Anda di halaman 1dari 13

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DAN ANALISIS INTERAKSI

OBAT PADA PASIEN RAWAT INAP ANAK DENGAN INFEKSI SALURAN


PERNAPASAN AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

Herawati Yustikasari
Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Pakuan
Jl. Pakuan, Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129

Email : herawatiyustika@gmail.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui rasionalitas peresepan antibiotik dengan
metode Gyssens dan mengetahui interaksi obat yang terjadi pada pasien anak rawat inap
dengan diagnosis ISPA di RSUP Fatmawati. Penelitian ini menggunakan rancangan
deskriptif secara purposif sampling dari rekam medis. Analisis data dilakukan dengan
perhitungan persentase manual berdasarkan kategori sebaran penyakit ISPA, karakteristik
demografi pasien (jenis kelamin, umur, dan lama perawatan), pola penggunaan antibiotik
(golongan dan jenis antibiotik, rute pemberian, dan durasi penggunaan), evaluasi rasionalitas
antibiotik dengan metode Gyssens, serta interaksi antar obat. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 107 pasien. Berdasarkan hasil penelitian, rasionalitas penggunaan antibiotik pada
pasien ISPA pediatri rawat inap di RSUP Fatmawati sebesar 78,5% yang artinya sebagian
besar penggunaan antibiotik pada pasien ISPA di RSUP Fatmawati sudah rasional dengan
ketidakrasionalan sebesar 21,5% yaitu pada kategori IIA (tidak tepat dosis) sebanyak 8,4%,
kategori IIB (tidak tepat interval) sebanyak 7,5%, kategori IIIA (antibiotik terlalu lama)
sebanyak 2,8%, kategori IIIB (antibiotik terlalu singkat) sebanyak 1,9% dan kategori IVA
(ada antibiotik lebih efektif) sebanyak 1,9%. Kejadian interaksi antar obat yang dialami
pasien ISPA pediatri RSUP Fatmawati pada kategori minor sebesar 12,1% dan pada kategori
moderate yaitu sebesar 7,5%.
Kata Kunci : ISPA, antibiotik, metode gyssens, interaksi obat

ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the rationality of prescribing antibiotics
using the Gyssens method and to determine drug interactions that occurred in hospitalized
pediatric patients with a diagnosis of ARI at Fatmawati Hospital. This study uses a
descriptive design by purposive sampling from medical records. Data analysis was done by
calculating the percentage manually based on the category of ARI disease distribution,
demographic characteristics of the patient (gender, age, and length of treatment), patterns of
antibiotic use (class and type of antibiotic, route of administration, and duration of use),
evaluation of the rationality of antibiotics using the Gyssens method. and interactions
between drugs. The sample in this study amounted to 107 patients. Based on the results of the
study, the rationality of the use of antibiotics in pediatric ARI patients hospitalized at
Fatmawati Hospital was 78, 5%, which means that most of the use of antibiotics in ARI
patients at Fatmawati Hospital is rational with 21.5% irrationality, namely in category IIA
(incorrect dose) as much as 8.4%, category IIB (incorrect interval) as much as 7.5% ,
category IIIA (antibiotics are too long) as much as 2.8%, category IIIB (antibiotics are too
short) as much as 1.9% and category IVA (there are antibiotics are more effective) as much
as 1.9%. The incidence of drug interactions experienced by pediatric ARI patients at
Fatmawati Hospital in the minor category was 12.1% and in the moderate category was 7.5%
Keywords : ARI, antibiotics, gyssens method, drug interaction

