Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan masalah yang sangat

penting untuk diperhatikan. Kesehatan gigi dan mulut sudah mengalami

peningkatan pada abad terakhir, tetapi prevalensi karies gigi pada anak tetap

merupakan masalah klinik yang signifikan. Riskesdas (2018) menunjukkan

bahwa kondisi kesehatan gigi masyarakat indonesia cenderung tidak baik.

Dari hasil survey kesehatan yang melibatkan 2.132 dokter gigi itu didapat

57,6% penduduk Indonesia mengalami masalah gigi dan mulut dan hanya

10,2% yang mendapatkan perawatan medis gigi. Prevalensi karies gigi pada

anak-anak dan dewasa juga cukup tinggi, dimana prevalensi gigi berlubang

pada anak usia dini sangat tinggi yaitu 93%, yang artinya hanya 7% anak

Indonesia yang bebas dari karies gigi.

Karies gigi merupakan suatu penyakit yang paling sering ditemukan dalam

rongga mulut. Menurut Brauer (cit. Tarigan, 1990) karies gigi merupakan

penyakit jaringan keras gigi yang mengalami dekalsifikasi yang ditandai

dengan kerusakan jaringan dimulai pada permukaan gigi yang mudah

terserang karies seperti pit dan fissure serta daerah interproksimal meluas

kearah pulpa, dimana karies gigi merupakan masalah yang sangat sering

dijumpai pada anak.

Karies gigi umumnya dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan anak

tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut serta makanan dan minuman

yang bersifat kariogenik. Pengetahuan yang kurang dalam menjaga


kebersihan gigi dan mulut dapat mengakibatkan angka kejadian karies pada

anak semakin tinggi (Budiharto, 2008). Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’

yang diperoleh melalui penginderaan, akan mendasari terbentuknya sikap dan

tindakan individu atau perilaku individu yang lebih langgeng (long lasting).

Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada ranah kognitif atau

pengetahua. Pengetahuan sebagai pembentuk perilaku pada individu

diperoleh antara lain melalui pendidikan (Notoatmodjo, 2003).Maka dari itu

perawatan pencegahan harus segera dilakukan sejak dini pada anak untuk

mencegah terjadinya masalah kesehatan gigi dan mulut. Dimana perawatan

pencegahan pada anak bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai metode,

seperti DHE (Dental Health Education), dengan topical aplikasi, dan juga

dengan fissure sealent.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakan perawatan pencegahan penyakit gigi dan mulut yang dapat

dilakukan pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengatahui perawatan pencegahan penyakit gigi dan mulut yang

dapat dilakukan pada anak

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Memberikan informasi dan wawasan mengenai perawatan pencegahan

kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak sejak usia dini


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dental Health Education (DHE)

Menurut Brauer (cit. Tarigan, 1990) karies gigi merupakan masalah yang

sangat sering dijumpai pada anak. Penilaian tingkat risiko karies anak secara

individu harus diketahui oleh dokter gigi karena semua anak pada umumnnya

mempunyai risiko terkena karies dan perawatannya juga berbeda pada setiap

tingkatan. Tingkat risiko karies anak terbagi atas tiga kategori yaitu risiko

karies tinggi, sedang dan rendah. Pembagian risiko karies ini berdasarkan

pengalaman karies terdahulu, penemuan di klinik, kebiasaan diet, riwayat

sosial, penggunaan fluor, kontrol plak, saliva dan riwayat kesehatan umum

anak. Anak yang berisiko karies tinggi harus mendapatkan perhatian khusus

karena perawatan intensif dan ekstra harus segera dilakukan untuk

menghilangkan karies atau setidaknya mengurangi risiko karies tinggi menjadi

rendah pada tingkatan karies yang dapat diterima pada kelompok umur

tertentu sehingga target pencapaian gigi sehat tahun 2010 menurut WHO

dapat tercapai.

Salah satu cara untuk mencegah karies gigi pada anak adalah dengan

memberikah Health edication. Health Education adalah suatu proses

memberikan informasi, motivasi dan bantuan untuk untuk melakukan serta

memelihara gaya hidup yang sehat, mempengaruhi perubahan lingkungan

untuk memfasilitasi tujuan ini serta melakukan penelitian dan pelatihan untuk

tujuan yang sama. Dimana tujuan dari health education ini adalah untuk
memberikan informasi tentang pencegahan penyakit dan promosi kesehatan,

memberikan motivasi/dorongan untuk mengubah gaya hidup yang tidak sehat,

serta membantu masyarakat untuk menggunakan layanan kesehatan yang

tersedia dengan bijaksana (Rao 2012).

