Anda di halaman 1dari 10

STATUS EARLY CHILDHOOD CARIES DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

BERHUBUNGAN DENGAN KONDISI INI DI ANTARA ANAK-ANAK USIA


MUDA DI DAERAH PEDESAAN KAMBOJA
Yu Kubotaa,*, Nhep San Pechb, Callum Durwardc, Hiroshi Ogawaa
a
Divisi Kedokteran Gigi Preventif, Departemen Ilmu Kedokteran Gigi, Sekolah Pasca
Sarjana Ilmu Kedokteran dan Kedokteran Gigi Universitas Niigata, Jepang
b
Fakultas Keperawatan Gigi, Universitas Kampong Cham, Kamboja
c
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Puthisastra, Kamboja

ABSTRAK
Pendahuluan: Tujuan dari studi cross-sectional ini adalah untuk menentukan prevalensi
dan keparahan early childhood caries (ECC), serta faktor-faktor yang berhubungan
dengan kondisi ini di antara anak-anak berusia 1 dan 2 tahun di Provinsi Kampong
Cham, Kamboja.
Bahan dan metode: Data, dari sampel representatif sebanyak 128 anak (69 laki-laki, 59
perempuan; usia rata-rata 1⁄4 22,98 ± 7,68 bulan), dikumpulkan dari tujuh desa di distrik
Khpob Ta Nguon, provinsi Kampong Cham dari Bulan Mei hingga Oktober tahun 2018.
Status karies dicatat mengikuti pedoman WHO. Status sosioekonomi, pola makan, dan
kebiasaan tindakan menjaga kebersihan mulut anak-anak dinilai melalui kuesioner
wawancara yang diberikan kepada individu yang merawat mereka.
Hasil: Prevalensi ECC adalah 50,0%. Dft rata-rata adalah 2,46 ± 3,08, dan 100% lesi
kavitas tidak dirawat. Regresi logistik menunjukkan bahwa anak-anak usia 1 tahun yang
tetap melakukan aktivitas menyusui pada malam setelah usia 12 bulan lebih mungkin
mengalami ECC (OR = 5,32, 95% CI = 1,33-21,30), sedangkan untuk anak-anak
berusia 2 tahun yang tetap melakukan aktivitas menyusui pada malam hari di atas usia
12 bulan (OR =13,36, 95% CI = 2,14-82,31), diberi susu botol setelah 12 bulan (OR =
6,10, 95%CI = 1,56-23,87), dan anak-anak yang tidak mengadopsi kebiasaan
menggosok gigi pada ulang tahun pertamanya (OR = 32,23, 95% CI = 4,51-230,54)
lebih mungkin mengalami ECC.
Kesimpulan: Temuan dalam studi ini mengindikasikan bahwa prevalensi dan keparahan
ECC di antara kelompok anak-anak pedesaan Kamboja ini tinggi. Program kesehatan
mulut yang berfokus pada pencegahan ECC sejak usia dini harus dilakukan pada
populasi ini.
1. PENDAHULUAN
Early childhood caries (ECC) didefinisikan sebagai adanya satu atau lebih gigi
decayed (lesi non-kavitas maupun lesi kavitas), missing (akibat karies), atau permukaan
gigi decidui yang telah direstorasi (filled) pada anak-anak berusia 71 bulan atau lebih
muda [1]. ECC dapat ditemui di seluruh dunia dan merupakan sebuah masalah publik
global dalam hal dampak ekonomi, medis, dan sosial [1-3]. Di beberapa negara
berkembang, ECC adalah masalah yang terus bertumbuh, namun, di banyak negara
maju, selama beberapa dekade terakhir telah terjadi penurunan ECC, mungkin karena
penerapan metode pencegahan karies gigi [4].
Kamboja adalah salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah kasus ECC
yang tinggi. Menurut Survei Kesehatan Mulut Nasional (NOHS) Kamboja yang
dilakukan pada tahun 2011, tingkat prevalensi karies gigi pada anak usia 6 tahun adalah
93,1% dan rata-rata skor dmft adalah 8,9 [5]. Angka-angka ini adalah yang tertinggi di
Asia Tenggara menurut kumpulan data nasional terbaru yang dipublikasikan [6].
Sebuah studi terbaru di Kamboja telah menunjukkan bahwa sekitar 90% dari anak-anak
berusia 3 tahun di Phnom Penh mengalami karies gigi, dan skor dmft rata-rata adalah
7,9 [7].
Tanda-tanda klinis pertama ECC sering terlihat dalam dua tahun pertama kehidupan,
