Anda di halaman 1dari 7

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT BERDASARKAN INDIKATOR WHO

DI PUSKESMAS KASIHAN 2 BANTUL YOGYAKARTA

Oleh:

BELLA IVANIE ANINDYA

18811245

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2019
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT BERDASARKAN INDIKATOR WHO
DI PUSKESMAS KASIHAN 2 BANTUL YOGYAKARTA

1. LATAR BELAKANG

Obat merupakan faktor yang sangat penting dalam penyembuhan penyakit serta
pencegahan penyakit. Pengobatan yang tepat akan memberikan manfaat terhadap
pasien, begitu pula sebaliknya penggunaan obat yang tidak tepat dapat merugikan
pasien. Prevalensi pengobatan yang tidak rasional meningkat terutama di beberapa
negara berkembang. Pengobatan yang rasional meliputi tepat dalam hal indikasi,
tepat pasien, tepat dosis, tepat obat dan tepat cara dan lama penggunaan.
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), lebih dari setengah
pengobatan yang diberikan kepada pasien tidak tepat sehingga pengobatan pasien
gagal (Destiani et al. 2016).

Kerasionalan suatu pengobatan dapat dinilai darii keefektivitasan, keamanan


dan ketepatan pengobatan. Peresepan yang tidak rasional akan meningkatkan
terjadinya efek samping obat, interaksi obat, biaya pengobatan serta mengakibatkan
penurunan kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat. Pengobatan yang tidak
rasional juga dapat mempengaruhi fisiologi pasien karena obat-obat yang diberikan
secara berlebihan baik berdasarkan indikasi maupun dosis akan membahayakan
fungsi organ tubuh (Cheekavolu et al. 2011).

Penilaian terhadap rasionalaitas dalam penggunaan obat dapat ditinjau dari tiga
indikator utama yaitu peresepan, pelayanan pasien, dan fasilitas. Masalah- masalah
seperti polifarmasi, penggunaan obat tidak tepat biaya, penggunaan antibiotik,
penggunaan tidak tepat indikasi, serta penggunaan obat injeksi berlebihan dapat
dilihat dari resep. Peresepan obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan masalah
seperti ketidaktercapaian tujuan terapi, peningkatan terjadinya efek samping obat,
meningkatakan resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak
steril, serta pemborosan sumber daya kesehatan yang langka (World Health
Organization 2009). Menurut WHO penggunaan obat yang tidak rasional dapat
meliputi penggunaan obat terlalu banyak per pasien (polifarmasi), penggunaan
antibiotik yang tidak tepat, penggunaan injeksi yang berlebihan ketika penggunaan
sediaan oral lebih tepat, peresepan tidak sesuai dengan pedoman klinis, pengobatan
sendiri yang tidak sesuai (World Health Organization 2002).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ihsan 2017 menunjukkan bahwa rata-rata
resep obat adalah 3,23%, rata-rata persentase obat yang diresepkan dengan nama
generik adalah 96,08%, persentase rata-rata resep dengan antibiotik adalah 36,85%,
persentase rata-rata dengan injeksi yang diresepkan sangat rendah 0,16%.

2
Persentase obat dengan Formularium Nasional adalah 75,07%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa obat yang digunakan di semua Puskesmas masih tidak rasional
kecuali injeksi digunakan dan ada perbedaan yang signifikan (p <0,005) (Ihsan et
al. 2017).

Evaluasi penggunaan obat rasional ini dilakukan dengan mengkaji resep-resep


di salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu di Puskesmas Kasihan 2,
Bantul, Yogyakarta yang akan dibandingkan dengan standar WHO. Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat di Puskesmas Kasihan 2 ditinjau
dari indikator peresepannya berdasarkan WHO .Studi ini dilakukan dengan harapan
dapat menjadi gambaran dan perbaikan jika terjadi ketidakrasionalan peresepan.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi observasional non eksperimental dengan


pengumpulan data secara prospektif dengan mengumpulkan data resep pasien
umum rawat jalan pada bulan Agustus-September 2019. Metode pengambilan
dengan cara random sampling. Data kuantitatif akan ditambilkan menggunakan
tabel dan diberikan penjelasan berupa uraian. Penelitian ini mengambil sampel
sebanyak 60 resep random setiap harinya pada bulan Agustus- September 2019 di
Puskesmas Kasihan 2, Bantul, Yogyakarta. Pengolahan data dengan menggunakan
Microsoft Excel dengan beberapa rumus sebagai berikut :

Total Obat generik yang digunakan


Presentase obat Generik = × 100%
Total obat yang digunakan
Total obat Fornas
Presentase obat Fornas = Total obat yang digunakan × 100%
Total obat Antibiotik
Presentase Antibiotik = × 100%
Total lembar resep
Total Obat Injeksi
Presentase Injeksi = Total lembar resep. × 100%

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk melihat rasionalitas penggunaan obat di


Puskesmas Kasihan 2, Bantul, Yogyakarta tahun 2019 berdasarkan indikator
peresepan WHO. Pengambilan data dilakukan secara prospesktif dengan melihat
data resep pasien pada bulan Agustus- September tahun 2019 sebanyak 60 lembar
resep.