Menurut Muin (2011), Dental Health Education (DHE) atau yang biasa

juga dikenal sebagai Pendidikan Kesehatan Gigi (PKG) merupakan suatu

usaha terencana dan terarah dalam bentuk pendidikan non formal yang

berkelanjutan. Pendidikan kesehatan gigi adalah suatu proses belajar yang

timbul oleh karena adanya kebutuhan kesehatan sehingga menimbulkan

aktivitas-aktivitas perseorangan atau masyarakat dengan tujuan untuk

menghasilkan kesehatan yang baik.

Pendidikan kesehatan gigi dan mulut atau Dental Health Education (DHE)

merupakan proses pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan

gigi dan mulut. Dalam proses ini seseorang dapat memperoleh pengetahuan

berupa informasi melalui media pendidikan yang ada. Media pendidikan

merupakan alat bantu dalam satu proses pendidikan. Salah satu landasan teori

penggunaan metode dan media dalam proses pendidikan, yakni teori Dale’s

One experience (Kerucut pangalaman Dale) tahun1969. Menurut teori tersebut

terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses pendidikan.

Pada dasarnya proses pendidikan yang melibatkan lebih banyak indera akan

lebih mudah untuk diterima dan di ingat oleh individu. Pemberian pendidikan

kesehatan gigi dan mulut akan lebih efektif dan optimal dengan menggunakan

metode dan media yang tepat (Puspitaningtiyas dkk. 2017).


Hasil penelitian yang dilakukan Sumantri et al. Tentang pengaruh

perubahan tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada pelajar melalui

permainan edukasi kedokteran gigi, menunjukan bahwa metode simulasi dan

demonstrasi yang menggunakan media ular tangga memberikan pengaruh

yang lebih baik dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut,

sehingga dapat menjadi salah satu metode pendidikan kesehatan gigi dan

mulut.

Dalam hal ini penelitian dengan menggunakan metode simulasi permainan

ular tangga yang memuat informasi tentang cara menyikat gigi yang benar,

waktu menyikat gigi yang tepat, frekuensi menyikat gigi, waktu yang tepat

mengunjungi dokter gigi, dan makanan yang baik maupun yang tidak baik

untuk kesehatan gigi dan mulut, berefek baik dalam meningkatkan

pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut. Metode ini dapat digunakan

sebagai media belajar sambil bermain bagi anak, sehingga dapat memotivasi

anak untuk belajar (Puspitaningtiyas dkk. 2017).

Dental health edication (DHE) dilakukan dengan memberikan petunjuk

mengenai menggosok gigi, pentunjuk menggunakan dental floss serta

penyuluhan diet.

A. Petunjuk Menggosok Gigi menurut Rao (2012):

1. Scrub Brush Teknik (Teknik Horisontal)

Bulu sikat gigi tegak lurus pada permukaan gigi, lalu

arahkan sikat gigi dengan gerakan maju mundur seperti

membersihkan lantai. Teknik ini efektif untuk gigi sulung

cembung atau gigi dengan kontur melengkung dan membulat.


2. Teknik Fone

Gigi dioklusikan lalu sikat gigi ditekan kuat-kuat, lakukan

gerakan melingkar selebar mungkin ( bukal / labial ), permukaan

oklusal dan lingual digosok maju mundur. Teknik ini efektif

untuk gigi lengkap dan oklusi baik.

3. Teknik Roll

Rahang sedikit dibuka, bulu sikat diletakkan pada bukal

vestibulum sampai sisi bulu menyentuh gingiva, sikat sedikit

ditekan lalu digerakan kearah oklusal, lalu ketika sikat mencapai

garis oklusi, sikat diputar sehingga seluruh bulu-bulu sikat

menyentuh seluruh permukaan gigi. Kemudian sikat diletakan

kembali seperti semula dan gerakan menyikat diulangi 8 kali

untuk setiap mengenai 2 – 3 gigi, kemudian pindah kebagian

lain. Bagian oklusal digosok maju mundur, teknik ini dianjurkan

untuk geligi pergantian dan geligi permanen.

