Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang masalah

Gizi merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan perkembangan,

karena terdapat keterkaitan dan berhubungan dengan kesehatan dan kecerdasan

(Proverawati dan Erna, 2010). Masalah gizi yang sering terjadi pada Baduta

antara lain adalah masalah gizi kurang (BB/U), Stunting (TB/U), gizi lebih atau

obesitas dan kurang vitamin A (Natalia dkk, 2013). Terdapat satu cara

menentukan stunting yaitu dengan mengukur ukuran tubuh atau dengan

pengukuran antropometri.

Menurut data dari World Health Organization (2017) menyatakan

terdapat 22.2% atau 150,8 juta balita didunia yang mengalami kejadian balita

pendek atau biasa disebut dengan stunting. Pada tahun 2017, lebih dari setengah

balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiga

(39%) terjadi di Afrika. Dari 55% kejadian stunting di Asia, proporsi terbanyak

berasal dari Asia Selatan (58,7%) (WHO, 2018). Untuk kejadia di Asia Tenggara

sendiri, di Malaysia (17,2%), Brunei Darusalam (19,7%), Filipina (30,3%) dan

Thailand (16,3%) (WHO, 2016).

Riset Kesehatan Dasar (2018) mencatat prevalensi stunting nasional

mencapai 29,9 persen, angka tersebut menurun jika dibandingkan dari tahun

2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan tak maksimal diderita
oleh sekitar 8 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia. Pada tahun

2018 di Provinsi Jawa tengah terdapat 28% kasus stunting.

Anak stunting merupakan hasil kronis gizi buruk dan kondisi lingkungan

yang buruk. Kondisi stunting pada anak dapat dicegah dengan cara meningkatkan

status gizi ibunya pada masa remaja dan wanita subur, pemberian makanan bayi

dan anak yang tepat, serta meningkatkan akses air bersih dan sanitasi yang

memadai, imunisasi dan pengobatan untuk penyakit manula (WHO, 2016).

Anak-anak berisiko lebih besar stunting jika mereka lahir di daerah

pedesaan, rumah tangga miskin atau ibu yang pendidikan rendah. Misalnya, di 66

survei nasional dari LMIC dari tahun 2005, prevalensi stunting pada anak-anak

yang lahir dari ibu yang tidak memiliki pendidikan sebesar 38,7% sedangkan

dengan prevalensi anak stunting yang lahir dari ibu yang menyelesaikan sekolah

menegah sebesar 23,4% (WHO, 2016).

Stunting dapat menyebabkan manifestasi klinis jangka pendek dalam

bidang kesehatan berupa peningkatan mortalitas dan morbiditas, dalam bidang

perkembangan anak berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik ,dan

bahasa, dan juga dibidang ekonomi dapat meningkatkan pengeluaran dalam

biaya kesehatan. Manifestasi klinis jangka panjang dalam bidang kesehatan

berupa perawakan yang pendek, peningkatan obesitas, dan penurunan kesehatan

reproduksi, dalam bidang perkembangan anak berupa penurunan kapasitas

belajar, dan dalam bidang ekonomi dapat menyebabkan penurunan kemampuan

kerja dan produktivitas (WHO, 2016)


Masalah stunting dapat menjadi masalah yang fatal bagi anak jika tidak

diatasi dengan baik. Dampak yang dapat ditimbulkan dari masalah stunting ini

menurut Fikawati (2017), yaitu gangguan metabolisme dalam tubuh. Dari hasil

penelitian hasil penelitian Sari (2016), rata-rata energi pada anak stunting lebih

rendah dibandingkan dengan anak tidak stunting. Menurunnya kekebalan tubuh

sehingga anak mudah sakit.

