Anda di halaman 1dari 35

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS PENGGUNAAN

ANTIBIOTIK TERHADAP PASIEN DIABETES MELITUS


DENGAN KOMPLIKASI ULKUS/ GANGREN
DIRUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
TAHUN 2021

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Farmasi (S-1)

Oleh :
Beny Fatur Juniawan
NIM : F320175044

Pembimbing :
1. Dewi Hartinah, S. Kep., Ns. M. Si. Med
2. Apt. Eko Retnowati, M.Si., M.Farm.

PROGRAM STUDI S1 ILMU FARMASI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ulkus diabetikum akan dialami oleh penderita diabetes di seluruh
dunia setiap tahunnya sekitar 9,1 juta sampai 26,1 juta . Dimana proporsi
penderita diabetes dengan riwayat ulkus diabetikum lebih tinggi daripada
proporsi penderita diabetes dengan ulkus aktif yaitu 3,1 sampai 11,8%
atau 12,9 juta sampai 49,0 juta di seluruh dunia[1].
Di Amerika angka kejadian ulkus diabetikum berkisar 1 juta sampai
3,5 juta pada penderita diabetes. Prevalensi ulkus diabetikum di
Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan Yusuf et al (2016b),
didapatkan sekitar 12% penderita diabetes menderita ulkus diabetikum [2].
Ulkus diabetikum di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Mohammad
Hoesin Palembang pada tahun 2017 sebanyak 504 orang. Angka
kejadian ini meningkat di tahun 2018, dengan angka kejadian diabetikum
sebanyak 821 orang.
Kejadian ulkus diabetikum dapat berulang pada pasien diabetes,
dimana 15-25% terjadi pada penderita diabetes yang memiliki riwayat
ulkus diabetikum dan sekitar 19 – 34 % pada penderita diabetes tanpa
riwayat ulkus kaki[3]. Menurut Yazdanpanah et al (2018) angka kejadian
ulkus diabetikum berulang pada penderita diabetes yang memiliki riwayat
ulkus diabetikum, dapat meningkat menjadi 17-60% di tiga tahun
berikutnya[4]. International Diabetes Federation (2017) memperkirakan
prevalensi ulkus diabetikum akan meningkat setiap tahunnya, seiring
dengan peningkatan prevalensi diabetes. Untuk mencegah terjadinya
peningkatan prevalensi ulkus diabetikum dibutuhkan upaya preventif dan
promotif dari tenaga kesehatan[1].
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang paling
sering dialami penderita diabetes. Ulkus diabetikum paling sering
disebabkan oleh neuropati perifer dengan persentasi 80%. Ulkus
diabetikum secara klinis menurut Yusuf et al (2016), dapat disebabkan
oleh masalah kuku, kelainan bentuk kaki secara struktural (deformity),
trauma, sepatu yang tidak tepat, kalus, riwayat amputasi karena ulkus,
tekanan yang besar pada kaki secara terus menerus, pergerakan sendi
terbatas[4]. Sedangkan faktor risiko terjadinya ulkus adalah berjalan tanpa
alas kaki, kurang pengetahuan perawatan kaki, jenis kelamin laki-laki
dikaitkan dengan merokok, menderita diabetes lebih dari 10 tahun, dan
retinopati.
Komplikasi ulkus/gangren pada kaki penderita DM sangat umum
terjadi. Penyakit ini disebabkan oleh kadar glukosa darah yang tidak
terkontrol sehingga terjadi gangguan pada pembuluh darah perifer yang
akan mengurangi aliran darah ke kaki. Di samping itu, kadar glukosa
darah yang tidak terkontrol mengakibatkan kerusakan saraf perifer
sehingga penderita DM kehilangan sensoriknya dan tidak menyadari
apabila terluka. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab utama terjadinya
ulkus diabetik.
Semakin tingginya prevalensi penderita DM dengan komplikasi
ulkus/gangren maka diperlukan suatu evaluasi terhadap proses
penatalaksanaan terapi yang dilakukan di rumah sakit, khususnya terapi
dengan menggunakanobat. Penggunaan obat harus tepat dan rasional
agar kualitas hidup pasien semakin meningkat dan hasil terapi yang
dicapai optimal. Apabila penggunaan obat tidak tepat dan tidak rasional
dapat menimbulkan masalah-masalah terkait obat atau Drug Related
Problems . Terjadinya Drug Related Problems ini dapat merugikan pasien
baik dalam hal peningkatan kualitas hidup, hasil terapi maupun finansial.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi
Evaluasi Drug Related Problems Penggunaan Antibiotik Terhadap Pasien
Diabetes Melitus yang mengalami Ulkus/ Gangren Dirumah Sakit Islam
Sunan Kudus Tahun 2022.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dapat
dirumuskan permasalahan mengenai Bagaimana Gambaran Evaluasi
Drug Related Problems Penggunaan Antibiotik Terhadap Pasien Diabetes
Melitus Yang Mengalami Ulkus/ Gangren di Rumah Sakit Islam Sunan
Kudus Tahun 2022 ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Evaluasi Drug Related Problems Penggunaan Antibiotik Terhadap
Pasien Diabetes Melitus Yang Mengalami Ulkus/ Gangren di Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus Tahun 2022
2. Tujuan khusus
a. Cara Pemberian
b. Periode Sembuh
c. Tingkat Keparahan
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut ini.
1. Bagi Peneliti
Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan dan
pengalaman nyata dalam melakukan penelitian.
2. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Sebagai bahan referensi dan masukan bagi peneliti selanjutnya,
agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian
dengan variabel yang berbeda.
3. Bagi Rumah Sakit Islam Kudus
Dapat menjadi salah satu referensi pertimbangan dalam
pemantauan pelayanan kesehatan khususnya dalam hal pengobatan
diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi untuk memajukan ilmu pengetahuan di
bidang farmasi.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian dengan judul “Evaluasi Drug Related Problems Penggunaan
Antibiotik Terhadap Pasien Diabetes Melitus yang mengalami Ulkus/
Gangren di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus Tahun 2022” belum pernah
diteliti sebelumnya. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang terkait
dengan penelitian ini:
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Judul
Nama Metode Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian

Beatrix Studi Metode penelitian Antibiotik yang  Tempat


Anna Penggunaan menggunakan paling sering dibeli penelitian di
Maria Antibiotik non dalam pelayanan kota
Fernand Tanpa Resep eksperimental tanpa resep dokter Manggarai
ez Di dengan adalah Amoxicillin, dan
(2013) Kabupaten pengambilan jenis penyakit yang Manggarai
Manggarai sampel secara mayoritas diobati Barat NTT
dan purposivemenggu pasien dengan pada tahun
Manggarai nakan quota antibiotik adalah 2013
Barat – NTT sampling. gejala flu, alas an dengan 108
pasien dalam responden.
menggunakan  Responden
antibiotik tanpa penelitian
resep adalah yaitu Pasien
karena
penggunaan
antibiotik terdahulu
memberikan hasil
yang baik.
Wahyu Penggunaan Metode penelitian Faktor demografi  Tempat
Dewi antibiotik di menggunakan (usia, jenis kelamin penelitian di
Tamaya duaapotekdi deskriptif dan penghasilan) kota
nti Surabaya:ide observasional serta pengetahuan Surabaya
(2016) ntifikasi cross sectional akan antibiotik pada tahun
faktor- (fungsi, durasi 2016
faktoryang pemakaian, pola dengan 94
mempengaru penggunaan, efek responden.
hi kepatuhan samping, aturan  Responden
pasien pakai dan tindakan penelitian
yang diambil saat yaitu pasien.
timbul efek
samping) tidak
berhubungan
dengan kepatuhan
pasien dalam
mengkonsumsi
antibiotik.
Iwan Analisis Metode Penelitian Antibiotik golongan  Tempat
Yuwindr Pemberian pengumpulan penisilin adalah penelitian di
y (2019) Antibiotik data antibiotik yang salah satu
oleh Tenaga menggunakan paling sering Apotek di
Teknis deskriptif didapatkan Banjarmasin
Kefarmasian observasional responden tidak Utara tahun
Tanpa Resep studi prospektif menggunakan 2019dengan
Dokter di (cohort) resep dokter 105
Salah Satu sebanyak 49 obat responden.
Apotek (46,7%). Obat  Responden
Wilayah antibiotik yang penelitian
Banjarmasin paling sering dan yaitu pasien.
Utara banyak didapatkan
tanpa resep dokter
adalah amoksisilin
tablet 38 obat
(36,2%).