dipengaruhi oleh urutan erupsi gigi, dan lokasi gigi yang terkena karies berhubungan
dengan paparan saliva. Faktor risiko untuk ECC yang telah diidentifikasi dalam
penelitian lain termasuk pola makan [terutama asupan makanan dan minuman manis,
dan kebiasaan menyusui / minum susu botol], implementasi tindakan kebersihan mulut
yang terlambat, dan rendahnya paparan terhadap fluoride [8]. Dalam populasi terdapat
juga perbedaan dalam prevalensi ECC sehubungan dengan status sosioekonomi (SES),
pendidikan dan etnis ibu [9]. Karena ECC dapat memiliki efek negatif pada
kesejahteraan, kualitas hidup, perkembangan oklusi dan status kesehatan dari gigi
permanen anak [10,11], penting untuk melakukan pencegahan karies gigi pada gigi
decidui. Beberapa program telah memfokuskan upaya preventif pada kelompok usia ini,
seperti pendidikan kesehatan mulut untuk individu yang mengasuh anak dan aplikasi
fluoride untuk anak-anak pada komunitas, dan sebagai hasilnya, telah terlihat
penurunan ECC [12,13]. Di sisi lain, di Kamboja, sangat sedikit anak yang telah
terpapar tindakan preventif pada usia dini, dan adopsi kebiasaan menyikat gigi
umumnya terjadi sangat terlambat. NOHS menemukan bahwa hanya 10% dari anak-
anak prasekolah yang giginya disikat oleh individu yang mengasuh mereka, dan 28%
anak-anak masih tidak menyikat gigi pada ulang tahun ke-6 mereka [14]. Oleh karena
itu, studi lebih lanjut tentang ECC di antara anak-anak Kamboja akan membantu
memberikan informasi mengenai perkembangan program kesehatan mulut yang
menargetkan kelompok usia ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
prevalensi dan keparahan ECC, dan faktor yang berhubungan dengan kondisi ini di
antara anak usia 1 dan 2 tahun di satu daerah pedesaan di Kamboja.
2. BAHAN DAN METODE
2.1 Lokasi dan partisipan penelitian
Studi cross-sectional ini dilakukan di Distrik Khpob Ta Nguon, Provinsi Kampong
Cham, dan melibatkan anak-anak dari tujuh desa. 128 anak berusia satu dan dua tahun
yang namanya terdaftar pada Pusat Kesehatan Khpob Ta Nguon dilibatkan dalam studi
ini. Partisipan tanpa disabilitas fisik direkrut oleh kepala desa pada area ini dari Mei
hingga Oktober 2018 dan usia mereka dikonfirmasi melalui buku pedoman kesehatan
maternal, Sebelum survey dilakukan, penjelasan verbal mengenai tujuan dari penelitian
ini serta hal-hal yang perlu dilibatkan diberikan kepada individu yang mengasuh anak
yang kemudian memberikan persetujuan tertulis. Anak-anak dengan jumlah gigi
permanen yang telah erupsi kurang dari empat dieksklusikan dari studi ini (n=14).
2.2 Pemeriksaan rongga mulut dan pertanyaan wawancara
Pemeriksaan rongga mulut dan wawancara dilakukan pada Pusat Kesehatan Khpob
Ta Nguon. Gigi diperiksa dengan inspeksi visual dalam posisi lutut-ke-lutut
menggunakan cahaya alami oleh seorang dokter gigi terlatih yang mengikuti Metode
Dasar Survei Kesehatan Mulut WHO [15]. Status ECC dicatat dan skor dft dihitung
untuk setiap anak. Sebelum pemeriksaan rongga mulut, kalibrasi intra-pemeriksa
dilakukan pada 20 anak, dan nilai kappa 0,87 yang dihasilkan menunjukkan bahwa
sebagian besar pemeriksaan memiliki tingkat persetujuan yang baik dan pada tingkat
yang direkomendasikan.
Wawancara kuisioner dengan individu yang mengasuh anak dilakukan di Khmer
oleh staf lokal yang terlatih. Kuisioner diberikan untuk mengumpulkan informasi
mengenai latar belakang sosiodemografis anak-anak serta individu yang mengasih
mereka, faktor yang berhubungan dengan ECC, seperti pola makan dan kebiasaan
menyikat gigi.
2.3 Analisis data
Data dimasukkan ke dalam excel spread sheet dan dipindahkan ke Statistical Package
