. Dua bakteri yang paling umum menyebabkan gigi berlubang
adalah Streptococcus Mutans dan Lactobacillus. Jika dibiarkan dan tidak segera
(mengalami karies gigi) memiliki kebiasaan tidak baik dalam pemberian susu
formula. Selain itu, hampir seluruh responden tergolong kedalam umur pra
terjadi pada umur pra sekolah (>3-5 tahun) karena pada usia tersebut sudah tidak
diberikan ASI, maka alternatif yang digunakan oleh orang tua untuk mengganti
47
prevalensi karies gigi anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak
laki-laki. Hal ini juga ditunjang bahwa perempuan beresiko sedikit lebih tinggi
daripada laki-laki (Putri 2015), sehingga wajar saja jika pada anak usia pra
sekolah yang berjenis kelamin perempuan serta memiliki kebiasaan tidak baik
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2017)
bahwa sebagian besar responden memiliki kebiasaaan yang tidak baik dalam
responden yang sama yaitu hampir seluruh responden tergolong kedalam umur
mengalami karis gigi) hampir seluruh responden memiliki kebiasaan yang baik
Kusumawardani (2011) karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi
mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin (tulang gigi). struktur email
pada email, bila tidak segera dibersihkan dan tidak segera di tambal, karies akan
menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi pembuluh syaraf
48
dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut
bisa mati.
mengalami karies gigi (penyakit gigi lain) memiliki kebiasaan yang baik dalam
umur pra sekolah (>3-5 tahun) sebanyak 28 responden (75,7%) dengan sebagian
square diperoleh nilai signifikan 0,002 (p < 0,05), dengan demikian disimpulkan
karies gigi pada balita. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Endah
(2017) tentang pemberian susu formula dengan karies gigi pada anak usia
penyebab karies gigi salah satunya yaitu makanan kariogenik. Makanan ini
makanan berbahan gula mulai marak jumlah penderita gigi berlubang juga mulai
gula atau sukrosa menambah cepat terjadinya karies gigi, terutama pada balita
yang senang mengkonsumsi makanan manis ini. Susu terutama susu formula yang
mempengaruhi terjadinya karies gigi. Penyebab utama karies gigi salah satunya
adalah susu formula (kandungan, cara penyajian, dan kebersihan alat yang
2012).
(2014) bahwa karies gigi itu bisa terjadi pada semua golongan umur khususnya
pada balita yang dilibatkan oleh pemberian susu fomula karena didalam susu
pemberian susu formula didalam cara penyajian (memakai air panas/dingin) serta
alat yang digunakan (botol atau gelas). Apalagi balita yang mengkonsumsi susu
formula pada malam hari, sehingga dapat terjadi karies gigi. maka diberikan susu
formula pada malam hari dan dibilas dengan menggunakan air putih, serta
kebersihan alat yang digunakan dalam memberikan susu formula tersebut akan
pemberian susu formula negatif atau bersifat protektif. Hal ini menunjukkan
bahwa kebiasaan pemberian susu formula yang tidak baik memiliki peluang
sedikit yaitu dengan nilai OR=0,615 kali beresiko mengalami karies gigi
formula yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa balita yang cenderung memiliki
kebiasaan baik dalam pemberian susu formula pada balita yang mengalami karies
atau penyakit gigi lain. Balita yang mengalami karies gigi atau penyakit gigi
tindakan orang tua tersebut adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan
disebakan oleh susu formula baik dalam kandungan susu tersebut, cara penyajian
dan kebersihan alat yang digunakan. Tetapi tindakan orang tua yang selalu
tersebut merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya karies gigi pada
balita.
penelitian data dengan kuesioner dan hanya sedikit observasi dilakukan, sehingga
terdapat keterbatasan dalam menghadapi responden yang tidak jujur dan dapat