1
PENDAHULUAN digunakan secara berlebihan dan hal ini
Infeksi Saluran Pernapasan Akut juga akan menyangkut biaya terapi yang
adalah penyebab utama kematian di Indonesia akan ikut membengkak.(27) Penggunaan
dan salah satu dari sepuluh penyakit paling antibiotik yang berlebihan merupakan
umum yang ditemukan di rumah sakit. Di masalah global, terutama di negara
Indonesia, pada tahun 2016, prevalensi ISPA berkembang. Temuan studi
keseluruhan di Indonesia adalah 25%, dengan mengungkapkan tingkat penggunaan
kisaran kejadian sekitar 17,5% - 41,4%, antibiotik yang melebihi batas maksimum
dengan prevalensi di atas tingkat wajar terjadi konsumsi sebesar 43% di Indonesia.(26)
di 16 provinsi. Ditemukan 32,10% dari Pendekatan Gyssens dapat digunakan untuk
seluruh kematian anak di bawah usia lima mengevaluasi rasionalitass penggunaan
tahun di Indonesia disebabkan oleh ISPA, antibiotik atau kualitas penggunaan
menurut studi Direktorat Sub Mortalitas ISPA antibiotik yang digunakan, dan metode ini
tahun 2016.(21) sudah sering digxunakan di berbagai
Kelompok usia anak adalah yang negara. Semua faktor peresepan antibiotik,
paling rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk alternatif yang lebih efektif,
termasuk gangguan infeksi. Penggunaan adanya harga yang lebih murah, adanya
antibiotik pada anak berbanding lurus dengan alternatif antibiotik yang lebih aman,
prevalensi infeksi. Temuan penelitian yang spektrum yang lebih sempit, lama
dilakukan oleh tim AMRIN (Antimicrobial pengobatan, tepat atau tidaknya dosis,
Resistance in Indonesia Prevalence and interval, rute pemberian antibiotik, dan
Prevention) di berbagai rumah sakit di waktu pemberian, dievaluasi dengan
Indonesia menemukan bahwa 76% anak diberi metode ini.(5)
resep antimikroba, dan hanya 21% dari resep Interaksi obat merupakan sumber
tersebut yang dianggap tepat dan logis.(8) permasalahan utama mengenai respon obat
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tho yang merugikan di fasilitas perawatan
dan Purnama (2018) di RSUD Kota Tangerang kesehatan terlebih pada kategori anak.(20)
Selatan menyatakan hanya 49,2% penggunaan Interaksi obat dapat menimbulkan
antibiotika yang rasional.(24) konsekuensi yang luas, mulai dari yang
Antibiotik harus digunakan sesuai kecil seperti penurunan penyerapan obat ke
dengan pedoman yang ditentukan. Resistensi dalam tubuh atau keterlambatan
bakteri akan berkembang jika antibiotik penyerapan obat hingga yang lebih serius

2
seperti peningkatan toksisitas obat lain.(16) ISPA (bagian atas dan bagian bawah) tanpa
Obat antibiotik dan pengobatan simtomatik penyakit penyerta dan menerima antibiotik
sama-sama diresepkan untuk pasien anak selama perawatan.
dengan diagnosa ISPA, yang berarti ada risiko
interaksi obat yang tinggi. Pasien anak akan ANALISIS DATA
diberikan minimal tiga macam obat yang harus Data dianalisis dengan dengan
dikonsumsi, inilah salah satu alasan mengapa perhitungan persentase manual berdasarkan
pasien ISPA anak harus dilakukan analisis sebaran jenis penyakit ISPA, karakteristik
interaksi obat.(10) demografi pasien (jenis kelamin, usia, dan
Penelitian ini dilakukan di Rumah lama perawatan), pola penggunaan
Sakit Umum Pusat Fatmawati. Hasil uji antibiotik (golongan dan jenis antibiotik,
pendahuluan di RSUP Fatmawati pada kasus rute serta durasi penggunaan antibiotik),
ISPA pasien bayi tahun 2017 menunjukkan evaluasi rasionalitas antibiotik dengan
bahwa hanya 36,95% penggunaan antibiotik menggunakan metode Gyssens yang
yang tepat/bijak.(28) Berdasarkan uraian dianalisis sesuai dengan pedoman BNF For
tersebut, penggunaan antibiotik yang tidak Children (2017-2018); Drug Information
rasional pada pasien ISPA anak mendapatkan Handbook Edisi 21 (2012), Permenkes No
perhatian khusus. Oleh karena itu, peneliti 28 Tahun 2021 Tentang Pedoman
tertarik untuk melakukan penelitian tentang Penggunaan Antibiotik (2021), serta
rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien analisis kejadian interaksi antar obat
ISPA anak rawat inap di RSUP Fatmawati. dengan menggunakan aplikasi Medscape,
dan Drugs.com (Drug Interaction
METODE PENELITIAN
Checker).
Jenis dan rancangan penelitian yang
digunakan bersifat deskriptif dengan data HASIL DAN PEMBAHASAN
retrospektif atau menelusuri catatan Sebaran Penyakit ISPA
sebelumnya dari rekam medis pasien pada Data penelitian yang dilakukakan di
periode Januari 2016 sampai Desember 2019. RSUP Fatmawati didapatkan dari hasil
Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam rekam medik, dan terdapat 107 pasien yang
medis Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. terdiagnosa ISPA pada periode Januari
Subjek dalam penelitian ini memenuhi kriteria 2016 sampai Desember 2019. Data yang
inklusi antara lain pasien anak berusia 0-19 diambil termasuk ISPA bagian atas dan
tahun yang menjalani rawat inap, terdiagnosis ISPA bagian bawah yang bertujuan untuk

