Anda di halaman 1dari 19

SISTEM RUJUKAN DALAM KEPERAWATAN GIGI

Di Susun
Oleh :

Liza Maisyura
Tk/Kelas : 1 / regrule( b)
Jurusan : DIV kep GIGI
NIM : P007125219050

D IV KEPERAWTAN GIGI
POLTEKKKES KEMENKES ACEH
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan

Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga Penulis dapat

menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini telah di susun dengan maksimal serta mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, khususnya kepada teman-teman seperjuangan sehingga dapat

memperlancar dalam proses penyelesaiannya. Terlepas dari semua itu, Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat

maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima

segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki Makalah ini.

Akhir kata Penulis berharap semoga Makalah ini ada manfaatnya untuk kami

dan dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bireuen, 19 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
A. Sistem rujukan ................................................................................ 3
B. Macam – macam rujukan ................................................................ 3
C. Manfaat rujukan .............................................................................. 4
D. Ketentuan umum sistem rujukan..................................................... 5
E. Faktor – faktor penentu penyusunan system rujukan ..................... 7
F. Sistem rujukan berjenjang ............................................................... 8
G. Mekanisme sistem rujukan di Indonesia ......................................... 9
H. Prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ............................ 10
I. Kewenangan Dokter Gigi Umum dalam bidang Bedah Mulut ....... 12
J. Kasus – kasus Bedah Mulut yang Membutuhkan Rujukan ............ 13
BAB III PENUTUP ................................................................................... 15
A. Kesimpulan ..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit
atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara
vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan
kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar sarana pelayanan
kesehatan yang sama (KepMenKesRI, 2004).
Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau
masalah kesehatan yang timbul baik secara vertikal (dan satu unit ke unit yang
lebih lengkap / rumah sakit) untuk horizontal (dari satu bagian lain dalam satu unit).
Sistem Rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas
masalah yang timbul,baik secara vertical (komunikasi antar unit yang sederajat)
ataupun secara horisontal (lebih tinggi yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang
lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi wilayah administrasi
(Satrianegara, 2009).
Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam
Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal
maupun horiontal. Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus
kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan
sakitnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Sistem Rujukan ?
2. Bagaimana sistem rujukan untuk pelayanan di bidang kesehatan gigi ?
3. Bagaimanakah kasus di bidang Bedah Mulut yang membutuhkan rujukan ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Sistem Rujukan
2. Untuk mengetahui dan memahami Sistem Rujukan untuk pelayanan di bidang
kesehatan gigi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Rujukan
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh
peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas
kesehatan ( Permenkes No. 001, 2012).

B. Macam – Macam Rujukan


Macam-macam Rujukan Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari
(Trihono, 2005):
1) Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas
pembantu) ke puskesmas induk.
2) Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke
puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum
daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :


1) Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes
mellitus) ke rumah sakit umum daerah.
2) Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan
upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi
(pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik
sanitasi puskesmas.

3
Rujukan secara konseptual terdiri atas:
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut
masalah medik perorangan yang antara lain meliputi:
1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan
operasional dan lain-lain.
2) Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik
yang lebih lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau
mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan
tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam
meningkatkan kualitas pelayanan.
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut
masalah kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:
1) Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi
kesehatan.
2) Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk
penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu
penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan
kamtibmas, dan lain-lain.
c. Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan
pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi
keracunan massal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.
d. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral
maupun lintas sektoral.
e. Bila rujukan di tingkat kabupaten atau kota masih belum mampu
menanggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat.

C. Manfaat Rujukan
Beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan
kesehatan terlihat sebagai berikut :

4
1) Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan Jika ditinjau dari sudut
pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang
akan diperoleh antara lain membantu penghematan dana karena tidak perlu
menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana
kesehatan, memperjelas sistem pelayanan kesehatan karena terdapat hubungan
kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia dan memudahkan
pekerjaan administrasi terutama pada aspek perencanaan.
2) Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan Jika ditinjau dari
sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health consumer), manfaat
yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya pengobatan karena dapat
dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan mempermudah
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan karena diketahui dengan jelas
fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.
3) Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan. Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain
memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif
lainnya seperti semangat kerja, ketekunan dan dedikasi, membantu peningkatan
pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin,
memudahkan dan atau meringankan beban tugas karena setiap sarana
kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu (Syafrudin, 2009).

D. Ketentuan Umum Sistem Rujukan


Menurut buku panduan praktis BPJS (2014) ada beberapa ketentuan umum
sistem rujukaan, antara lain sebagai berikut :
1) Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a) Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b) Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2) Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar
yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

5
3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik
yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang
menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub
spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub
spesialistik.
5) Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama
dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6) Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem
rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan
prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
7) Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS
Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan
tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama.
8) Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
9) Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
10) Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih
rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11) Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila :
a) Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik
b) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau
ketenagaan.

6
12) Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
a) permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya;
b) kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih
baik dalam menangani pasien tersebut;
c) pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
d) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau
ketenagaan.