3
Tabel 3.1 Hasil evaluasi penggunaan obat berdasarkan indikator peresepan
menurut
WHO di Puskesmas Kasihan 2 Bulan Agustus- September 2019.
NO PARAMETER INDIKATOR PUSKESMAS STANDAR WHO
PERESEPAN NGAGLIK I 1993/2009
1 Rata-rata jumlah item obat per 2.72 1,8-2,2
lembar resep
2 Persentase peresepan obat generik 100% ≥82%
3 Persentase peresepan antibiotik 26,7% 20–26,8%.
4 Persentase peresepan injeksi 0% ≤10%
5 Persentase peresepan obat dari 99% 100%
formularium nasional

a. Rata-rata jumlah item obat per lembar resep


Indikator rata-rata jumlah item obat per lembar bertujuan untuk mengetahui
terjadinya polifarmasi pada resep. Polifarmasi merupakan pemberian obat untuk
satu diagnosis lebih dari dua item obat (WHO, 1993). Polifarmasi disebabkan oleh
banyak faktor, diantaranya adalah keraguan atas penetapan diagnosis oleh dokter,
keinginan pasien untuk mendapatkan obat yang lebih banyak meskipun tidak
diperlukan, persepsi dokter bahwa penggunaan obat lebih dari satu macam
memungkinkan diantaranya memberikan efek yang diharapkan, serta kurangnya
informasi tenaga medis tentang bukti-bukti ilmiah terbaru tentang penggunaan
berbagai jenis obat (Dwiprahasto 2006). Selain polifarmasi, hal lain yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan obat adalah kemungkinan terjadinya interaksi obat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah item obat per lembar resep
adalah 2,72. Estimasi terbaik WHO 2009 adalah 1,8-2,2, Penelitian kali ini
memperlihatkan bahwa nilai rata-rata obat per lembar resep lebih tinggi daripada
penelitian WHO tahun 2009 tetapi lebih rendah jika dilihat dari pengertian
polifarmasi.

b. Presentase peresepan obat dengan nama generic


Indikator peresepan obat dengan generik merupakan salah satu indikator
dari WHO yang bertujuan untuk mengukur kecenderungan peresepan dengan obat
generic. KEMENKES menetapkan kewajiban penggunaan obat generik di fasilitas
umum pelayanan kesehatan dan pedoman umum pengadaan obat untuk Pelayanan

4
Kesehatan Dasar guna meningkatkan penggunaan obat generik di sektor
pemerintahan (Handayani et al. 2006). Hasil penelitian didapatkan presentase
peresepan obat generik sebesar 100%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pola
peresepan yang ada di Puskesmas Kasihan 2, Bantul, Yogyakarta sudah
menerapkan anjuran pemerintah. Serta sudah melebihi dari batas minimal pada
indikator WHO yaitu ≥82%.

c. Presentase peresepan antibiotik

Indikator persentase peresepan antibiotik bertujuan untuk mengukur tingkat


pengguanaan antibiotik yang umumnya digunakan secara berlebihan. Resistensi
kuman terhadap antibiotik disebabkan karena penggunaan antibiotik secara
berlebihan dan penggunaan yang tidak tepat (Kemenkes 2011). Selain itu,
penggunaan antibiotik secara tidak tepat dapat menimbulkan terjadinya
peningkatan efek samping dan toksisitas antibiotika, pemborosan biaya dan tidak
tercapainya manfaat klinik yang optimal dalam pencegahan maupun pengobatan
penyakit infeksi (Kaparang et al. 2014). Oleh karena itu, dasar penggunaan
antibiotik harus tepat dan sesuai dengan penyebab timbulnya penyakit. Standar
WHO untuk penggunaan antibiotik berkisar 20–26,8%. Hasil penelitian peresepan
penggunaan antibiotik di Puskesmas Kasihan 2, Bantul, Yogyakarta yaitu 26,7%,
sehingga hasil ini menunjukan untuk peresepan pengunaan antibiotik di Puskesmas
Kasihan 2, Bantul, Yogyakarta menunjukkan hasil yang baik atau sesuai dengan
anjuran dari WHO.