3
melihat banyak pasien pada masing-masing Tabel 2. Persentase Pasien Berdasarkan Jenis
Kelamin
penyakit. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki laki 58 54,2%
Perempuan 49 45,8%
Tabel 1. Sebaran Penyakit ISPA
Jumlah 107 100%
Jenis Penyakit ISPA Jumlah Pasien Persentase
Pneumonia 44 41,1%
Otitis Media 35 32,7% Berdasarkan data yang diperoleh,
Faringitis 17 15,9% dari total 107 pasien, 58 diantaranya adalah
Sinusitis 8 7,5%
Bronkitis 3 2,8% pasien laki-laki sebesar 54,2%. Hasil
Jumlah 107 100% penelitian ini berkaitan dengan data statistik
Kemendagri (2021) yang menyatakan
Berdasarkan hasil penelitian yang bahwa jumlah seluruh penduduk Indonesia
ditinjau dari diagnosa akhir dengan jumlah sebanyak 272,23 juta jiwa dan diantaranya
keseluruhan 107 pasien pediatri rawat inap, sebanyak 51% adalah laki-laki, dan 49%
dimana sebanyak 44 pasien dengan persentase adalah perempuan.(3) Selain itu, karena laki-
sebesar 41,1% terdiagnosa pneumonia, laki lebih cenderung bermain di luar rumah
sebanyak 35 pasien terdiagnosa otitis media, daripada perempuan, terutama di
17 pasien terdiagnosa faringitis, 8 pasien lingkungan yang tidak bersih dan berdebu.
terdiagnosa sinusitis dan sebanyak 3 pasien Ditemukan bahwa penularan ISPA di antara
terdiagnosa bronkitis. Hasil penelitian ini anak-anak tidak terdistribusi secara merata,
mendukung penelitian yang pernah dilakukan salah satu faktor yang mempengaruhi hal
sebelumnya oleh Tandi (2018) di RSU tersebut yakni penularan ISPA tidak hanya
Anutapura Palu yang menunjukkan bahwa disebabkan oleh faktor lingkungan, tetapi
pasien ISPA anak dengan diagnosa terbanyak juga dapat ditularkan melalui kontak
(23)
yaitu pneumonia sebesar 65,79%. langsung dengan anggota keluarga
penderita ISPA.(6)
Karakteristik Demografi Pasien
Penelitian terdahulu yang digarap
Karakteristik demografi dari 107
oleh Monica (2018), di salah satu Rumah
sampel pasien ISPA pediatri rawat inap dibagi
Sakit Umum Surabaya, menemukan bahwa
ke dalam 3 kelompok yaitu berdasarkan jenis
anak-anak dengan jenis kelamin pria lebih
kelamin, usia, dan lama perawatan, yang
mungkin daripada wanita untuk dirawat
bertujuan untuk mengetahui banyak pasien
dengan sindrom gangguan pernapasan akut
dalam masing-masing kategori.
(ISPA) yaitu sejumlah 55,05%.

4
Sehubungan dengan reaksi pada anak-anak, Tabel 4. Persentase Pasien Berdasarkan Lama
Perawatan
penting untuk dicatat bahwa secara fisiologis, Lama Perawatan Jumlah Pasien Persentase
mekanisme pertahanan tubuh pada laki-laki 4 hari 17 15,9%
5 hari 75 70,1%
berbeda dengan perempuan.(18) 6 hari 15 14%
Jumlah 107 100%

Tabel 3. Sebaran Usia Pasien Pediatri ISPA


Terapi yang singkat dapat
Usia Jumlah Pasien Persentase
0-2 th 55 51,4% berpotensi menurunkan prevalensi infeksi
>2-12 th 42 39,2% nosokomial serta pengeluaran biaya rumah
>12-19 th 10 9,4%
sakit terhadap pasien. Dari hasil penelitian
Jumlah 107 100%
di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
Subjek penelitian ini adalah pasien untuk lama perawatan berkisar 4-6 hari.
anak rawat inap yang didiagnosis ISPA Durasi atau lama hari perawatan dengan
dengan usia 0 sampai 19 tahun yang dibagi jumlah paling besar yaitu 5 hari sebanyak
menjadi 3 kelompok umur. Menurut WHO 70,1% .
(2007) pembagian usia terdiri dari beberapa Penelitian yang dilakukan oleh
kelompok yaitu bayi baru lahir berusia 0-28 Puteri (2012) di Rumah Sakit Umum Pusat
hari, bayi dan anak yang baru berjalan >28 DR. M. Djamil Padang menjelaskan bahwa
hari sampai 23 bulan, anak 2-12 tahun dan pasien ISPA dibagi menjadi dua kelompok
remaja >12-19 tahun.(25) berdasarkan efektifitas terapinya yaitu
Menurut hasil yang dperoleh, mereka yang menerima pengobatan sampai
mayoritas pasien ISPA anak di Rumah Sakit dengan sembilan hari (kategori efektif) dan
Umum Pusat Fatmawati (total 107) berusia mereka yang menerima pengobatan lebih
antara 0-2 tahun sejumlah 51,4% dari semua dari sepuluh hari. Penelitian ini termasuk
kasus. Perolehan dari penelitian ini dalam kelompok efektif karena masa
menguatkan riset dari banyak penelitian terapinya berkisar antara 4-6 hari.(22)
sebelumnya. Studi Monica (2018)
menunjukkan bahwa sepanjang rentang waktu Pola Penggunaan Antibiotik
antara November-Desember 2017 di sebuah Pola penggunaan antibiotik pasien
Rumah Sakit Umum Surabaya terdapat 109 ISPA anak rawat inap dibagi menjadi tiga
kasus pasien pediatri yang terdiagnosa ISPA, kelompok yaitu berdasarkan golongan dan
diantaranya sebanyak 82 pasien (75,23%) jenis antibiotik yang digunakan, rute
berusia 1 sampai 2 tahun.(18) pemberian, dan lama pemberian.