E. Faktor - Faktor Penentu Penyusunan Sistem Rujukan


Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan suatu sistem rujukan
yang baik, yaitu:
1) Pelayanan tingkat pertama harus dilengkapi peralatan yang mempermudah
penanganan, mempersiapkan dan mengirimkan penderita ke tempat tujuan;
2) Melibatkan pembiayaan diri asuransi kesehatan dalam pembiayaan rujukan;
3) Semua tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan kemampuan yang ada
berdasarkan peraturan dan etika profesi;
4) Adanya hubungan fungsional antar setiap unit pelayanan;
5) Perlu disusun standar pelayanan medis dan peralatan; dan
6) Penanganan penderita selalu diutamakan (Sutarjo, 2004).
7) Masalah Kesehatan Masalah Kesehatan Masyarakat Masalah Kedokteran
Rujukan Kesehatan Rujukan Medik Teknologi Sarana Operasional Penderita
Pengetahuan Bahan Lab.

7
F. Sistem Rujukan Berjenjang
Sistem Rujukan berjenjang adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal
balik baik vertikal maupun horizontal yang dilakukan dari faskes I menuju faskes
lanjutan (Kemenkes RI, 2013).
Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang :
1) Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama.
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2) kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya
untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3) Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi :
a. Terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku;
b. Bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien;
Untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut
hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas

8
4) Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam
kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien,
yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5) Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

G. Mekanisme Sistem Rujukan di Indonesia


Jalur rujukan terdiri dari dua jalur yakni :
1) Rujukan Upaya Kesehatan perorangan
a) Antara masyarakat dengan puskesmas
b) Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
c) Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
d) Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
lainnya (Satrianegara, 2009).

9
2) Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat
a) Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
b) Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral
maupun lintas sektoral
c) Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu
menanggulangi bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Satrianegara, 2009).

H. Prosedur Merujuk dan Menerima Rujukan Pasien


Menurut keputusan Dikti KemDikBud (2011), dalam prosedur merujuk dan
menerima rujukan pasien ada dua pihak yang terlibat yaitu pihak yang merujuk dan
pihak yang menerima rujukan dengan rincian beberapa prosedur sebagai berikut:
1) Prosedur Standar Merujuk Pasien
Prosedur Klinis:
a) Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
medik untuk menentukan diagnosa utama dan diagnose banding.
b) Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus berdasarkan Standar
Prosedur Operasional (SPO).
c) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan.
d) Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas Medis / Paramedis
yang kompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien.
e) Apabila pasien diantar dengan kendaraan Puskesmas keliling atau
ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD
tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan
kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan
Prosedur Administratif:
a) Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan.
b) Membuat catatan rekam medis pasien.
c) Memberikan Informed Consent (persetujuan/penolakan rujukan)
d) Membuat surat rujukan pasien rangkap 2 (form R/1/a terlampir). Lembar
pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yang bersakutan.
Lembar kedua disimpan sebagai arsip.

10
e) Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.
f) Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin
komunikasi dengan tempat tujuan rujukan.
g) Pengiriman pasien ini sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan
administrasi yang bersangkutan (Dikti KemDikBud 2011).

2) Prosedur Standar Menerima Rujukan Pasien


Prosedur Klinis:
a) Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien rujukan sesuai Standar
Prosedur Operasional (SPO).
b) Setelah stabil, meneruskan pasien ke ruang perawatan elektif untuk
perawatan selanjutnya atau meneruskan ke sarana kesehatan yang lebih
mampu untuk dirujuk lanjut.
c) Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis pasien.
Prosedur Administratif:
a) Menerima, meneliti dan menandatangani surat rujukan pasien yang telah
diterima untuk ditempelkan di kartu status pasien.
b) Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian membuat tanda terima
pasien sesuai aturan masing-masing sarana.
c) Mengisi hasil pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan pada kartu
catatan medis dan diteruskan ke tempat perawatan selanjutnya sesuai
kondisi pasien.
d) Membuat informed consent (persetujuan tindakan, persetujuan rawat inap
atau pulang paksa).
e) Segera memberikan informasi tentang keputusan tindakan/perawatan yang
akan dilakukan kepada petugas / keluarga pasien yang mengantar.
f) Apabila tidak sanggup menangani (sesuai perlengkapan Puskesmas /
RSUD yang bersangkutan), maka harus merujuk ke RSU yang lebih
mampu dengan membuat surat rujukan pasien rangkap 2 kemudian surat
rujukan yang asli dibawa bersama pasien, prosedur selanjutnya sama
seperti merujuk pasien.

11
g) Mencatat identitas pasien di buku register yang ditentukan.
h) Bagi Rumah Sakit, mengisi laporan Triwulan (Dikti KemDikBud 2011).