for Social Science (SPSS) versi 25.0 untuk dianalisis. Uji Shapiro-Wilk dilakukan untuk
memverifikasi distribusi normal dalam data, dan perbandingan skor rata-rata dft
dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Uji chi square digunakan untuk
mencari tahu hubungan antara variabel dan ECC. Analisis regresi logistik pada ECC
dilakukan dengan memilih variabel yang signifikan secara statistik. p-value, kurang dari
0,05, ditetapkan untuk signifikansi statistik.
2.4 Persetujuan Etik
Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan pedoman Deklarasi Helsinki dan persetujuan
etik diperoleh dari Komite Etik Universitas Niigata (2017-0187).
3. HASIL
Data penelitian yang tersaji di bawah menunjukkan gig-geligi yang mengalami
karies pada anak-anak berusia 1 dan 2 tahun. Pada setiap kelompok, insisivus sentralis
rahang atas decidui adalah gigi yang paling banyak terkena karies (30,8% dan 71,0%),
diikuti oleh gigi insisivus lateral rahang atas (25,1% dan 37,1%). Gigi molar rahang
bawah lebih banyak terkena karies dibanding dengan gigi molar tahang atas. Gigi yang
lebih jarang mengalami karies adalah kaninus rahang bawah pada anak-anak berusia 1
tahun dan insisivus lateral rahang bawah pada anak-anak berusia 2 tahun, secara
berurutan.
Tabel 1 menunjukkan prevalensi ECC dan rerata dft di antara anak-anak usia 1 dan
2 tahun. 50,0% dari anak-anak memiliki ECC, dan semua gigi dengan karies tidak
dirawat.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laku dan perempuan. Dft rata-rata
adalah 2.46 ± 3.08 (rentang 0-11). Terdapat perbedaan dua dan tiga kali lipat yang
signifikan secara statistik dalam prevalensi ECC dan dft antara anak-anak berusia 1 dan
2 tahun (p <0,001).
Tabel 2 dan 3 menyajikan hubungan antara ECC dan beberapa faktor yang mungkin
berhubungan dengan kondisi ini. Di antara variabel sosiodemografis, hanya jenis
kelamin yang secara signifikan terkait dengan prevalensi ECC dan dft di antara anak-
anak usia 1 tahun (p = 0,028). Diantara variabel yang berhubungan dengan gaya hidup,
asupan makanan dengan kadar gula yang tinggi (p = 0,017), adopsi kebiasaan menyikat
gigi pada ulang tahun pertama (p = 0,02), menyusui di atas usia 12 bulan (p = 0,031),
menyusui pada malam hari di atas usia 12 bulan (p = 0,021), dan pemberian susu botol
di atas usia 12 bulan (p = 0,012) dikaitkan dengan penurunan keparahan ECC, masing-
masing pada seluruh sampel. Sebaliknya, menyusui di atas usia 12 bulan (p = 0,026),
menyusui di malam hari di atas usia 12 bulan (p = 0,007) pada anak usia 1 tahun, dan
adopsi kebiasaan menyikat gigi pada ulang tahun pertama (p = 0,001), menyusui di atas
usia 12 bulan (p = 0,045), menyusui di malam hari di atas usia 12 bulan (p = 0,03), dan
pemberian susu botol di atas usia 12 bulan (p = 0,006) di antara anak-anak berusia 2
tahun secara signifikan terkait dengan ECC.
Tabel 4 menunjukkan analisis regresi logistik yang dilakukan dengan menggunakan
variabel yang menunjukkan hubungan yang signifikan. Anak-anak usia 1 tahun yang
melanjutkan aktivitas menyusui di malam hari lebih di atas usia 12 bulan lebih
cenderung mengalami ECC sebesar 5,3 kali. Anak-anak berusia 2 tahun yang
melanjutkan aktivitas menyusui di malam hari di atas usia 12 bulan, dan melanjutkan
pemberian susu botol setelah usia 12 bulan, serta anak-anak yang tidak mengadopsi
kebiasaan menyikat gigi pada ulang tahun pertama lebih cenderung mengalami ECC
sebesar 13,3 dan 6,1 dan 32,2 kali, secara berurutan.
Tabel 1 – Prevalensi Early Childhood Caries (ECC) dan rata-rata dft antara anak-anak
berusia 1 dan 2 tahun (n= 128)