5
ceftriaxone yang dikombinasikan dengan
5.6% Tunggal gentamisin.
Kombinasi

10.3% Sefalosporin
Penisilin
18.7% Makrolida
94.4%

Gambar 1. Persentase Pasien Berdasarkan Terapi 71.0%


Tunggal Dan Kombinasi

Semua pasien dengan jumlah 107


Gambar 2. Persentase Antibiotik Berdasarkan
orang menggunakan antibiotik sebagai terapi. Golongan
Penggunaan antibiotik lebih dari satu jenis
atau kombinasi antibiotik terkadang digunakan Tabel 5. Persentase Pasien Berdasarkan
Jenis Antibiotik
untuk mengobati pasien dalam situasi tertentu. Jenis Antibiotik Jumlah Persentase
Seperti pada penggunaan antibiotik cefotaxime Cefriaxonee 29 27,1%
Cefotaxime 26 24,3%
yang di kombinasikan dengan gentamisin, atau Cefixime 17 15,9%
Eritromisin 10 9,4%
cefttiaxone yang dikombinasikan dengan Amoxicillin 7 6,6%
gentamisin. Tujuan terapi antibiotik kombinasi Amoxicillin-clavulanat 5 4,6%
Penisilin-sulbaktam 4 3,7%
untuk mencegah berkembangnya resistensi Ampisilin 3 2,8%
Cefadroxyl 2 1,9%
bakteri terhadap antibiotik, memaksimalkan Cefazolin 2 1,9%
Azitromisin 1 0,9%
efek terapeutik dari dua atau lebih antibiotik Penicilin G 1 0,9%
yang mekanisme kerjanya bersinergis satu Jumlah 107 100%

sama lain, untuk mengatasi kemungkinan


Dari hasil data rekam medis, jenis
infeksi yang disebabkan oleh lebih dari satu
antibiotik yang digunakan yaitu cefotaxime,
jenis bakteri, dan untuk mengobati kasus
ceftriaxone, cefixime, eritromisin,
penyakit tertentu yang memang membutuhkan
amoxicillin, cefadroxyl, ampicilin,
kombinasi antimikroba.(19)
azitromisin, amoxicillin dan asam
Hasil dari penelitian ini menunjukkan
clavulanat, cefazolin, serta penicilin G.
sejumlah 6 pasien menggunakan antibiotik
Dari Gambar 2 dan Tabel 5 diperoleh
kombinasi. Dari 6 pasien, 2 diantaranya
bahwa antibiotik yang kerap digunakan
menggunakan antibiotik cefotaxime yang
yaitu golongan sefalosporin sebesar 71%
dikombinasikan dengan gentamisin, dan 4
dengan jenis antibiotik yang sering
orang pasien menggunakan antibiotik
digunakan adalah ceftriaxone sebesar

