Anda di halaman 1dari 5

GAMBARAN RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT BERDASARKAN

INDIKATOR PERESEPAN WHO DI PUSKESMAS TOROH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI SEMARANG
2022
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Dalam pemberian pelayanan kesehatan, obat mempunyai peran penting
dalam tercapainya kualitas pelayanan kesehatan pasien, namun penggunaan obat
yang rasional masih menjadi masalah terbesar dalam tercapainya terapi yang
efektif dan efisien. World Helath Organization (WHO) tahun 2022 menyebutkan
masih terdapat penggunaan obat yang tidak rasional dimana terdapat lebih dari
50% dariseluruh penggunaan obat-obatan tidak tepat dalamperesepan, penyiapan,
ataupun penjualannya, sedangkan 50% lainnya tidak digunakan secara tepat oleh
pasien. Selain itu, sekitar sepertiga dari penduduk dunia tidak memiliki akses
obat esensial. Hal ini terjadi karena polifarmasi, penggunaan obat non-esensial,
penggunaan antimikroba yang tidak tepat, penggunaan injeksi secara berlebihan,
penulisan resep yang tidak sesuai dengan pedoman klinis (WHO, 2002).
Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan menyebutkan bahwa “Penggunaan obat harus dilakukan secara
rasional”. Penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima
pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai, dalam
periode waktu yang adequate dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
Alasan penggunaan obat rasional adalah untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi belanja obat yang merupakan salah satu upaya cost effective medical
interventions. Selain itu untuk mempermudah akses masyarakat memperoleh
obat dengan harga yang terjangkau, mencegah dampak penggunaan obat yang
tidak tepat yang dapat membahayakan pasien dan meningkatkan kepercayaan
pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan (Bahaudin, 2010).
Penggunaan obat secara rasional merupakan kunci dalam pembangunan
pelayanan kesehatan. Pelaksanaan pengobatan yang tidak rasional terjadi pada
semua negara dan pada semua tata cara pelayanan kesehatan, dari rumah sakit
2

sampai di rumah. Hal tersebut mencakup masalah pemberian obat yang


sebenarnya tidak dibutuhkan tetapi diresepkan, obat yang salah, tidak aman, atau
tidak efektif tetapi tetap diresepkan atau diserahkan, obat yang efektif tersedia
tetapi tidak digunakan, dan penggunaan obat yang tidak benar oleh pasien
(WHO, 2016). Kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam tiap proses pengobatan,
baik dalam proses peresepan (prescribing), pembacaan resep (transcribing),
penyiapan hingga penyerahan obat (dispensing), serta dalam proses penggunaan
obat (administering). Kesalahan pada prescribing dan dispensing merupakan dua
hal yang sering terjadi dalam kesalahan pengobatan (Kementerian Kesehatan,
2014).
Untuk meningkatkan kerasionalan penggunaan obat hingga mutu
pelayanan kesehatan pada masyarakat dapat optimal, maka perlu adanya upaya
pengelolaan obat secara terencana dan sistematis. WHO telah berupaya untuk
meningkatkan praktek penggunaan obat rasional, berdasarkan komitmen itu
WHO melalui International Network for Rational Use of Drug (INRUD) telah
mengembangkan indikator penggunaan obat yang kemudian ditetapkan pada
tahun 1993, sebagai metode dasar untuk menilai penggunaan obat di unit rawat
jalan pada fasilitas kesehatan berkaitan dengan rasionalitas penggunaan obat di
fasilitas kesehatan tersebut. Indikator penggunaan obat WHO 1993 terdiri dari
indikator utama yaitu indikator peresepan, indikator pelayanan pasien dan
indikator fasilitas kesehatan.
Penelitian terkait tentang ketidakrasionalan penggunaan obat sesuai
indicator WHO sudah beberapa kali di lakukan. Ihsan (2016) melakukan
penelitian di seluruh Puskesmas Kota Kendari menunjukkan bahwa hanya
persentase penggunaan sediaan injeksi yang rasional sedangkan untuk rata-rata
jumlah obat per resep, persentase penggunaan obat generik, persentase peresepan
antibiotik dan penggunaan obat belum rasional. Kemudian oleh Munarsih (2017)
di Puskesmas wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2016 menunjukkan
hasil bahwa persentase peresepan antibiotik dan injeksi penggunaan obat sudah
3

rasional, dan untuk indikator peresepan lainnya belum rasional. Berikutnya


Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti. R., dkk (2017) di Puskesmas Jakarta
Utara tahun 2016 menunjukkan hasil bahwa penggunaan obat belum rasional
pada beberapa indikator yaitu rata-rata jumlah obat per resep, persentase
penggunaan obat generik, dan penggunaan obat DOEN. Sedangkan untuk
persentase penggunaan antibiotik dan penggunaan injeksi sudah rasional.
Resep adalah sarana interaksi antara dokter, apoteker dalam tujuan terapi
yang diberikan pada pasien. Dengan menulis resep berarti dokter telah
mengaplikasikan ilmu pengetahuan keahlian dan ketrampilannya di bidang
farmakologi dan teraupetik kepada pasien (Jas, 2009). Resep merupakan salah
satu bentuk komunikasi antara apoteker dengan tenaga kesehatan seperti dokter
umum, dokter gigi, perawat, dan apoteker yang lain (Akoria, 2008).
Salah satu tempat pelayanan kesehatan adalah puskesmas. Puskesmas
merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah
pertama sehingga memberikan pengaruh yang besar terhadap kesehatan
masyarakat terkait obat-obatan (Depkes RI, 2009).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik pasien di instalasi farmasi Puskesmas Toroh ?
2. Bagaimana peresepan obat di instalasi farmasi Puskesmas Toroh
berdasarkan indikator peresepan WHO ?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik pasien dengan peresepan di instalasi
farmasi Puskesmas Toroh.
2. Untuk mengetahui peresepan obat di instalasi farmasi Puskesmas Toroh
berdasarkan indicator WHO
4

D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil ini dapat menjadi dasar dan acuan dalam meneliti lebih dalam tentang
peresepan obat berdasarkan indicator WHO.
2. Bagi institusi
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan dan literatur bagi mahasiswa
Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi
Semarang
3. Bagi puskesmas Toroh
Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi manajemen Puskesmas
dalam mengetahui gambaran tentang peresepan obat berdasarkan indicator
WHO.

Anda mungkin juga menyukai