Variabel Jumlah (%) Jumlah gigi (mean ± Prevalensi dft


SD) ECC (mean ± SD)
(%)

Usia
1 tahun 66 (51,6) 10,70 ± 4,06 20 (30,3)a 1,26 ± 2,81a
2 tahun 62 (48,4) 18,37 ± 1,96 44 (71,0) 3,74 ± 3,41

Total 128 (100) 14,41 ± 5,01 64 (50,0) 2,46 ± 3,08

mean ± SD: rerata ± standard deviasi, dft: decayed, filled teeth.


P ≤ 0.01; Uji Chi square yang sesuai.
a

Tabel 2 – Hubungan antara early childhood caries (ECC) dan faktor-faktor berkaitan sehubungan
dengan sosiodemografis (n=128)
Variabel Total (n = 128) 1 tahun (n = 66) 2 tahun (n
= 62)
Jumlah Prevalensi dft Jumlah Prevalensi dft Jumlah
Prevalensi dft
(%) ECC (mean ± SD) (%) ECC (mean ± SD) (%)
ECC (mean ± SD) (%) (%)
(%)
Jenis kelamin
b b
Laki-laki 69 (53,9) 39 (56,5) 2,58 ± 2,98 36 (54,5) 15 (41,7) 1,81 ± 2,45 33 (53,2) 24
(72,7) 3,42 ± 3,30
Perempuan 59 (46,1) 25 (42,4) 2,32 ± 3,12 30 (45,5) 5 (16,7) 0,60 ± 1,49 29 (46,8) 20
(69,0) 4,10 ± 3,55
Pengasuh utama
Ibu 101 (78,9) 49 (48,5) 2,31 ± 3,01 56 (84,8) 18 (32,1) 1,32 ± 2,20 45 (72,6) 31
(68,9) 3,53 ± 3,44
Lain-lain 27 (21,1) 15 (55,6) 3,04 ± 3,33 10 (15,2) 2 (20,0) 0,90 ± 1,91 17 (26,4) 13
(76,5) 4,29 ± 3,38
a
Pendidikan individu yang merawat
Tidak sekolah 13 (10,2) 8 (61,5) 3,31 ± 3,19 5 (7,7) 1 (20,0) 1,00 ± 2,23 8 (12,9) 7 (87,5)
4,75 ± 2,91
Sekolah Dasar 48 (37,8) 21 (43,8) 2,04 ± 2,93 29 (44,6) 9 (31,0) 1,31 ± 2,34 19 (30,6) 12
(63,2) 3,16 ± 3,43
Sekolah 52 (40,9) 26 (50,0) 2,44 ± 3,07 24 (36,9) 6 (25,0) 1,00 ± 1,95 28 (45,2) 20
(71,4) 3,68 ± 3,07
Menengah
Pertama
Sekolah 14 (11,0) 9 (64,3) 3,56 ± 3,54 7 (10,8) 4 (57,1) 2,29 ± 2,13 7 (11,3) 5 (71,4)
4.43 ± 4,46
Menengah
Atas
a
Urutan lahir
Anak pertama 48 (37,8) 25 (52,1) 2,44 ± 3,06 26 (40,0) 10 (38,5) 1,46 ± 2,30 22 (35,5) 15
(68,2) 3,59 ± 3,48
Anak kedua 35 (27,6) 14 (40,0) 2,40 ± 3,50 17 (27,7) 3 (16,7) 0,72 ± 1,67 17 (27,4) 11
(64,7) 4,18 ± 4,06
Anak ketiga 44 (34,6) 25 (56,8) 2,59 ± 2,83 21 (32,3) 7 (33,3) 1,52 ± 2,35 23 (37,1) 17
(78,3) 3,57 ± 2,92
dst
mean ± SD: rerata ± standard deviasi, dft: decayed, filled teeth.
a
Data mengenai pendidikan individu yang mengasuh anak hilang untuk satu subjek.
P ≤ 0.05; Uji Kruskal-Wallis or Chi-square yang sesuai
b

Tabel 3 – Hubungan antara early childhood caries (ECC) dan faktor-faktor berkaitan

Variabel Total (n = 128) 1 tahun (n = 66) 2 tahun (n


= 62)
Jumlah Prevalensi dft Jumlah Prevalensi dft Jumlah
Prevalensi dft
(%) ECC (mean ± SD) (%) ECC (mean ± SD) (%)
ECC (mean ± SD) (%) (%)
(%)