6
27,1%, dimana seftriakson merupakan salah Enterobacter aerogenes adalah bakteri
satu jenis antibiotika golongan sefalosporin dengan insiden resistensi terbesar terhadap
generasi ketiga yang kerap diberikan dalam ceftriaxone. Diketahui bahwa dinding sel
menangani ISPA. Tandi (2018) melakukan bakteri Gram-positif mempunyai
penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah kemampuan yang jauh lebih tinggi untuk
Anutapura, yang mengemukakan bahwa menahan masuknya antibiotik ceftriaxone,
sefalosporin generasi ketiga merupakan hal itu yang menjadi penyebab ceftriaxone
golongan antibiotik yang paling banyak kurang aktif terhadap bakteri Gram-positif,
digunakan, yaitu sebanyak 114 obat (90,48%) sedangkan kemampuan ceftriaxone
dan jenis antibiotik yang paling banyak terhadap bakteri Gram-negatif dapat
digunakan adalah ceftriaxone sebesar 73,69%, menyebabkan dinding sel lisis lebih
dengan demikian penelitian ini selaras dengan efektif.(16)
riset sebelumya.(23)
Antibiotik golongan sefalosporin Tabel 6. Persentase Pasien Berdasarkan Rute
Pemberian Antibiotik
bekerja dengan cara membunuh bakteri Rute Pemberian Jumlah Persentase
(bakteriosid), salah satu contohnya yaitu IV 70 65,4%
PO 37 34,6%
antibiotik ceftriaxone. Ceftriaxone adalah
Jumlah 107 100%
antibiotik yang cara kerjanya mencegah
bakteri mensintesis dinding sel. Cincin beta-
Hasil data yang diperoleh dari Tabel
laktam dalam ceftriaxone mirip dengan
6 menunjukkan rute pemberian antibiotik
struktur asam amino D-alanin, yang digunakan
ISPA pada anak di RSUP Fatmawati
untuk membuat peptidoglikan. Ceftriaxone
diberikan melalui rute PO (peroral) dan IV
mengikat penisilin protein binding (PBP),
(intravena). Rute IV adalah cara pemberian
yang dapat ditemukan di dalam atau di
antibiotik yang kerap digunakan, yaitu
permukaan membran sel, maka proses
65,4% dari semua pemberian antibiotik.
pembetukan dinding sel pada bakteri dapat
Kemenkes RI (2015) menyatakan bahwa
dicegah, yang mengakibatkan bakteri akan
hal ini terkait dengan kondisi pasien anak
mati atau tidak akan berkembang.
yang menjalani rawat inap, karena
Staphylococcus saprophyticus, Acinetobacter
penggunaan jalur parenteral dapat
baumanii, Pseudomonas luteola, Klebsiella
memberikan efek terapeutik yang cepat,
pneumoniae, Staphylococcus epidermidis,
terutama bagi pasien yang sedang
Citrobacter koserii, Enterobacter cloacae, dan
menjalani perawatan ICU, dan dosis obat

7
yang diabsobsi lebih tepat. Selain itu, karena Durasi penggunaan antibiotik terkait
kesulitan menelan sediaan oral dan rasa pil dengan lamanya waktu yang dibutuhkan
yang tidak enak, pasien anak lebih cenderung untuk menghancurkan bakteri penyebab
menolak untuk meminumnya, dan akibatnya, infeksi. Setiap antibiotik memiliki jangka
obat kerap diberikan secara intravena.(13) waktu tersendiri dimana antibiotik dapat
Pengkajian ini menghasilkan hal yang membunuh kuman tertentu. Lama
sejalan dengan riset penelitian yang dilakukan pengobatan antibiotik pada pasien ISPA
oleh Inez (2018) di Rumah Sakit Universitas bervariasi tergantung jenis antibiotik yang
Tanjungpura, yang mengungkapkan bahwa digunakan dan diagnosa jenis penyakit
jalur intravena (IV) merupakan jalur pasien. Menurut Kemenkes (2021), durasi
pemberian antibiotik yang kerap digunakan, penggunaan pada cefotaxime untuk
yaitu sebesar 80,68% dari seluruh pemberian pneumonia yaitu 5-7 hari. Penggunaan
antibiotik.(9) Penelitian lain yang dilakukan antibiotik amoxicillin-clavulanat untuk
oleh Monica (2018) di RSUD Surabaya sinusitis yaitu selama 5 hari dan
menemukan bahwa pemberian antibiotik penggunaan antibiotik ceftriaxone pada
secara intravena merupakan jalur pemberian pasien otitis media yaitu selama 3 hari
antibiotik yang kerap digunakan. (91,27%).(18) Berdasarkan data yang diperoleh di RSUP
Fatmawati, ditemukan bahwa lama
Tabel 7. Persentase Pasien Berdasarkan Durasi penggunaan antibiotik pada pasien rawat
Penggunaan Antibiotik
Antibiotik Durasi Jumlah Persentase
inap ISPA anak yang paling besar adalah 5
Ceftriaxone 3 hari 14 13,1% hari sejumlah 79,4%.(16)
Amox-Clavulanat
4 hari 5 4,7%
Ceftriaxone
Ceftriaxone Evaluasi Rasionalitas Antibiotik Dengan
Cefotaxime
Cefazolin Metode Gyssens
Eritromicin
Azitromisin Penelitian ini menggunakan
5 hari 85 79,4%
Cefadoxyl
Cefixime
penilaian kualitatif yaitu dengan metode
Amox-Clavulanat gyssens yang dibertujuan untuk melihat dan
Amoxicillin
Ampicilin menilai kerasionalitasan penggunaan
Amoxicillin
Penisilin G
6 hari 3 2,8% antibiotik pada pasien ISPA pediatri rawat
Jumlah 107 100% inap di RSUP Fatmawati. Dalam metode ini
terdapat 6 kategori evaluasi.

