Anda di halaman 1dari 5

PENGUMPULAN REFERENSI

DAN

ANALISIS REFERENSI 10 JURNAL BAYI-BALITA

STUNTING

DISUSUN OLEH:

ANINDA FIRDAUS ARFAJ 19041002

CHESY TITANIA MEYDI 19041035

IRA ISWARA 19041010

LARASSITA AMIR 19041013

SRIWARSINA 19041030

TYSHA ALYA SARI PUTRI 19041033

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN REGULER TRANSFER

ITKES WIYATA HUSADA SAMARINDA

2020
1. PERBEDAAN TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI DAN RIWAYAT
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BALITA STUNTING DAN NON
STUNTING
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan antara balita stunting dan
non stunting dalam jumlah konsumsi energi, protein, zinc, dan zat besi (p =
0,000). Terdapat perbedaan pula pada tingkat kecukupan energi (p = 0,000),
protein (p = 0,042), zinc (p = 0,000), dan zat besi (p=0,009) serta perbedaan
riwayat pemberian ASI eksklusif (p = 0,001). Balita dengan ASI non eksklusif
dan balita yang memiliki tingkat konsumsi inadekuat, memiliki risiko lebih
besar untuk stunting (ASI non eksklusif = 16,5 kali, energi inadekuat = 9,5
kali, protein inadekuat = 10,6 kali, zinc inadekuat = 7,8 kali, dan zat besi
inadekuat = 3,2 kali).

2. KAJIAN STUNTING PADA ANAK BALITA DITINJAU DARI PEMBERIAN


ASI EKSKLUSIF, MP-ASI, STATUS IMUNISASI DAN KARAKTERISTIK
KELUARGA DI KOTA BANDA ACEH.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan skunder. Analisis data
meliputi univariat dan bivariat menggunakan Chi-Square Test pada CI 95%,
serta multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian diperoleh
kejadian stunting pada balita disebabkan rendahnya pendapatan keluarga
(p=0,026;OR=3,1), pemberian ASI tidak eksklusif (p=0,002; OR=4,2),
pemberian MP-ASI kurang baik (p=0,007; OR=3,4), serta imunisasi tidak
lengkap (p=0,040; OR=3,5). Hasil analisis multivariate diperoleh pemberian
ASI yang tidak eksklusif sangat dominan menyebabkan anak balita
mengalami stunting diwilayah Kota Banda Aceh dengan OR=4,9.
Kesimpulannya,stunting pada anak balita sangat berkaitan dengan rendahnya
pendapatan keluarga, pemberian ASI tidak eksklusif, kurang baiknya MP-ASI
serta imunisasi tidak lengkap. Sedangkan pemberian ASI tidak eksklusif
merupakan faktor dominan sebagai resiko penyebab anak mengalami
stunting.

3. HUBUNGAN HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN


KEJADIAN STUNTING PADA BALITA.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kondisi hygiene sanitasi lingkungan
(jenis jamban, sumber air bersih, kejadian diare, kejadian kecacingan) dengan
kejadian stunting pada. Metode: ini adalah case control dengan pendekatan
retrospective study,dengan analisis data menggunakan uji statistik chi square.
Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh anak balita yang berumur
1-5 tahun yang dinyatakan mengalami stunting oleh dokter/petugas
paramedis dan populasi kontrol adalah balita yang dinyatakan tidak menderita
stunting dengan besar sampel 30 kasus dan 30 kontrol. Hasil: Anak yang
menderita stunting sebesar 43, 3% berada pada rentang umur 3,2 - 3,9 tahun,
memiliki berat badan 9-15 kg sebanyak 73,3% dan 97% keluarga memilki
pendapatan rendah (kurang dari juta/bulan). Hasil uji bivariat didapatkana ada
hubungan antara jenis jamban, sumber air bersih dengan kejadian stunting
pada balita. Namun tidak ada hubungan antara kejadian kecacingan dengan
stunting.
4. HUBUNGAN BBLR DAN ASI EKSLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING
DI PUSKESMAS LIMA PULUH PEKANBARU.
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan berat badan lahir rendah
(BBLR) dan ASI ekslusif dengan kejadian stunting di Puskesmas Lima Puluh
Pekanbaru. Jenis penelitian analitik kuantitatif dengan desain cross sectional.
Populasi berjumlah 300 orang balita, sampel 75 responden dengan teknik
accidental sampling. Analisis data secara univariat dan bivariat. Hasil
penelitian diperoleh sebanyak 25 orang (33,3%) balita mengalami stunting,
balita dengan BBLR sebanyak 22 orang (29,3%) dan yang tidak diberikan ASI
ekslusif sebanyak 55 orang (73,3%). Ada hubungan yang bermakna antara
berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian stunting dimana p value
0.000 dan terdapat hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian
stunting diperoleh nilai p value 0.021 artinya p<0,05.
5. HUBUNGAN BAYI LAHIR STUNTING DENGAN PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN PADA BAYI DI BPM YULIATI SEMANU GUNUNG
KIDUL YOGYAKARTA
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan bayi lahir stunting dengan
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi. Sebagian besar responden
dengan riwayat lahir stunting mengalami pertumbuhan dengan kategori
normal yaitu sebanyak 27 responden (44,26%), dan 3 responden (4,92%)
masuk dalam kategori tidak normal, dan pada perkembangan bayi dengan
riwayat lahir stunting, sebagian besar responden mempunyai perkembangan
yang normal yaitu sebanyak 25 responden (40,98%), dan terdapat 5
responden (8,20%) yang masuk ke dalam kategori meragukan. Kesimpulan :
Tidak terdapat hubungan antara riwayat bayi lahir stunting dengan
pertumbuhan pada bayi, dan terdapat hubungan antara bayi dengan riwayat
lahir stunting dengan perkembangan pada bayi.

6. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BATITA STUNTING:


SYSTEMATIC REVIEW
Didalam jurnal ini didapatkan hasil review telaah jurnal dari 16 jurnal artikel
dimana dapat disimpulkan isinya seperti dibawah ini:
a. Tidak ada efek dari pemberian suplementasi, baik harian maupun
mingguan, terhadap pertumbuhan, tetapi untuk bayi stunting pada awal
penelitian terjadi peningkatan signifikan
b. Penambahan Zn, baik berbentuk cairan, suplemen maupun fortifikasi, tidak
pertumbuhan fisik bayi
c. NB (nutributter) dgn kandungan energi dan lemak memiliki hasil lebih baik
dan signifikan
d. Daily MMN berefek positif terhadap perubahan panjang badan.
7. Penyebab Langsung (Immediate Cause) yang Mempengaruhi Kejadian
Stunting pada Anak
Pada jurnal ini membahas tentang literature review tentang penyebab langsung yg
mempengaruhi kejadian stunting.
Penyebab langsung (immediate cause) adalah akumulasi dari penyebab yang
mendasari dan penyebab dasar yang berperan langsung terhadap kejadian
stunting. Penyebabnya adalah asupan makanan yang tidak adekuat dan status
infeksi dan kesehatan pada anak. (UNICEF, 2012).
Adapun kesimpulan yg didapatkan dari telaah jurnal ini adalah:
1. Anak dengan tingkat kecukupan asupan energi yang inadekuat berisiko
mengalami stunting 9,5 kali lebih besar dibandingkan anak yang memiliki tingkat
kecukupan asupan energi yang adekuat.
2. tingkat kecukupan asupan protein tertinggi adalah data tingkat asupan energi
inadekuat (kurang) yaitu 75% dan anak dengan tingkat kecukupan asupan protein
yang inadekuat berisiko mengalami stunting 10,6 kali lebih besar dibandingkan
anak yang memiliki tingkat kecukupan asupan protein yang adekuat.
3. Infeksi dan gizi saling berterkaitan, dimana jika terjadi infeksi maka dapat
mempengaruhi intake makanan dan absorsinya sehingga menyebabkan
hilangnya zat gizi secara langsung dan meningkatkan kebutuhan metabolit. Pada
kondisi ini terdapat interaksi bolak-balik antara status gizi dengan penyakit infeksi.
Malnutrisi dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi sedangkan infeksi
dapat menyebabkan malnutrisi. Apabila hal ini tidak segera diatasi dan terjadi
dalam waktu yang lama, maka dapat mengganggu pengolahan asupan makan
sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anak.
4. Cacingan merupakan salahsatu faktor penyebab stunting. Pemberian obat
cacing dapat menurunkan risiko stunting sebanyak 30%.

8. FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA


UPT PUSKESMAS KRAMATWATU KABUPATEN SERANG

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (analisis univariat) dengan pendekatan


cross-sectional, cara pengambilan sampel secara sampling aksidental. Dari 483
balita stunting yang berada di 15 desa populasi target, didapatkan sampel 83
responden yang diambil dari populasi desa terjangkau meliputi Desa Pelamunan,
Desa Pejaten, Desa Toyomerto, Desa Serdang dan Desa Terate. Penelitian ini
mencoba menggali informasi mengenai faktor-faktor kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja UPT Puskesmas Kramatwatu tahun 2019. Didapatkan 83 balita
mengalami stunting berdasarkan jenis kelamin laki-laki 44 balita (53%) dan
perempuan sebanyak 39 balita (47%), BBLR sebanyak 31 balita (37%), penyakit
infeksi sebanyak 47 balita (57%), tidak diberikan ASI Eksklusif sebanyak 43 orang
(52%), ibu bekerja sebanyak 9 orang (11%), tinggi badan ibu <150 cm sebanyak 46
orang (55%), pendidikan ibu SMA sebanyak 32 orang (39%), status gizi ibu saat
hamil dengan KEK sebanyak 54 orang (65%) dan pendapatan orangtua <Rp.
3.827.193 sebanyak 57 orang (69%).
9. HUBUNGAN KARAKTERISTIK BALITA, ORANG TUA, HIGIENE DAN
SANITASI LINGKUNGAN TERHADAP STUNTING PADA BALITA
Prevalensi anak stunting yang tinggal di rumah tangga dengan kepala rumah
tangga yang tidak berpendidikan adalah 17 kali lebih tinggi dari pada prevalensi di
antara anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang
berpendidikan tinggi. 46 % rumah tangga tidak memiliki akses pada sanitasi yang
memadai, rumah tangga perkotaan dua kali berkemungkinan untuk mendapatkan
akses untuk meningkatkan sanitasi dibandingkan rumah tangga di pedesaan. Tujuan
penelitian hendak mengetahui hubungan Karakteristik Balita, Karakteristik Orang
tua, Higiene dan Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian stunting pada Balita di
Kelurahan Kampung Melayu. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan
menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Ditemukan 3
Variabel (Karakteristik Balita, Karakteristik Orang tua, dan Higiene) yang tidak
memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian stunting pada balita yaitu p-value >
0,05, Namun terdapat 1 variabel (Sanitasi Lingkungan) memiliki hubungan signifikan
terhadap kejadian stunting yaitu pvalue < 0,05.

10. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA


BALITA DI DESA PANDUMAN KECAMATAN JELBUK KABUPATEN
JEMBER
Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang terjadi di dunia, khususnya
di negara miskin dan berkembang termasuk di Indonesia. Stunting juga dapat
digunakan sebagai indikator pertumbuhan anak yang mengindikasikan kekurangan
gizi kronis. Jenis penelitian ini, yaitu analitik observasional menggunakan
pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Desa Panduman, Kecamatan
Jelbuk, Kabupaten Jember dengan sampel sebanyak 76 responden. Teknik
pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Analisis data
menggunakan uji Chi Square. Data karakteristik keluarga, data riwayat berat bayi
lahir rendah (BBLR) dan riwayat penyakit infeksi kronis diperoleh melalui kuesioner.
Data tingkat konsumsi energi, protein, kalsium, dan zink menggunakan food recall
2x24 jam, sedangkan data kejadian stunting pada balita dengan pengukuran TB/U
diukur dengan microtoice. Pevalensi balita stunting di Desa Panduman sebesar
51,3%. Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat konsumsi energi, protein, zink,
kalsium, dan riwayat penyakit infeksi kronis berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita, sedangkan riwayat BBLR tidak berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita.

11. STATUS GIZI IBU HAMIL DAPAT MENYEBABKAN KEJADIAN STUNTING


PADA BALITA
Metode: Desain studi yang digunakan adalah analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini 237 ibu yang membawa buku KIA
di Desa Mataram Ilir beserta anaknya. Analisis penelitian ini menggunakan uji chi-
square. Hasil: Hasil analisis univariat didapatkan bahwa mayoritas ibu memiliki
status gizi normal (64,1%) dan mayoritas balita tidak mengalami stunting (59,5%).
Analisis bivariat didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara status gizi ibu
selama kehamilan dengan kejadian stunting pada balita usia 6-59 bulan (p= 0,005).
Kesimpulan: Status gizi ibu selama kehamilan dengan kejadian stunting pada balita
usia 6-59 bulan terbukti terdapat hubungan secara signifikan.

Anda mungkin juga menyukai