Konsumsi buah
Satu kali atau 19 (14.8) 10 (52.6) 2.21 ± 2.97 10 (15.2) 3 (30.0) 1.04 ± 2.67 9 (14.5) 7 (77.8)
3.11 ± 3.18
lebih per hari
Beberapa kali 73 (57.0) 41 (56.2) 2.84 ± 3.11 34 (51.5) 11 (32.4) 1.38 ± 2.22 39 (62.9) 30
(76.9) 4.10 ± 3.25
dalam seminggu
Tidak pernah 36 (28.2) 13 (36.2) 1.83 ± 3.04 22 (33.3) 6 (27.3) 1.00 ± 1.82 14 (22.6) 7 (50.0)
3.14 ± 4.07
Konsumsi makanan manis
Satu kali atau 26 (20.3) 16 (61.5)a 3.03 ± 3.18a 10 (15.2) 4 (40.0) 1.40 ± 1.89 16 (25.8) 12
(75.0) 3.38 ± 2.72
lebih per hari
Beberapa kali 61 (47.0) 35 (47.4) 2.47 ± 3.20 24 (36.4) 8 (33.3) 1.50 ± 2.44 37 (59.7) 27
(73.0) 4.08 ± 3.59
dalam seminggu
Tidak pernah 41 (32.0) 13 (31.7) 1.98 ± 2.84 32 (48.5) 8 (25.0) 1.03 ± 2.02 9 (14.5) 5 (55.6)
3.00 ± 3.93
Konsumsi minuman manis
Satu kali atau 35 (27.3) 21 (60.0) 3.03 ± 3.18 12 (18.2) 4 (33.3) 1.33 ± 2.14 23 (37.1) 17
(73.9) 3.91 ± 3.31
lebih per hari
Beberapa kali 51 (39.8) 24 (47.1) 2.47 ± 3.20 23 (34.8) 5 (21.7) 0.96 ± 2.07 11 (45.2) 19
(67.9) 3.71 ± 3.45
dalam seminggu
Tidak pernah 42 (32.8) 19 (45.2) 1.98 ± 2.84 31 (47.0) 11 (35.5) 1.45 ± 2.24 18 (17.7) 8 (72.7)
3.45 ± 3.83
Menyikat gigi pada ulang tahun pertama
Iya 29 (22.7) 9 (31.0)a 1.03 ± 1.65b 16 (24.2) 4 (25.0) 0.88 ± 1.62 12 (19.4) 2 (20.0)b
1.00 ± 1.59b
Tidak 99 (77.3) 55 (55.6) 2.88 ± 3.28 50 (75.8) 16 (32.0) 1.38 ± 2.29 50 (80.6) 42
(80.8) 4.40 ± 3.41
Menyusui
≤ 12 bulan 52 (40.6) 20 (38.5)a 2.21 ± 3.29 23 (34.8) 3 (13.0)a 0.70 ± 2.05a 29 (46.8) 17
(58.6)a 3.41 ± 3.62
>12 bulan 76 (59.4) 44 (57.9) 2.63 ± 2.94 43 (64.2) 17 (39.5) 1.56 ± 2.16 33 (53.2) 27
(81.8) 4.03 ± 3.25
Menyusui di malam hari
≤12 bulan 61 (47.7) 24 (39.3)a 2.28 ± 3.18 26 (39.4) 3 (11.5)b 0.69 ± 2.18a 35 (56.5) 21
(60.0)a 3.34 ± 3.44
>12 bulan 67 (52.3) 40 (59.7) 2.64 ± 2.99 40 (60.6) 17 (42.5) 1.63 ± 2.07 27 (43.5) 23
(85.2) 4.26 ± 3.36
Minum susu botol
≤12 bulan 74 (57.8) 30 (40.5)b 1.88 ± 2.85b 39 (59.1) 10 (25.6) 0.87 ± 1.64 35 (56.5) 20
(57.1) b
3.00 ± 3.46 a

>12 bulan 54 (42.2) 34 (63.0) 3.26 ± 3.24 27 (40.9) 10 (35.6) 1.88 ± 2.66 27 (43.5) 24
(88.9) 4.70 ± 3.16

mean ± SD: rerata ± standard deviasi, dft: decayed, filled teeth.