4. Teknik Charter

Bulu sikat diletakan diantara gigi dan gingiva dengan sudut

45 derajat kearah bidang oklusal. Sikat diletakan kearah oklusal

dan digerakan maju mundur pendek-pendek, bulu-bulu sikat

akan tertekan ke daerah interproximal, membersihkan dan

memijat.
5. Teknik Stillman

Posisi sikat sama dengan teknik roll, tetapi bulu sikat lebih

dekat dengan mahkota gigi. Sikat digetarkan dengan cepat dan

digerakan sedikit maju mundur. Gerakan ini akan menekan bulu

sikat ke daerah interproximal, membersihkan dan memijat.

Teknik ini baik untuk memijat gingiva ( Peredaran darah

menjadi lancar ).

6. Teknik Physiologi

Bulu sikat harus halus, dimana penyikatan dari mahkota

kearah akar, gerakan harus halus, tujuannya untuk memijat

gingiva. Tetapi teknik ini tidak dianjurkan karena dapat

menyebabkan retraksi gingiva.

7. Teknik Bass

Digunakan untuk permukaan bukal, labial, dan lingual.

Bulu sikat dimasukan langsung diantara sulkus gingiva dengan

sudut 45 derajat dengan sumbu gigi, lalu sikat digerakan maju

mundur pendek-pendek dan karena masuk sulkus maka akan

melepaskan semua sisa makanan di daerah tersebut, permukaan

oklusal disikat maju mundur seperti scrub brush.

B. Pentunjuk Penggunaan Dental Floss ( Rao 2012):

Dimana dental floss digunakan untuk menghilangkan plak

dan sisa makanan pada daerah interproksimal gigi, serta

mengurangi skor plak, inflamasi gingiva dan perdarahan. Dental


floss direkomendasikan untuk digunakan anak-anak dengan kontak

proksimal yang tertutup, dan digunakan setelah menggosok gigi.

C. Penyuluhan Diet

Diet dilakukan untuk mengurangi resiko karies gigi,

Penelitian telah membuktikan tentang peranan gula terutama

sucrose dalam pembentukan karies gigi. Peran orang tua dalam

memilih makanan sangat penting. Frekwensi makan dapat

mempengaruhi terjadinya rampan karies, dengan mengurangi

makanan bergula, meningkatkan makanan yang berserat seperti

buah-buahan dan sayur mayur menyikat gigi secara teratur setelah

makan dan kumur-kumur, jangan biarkan sisa makanan tertinggal

didalam mulut.

2.2 Topikal Aplikasi

Fluor adalah salah satu agen penting yang digunakan dalam

kedokteran gigi untuk mencegah terjadinya karies gigi (Rao 2012). Menurut

Sirat (2014), Yang dimaksud dengan topikal aplikasi fluor adalah pengolesan

langsung fluor pada enamel. Setelah gigi dioleskan fluor lalu dibiarkan kering

selama 5 menit, dan selama 1 jam tidak boleh makan, minum atau. Aplikasi

topical fluor merupakan salah satu cara pemberian fluor secara local.

Pemberian fluor secara topical dapat memakai bermacam-macam bentuk

fluor, antara lain: larutan NaF 0,1 % (natrium fluoride 2% atau sodium

fluoride 2%) dan larutan SnF2 10% atau Stannous fluoride 10%. Berdasarkan

hasil penelitian Mercer dan Muhler (1972), aplikasi topical fluor dengan

menggunakan 2% natrium fluoride (NaF) atau 2% sodium fluoride 3 kali


dalam setahun menghasilkan penurunan karies sebesar 33%. Natrium fluoride

dipilih sebagai bahan aplikasi topical karena larutan ini merupakan garam

yang mudah larut dan digunakan dalam fluoridasi buatan sumber air minum.

