Anda di halaman 1dari 3

NAMA : WINA SINTA DEWI

NIM : E.0106.18.027

JURNAL STUNTING

1. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA


OLeh : Khoirun Ni’mah, Siti Rahayu Nadhiroh (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga, Surabaya, Indonesia)
Resume :
Sebagian besar balita stunting maupun normal mempunyai berat badan lahir normal (≥2500
gram). Berat lahir pada hasil penelitian ini tidak menunjukkan hubungan dengan kejadian
stunting pada balita dapat disebabkan oleh banyak factor yang lebih besar pengaruhnya dengan
kejadian stunting. Balita pada kelompok stunting memiliki proporsi panjang badan lahir lebih
tinggi dibandingkan kelompok balita normal. Artinya, balita dengan panjang badan lahir kurang
(<48 cm) berisiko mengalami stunting 4,091 kali lebih besar daripada balita dengan panjang
badan lahir normal (>48 cm). Balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6 bulan
pertama lebih tinggi pada kelompok balita stunting (88,2%) dibandingkan dengan kelompok
balita normal (61,8%). wawancara dengan ibu balita yang menjadi responden penelitian
menunjukkan bahwa alasan ibu balita yang tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya karena
ASI tidak keluar pada saat anak lahir sehingga bayi diberikan susu formula sebagai pengganti.
Selain itu, pendapatan keluarga merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita. Dilihat dari segi pendidikan, lebih dari separuh ibu balita stunting memiliki tingkat
pendidikan yang rendah (61,8%), sementara lebih dari separuh ibu pada kelompok balita normal
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi (67,6%). Ibu balita stunting (61,8%) memiliki
pengetahuan gizi yang lebih rendah daripada ibu balita normal (29,4%). Panjang badan lahir,
riwayat ASI Eksklusif, pendapatan keluarga, pendidikan ibu, dan pengetahuan gizi ibu
merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Perlu adanya
program yang terintegrasi dan multisektoral untuk meningkatkan pendapatan keluarga,
pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, dan pemberian ASI eksklusif untuk menanggulangi
kejadian stunting pada balita.
2. Pengaruh Stunting terhadap Perkembangan Kognitif dan Prestasi Belajar
Oleh : Adilla Dwi Nur Yadika, Khairun Nisa Berawi, Syahrul Hamidi Nasution (Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung)
Resume :
Anak dengan kondisi stunting mengalami pertumbuhan rangka yang lambat dan pendek akibat
tidak terpenuhinya kebutuhan gizi dan meningkatnya kesakitan dalam waktu yang lama.
Prevalensi anakstunting dan kurus meningkat pada tahun ke-2 dan ke-3 kehidupan. Otak
manusia
mengalami perubahan struktural dan fungsional yang sangat pesat antara minggu ke-24 sampai
minggu ke-42 setelah konsepsi dan berlanjut saat setelah lahir hingga usia 2 atau 3 tahun,
dengan periode tercepat pada usia 6 bulan pertama kehidupan. Pada proses perkembangan
anak dengan gizi yang tidak adekuat, dapat terjadi perubahan struktur dan fungsi otak.
Berdasarkan penelitian oleh Rahmaningrum (2017) pada siswa SMP Muhammadiyah 1
Kartasura, didapatkan hasil dari 12 orang stunting, 11 orang memiliki kemampuan kognitif
kurang dan 1 orang berkemampuan kognitif baik. Sementara itu, untuk 40 orang tidak stunting,
25 orang memiliki kemampuan kognitif baik dan 15 orang kurang. Penelitian oleh Gunawan
(2018) pada 232 responden anak dengan 103 anak stunting (44%) dan 129 anak tidak stunting
(56%) menyatakan terdapat hubungan antara stunting dengan prestasi belajar. Penelitian lain
dilakukan oleh Sa’adah (2014) terhadap 120 siswa kelas 1-5 Sekolah Dasar Negeri 01 Guguk
Malintang Kota Padang Panjang mengenai hubungan status gizi dengan prestasi belajar. Hal ini
menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar, baik status
gizi wasting maupun stunting. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ijarotimi dan
Ijadunola di Nigeria, yang menemukan bahwa anak dengan kekurangan gizi akan mengalami
perubahan pada metabolisme yang berdampak pada kemampuan kognitif dan kemampuan
otak. Hal ini diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi pada anak seperti kekurangan energy
protein akan berefek pada fungsi hipokampus dan korteks otak dalam membentuk dan
menyimpan memori. Stunting merupakan suatu bentuk kegagalan pertumbuhan akibat
ketidakcukupan gizi yang berlangsung lama sejak masa kehamilan sampai usia 2 tahun. Terdapat
pengaruh stunting terhadap perkembangan kognitif dan prestasi belajar dimana selain
mengalami gangguan pertumbuhan, anak dengan kondisi stunting juga mengalami gangguan
dalam proses pematangan otak sehingga berdampak
terhadap perkembangan kognitif yang pada akhirnya dapat menurunkan prestasi belajar.

3. Hubungan BBLR dan asi ekslusif dengan kejadian stunting di Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru
Oleh : Lidia Fitri (Akademi Kebidanan Helvetia Pekanbaru, Riau)
Resume :
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari 75 orang balita ternyata 22 orang (29,35)
diantaranya lahir dengan BBLR. Hasil penelitian yang peneliti dapatkan hampir sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011) yang mendapatkan bahwa 6% bayi mengalami
BBLR dan 8% mengalami prematur. Menurut penelitian ini kejadian premature memiliki risiko
untuk mengalami stunting sebesar 2 kali (Rahayu & Sofyaningsih, 2011). Kemudian mayoritas
balita tidak mendapatkan ASI secara eklusif selama 6 bulan pertama yaitu 55 orang (73,3%).
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ternyata pencapaian pemberian ASI eklsusif di
Puskesmas Lima Puluh ini masih belum memenuhi target. Balita sudah diberikan MP-ASI terlalu
dini akibatnya
pertumbuhan balita akan terganggu. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ada hubungan
antara ASI eklusif dengan stunting pada balita, ini sejalan dengan penelitian Alrahmad (2010) di
Banda Aceh yang menyatakan bahwa resiko menjadi stunting 4 kali lebih tinggi pada balita yang
tidak diberikan ASI ekslusif (Alrahmad et al., 2010). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian
Sinaga (2016) dimana dari 27 orang balita, 14 orang (51,9%) diantaranya tidak ASI ekslusif.
Prevalensi balita dengan berat badan lahir rendah sebanyak 22 orang (29,3%) dan yang tidak
diberikan ASI ekslusif sebanyak 55 orang (73,3%). Balita yang mengalami stunting sebanyak 25
orang (33,3%). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara berat badan
lahir rendah (BBLR) dengan kejadian stunting pada balita dan terdapat hubungan yang
bermakna antara ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada balita di Puskesmas Lima Puluh
Pekan baru.

Anda mungkin juga menyukai