8
Tabel 8. Persentase Evaluasi Rasionalitas Antibiotik anak diagnosa pneumonia dengan usia 18
Metode Gyssens
Kategori Gyssens Jumlah Persentase tahun dan berat badan 37 kg yang mendapat
0 84 78,5% terapi antibiotik cefotaxime dengan dosis
I - -
IIA 9 8,4% dalam resep sehari 3 kali 1 g, sedangkan
IIB 7 6,5%
dosis cefotaxime untuk anak dengan
IIC - -
IIIA 3 2,8% diagnosa pneumonia yang tertera dalam
IIIB 2 1,9%
Kemenkes (2021) yaitu sehari 3 kali 50
IVA 2 1,9%
IVB - - mg/kgBB, dengan demikian maka dosis
IVC - -
IVD - - yang diterima pasien tersebut terlalu
V - - rendah. Pada kategori IIB (tidak tepat
Jumlah 107 100%
interval) kasus yang terjadi yaitu tidak
tepatnya interval pemberian antibiotik yang
Berdasarkan hasil evaluasi pada tabel
dimana seharusnya diberikan 3 kali sehari,
di atas, didapatkan hasil 78,5% penggunaan
tetapi pasien hanya mendapatkan
antibiotik yang memenuhi kategori 0
pemberian antibiotik sebanyak 2 kali dalam
(rasional) yang artinya sebagian besar
sehari. Untuk kategori IIIA (pemberian
penggunaan antibiotik pada pasien ISPA di
antibiotik terlalu lama) terjadi pada kasus
RSUP Fatmawati sudah rasional. Penggunaan
pasien anak dengan diagnosa otitis media
antibiotika yang termasuk ke dalam kategori
yang diberikan antibiotik ceftriaxone.
tidak rasional sebesar 21,5%, penjabarannya
Sedangkan pada kategori IIIB (penggunaan
yaitu sebesar 8,4% tertera di dalam kategori
antibiotik terlalu singkat) terjadi pada
IIA (tidak tepat dosis), sebesar 6,5% tercantum
pemberian antibiotik amoxicillin-clavulanat
pada kategori IIB (tidak tepat interval),
dengan diagnosa sinusitis. Menurut
sebesar 2,8% tertera di dalam kategori IIIA
Kemenkes (2021), antibiotik ceftriaxone
(penggunaan antibiotik terlalu lama), sebesar
diberikan selama 3 hari untuk pasien anak
1,9% tercantum pada kategori IIIB
dengan diagnosa otitis media, dan
(penggunaan antibiotik terlalu singkat) dan
antibiotik amoxicillin-clavulanat diberikan
sebesar 1,9% tercantum pada kategori IVA
selama 5 hari untuk pasien anak dengan
(ada antibiotik yang lebih efektif).
diagnosa sinusitis. Kasus yang terjadi pada
Sebagian besar kasus yang terjadi pada
kategori IVA (ada antibiotik yang lebih
kategori IIA (tidak tepat dosis) yaitu dosis
efektif) yaitu terdapatnya alternatif
antibiotik yang diberikan kepada pasien ISPA
antibiotika lainnya yang lebih efisien yang
anak terlalu rendah seperti contoh kasus pasien

9
dapat digunakan, seperti pada salah satu kasus Penting untuk dicatat bahwa keterkaitan
pasien dengan diagnosa pneumonia yang antara ketidakrasionalan dengan interaksi
dimana antibiotik yang diberikan yaitu obat merupakan kejadian sebab akibat,
amoxicillin. Menurut Kemenkes (2021) yang dimana interaksi obat merupakan
antibiotik amoxicillin digunakan untuk pasien dampak dari ketidakrasionalan penggunaan
anak dengan diagnosa pneumonia yang obat. Dalam hal ini, interaksi yang
menjalani rawat jalan, sedangkan untuk pasien dimaksud adalah sebagai interaksi minor,
anak pneumonia yang menjalani rawat inap interaksi moderate, dan interaksi mayor,
disarankan untuk menggunakan antibiotik dimana perbedaan antara ketiga interaksi
cefotaxime atau ceftriaxone.(16) tersebut terletak di tingkat keparahan efek
Hasil pengkajian yang dilakukan ini yang ditimbulkan.
menunjang riset yang sudah digarap oleh Yasir
(2021) menyatakan bahwa hasil analisis Tabel 9. Persentase Pasien Berdasarkan Tingkat
Interaksi Obat
rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien Jenis Interaksi Jumlah Pasien Persentase
balita diagnosa ISPA dengan metode Gyssens Minor 13 12,1%
Moderate 8 7,5%
di Puskesmas Pugung Raharjo Lampung
Mayor 0 0%
Timur diperoleh 80,4% peresepan antibiotik Tidak ada interaksi 86 80,4%
(29) Jumlah 107 100%
yang tepat/bijak (rasional). Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Faizah (2019) di
Penelitian ini menggunakan aplikasi
Rumah Sakit Pendidikan Surabaya yang
Medscape dan Drugs.com sebagai alat
menyatakan bahwa hasil analisis rasionalitas
untuk memastikan adanya kejadian
penggunaan antibiotik dengan metode Gyssens
interaksi antar obat. Interaksi yang terdapat
sebesar 82,9% sudah tepat (rasional).(5)
di dalam penelitian ini yaitu interaksi minor
dan interaksi moderate. Dari total 107
Kejadian Interaksi Obat
orang pasien ditemukan 21 peristiwa
Pasien anak yang terdiagnosa ISPA,
interaksi yang terjadi, 13 diantaranya
akan diberikan beberapa obat selama
adalah interaksi minor sejumlah 12,1%, dan
menjalani rawat inap, terutama obat-obat yang
untuk interaksi moderate sebesar 7,5%.
digunakan untuk meringankan gejala pasien.
Interaksi minor terjadi pada paracetamol
Hal ini berkaitan dengan potensi interaksi
dan diazepam yang digunakan secara
yang terjadi antara obat satu dengan obat
bersamaan. Hasil yang terdapat dalam
lainnya yang dikonsumsi secara bersamaan.
Medscape menjelaskan bahwa diazepam