Tehnik aplikasi topical fluor dengan larutan NaF yang dianjurkan

adalah sebagai berikut:

1. Mahkota gigi dibersihkan dan dipoles dengan pasta propilaksis dengan

pumice dan rubbercusp

2. Permukaan gigi yang telah dibersihkan, diisolasi dan dikeringkan dengan

gulungan kapas (cotton roll)

3. Oleskan larutan NaF 2% pada permukaan gigi

4. Biarkan gigi basah 3-4 menit

5. Pemberian diulangi pada kwadran yang lain

6. Diberikan dengan interval waktu 1 minggu

7. Pada akhir pengulasan fluor, pasien diperbolehkan berkumurkumur 1 kali

8. Perawatan dianjurkan pada usia 3,7, 11 dan 13 tahun, bersamaan dengan

erupsi gigi baru

Macam-macam fluoride topikal adalah sebagai berikut : (Rao 2012)

1. Solusi / thixotropic gel / busa

Mereka dalam bentuk Natrium Fluoride, stannous fluoride atau

APE. Gel thixotropik lebih baik daripada solusi karena viskositas tinggi

dan sifat bawaanya mengalir di bawah tekanan. Fluoride ini mengandung

metil selulosa yang bertanggung jawab atas viskositasnya. Penggunaan

busa mengurangi resiko kelebihan kelebihan dosis.


2. Fluoride Dentifrices ( pasta gigi )

Ini adalah cara paling sederhana dan rasional untuk memerangi

karies. Menggabungkan efek mekanis dari menyikat gigi dengan manfaat

fluoride. jumlah fluoride yang diberikan pada pasta gigi idealnya 1000

ppm fluoride, tetapi pasta gigi yang mengandung kurang dari 1000 ppm

fluoride juga tersedia. Anak-anak berusia 2-3 tahun biasanya menelan

sebagian besar pasta gigi dalam sikat. Oleh karena itu pasta gigi yang

mengandung sedikit fluoride harus diresepkan untuk anak prasekolah.

Rata-rata pasta gigi digunakan dua kali sehari.

3. Fluoride Rinses

Sodium fluoride, stannous fluoride, dan acidated phospate fluoride

digunakan sebagai bilasan. 20 dan 40 % pengurangan karies terlihat ketika

masing-masing 0,2 % dan 0,05 % digunakan untuk bilas harian.

Penggunaan untuk anak-anak yaitu dengan memasukan bahan bilasan

yang sudah tercampur dan diukur ke dalam mulut dan berkumur selama

satu menit, kemudian mereka di minta untuk menghapuskan solusinya.

Untuk anak-anak prasekolah tidak dianjurkan untuk menggunakan ini dan

jumlah lebih sedikit ( 5 ml ) harus digunakan untuk anak TK.

4. Fluoride Varnish

Fluoride varnish pertama kali dikembangkan di Hurope ( 1964 )

oleh Schimdt. Keuntungan utama dari pernis adalah meningkatkan waktu

fluoride dalam kontak dengan gigi. Indikasinya untuk anak-anak dengan

lesi karies yang baru terjadi, setelah perawatan restoratif selesai dengan
anestesi umum. Fluoride varnish yang biasa digunakan adalah duraphat,

fluorprotector, dan Carex.

Model lain pemberian fluoride yaitu pemeberian fluoride melalui

sistemik. Dalam bentuk ini fluoride diambil dalam bentuk makanan. Fluoride

diserap ke dalam sirkulasi dan mencapai gigi yang sedang berkembang.

Fluoride juga disekresikan ke dalam saliva dan cairan crevicular gingiva.

Fluoride sistemik yaitu dengan fluoridasi air, flouridasi garam, fluoridasi susu,

dan fluoridasi tablet (Rao 2012).

Menurut Rao (2012) mekanisme kerja dari fluoride adalah sebagai berikut:

1) Efek dalam Kristal Hidroksiapatit:

 Mengurangi kelarutan Kristal hidroksiapatit

 Meningkatkan kristalinitas hisroksiapatit

 Mengadakan remineralisasi

2) Efek pada Bakteri

 Menghambat enzim dari bakteri

 Menekan bakteri kariogenik

3) Efek pada Permukaan Enamel

 Menyerap protein/bakteri

 mengurangi kelarutan enamel terhadap asam

 mengurangi permeabilitas permukaan enamel

 menghambat pembentukan asam dari karbohidrat oleh kuman

rongga mulut
2.3 Fissure Sealant

Pit dan fissure sealant adalah suatu tindakan pencegahan karies pada gigi

yang secara anatomis mempunyai pit dan fisur yang dalam sehingga lebih mudah

terserang karies. Pit dan fisur dibentuk kembali dan diisi dengan bahan sealant

agar gigi tersebut menjadi lebih tahan terhadap serangan karies gigi. Hal ini sering

ditemui pada gigi geraham yang mempunyai peranan sangat penting untuk

melakukan pengunyahan. Permukaannya yang lebar untuk menghaluskan partikel

makanan yang sudah dipotong dengan gigi depan. Gigi geraham mempunyai

peranan dan bentuk istimewa yang merupakan kelebihannya, tetapi ada kendala

yang harus diatasi dengan bijaksana agar fungsi dan keberadaannya dapat terjaga

dengan baik. Posisi gigi geraham dalam rongga mulut yang sulit terjangkau juga

menyulitkan pembersihan dengan sikat gigi.