3) Prosedur Standar Membalas Rujukan Pasien Prosedur Klinis:


a) Rumah Sakit atau Puskesmas yang menerima rujukan pasien wajib
mengembalikan pasien ke RS / Puskesmas / Polindes/Poskesdes pengirim
setelah dilakukan proses antara lain: Sesudah pemeriksaan medis, diobati
dan dirawat tetapi penyembuhan selanjutnya perlu di follow up oleh
Rumah Sakit / Puskesmas / Polindes/Poskesdes pengirim.
b) Sesudah pemeriksaan medis, diselesaikan tindakan kegawatan klinis,
tetapi pengobatan dan perawatan selanjutnya dapat dilakukan di Rumah
Sakit / Puskesmas / Polindes / Poskesdes pengirim.
c) Melakukan pemeriksaan fisik dan mendiagnosa bahwa kondisi pasien
sudah memungkinkan untuk keluar dari perawatan Rumah
Sakit/Puskesmas tersebut dalam keadaan :
 Sehat atau Sembuh.
 Sudah ada kemajuan klinis dan boleh rawat jalan.
 Belum ada kemajuan klinis dan harus dirujuk ke tempat lain.
 Pasien sudah meninggal (Dikti KemDikBud 2011).

I. Kewenangan Dokter Gigi Umum Dalam Bidang Bedah Mulut


Batas-batas wewenang dokter gigi umum dalam tindakannya menurut Konsil
Kedokteran Indonesia (2008) dalam bidang bedah mulut adalah:
1) Diagnosa
2) Ekstraksi
3) Odontektomi impaksi ringan
4) Alveolektomi
5) Ekstraksi open method
6) Diskusi kasus
7) Insisi Eksisi

12
8) Operkulektomi
9) Asisten operasi
10) Reposisi TMJ
11) Kegawat daruratan
12) Penegakan infeksi tumor jinak, kista, kangker
13) Penanganan komplikasi exodonsi dan anastesi local (dry socket,shock dll)
14) Penanganan fraktur alveolus,gigi avulsi,luksasi,akibat trauma dengan fiksasi
essig
15) Melakukan suturing
16) Kewaspadaan universal (aseptic)

J. Kasus-Kasus Bedah Mulut Yang Membutuhkan Rujukan


Pelayanan klinis dalam bidang bedah mulut oleh dokter gigi umum yang
memerlukan tindakan rujukan sesuai peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (2007):
1) Perawatan bedah dentoalveolar (pencabutan gigi M3 yang tertanam dalam
tulang rahang, pencabutan gigi dengan penderita medically compromised,
pencabutan gigi dengan tingkat kesulitan tinggi disertai faktor lokal dan
sistemik, bedah preprosthetic untuk penempatan implant gigi atau gigi
tiruan).
2) Perawatan celah bibir dan langit-langit.
3) Perawatan patah tulang daerah gigi, rahang dan tulang-tulang daerah wajah
4) Perawatan tumor termasuk kanker daerah kepala dan leher (bekerja sama
dengan bedah kepala dan leher). Perawatan kista dan tumor daerah rongga
mulut.
5) Perawatan kelainan dysgnathia (oklusi gigitan terbalik atau tidak tepat) dan
orthognatik reconstructive surgery, orthognathic surgery, maxillomandibular
advancement, bedah koreksi asymetri wajah.
6) Perawatan pada pasien yang mempunyai keluhan nyeri wajah.
7) Perawatan segala kondisi yang berkaitan dengan sendi rahang.
8) Perawatan posisi rahang yang tumbuh tidak tepat ke posisi yang diinginkan
(bekerjasama dengan spesialis ortodonsia).

13
9) Perawatan distraksi osteogenesis.
10) Mengganti gigi dengan implant yang menyatu dengan tulang.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit
atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik.
2. Diperlukan rujukan laboratoris untuk pemeriksaan kadar gula darah (KGD)
bagi pasien yang memiliki riwayat penyakit sistemik sebelum dilakukan
ekstraksi gigi.
3. Diperlukan rujukan ke Bagian Penyakit Dalam bagi pasien yang memiliki
kadar gula darah (KGD) diatas batas normal sebelum tindakan ekstraksi gigi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito,W.2007.Sistem Kesehatan.Jakarta:PT Raja Gravindo Persada. Dikti


KemDikBud. 2011. POKJA Revisi Standar Kompetensi dan Standar

Pendidikan Profesi Dokter gigi. Jakarta: Depkes.

Keputusan Menteri Kesehatan RI . 2004. Sistem Rujukan. Jakarta : Depkes. Konsil


Kedokteran Indonesia. 2007. Standar Kompetensi Dokter Gigi Spesialis.
Diunduh dari:

http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/Standar_Kompetensi_Dokter_Gigi_
Spesialis.pdf

Konsil Kedokteran Indonesia. 2008 . Standar Kompetensi Profesi Dokter Gigi.


Diunduh dari:

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/838/4/BK200 8-G36.pdf
Permenkes. 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan. Jakarta : Depkes.

Satrianegara, M. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Indonesia.


Jakarta: Salemba Medika.

16

Anda mungkin juga menyukai