P ≤ 0.05; uji Kruskal-Wallis or Chi-square yang sesuai
a

P ≤ 0.01; uji Kruskal-Wallis or Chi-square yang sesuai


b

Tabel 4 – Analisis regresi logistic terhadap early childhood caries (ECC) (n= 128)

Variabel terikat
Early Childhood Caries (0: No 1: Yes)

Variabel bebas S.E. p-value Odds 95% CI

1- tahun (n = 66)
Menyusui di malam hari ≦12 months
0: Tidak
1: Iya 0.71 0.018 5.32 1.33e21.30
2- tahun (n = 62)
Menyusui di malam hari ≦12 months
0: Tidak
1: Iya 1.11 0.020 13.36 2.14e82.31
Minum susu botol ≦12 months
0: Tidak
1: Iya 0.82 0.029 6.10 1.56e23.87
Menyikat gigi pada ulang tahun pertama
0: Iya
1: Tidak 1.19 0.003 32.23 4.51e230.54

S.E.: Standard error, CI: Confidence interval.


4. PEMBAHASAN
4.1 Prevalensi ECC
Dalam sampel anak-anak Kamboja usia 1 dan 2 tahun ini, prevalensi ECC secara
keseluruhan adalah 50,0%, dan rata-rata dft adalah 2,46 ± 3,08. Angka ini sangat tinggi
jika dibandingkan dengan kebanyakan negara Asia Tenggara lainnya [6]. Prevalensi dan
keparahan meningkat secara signifikan dua dan tiga kali lipat secara berturut-turut
antara usia satu dan dua tahun. Dalam studi terbaru di Thailand, Filipina dan Myanmar,
ECC ditemukan pada 44.1-78.9% anak usia 2 dan 3 tahun yang menunjukkan bahwa
negara lain di kawasan ini juga menghadapi tantangan dalam mencegah dan
mengendalikan ECC pada kelompok usia ini. [16-18]. Jelas terdapat kebutuhan untuk
adanya program pencegahan dan pengendalian ECC yang dimulai sejak usia dini.
Sesuai dengan penelitian di negara lain tentang distribusi ECC berdasarkan gigi, gigi
insisivus decidui rahang atas adalah yang paling sering terkena ECC diikuti oleh gigi
molar decidui rahang atas dan bawah [19,20]. Alasan pola ECC ini terjadi sebenarnya
berhubungan dengan erupsi gigi insisivus yang lebih awal, efek proteksi saliva pada gigi
insisivus mandibula, dan groove anatomis yang sering dalam dan menjadi tempat retensi
plak pada gigi molar decidui [21].
4.2 Faktor sosiodemografis
Dalam penelitian ini, prevalensi dan keparahan karies gigi secara signifikan lebih
tinggi pada kelompok usia yang lebih tua, seperti yang sudah disangka. Jumlah rata-rata
gigi yang terkena adalah 1,26 ± 2,81 dan 3,74 ± 3,41, masing-masing pada kelompok
usia 1 dan 2 tahun. Hal ini menandakan bahwa upaya preventif harus dimulai sedini
mungkin, tentunya sebelum semua gigi decidui telah erupsi.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa status sosioekonomi, pendidikan ibu
dan etnis, dapat menjadi indikator risiko ECC [17,22,23]. Namun, dalam penelitian ini,
terdapat hubungan yang signifikan antara ECC dan hanya jenis kelamin di antara
kelompok usia 1 tahun. Studi ini tidak dapat menyelidiki secara mendalam faktor
sosioekonomi dan budaya yang mungkin terkait dengan ECC. Oleh karena itu
disarankan untuk melakukan studi lebih lanjut.
4.3 Pola makan
Studi menunjukkan bahwa konsumsi free sugar yang sering dan kadarnya tinggi
dalam jangka waktu lama adalah salah satu faktor risiko utama terjadinya ECC [24-26].
Dalam penelitian ini, anak-anak yang memiliki asupan makanan bergula tinggi lebih
mungkin mengalami ECC dibandingkan anak-anak yang tidak. Di Kamboja,
peningkatan konsumsi gula telah mengiringi pertumbuhan ekonomi yang pesat. Produk
makanan manis menjadi lebih terjangkau dan dikaitkan dengan gaya hidup yang lebih
makmur. Perubahan diet ini mungkin berkontribusi pada peningkatan yang diamati pada
ECC [27].
Mulut dan makanan yang melewatinya memainkan peran penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak pada tahun awal kehidupan. Erupsi gigi dan
perkembangan fungsi mulut seperti gerakan bibir dan lidah disertai dengan perubahan
pola makan selama masa kanak-kanak [28]. Pola makan cair [terutama hanya susu]