10
akan menurunkan efek paracetamol dan sebanyak 18,7%, golongan makrolida
meningkatkan hepatotoksik. Pada interaksi sebanyak 10,3% dan antibiotik yang paling
moderate terjadi pada penggunaan ceftriaxone banyak digunakan yaitu golongan
yang bersamaan dengan gentamisin. sefalosporin sebesar 71,0% dengan jenis
Walaupun seringkali penggunaan ceftriaxone antibiotik yang paling sering digunakan
digabungkan dengan gentamisin, namun hasil yaitu ceftriaxone sebesar 27,1%. Durasi
yang terdapat di dalam Drugs.com penggunaan antibiotik terbanyak yaitu
menjelaskan bahwa ceftriaxone dapat selama 5 hari (79,4%) dengan rute
meningkatkan resiko kerusakan ginjal yang pemberian yang paling banyak digunakan
disebabkan oleh penggunaan gentamisin, dan yaitu rute IV (65,4%)
sebesar 80,4% pasien tidak mengalami adanya Rasionalitas penggunaan antibiotik
interaksi antar obat. Hasil pengkajian yang untuk pasien ISPA pediatri rawat inap di
dilakukan ini menunjang riset yang sudah RSUP Fatmawati sebesar 78,5% yang
digarap oleh Grassella (2018) menunjukkan artinya sebagian besar penggunaan
bahwa interaksi obat yang terjadi di RSUD antibiotik pada pasien ISPA di RSUP
Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak Fatmawati sudah rasional.
berdasarkan tingkat keparahan meliputi Kejadian interaksi antar obat yang
interaksi mayor (1,37%), moderate (34,48%), dialami pasien ISPA pediatri Rumah Sakit
minor (52,75%).(6) Umum Pusat Fatmawati pada kategori
minor sebesar 12,1% dan pada kategori
KESIMPULAN moderate yaitu sebesar 7,5%.
Jenis penyakit ISPA yang paling
banyak terjadi di RSUP Fatmawati yaitu DAFTAR PUSTAKA
Pneumonia yaitu sebesar 41,1%. Pasien ISPA 1) AphA. 2012. Drug Information
Handbook Edisi 21 With
pediatri paling banyak terjadi pada responden
International Trade Name Index.
laki-laki sebesar 54,2% dengan usia terbanyak Lexicomp.
pada kisaran usia 0-2 tahun yaitu sebesar
2) BNF. 2017. British National
51,4%. dan lama hari perawatan pasien ISPA Formulary For Children. London.
BMJ Group and RPS Publishing.
pediatri yaitu berkisar 4-6 hari dengan hasil
terbanyak yaitu 5 hari sebesar 70,1%. 3) Direktorat Jendral Kependudukan
Dan Pencatatan Sipil. 2021. Data
Penggunaan antibiotik pada pasien
Statistik Kependudukan.
ISPA pediatri untuk golongan penisilin yaitu Kementerian Dalam Negeri Republik
Indonesia.