d. Kesesuaian peresepan menurut Formularium Nasional

Indikator kesesuaian peresepan menurut Formularium Nasional bertujuan


mengukur derajat praktek peresepan yang mengacu pada pola terapi standar
nasional sesuai dengan tipe fasilitas pelayanan. Pada faskes Puskesmas merupakan
faskes tingkat 1, sehingga obat yang digunakan sebaiknya sesuai dengan
formularium nasional faskes tingkat 1. WHO memberikan nilai standar dari
penggunaan obat sesuai formularium nasional adalah 100%, sehingga hasil
persentase Puskesmas Kasihan 2, Bantul, Yogyakarta termasuk dalam standar

5
terbaik menurut WHO 2009. Hasil persentase Puskesmas Kasihan 2, Bantul,
Yogyakarta 99% hampir dalam estimasi terbaik menurut WHO 2009

e. Presentase peresepan sediaan injeksi

Persentase penggunaan sedian injeksi untuk mengetahui kecenderungan


penggunaan injeksi pada pasien rawat jalan umum di Puskesmas Kasihan 2, Bantul,
Yogyakarta. Penggunaan obat injeksi harus dibatasi untuk mengurangi penyebaran
penyakit infeksi melalui jarum suntik, penggunaan obat injeksi harus steril untuk
menghindari infeksi sistemik yang dapat terjadi, dapat menyebabkan iritasi lokal
ditempat penyuntikan dan harga yang lebih mahal. Penggunaan akan lebih tinggi
jika pemantauan dilakukan di rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh adanya sugesti
pasien bahwa efek obat dengan sediaan injeksi akan bekerja lebih cepat sehingga
mereka meminta pemberian obat injeksi.. Maka dari itu, peresepan sediaan injeksi
tidak dianjurkan untuk pasien rawat jalan (Destiani et al. 2016). Hasil penelitian
menunjukkan hasil presentase peresepan sediaan injeksi sebesar 0%. Hasil tersebut
sudah sesuai dengan anjuran dalam indikator WHO.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa hasil


evaluasi penggunaan obat di Puskesmas Kasihan 2, Bantul, Yogyakarta tahun 2019
ditinjau dari indikator peresepannya berdasarkan WHO menunjukkan hasil yang
cukup baik. Beberapa indikator memenuhi dari nilai indikator yang ditentukan oleh
WHO yaitu pada pola peresepan sediaan injeksi yaitu sebesar 0%, peresepan
antibiotik sebesar 26,7%, peresepan obat generik sebesar 100%, dan untuk
peresepan menurut Fornas sebesar 99%. Sedangkan hasil yang kurang baik pada
rata-rata jumlah obat per lembar resep yang melebihi indikator yaitu sebesar 2,72%.

6
DAFTAR PUSTAKA

Cheekavolu, C. et al., 2011. Evaluation of Drug Utilization Patterns during Initial


Treatment in the Emergency Room : A Retroprospective
Pharmacoepidemiological Study. , 2011(March 2010), pp.10–12.
Destiani, D.P. et al., 2016. Pola Peresepan Rawat Jalan : Studi Observasional
Menggunakan Kriteria Prescribing Indicator WHO di Salah Satu Fasilitas
Kesehatan Bandung Prescribing of Outpatient : Observational Study Using
WHO Prescribing Indicator in One of Health Care Facilities in Bandung. ,
5(3).
Dwiprahasto, I., 2006. Peningkatan Mutu Penggunaan Obat Di Puskesmas
Melalui Pelatihan Berjenjang Pada Dokter Dan Perawat. , 9(2), pp.94–101.
Handayani, R.S., Supardi, S. & Susyanty, A.L., 2006. Ketersediaan Dan
Peresepan Obat Generik Dan Obat Esensial Di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian Di 10 Kabupaten/Kota Di Indonesia.
Ihsan, S. et al., 2017. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau dari
Indikator Peresepan Menurut World Health Organization ( WHO ) di Seluruh
Puskesmas Kota Kendari Tahun 2016. , 5, pp.402–409.
Kaparang, P.C., Tjitrosantoso, H. & Yamlean, P.V.Y., 2014. Evaluasi
Kerasionalan Penggunaan Antibiotika Pada Pengobatan Pneumonia Anak Di
Instalasi Rawat Inap Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-
Desember 2013. , 3(3), pp.247–254.
Kementerian Kesehatan, 2011. Modul penggunaan obat rasional.
World Health Organization, 2009. Medicines use in primary care in developing
and transitional countries.
World Health Organization, 2002. Promoting rational use of medicines : core
components Patient Care Indicators : , pp.1–6.

Anda mungkin juga menyukai