berubah selama penyapihan saat makanan padat diperkenalkan. Gula sering dimasukkan
ke dalam makanan pada usia dini dan tampaknya meresap dalam makanan anak-anak
Kamboja [29].
Organisasi Pangan dan Pertanian Persatuan Bangsa-bangsa (FAO) serta pemerintah
nasional telah menetapkan pedoman tentang makanan pendamping untuk anak-anak
berusia 6-23 bulan [30]. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara kondisional
merekomendasikan asupan free sugar kurang dari 5% dari total energi di antara orang
dewasa dan anak-anak [31]. Oleh karena itu, pendekatan terintegrasi untuk membatasi
asupan gula direkomendasikan sebagai bagian dari pengendalian ECC. Penerapan
rekomendasi diet WHO terkait makanan pendamping, termasuk pembatasan asupan free
sugar, harus menjadi bagian penting dari strategi apa pun untuk mengatasi ECC.
4.4 Menyikat gigi
Penelitian ini menemukan bahwa anak usia 2 tahun yang tidak mulai menyikat gigi
pada usia satu tahun mengalami peningkatan risiko karies. Membersihkan gigi dua kali
sehari dianjurkan untuk dimulai dari erupsi gigi pertama [1]. Bahkan sebelum gigi
pertama erupsi, pengasuh harus menyeka permukaan mulut anak-anak mereka dengan
kain kasa untuk membersihkan sisa makanan dan membiasakan anak-anak dengan
stimulus dari luar. Setelah gigi insisivus decidui erupsi, menyikat gigi dua kali sehari
harus dilakukan oleh pengasuh sampai setidaknya anak berusia enam tahun [1].
Dalam penelitian ini, hanya 20,3% pengasuh yang telah melakukan praktik
menyikat gigi untuk anak-anak mereka pada ulang tahun pertama mereka. Menurut
Survei Kesehatan Mulut Nasional Kamboja, hanya 0,7% pengasuh mulai menyikat gigi
untuk anak-anak mereka saat gigi pertama kali erupsi dan menyikat gigi dua kali sehari
atau lebih dilakukan oleh kurang dari 50% anak berusia 6 tahun. Selain itu, hanya 6,4%
orang tua yang pernah membawa anaknya untuk pemeriksaan gigi. Kebanyakan dari
mereka mengatakan bahwa tidak perlu pemeriksaan gigi decidui [14]. Temuan ini
menunjukkan bahwa beberapa tantangan signifikan yang ada dalam menangani masalah
ECC di Kamboja.
Masalah lain yang berdampak pada ECC adalah kurang sesuainya distribusi dokter
gigi antara daerah pedesaan dan perkotaan di Kamboja [32]. Kebanyakan dokter gigi
dan "perawat gigi" [terapis gigi] lebih suka bekerja di pusat kota besar. Akibatnya,
akses ke layanan kesehatan gigi dan mulut di daerah pedesaan menjadi terbatas karena
sangat kurangnya tenaga kerja dan kurangnya infrastruktur untuk mendukung kesehatan
mulut. Untuk mencegah ECC, keterlibatan penyedia kesehatan non-gigi lainnya seperti
bidan dan perawat, yang tinggal dan bekerja di provinsi, memegang peran sangat
penting di Pusat Kesehatan Masyarakat (CHC) di seluruh Kamboja [33]. Mereka adalah
orang-orang yang sehari-harinya melihat wanita hamil, ibu dan anak kecil; Namun, saat
ini hanya sedikit layanan kesehatan gigi yang tersedia.
Di pedesaan Kamboja, “perawat gigi” mengambil tanggung jawab dalam menjaga
kesehatan rongga mulut. Ruang lingkup praktek mereka termasuk teknik Atraumatic
Restorative Treatment (ART), pencabutan gigi, aplikasi fluoride, GIC sealant,
perawatan periodontal dasar dan oral health education [34]. Kolaborasi antara petugas
kesehatan komunitas dan perawat gigi dapat membantu mengatasi masalah ECC di
Kamboja.
4.5 Menyusui dan minum susu botol
Aktivitas menyusui memberikan nutrisi penting untuk pertumbuhan anak-anak dan
bermanfaat bagi perkembangan, kesehatan, sistem imun, nutrisi dan psikologi mereka
[35]. Beberapa penelitian telah melaporkan hubungan antara menyusui on-demand dan
berkepanjangan di malam hari dengan ECC. Tinjauan sistematis menunjukkan bahwa
aktivitas menyusui di atas usia 12 bulan meningkatkan risiko ECC [36]. American
Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) menyarankan untuk menghentikan menyusui
setelah gigi decidui pertama mulai erupsi [1]. Hampir semua ibu di Kamboja tidur
dengan anak-anak mereka yang masih kecil, dan pemberian ASI on-demand di malam
hari adalah hal lumrah. Hal ini mungkin berlanjut sepanjang tahun pra-sekolah dalam
beberapa kasus. Praktik ini dapat menempatkan anak-anak Kamboja berisiko tinggi
terkena ECC, terutama jika dibarengi dengan pengenalan awal diet makanan yang
memiliki kadar gula tinggi, oral hygiene yang buruk dan kekurangan fluoride.
Penelitian ini menemukan bahwa menyusui di aras usia 12 bulan dikaitkan dengan
peningkatan ECC. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian
ASI eksklusif untuk enam bulan pertama, dan melanjutkan menyusui hingga dua tahun
lagi, untuk memaksimalkan perlindungan terhadap infeksi dan memaksimalkan nutrisi
[37]. Durasi menyusui di negara berpenghasilan rendah lebih lama daripada di negara
berpenghasilan tinggi atau menengah [38].
Di Kamboja, sebagian besar pengasuh menyadari bahwa menyusui membantu anak-
anak mereka rileks dan tertidur [39]. Sebuah studi terbaru menunjukkan peningkatan
tingkat pemberian ASI eksklusif dalam 10 tahun terakhir karena kampanye kesehatan
masyarakat [40]. Dalam populasi ini, lebih dari 50% pengasuh terus menyusui setelah
usia 12 bulan. ASI dianggap lebih kariogenik daripada susu sapi karena tingkat
laktosanya yang lebih tinggi dan kandungan mineral yang lebih rendah [41]. Namun,
ECC mungkin bukan terjadi hanya dari menyusui saja, tetapi merupakan kombinasi
beberapa faktor [42]. Menyusui adalah sesuatu yang sangat dianjurkan, bahkan untuk
beberapa tahun. Namun, jika dilakukan pada malam hari dan on-demand, disertai
dengan diet tinggi gula serta pengenalan kebiasaan menyikat gigi yang terlambat,
menyusui dapat berkontribusi meningkatkan risiko ECC pada gigi decidui.
Dalam penelitian ini, pemberian susu botol setelah usia 12 bulan juga meningkatkan
risiko ECC. Hal ini sesuai dengan temuan dari banyak penelitian sebelumnya [43].
Prevalensi pemberian susu botol pada anak-anak Kamboja berusia enam bulan ke atas
telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan peningkatan konsumsi
susu kental dalam botol [40]. Salah satu alasan terjadinya peningkatan pemberian susu
botol ini mungkin karena semakin banyak ibu yang sekarang bekerja di pabrik atau
pindah ke daerah perkotaan untuk bekerja. Oleh karena itu, lebih banyak anak yang
dibesarkan tanpa kehadiran ibunya, dan karenanya diberikan botol oleh pengasuh
(seringkali kakek-nenek). Oleh karena itu, pendidikan tentang praktik pemberian makan
dan kebersihan rongga mulut yang direkomendasikan untuk anak kecil sebaiknya tidak
hanya ditujukan pada ibu, tetapi juga pada pengasuh lain seperti kakek-nenek.
5. KESIMPULAN
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kelompok anak-anak pedesaan
Kamboja prevalensi dan keparahan ECC tinggi dan meningkat antara usia satu dan dua
tahun. ECC dikaitkan dengan aktivitas menyusui dan pemberian susu botol pada malam
hari yang dilakukan dalam periode waktu lama, diet tinggi gula, dan pengenalan
kebiasaan menyikat gigi yang terlambat.
6. KETERBATASAN
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, desain studi cross-sectional
tidak memungkinkan kami untuk menentukan urutan waktu sebenarnya dari paparan
dan hasil, sehingga mencegah inferensi kausalitas. Kedua, ukuran sampel yang kecil di
satu wilayah Kamboja ini tidak mewakili seluruh populasi. Ketiga, subjek tidak dipilih
secara acak berdasarkan pencatatan kelahiran, dan hal ini dapat mengakibatkan bias
dalam pemilihan.

Anda mungkin juga menyukai