Menurunnya kemampuan kognitif, hasil penelitian yang dilakukan

Rahmaningrum (2017), menunjukan dari 12 orang stunting, 11 orang mempunyai

kemampuan kognitif kurang dan 1 orang dengan kemampuan kognitif baik serta

dari hasil analisis statistik uji chi-square nya dinyatakan bahwa anak dengan

stunting berisiko memiliki kemampuan kognitif yang kurang 18,333 kali lebih

besar dibandingkan dengan yang tidak stunting.

Stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor

sebelum kelahiran seperti gizi ibu selama kehamilan dan faktor setelah kelahiran

seperti ASI eksklusif, asupan gizi anak saat masa pertumbuhan, penyakit infeksi,

sosial-ekonomi, pelayanan kesehatan, dan berbagai faktor lainnya yang

berkolaborasi pada level dan tingkat tertentu sehingga pada

akhirnyamenyebabkan kegagalan pertumbuhan linear (Fikrina, 2017).

Pemberian ASI berhubungan dengan pertumbuhan panjang badan anak.

Durasi menyusui berhubungan positif dengan pertumbuhan panjang anak,

semakin lama anak-anak disusui, semakin cepat mereka tumbuh baik pada kedua
dan tahun ketiga kehidupan (Nova dan Afrianti, 2018). Penelitian Wahdah

(2012) anak yang tidak mendapatkan ASI secara ekslusif beresiko menderita

Stunting dua kali lebih besar dari anak yang diberikan ASI.

Berdasarkan penelitian Terati (2013), pemberian ASI eksklusif

didapatkan balita tidak ASI eksklusif sebanyak 87,8% dan 12,2% balita yang

mendapatkan ASI eksklusif, dari hasil uji statistik diperoleh nilai (p<0,05) yang

menunjukan ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Dinkes Kota Palembang.

Berdasarkan penelitian Marniasih (2015) menunjukkan 100% ibu batita

yang berpengetahuan kurang seluruhnya memiliki balita stunting. Dari 9 ibu

batita berpengetahuan cukup ada (66,7%) batita mengalami stunting, sisanya

33,3% batita mengalami stunting, sedangkan dari 25 ibu batita yang

berpengetahuan baik seluruh batitanya tidak mengalami stunting.

Meskipun ASI eksklusif sangat kuat dihubungkan dengan penurunan

resiko stunting, hal tersebut belum sepenuhnya dapat merubah persepsi

masyarakat terkait pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama

kehidupan (Paramashanti dkk., 2015). Hal ini ditandai dengan rendahnya

persentase bayi yang mendapat ASI di Indonesia. Secara nasional cakupan ASI

eksklusif ini di Indonesia hanya sebesar 41,9% pada tahun 2015 (Kemenkes RI.,

2016). Dan pada tahun 2016, persentase bayi mendapat ASI umur 0-5 bulan

berdasarkan kelompok umur ada sebesar 54%. Sedangkan tahun 2017, bayi

mendapat ASI eksklusif sesuai umurnya sebesar 46,7% (Kemenkes RI., 2018).
.

Bayi yang wajib diberi ASI saja adalah bayi yang baru lahir sampai

dengan usia 6 bulan tanpa diberikan makanna tambahan lain, namun setelah bayi

berusia 6 bulan,bayi perlu diberikan makanan tambahan selain ASI. Faktor lain

penyebab kejadian Stunting adalah pemberian makanan tambahan yang tidak

adekuat, dalam hal ini adalah memberikan makanan pendamping ASI (MP ASI).

MP ASI yang diberikan terlambat bisa mengakibatkan bayi mengalami

kekurangan zat besi oleh karena tidak mendapat cukup zat gii. Terhambatnya

pertumbuhan pada anak akibat kurangnya asupan zat besi pada masa balita

tersebut apabila berlangsung dalam waktu yang cukup lama akanh berakibat

stunting, maka perlu memperhatikan pemberian MP ASI agar gizi balita

tercukupi (Basmat, Bahar dan Jus’a, 2012).