Beberapa karakteristik gigi geraham yang perlu dipahami antara lain;

permukaan kunyahnya luas dan tidak rata, terdapat pit (titik) dan fisur (garis) yang

dalam sehingga sulit terjangkau dan menjadi tempat persembunyian kuman yang

nyaman. Pit adalah bagian dari permukaan gigi yang berupa titik terdalam yang

berada pada pertemuan antar beberapa groove atau akhir dari groove. Istilah pit

sering berkaitan dengan fisur. Fisur adalah garis berupa celah yang dalam pada

permukaan gigi (Bachtiar 2018).


Indikasi pemberian sealant pada pit dan fisur adalah sebagai berikut:

 Pit dan fisur dalam

 Pit dan fisur dengan dekalsifikasi minimal

 Tidak adanya karies interproximal

 Memungkinkan isolasi adekuat terhadap kontaminasi saliva

 Umur gigi erupsi kurang dari 4 tahun.

Kontraindikasi pemberian sealant pada pit dan fisur adalah sebagai berikut:

 Self cleansing yang baik pada pit dan fisur

 Terdapat tanda klinis maupun radiografis adanya karies interproximal

yang memerlukan perawatan dan restorasi

 Gigi erupsi hanya sebagian dan tidak memungkinkan isolasi dari

kontaminasi saliva.

Menurut McDonald dkk (2004) pemilihan gigi dalam treatment sealant risk-

based praktisi mempertimbangkan pengalaman karies sebelumnya, riwayat

fluoride, oral hygiene, dan anatomi fisura dalam menentukan kapan sealant harus

diterapkan. Penilaian profesional yang baik harus digunakan dalam pemilihan gigi
dan pasien. Penggunaan sealant pit dan fisura dikontraindikasikan ketika karies

merajalela atau lesi inter-proksimal hadir. Permukaan khusus yang sudah karies

dengan keterlibatan dentin yang membutuhkan restorasi. Semua permukaan yang

rentan karies harus dievaluasi dengan hati-hati, karena karies tidak mungkin

terjadi pada lubang dan celah yang terkoordinasi dengan baik. Dalam hal ini,

sealant mungkin tidak diperlukan. Akhirnya, meskipun aplikasi sealant relatif

sederhana, teknik teliti memerlukan kerjasama pasien dan harus ditunda untuk

pasien yang tidak kooperatif sampai proses edures dapat dieksekusi dengan benar.

Teknik Sealant

Setelah pemilihan, gigi dicuci dan dikeringkan lalu pit dan fissure yang

dalam dievaluasi ulang. Jika terdapat karies, restorasi atau kombinasi restorasi

dapat diindikasikan. Menandai sentris stop dengan kertas artikulasi akan

memberikan informasi sehingga sealant berlebih tidak mengganggu oklusi. Ini

tidak diperlukan ketika gigi baru saja erupsi tetapi membantu dalam oklusi yang

telah baik.

1. Cleaning

Retensi sealant yang memadai mensyaratkan pit dan fisur bersih dan bebas

dari kelembaban berlebih. Etsa asam sepenuhnya menghilangkan pelikel

enamel, dan profilaksis gigi (bahkan dengan sonde) tidak meningkatkan

retensi sealant. Dari sudut pandang praktis, dalam kasus kebersihan mulut

yang buruk, pembersihan celah dengan sikat bulu kering yang berputar dapat

bermanfaat.
Penggunaan sistem abrasi udara aluminium oksida memungkinkan penetrasi

sealant lebih besar dari yang dapat dicapai dengan menggunakan pumice atau

sikat bulu kering saja. Tidak diketahui apakah peningkatan kedalaman

penetrasi sealant akan menghasilkan retensi sealant yang lebih besar. Ketika

pumice atau aluminium oksida digunakan, materi partikulat dibiarkan dalam

pit yang dalam, yang dampaknya belum ditentukan.