11
4) Drugs.com. 2020. About. Diakses Pediatric Out Patients. IJCP Vol
tanggal 18 November 2020. 3(3): 1006 – 1009
https://www.drugs.com/support/about.ht
ml 11) Kementerian Kesehatan, R.I. 2013.
Pedoman Umum Penggunaan
5) Faizah, A. K., Putra, O. N. 2019. Antibiotik. Jakarta. Kementerian
Evaluasi Kualitatif Terapi Antibiotik Kesehatan Republik Indonesia.
Pada Pasien Pneumonia Di Rumah
Sakit Pendidikan Surabaya Indonesia. 12) Kementerian Kesehatan, R.I. 2013.
Surabaya. Jurnal Sains Farmasi & Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi
Klinis. DOI : 10.25077/jsfk.6.2.129- Saluran Pernapasan Akut Berat
133.2019 Suspek. Jakarta. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
6) Grassella, Y. M. A. 2018. Studi
Rasionalitas Penggunaan Antibiotik 13) Kementerian Kesehatan, R.I. 2015.
Dan Interaksi Obat Pada Pasien Anak Pedoman Umum Penggunaan
Terdiagnosis Infeksi Saluran Antibiotik. Jakarta. Kementerian
Pernapasan Akut (Ispa) Di Instalasi Kesehatan Republik Indonesia
Rawat Jalan Rsud Sultan Syarif
Mohamad Alkadrie Pontianak Tahun 14) Kementerian Kesehatan, R.I. 2017.
2018. Pontianak. Permenkes No 27 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pencegahan Dan
7) Gyssens IC. 2005. Audit For Monitoring Pengendalian Infeksi. Jakarta.
The Quality Of Antimicrobial Kementerian Kesehatan Republik
Prescription. I.M. Gould, Jos W.M. van Indonesia
der Meer, editor. Antibiotics Policies:
Theory and practice. New York .197- 15) Kementerian Kesehatan, R.I. 2021.
226. Paduan Penatagunaan Antimikroba
Di Rumah Sakit. Jakarta. Kementerian
8) Hadi U., Kuntaman, Qiptiyah M., Kesehatan Republik Indonesia
Paraton H., 2013, Problem Of Antibiotic
Use And Antimicrobial Resistance In 16) Kementerian Kesehatan, R.I. 2021.
Indonesia: Are We Really Making Peraturan Menteri Kesehatan
Progress?. Indonesian Journal Of Republik Indonesia No 28 Tahun
Tropical And Infectious Disease, Vol. 4. 2021 Tentang Pedoman Penggunaan
Antibiotik. Jakarta. Kementerian
9) Inez, A., Nurmainah. 2018. Evaluasi Kesehatan Republik Indonesia
Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
pada Pasien Anak Rawat Inap di Rumah 17) Medscape.com. 2020. Journals.
Sakit Universitas Tanjungpura Periode Diakses tanggal 18 November 2020.
Januari-Juni 2018. Kalimantan Barat. http://www.medscape.com/welcome/
Fakultas Kedokteran Universitas journals
Tanjungpura
18) Monica, S. 2018. Kajian
10) Joseph N., Bharathi D. R., Sreenivasa B. Penggunaan, Ketepatan, dan Biaya
2016. Prescribing Pattern of Drugs in Antibiotik pada Pasien Rawat Inap
Upper Respiratory Tract Infections in Anak di Sebuah Rumah Sakit Umum
di Surabaya. Surabaya. Jurnal

12
Farmasi Klinik Indonesia. DOI: Antimicrobial Resistence.
10.15416 Switzerland. WHO

19) Murray, P. R., Rosenthal, K. R. 2009. 28) Wulandari, I. N. 2017. Evaluasi


Medical Microbiology 6th Edition. kualitatif penggunaan antibiotik
USA. Elsevier Inc. dengan metode gyssens pada pasien
bayi di Ruang Perinatologi Rumah
20) Nidhi S. 2012. Concept of Drug Sakit Umum Pusat Fatmawati
Interaction. IRJP Vol 3 (7). 120-122. periode Oktober-Desember 2016.
Jakarta. Perpustakaan Jurnal
21) Putra, Y., Wulandari, S.S. 2019. Faktor Universitas Indonesia.
Penyebab Kejadian ISPA. Bukittinggi.
Jurnal Kesehatan : Stikes Prima 29) Yasir, A. S., Saputri, G. A. 2021.
Nusantara Bukittinggi Vol. 10. Evaluasi Rasionalitas Antibiotik
http://ejurnal.stikesprimanusantara.ac.id Pada Pasien Balita Diagnosa Ispa
Dengan Metode Gyssens Di Instalasi
22) Puteri, T. D. 2012. Analisa Biaya Rawat Jalan Puskesmas Pugung
Penggunaan Antibiotikpada Pasien Raharjo Lampung Timur. Lampung.
Pneumonia Di Instalasi Rawat Inap Jurnal Farmasi Malahayati Vol 4
IRNA Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Padang.Universitas Andalas
Padang.

23) Tandi, J., Penno, M. 2018. Kajian


Peresepan Obat Antibiotik Penyakit
ISPA Pada Anak Di RSU Anutapura
Palu Tahun 2017. Palu. Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi.

24) Tho, I. L.,dan Purnama, F. 2018.


Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada
Pasien ISPA Non-Pneumonia Anak
Rawat Jalan Di RSUD Kota Tangerang
Selatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kharisma Persada. Edu Masda Journal.

25) World Health Organization. 2007.


Promoting Safety Of Medicine For
Children. Geneya. WHO Press. Hal 12-
13.

26) World Health Organization. 2011.


Perception of Communities in
Physicians in Use of Antibiotics. WHO.

27) World Health Organization. 2016.


Global Strategy For Containment Of

13

Anda mungkin juga menyukai