Anda di halaman 1dari 7

NAMA : Liza Maisyura

NIM : P0715219050
TK/REGULAR : IV/B
JUDUL : Pengaruh Edukasi Kesehatan Terhadap Keterampilan Anak Dalam
Menyikat Gigi SDN XXX

LATAR BELAKANG
Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat di

pisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan. Perawatan gigi dan mulut secara

keseluruhan di awali dari kebersihan gigi dan mulut pada setiap individu. Selain itu gigi

geligi merupakan salah satu organ pencernaan yang berperan penting dalam proses

pengunyahan makanan, sehingga pemeliharaan kesehatan gigi penting dilakukan. Upaya

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sejak usia dini. Usia sekolah

dasar merupakan saat yang ideal untuk melatih kemampuan motorik seorang anak, termasuk

diantaranya menyikat gigi. Kemampuan menyikat gigi secara baik dan benar merupakan

faktor yang cukup penting untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Keberhasilan

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan sikat gigi,

metode penyikatan gigi, serta frekuensi dan waktu penyikatan yang tepat (Reca, 2020).

Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih perlu mendapat perhatian khusus dari

tenaga kesehatan gigi dan mulut. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat di

Indonesia mengabaikan kesehatan gigi dan mulut mereka sendiri, termasuk anak usia

sekolah dasar. Kelompok anak usia sekolah dasar merupakan kelompok yang rentan

terhadap penyakit gigi dan mulut sehingga perlu diperhatikan dan dicegah secara baik dan

benar. Selain peran orang tua dalam membimbing, memberikan pengertian dan

mengingatkan anak untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut, perlu dilakukan penyuluhan
kesehatan gigi dan mulut oleh tenaga kesehatan. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut

merupakan salah satu upaya untuk mencegah masalah kesehatan gigi dan mulut, dengan

tercapainya tingkat kesehatan gigi yang lebih baik di masa mendatang (Gunawan, 2014).

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sejak usia dini.

Peran sekolah sangat diperlukan dalam proses menciptakan kebiasaan menyikat gigi pada

anak. Usia sekolah dasar merupakan saat ideal untuk melatih kemampuan motorik seorang

anak, termasuk menyikat gigi. Perkembangan motorik halus dan kasar semakin menuju ke

arah kemajuan. Oleh karena itu anak lebih dapat diajarkan cara memelihara kesehatan gigi

dan mulut secara lebih rinci, sehingga akan menimbulkan rasa tanggung jawab akan

kebersihan dirinya sendiri. Respons atau perilaku adaptasi seseorang terhadap perubahan

atau kemunduran, menurut teori adaptasi Roy, bergantung pada stimulus yang masuk dan

tingkat atau kemampuan adaptasi orang tersebut. Tingkat atau kemampuan adaptasi

seseorang ditentukan oleh 3 hal, yaitu masukan (input), kontrol, efektor, dan keluaran

(output) (Dian, 2012).

Sebagian besar orang tidak menguasai perawatan diri yang optimal dan perilaku

untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut secara konsisten yang efektif. Menyikat gigi

merupakan metode yang paling sering dilakukan dan diterima luas dalam praktik kebersihan

gigi dan mulut. Tujuan utamanya adalah untuk menurunkan organisme dalam plak gigi

sebagai penyebab penyakit gigi dan mulut termasuk karies gigi, penyakit periodontal, dan

halitosis. Teknik menyikat gigi yang tepat sangat penting dalam mencapai kebersihan gigi

dan mulut. Banyak anak yang tidak diberi pengetahuan tentang cara menyikat gigi.

Keberhasilannya juga masih tergantung pada pasta gigi, jenis sikat, waktu menyikat, dan

metode menyikat gigi yang digunakan. Metode menyikat gigi manual termasuk Bass,
Stillman, Fones, Charter, horizontal, vertikal, Scrub, dan Roll telah diajarkan selama

beberapa dekade. Dari beberapa metode menyikat gigi, metode Bass dan metode Roll

merupakan metode yang paling sering direkomendasikan dalam praktek dokter gigi (Ristika,

2014).