Prosedur rutin penghilangan fisur mungkin tidak perlu. Bahkan,

penggunaan fisur yang tidak tepat atau agresif atau enameloplasty sering

menghilangkan dentin enamel yang ada di bagian bawah fisur, yang membuat

gigi lebih rentan terhadap karies di masa depan jika terjadi kehilangan

sealant. Metodologi sealant yang baik dan volume sealant yang tepat mungkin

lebih bermanfaat daripada enameloplasti.

2. Isolasi

Gigi yang akan disealant pertama kali diisolasi. Isolasi menggunakan

rubber dam ideal tetapi mungkin tidak layak dalam kondisi tertentu. Cotton

roll, pelindung penyerap, dan evakuasi volume tinggi dengan udara

terkompresi juga dapat digunakan secara efektif. Matis melaporkan 96%

retensi sealant dengan isolasi rubber dam dan retensi 91% dengan isolasi

cotton roll pada 12 bulan pada orang dewasa muda. nilai-nilai ini tidak

berbeda secara statistik, bagaimanapun, yang menunjukkan bahwa tingkat

retensi mungkin tidak terkait dengan teknik isolasi.


3. Etsa

Microporosities di permukaan enamel dibuat oleh teknik etsa asam. Hal

ini memungkinkan diterapkannya resin dengan viskositas rendah yang

menembus permukaan yang kasar dan menghasilkan kunci tag resin yang

mekanis saat disembuhkan. Berbagai larutan asam fosfat telah dievaluasi

untuk prosedur etsa. Umumnya, asam atau gel 30% hingga 50% sekarang

direkomendasikan.

Etsa dalam larutan harus ditempatkan pada enamel dengan sikat, spons

kecil, cotton pellet, atau aplikator yang disediakan oleh pabrikan. Etsa harus

ditempatkan secara luas di permukaan untuk disealant sehingga tidak ada

kemungkinan penempatan resin dan polimerisasi akan terjadi pada area email

yang tidak diambil. Kadang-kadang etsa gel yang sangat kental dapat

menunjukkan efek "lompatan", yang terjadi ketika etsa tidak sepenuhnya

membasahi seluruh permukaan enamel dan daerah yang tidak diambil secara

jelas setelah mencuci dan mengeringkan. Jika ini terjadi, diperlukan

pengambilan ulang. Disarankan waktu etsa 20 detik. Enamel yang kaya

dengan fluorhydroxyapatite mungkin resisten terhadap etsa dan mungkin

perlu diekspos untuk periode yang lebih lama. Beberapa pendukung

mempersiapkan enamel untuk aplikasi sealant dengan sistem abrasi udara

aluminium oksida atau sistem laser yang disetujui untuk prosedur jaringan

keras. Sampai saat ini, penelitian menunjukkan bahwa etsa asam tambahan

diperlukan setelah masing-masing teknik ini untuk memungkinkan ikatan

resin yang cukup untuk enamel.


4. Washing

Phillips menganjurkan waktu mencuci 40 detik. Norling telah

menganjurkan 20 detik. enamel etsa dikeringkan menggunakan aliran udara

terkompresi yang bebas dari kontaminan minyak. Enamel etsa kering harus

menunjukkan penampilan dingin yang khas. Feigal, Hitt, dan Splieth

menemukan bahwa penggunaan zat pengikat gigi meningkatkan retensi

sealant pada gigi bahkan ketika kontaminasi saliva terjadi. Feigal

merekomendasikan penempatan rutin agen ikatan sebelum semua aplikasi

sealant. Meskipun rekomendasinya adalah untuk menghindari kontaminasi

kelembaban sedapat mungkin selama aplikasi sealant, penggunaan zat

pengikat gigi sebagai bagian dari teknik tampaknya diperlukan. Selain itu,

penggunaan agen pengikat gigi pasti direkomendasikan dalam situasi klinis

yang tidak memungkinkan mereka untuk isolasi yang ketat, misalnya, ketika

gigi yang baru erupsi disealant atau ketika kerjasama pasien tidak ideal.