Makanan pendamping ASI mulai diberikan pada usia 6 bulan, namun bila

ASI tidak mencukupi maka MP ASI dapat diberikan paling dini pada usia 4

bulan (17 minggu) dengan menilai kesiapan oromotor seorang bayi untuk

menerima makanan padat. Penyiapan, penyajian, dan pengalian MP ASI harus

dilakukan dengan cara higienis. Garam dapat ditambahkan pada MP ASI untuk

menjamin perkembangan kasanah kassa pada bayi, namun dengan

mempertimbangkan fungsi ginjal yang belum sempurna. Jumlah garam yang

dapat diberikan mengaju pada rekomendasi asupan harian natrium. Gula juga

dapat ditambahkan pada MP ASI untuk mendukung perkembangan kasanah rasa

pada bayi (Hanum, 2019).


Atas beberapa dasar di atas, peneliti bermaksud akan terdorong untuk

melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan, riwayat pemberian

ASI, dan pemberian MP-ASI dengan kejadian Stunting diwilayah kerja

Puskesmas Tawangharjo.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan masalah yang ditemukan maka rumuasan masalah adalah
bagaimana hubungan tingkat pengetahuan, riwayat pemberian ASI, dan
pemberian MP-ASI dengan kejadian Stunting
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat pengetahuan, riwayat
pemberian ASI, dan pemberian MP-ASI dengan kejadian Stunting
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua dengan kejadian
stunting pada anak
b. Untuk mengidentifikasi riwayat pemberian ASI dengan kejadian
stunting
c. Untuk mengidentifikasi pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting
d. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian
stunting
e. Untuk mengetahui riwayat pemberian ASI dengan kejadian stunting
f. Untuk mengetahui pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan

dalam ilmu keperawatan khususnya tentang kejadian stunting


.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi Kesehatan

Memberikan informasi dan masukan dalam menyusun program tentang

stunting.

b. Bagi Instusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi jurusan S1

Keperawatan mengenai kejadian stnting.

c. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan sebagai sarana belajar menerapkan ilmu yang


telah diperoleh di jurusan S1 Keperawatan.
E. Penelitian terkait
N Peneliti Var Var Desain Populasi Hasil
o Independen depende
n
Sri Pemberian Kejadia Korelasi Populasi yaitu 73,1%. Ada
Indrawati ASI n dengan desain sejumlah hubungan pemberian
Stunting cross sectional 191 ibu ASI eksklusif dengan
balita kejadian stunting
pada balita 2-3 tahun
ρ-value (0,000< 0,05)
Syahban Faktor resiko Kejadia Jenis penelitian Populasi 1. Anak yang
dini n yang akan 194 anak memiliki riwayat
stunting dilakukan Infeksi
merupakan merupakan faktor
penelitian risiko terhadap
observasional kejadian stunting
dengan lebih besar 9 kali
menggunakan lipat
metode dibandingkan
penelitian dengan anak yang
kuantitatif, tidak memiliki
jenis deskriptif riwayat infeksi
analitik dan dengan p=0,001
desain case 10.
control 2. Anak yang
memiliki tingkat
kecukupan energi
yang rendah
bukan merupakan
faktor risiko
kejadian stunting
dengan nilai p=1
3. Anak yang
memiliki tingkat
kecukupan
protein yang
rendah
merupakan faktor
risiko kejadian
stunting lebih
besar 4 kali lipat
dibandingkan
dengan anak yang
memiliki tingkat
kecukupan
proteinnya
terpenuhi dengan
nilai p=0,015
Nur Tinggi Kejadia Korelasi Populasi 1. Tidak ada
Hadibah badandan n dengan desain sejumlah hubungan tinggi
riwayat Stunting cross sectional 97 anak badan dengan
pemberian kejadian stunting
MP-ASI dengan p value
0.788
2. Ada hubungan
riwayat
pemberian MP-
ASI
dengankejadian
stunting dengan p
value 0.012

Anda mungkin juga menyukai