Pentingnya mengenalkan anak teknik menyikat gigi yang tepat, memotivasi

menyikat gigi secara teratur dan pemilihan pasta gigi yang tepat. Teknik kebiasaan sikat gigi

secara horizontal lazim dilakukan dan dikenal secara umum, namun hal itu merupakan

kesalahan karena dengan cara demikian lambat laun dapat menimbulkan resesi ngingival

dan abrasi gigi, selain itu juga akna menyebabkan penyakit periodontal akan lebih mudah

terjadi. Pemilihan bulu sikat yang halus juga penting agar tidak melukai gusi. Hendaknya

sikat gigi diganti tiap sebulan sekali, karena dengan demikian bulu sikat masih tetap efektif

dalam membersihkan gigi (Hidayat, 2016).

Teknik menyikat gigi bagi anak harus merupakan teknik menyikat yang sederhana

dan mudah dimengerti, sehingga pasti akan dikerjakan oleh anak ataupun orang tuanya.

Pada prinsipnya teknik menyikat gigi anak adalah permukaan gigi yang disikat sampai

benar-benar bersih (Suwelo, 2012).

Pembersihan gigi yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya akumulasi plak.

Salah satu cara menghilangkan plak yaitu dengan menyikat gigi. Plak adalah lapisan tipis,

tidak berwarna, mengandung kumpulan bakteri, melekat pada permukaan gigi dan selalu

terbentuk di dalam mulut dan bila bercampur dengan gula yang ada dalam makanan akan

membentuk asam. Plak akan terlihat satu sampai dua hari apabila tidak ada langkah-langkah

pembersihan mulut (Gunawan, 2014).


Menjaga kebersihan gigi harus dilakukan setiap hari sehingga gigi dan mulut bersih

dari sisa-sisa makanan yang bisa menyebabkan kerusakan gigi. Kerusakan gigi pada anak

bisa menyebakan gangguan masalah pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat

kekurangan gizi (Dian, 2012).

Para dokter gigi menganjurkan waktu penyikatan gigi yang tepat adalah setelah

sarapan pagi dan sebelum tidur malam. Waktu yang dipilih oleh para dokter gigi ini terkait

dengan pengetahuan mereka bahwa untuk membersihkan lubang gigi, kuman didalam mulut

perlu waktu untuk untuk mengolahbsisa makanan menjadi zat yang melemahkan lapisan

gigi. Sesudah sarapan biasanya mulut anak terdapat makanan sisa. Mulut anak perlu

dilindungi dari kuman pada jam saat ia beraktivitas, maka dari itu pentingnya menyikat gigi

sebelum berangkat beraktivitas (Ardayani, 2018).

Kesehatan gigi kerap diabaikan dan dianggap tidak penting, hingga selama ini

kurang mendapatkan prioritas yang memadai dalam program kesejahteraan masyarakat.

Padahal penyakit gigi merupakan penyakit yang melanda banyak orang di seluruh dunia,

dari kanak-kanak hingga manula, dan menimbulkan kerugian yang serius (World Oral

Health Day (WOHD), 2020).

Menurut World Health Organizations (WHO), sekitar 90% penduduk pernah

mengalami penyakit gigi, yang sebagian besar sebenarnya dapat dicegah. Sebanyak 78%

anak-anak di dunia, yakni sekitar 573 juta anak, menderita penyakit gigi yang tidak terawat,

dan terutama disebabkan kurangnya asesibilitas terhadap sarana kedokteran gigi. Penyakit

gigi selain menimbulkan rasa tidak nyaman juga mempengaruhi produktivitas serta kualitas

hidup. Penyakit gigi di Amerika Serikat mengakibatkan per tahun total kehilangan 2,4 juta
hari kerja, dan 1,6 juta hari sekolah. Sedang di Thailand per 1000 murid kehilangan 1900 jam

sekolah per tahunnya karena penyakit gigi (WOHD, 2020).

Secara nasional, menunjukkan proporsi terbesar masalah gigi di Indonesia adalah

gigi rusak, berlubang, sakit (45,3%). Sedangkan masalah kesehatan mulut yang mayoritas

dialami penduduk Indonesia adalah gusi bengkak dan/atau keluar bisul (abses) sebesar 14%.

Sebanyak 57,6% penduduk Indonesia bermasalah gigi dan mulut, tetapi hanya 10,2% yang

mendapat perawatan oleh tenaga medis gigi. Berdasarkan kelompok umur, proporsi terbesar

dengan masalah gigi dan mulut adalah kelompok umur 5-9 tahun (67,3%) dengan 14,6%

telah mendapat perawatan oleh tenaga medis gigi. Sedangkan proporsi terendah dengan

masalah gigi dan mulut adalah umur 3-4 tahun (41,1%) dengan 4,3% telah mendapat

perawatan oleh tenaga (Pusdatin kemkes, 2019).

Tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang salah satunya adalah faktor perilaku masyarakat yang belum menyadari

pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Data menunjukkan 22,8% penduduk

Indonesia tidak menyikat gigi dan dari 77,2% yang menyikat giginya, hanya 8,1% yang

menyikat gigi tepat waktu (Yudita, 2019).

Sedangkan di Provinsi Aceh, tingkat kepedulian masyarakat kita terhadap

kesehatan gigi dan mulut masih sangat rendah masalah kesehatan gigi dan mulut juga masih

perlu peningkatan. kasus yang mengalami karies gigi mencapai 80 %, bahkan lebih dari 90

% anak berumur lima tahun telah mengalami gigi berlubang (Khalis, 2019).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Pengaruh edukasi kesehatan terhadap keterampilan anak dalam menyikat gigi SDN XXX”.

TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui Pengaruh edukasi kesehatan terhadap keterampilan anak dalam

menyikat gigi SDN XXX.

DAFTAR PUSTAKA

Aflah. (2018). Gambaran Menggosok Gigi Dan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Kariogenik
Pada Anak Usia Sekolah Di Sdn 54 Tahija Banda Aceh. Journal Homepage:
http://jurnal.unsyiah.ac.id/JDS/.

Ardayani. (2018). Gigi Sehat Anak Cerdas. Budi Utama: Yogjakarta.

Dian. (2012). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Gosok Gigi Dengan Metode Permainan Simulasi
Ular Tangga Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap, Dan Aplikasi Tindakan Gosok
Gigi Anak Usia Sekolah Di SD Wilayah Paron Ngawi:
http://jurnal.keperawatan.univairlangga.ac.id/.

Gunawan. (2014). Pengaruh Penyuluhan Cara Menyikat Gigi Terhadap Indeks Plak Gigi Pada
Siswa SD Inpres Lapangan: http://jurnal.samratulangi.ac.id/JDS

Hidayat. (2016). Kesehatan Gigi & Mulut. Penerbit Andi: Yogjakarta.

Iman. (2016). Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidan Kesehatan. Cita Pusaka: Medan.

Keloay. (2019). Gambaran Teknik Menyikat Gigi dan Indeks Plak pada Siswa SD GMIM Siloam
Tonsealama: Jurnal e-Gigi (eG), Volume 7 Nomor 2, http://jurnal.samratulangi.ac.id/JDS/.

Permenkes RI (2016). Peraturan Menteri Kesehatan RIepublik Indonesia. http://.kemkes.go.id

Pusdatin Kemenkes RI (2019). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI


http://pusdatin.kemkes.go.id

Puskesmas Baktiya (2020). Profil Kesehatan Puskesmas Baktiya Aceh Utara.

Rahayu. (2019). Pengaruh Edukasi Menggunakan Kika (Kartu Indikator Karies Anak) Terhadap
Perilaku Ibu Tentang Pencegahan Karies Gigi Sulung Di Kelurahan Randusari
Semarang: http://jurnal.medicamuda..ac.id.

Ramadhan. (2010). Serba Serbi Kesehatan Gigi & Mulut. Kawah Media: Jakarta.

Reca. (2020). Keterampilan Dan Nilai Sebagai Materi Pendidikan Dalam Perspektif Islam.
Jurnal Al Lubab, Volume 1, No. 1 Tahun 2016: DOI:
https://ejournal.poltekkesaceh.ac.id/index.php/ gikes/.
Ristika. (2014). Perbedaan Efektivitas Menyikat Gigi Antara Metode Bass Dan Metode Roll
Terhadap Plak Gigi Di Sdit Muhammadiyah Al –Kautsar Sukoharjo:
http://jurnal.muhammadiyah..ac.id.

Suwelo. (2012). Petunjuk Praktis Sistem Merawat Gigi Anak di Klinik. Cita Pusaka: Medan.

Sopiyudin, D. (2019). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika: Jakarta.

Weny. (2019). Hubungan Pengetahuan Anak Usia Sekolah Tentang Kesehatan Gigi Dan Mulut
Dengan Perilaku Menggosok Gigi Di Sdn Gebangsari 02 Semarang:
http://jurnal.keperawatan.islamsultanagung.ac.id/JDS/.

WOHD (2020). Bersatu Padu Demi Kesehatan Gigi.http://trustnews.go.id

Anda mungkin juga menyukai