Penggunaan zat pengikat gigi juga menguntungkan pada permukaan bukal

molar, yang secara tradisional telah menunjukkan tingkat retensi yang lebih

rendah daripada permukaan oklusal gigi. Ketika digunakan, zat pengikat

harus dikeringkan secara menyeluruh di permukaan. harus disealant untuk

menghindari lapisan tebal residu perekat.

5. Aplikasi Sealant

a. Chemically Cured Sealant

Pencampuran yang tepat tanpa agitasi yang kuat dapat membantu

mencegah pembentukan gelembung udara. Penambahan katalis ke dasar


segera memulai polimerisasi material, dan ini harus diingat agar tidak ada

waktu yang hilang dalam membawa material ke gigi tergores dan kering.

Waktu kerja terbatas dengan sealant yang disembuhkan secara kimia.

b. Light-Cured Sealant

Curing dari sealant terpolimerisasi cahaya tidak selesai tanpa

paparan material ke curing light, tetapi lampu operasi dan cahaya sekitar

juga dapat mempengaruhi material selama periode waktu tertentu, dan

oleh karena itu material harus dikeluarkan hanya saat waktunya untuk

meletakkannya di gigi. Waktu kerja lebih lama dibandingkan dengan

sealant yang disembuhkan secara kimia. Metode penempatan bervariasi

dengan berbagai aplikator yang disediakan oleh pabrikan. Sealant

diaplikasikan ke permukaan yang disiapkan dalam jumlah sedang dan

kemudian diolesi dengan lembut menggunakan kuas atau probe ke dalam

pit dan fisure.Untuk aplikator, pemberian diterapkan pada permukaan yang

disiapkan dalam jumlah sedang dan kemudian dengan lembut digosok

dengan sikat atau probe pada pit dan fisure, aplikasi yang hati-hati akan

menghindari penggabungan gelembung udara. kehati-hatian juga harus

diambil untuk menghindari pemberian sejumlah besar bahan sealant.

Dengan sealant yang disembuhkan dengan light-cured, ada sedikit peluang

untuk memasukkan gelembung udara, karena tidak diperlukan

pencampuran bahan. Setelah bahan telah dicured dan sementara gigi yang

dirawat masih diisolasi, lapisan permukaan yang tidak dipolimerisasi harus

dihilangkan dengan mencuci dan mengeringkan permukaan untuk

menghindari rasa yang tidak menyenangkan.


6. Pemeriksaan Oklusal

Artikulating paper harus digunakan untuk memeriksa gangguan oklusal

dan penyumbatan disesuaikan jika perlu. Semua sentris stop harus pada

enamel. Jika sealant telah digunakan, penting untuk menyesuaikan oklusi

sebelum pasien dipulangkan. Sealant berlebih lainnya yang mungkin telah

mengalir di atas pinggiran marginal atau menuju daerah serviks juga harus

dihilangkan. Jika gigi diisolasi dengan rubber dam, kelebihannya harus

dilepaskan sebelum melepaskan rubber dam. Bur bundar kecil dengan

kecepatan lambat akan menghilangkan kelebihan secara efektif. Jika etsa

telah terlokalisasi dengan baik, sealant berlebih dapat dihilangkan dengan

instrumen tajam dari email gigi yang tidak diambil tanpa melepas sealant dari

area alur yang tergores.

7. Reevaluasi

Penting untuk mengenali bahwa gigi yang tersealant harus diamati secara

klinis pada kunjungan berkala untuk menentukan efektivitas sealant.

Diperlukan kunjungan berkala dan pengaplikasian kembali sealant secara

berkala, karena diperkirakan antara 5% dan 10% sealant perlu diperbaiki atau

diganti setiap tahun. Jika sealant hilang sebagian atau seluruhnya, sealant tua

yang berubah warna atau rusak harus dikeluarkan dan gigi dievaluasi ulang.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Karies gigi merupakan suatu penyakit yang paling sering ditemukan dalam

rongga mulut. Menurut Brauer (cit. Tarigan, 1990). Karies gigi umumnya

dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan anak tentang pemeliharaan kebersihan

gigi dan mulut serta makanan dan minuman yang bersifat kariogenik. Dimana

perawatan pencegahan pada anak bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai

metode, seperti DHE (Dental Health Education), dengan topical aplikasi, dan juga

dengan fissure sealent.

Health Education adalah suatu proses memberikan informasi, motivasi dan

bantuan untuk untuk melakukan serta memelihara gaya hidup yang sehat. Tujuan

dari health education ini adalah untuk memberikan informasi tentang pencegahan

penyakit dan promosi kesehatan. Dental health edication (DHE) dilakukan dengan

memberikan petunjuk mengenai menggosok gigi, pentunjuk menggunakan dental

floss serta penyuluhan diet.

Topikal aplikasi fluor adalah pengolesan langsung fluor pada enamel.

Setelah gigi dioleskan fluor lalu dibiarkan kering selama 5 menit, dan selama 1

jam tidak boleh makan, minum atau. Aplikasi topical fluor merupakan salah satu

cara pemberian fluor secara local. Pemeberian fluor secara topikal bisa dengan

solusi atau gel, pasta gigi, rinses, varnish, dan Pemberian fluor secara sistemik

yaitu melalui makanan dan minuman seperti fluoridasi air, fluoridasi garam, dan

fluoridasi susu.
Pit dan fissure sealant adalah suatu tindakan pencegahan karies pada gigi

yang secara anatomis mempunyai pit dan fisur yang dalam sehingga lebih mudah

terserang karies. Teknik Sealant yaitu etelah pemilihan, gigi dicuci dan

dikeringkan lalu pit dan fissure yang dalam dievaluasi ulang. Jika terdapat karies,

restorasi atau kombinasi restorasi dapat diindikasikan. Menandai sentris stop

dengan kertas artikulasi akan memberikan informasi sehingga sealant berlebih

tidak mengganggu oklusi.


Daftar Pustaka

1. Depkes RI,. 2000, Pedoman Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di

Puskesmas, Direktorat Kesehatan Gigi, Jakarta.

2. Tarigan, R. 1990. Kesehatan Gigi dan Mulut, EGC, Jakarta.

3. Sirat, N.M. 2014. Pengaruh Aplikasi Topikal Dengan Larutan Naf Dan Snf2

Dalam Pencegahan Karies gigi. Jurnal Kesehatan Gigi. 2(2): 222-231.

4. Budiharto. 2008. Pengantar Ilmu perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan

Gigi. Jakarta:Buku Kedokteran EGC.h. 18-40.

5. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003. h. 108-

112.

6. Muin M. 2011. Pengaruh Dental Health Education (DHE) Terhadap Penurunan

Plak Gigi. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

7. Bachtiar, Z.A. 2018. Penatalaksanaan Fissure Sealent Pada Gigi Anak (Laporan

Kasus). https://talentaconfseries.usu.ac.id.h.207-213

8. McDonald,R .E. Avery, D. R.Dean, J. A. 2004. Dentistry for the Child and

Adolescent. h. 357-360.

9. Puspitaningtiyas Retno, Leman MA, Juliatri. 2017. Perbandingan Efektivitas

Dental Health Education Metode Ceramah dan Metode Permainan Simulasi

Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Jurnal e-GiGi

(eG), volume 5nomor 1.

10. Rao Arathi. 2012. Principle and Practice of Pedodontics. Jaypeen Brother Medical

Pub.
11. Haryanti D.D, Ardhani R.,Aspriyanto D., Dewi I.R. 2014. Efektivitas Menyikat

Gigi Metode Horizontal, Vertical Dan Roll Terhadap Penurunan Plak Pada Anak

Usia 9-11 Tahun. Jurnal Kedokteran Gigi. 2(2): 151


PERAWATAN PENCEGAHAN PADA PASIEN ANAK ANAK

Oleh :

Kelompok 1

1. Gede Widi Adnyana (001/G/16)


2. Ida Ayu Puspem Kristina Kencana Dewi (002/G/16)
3. Dewa Ayu Pradina Permatasari (003/G/16)
4. Komang Ayu Intan Maharani (004/G/16)
5. I Wayan Dharma Apriwilantara (005/G/16)
6. Ni Luh Ade Vitari Lokaninda (006/G/16)
7. Ni Putu Shyntia Permatasari Arsana (007/G/16)
8. Ni Kadek Tisna Dewi (008/G/16)
9. Ida Ayu Siwi Gayatri (009/G/16)
10. Komang Ayudita Trimulyani (010/G/16)
11. Ni Luh Desi Angreni (011/G/16)
12. Putu Nanda Bayu Laksana (012/G/16)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

2019

Anda mungkin juga menyukai