F. Ruang Lingkup Penelitian


1. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2022-Januari 2023.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus di instalasi
rawat jalan
3. Ruang Lingkup Materi 1
Masalah yang dikaji adalah mengenai Evaluasi Drug Related Problems
Penggunaan Antibiotik Terhadap Pasien Diabetes Melitus yang
mengalami Ulkus/ Gangren di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus Tahun
2022
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus (DM)


1. Pengertian DM
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang disebabkan oleh
adanya masalah pada produksi insulin, aksi insulin atau keduanya[5].
Diabetes Mellitus merupakan kondisi kronis dimana terjadi kenaikan
kadar glukosa dalam darah dikarenakan tubuh tidak dapat menghasilkan
atau memproduksi insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin
secara efektif [1].
2. Klasifikasi DM
International Diabetes Federation (2017), terdapat 3 klasifikasi DM,
antara lain[1]:
a. Diabetes tipe 1
Diabetes Tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun dimana
sistem kekebalan tubuh menyerang sel β yang menghasilkan insulin
di gland pankreas. Sehingga tubuh tidak dapat atau menghasilkan
insulin yang sangat sedikit sehingga tubuh kekurangan insulin.
Diabetes tipe 1 ini dapat menyerang segala usia tetapi paling banyak
terjadi pada anak-anak dan remaja. Orang yang menderita diabetes
tipe 1 ini memerlukan suntikan insulin setiap hari agar dapat
mempertahankan kadar glukosa dalam kisaran yang tepat
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 ini merupakan diabetes yang paling umum, ada
sekitar 90% dari jumlah seluruh penderita diabetes. Pada diabetes
tipe 2 ini, hiperglikemia adalah hasil dari produksi insulin dan
ketidakmampuan tubuh untuk merespon sepenuhnya terhadap insulin
atau bisa disebut juga resistensi insulin. Diabetes tipe 2 ini sering
terjadi pada dewasa tua, namun seiring berjalannya waktu diabetes
ini juga banyak terjadi pada anak-anak, remaja dan dewasa muda
karena meningktanya tingkat obesitas, pola makan yang buruk dan
jarang melakukan olahraga.
Penyebab diabetes tipe 2 tidak sepenuhnya dipahami namun
ada kaitannya kuat dengan kelebihan berat badan (obesitas) dan
dengan bertambahnya usia serta riwayat kesehatan keluarga.
a. Hiperglikemia pada kehamilan
Hiperglikemia yang pertama kali terdeteksi selama
kehamilan diklasifikasikan sebagai Diabetes Mellitus gestasional
(GDM) atau hiperglikemia pada kehamilan. Wanita dengan kadar
glukosa darah sedikit meningkat diklasifikasikan sebagai GDM
dan wanita dengan kadar glukosa darah yang meningkat secara
substansial diklasifikasikan sebagai wanita dengan
b. Hiperglikemia dalam kehamilan.
GDM adalah jenis diabetes yang mempengaruhi ibu hamil,
biasanya selama trimester kedua dan ketiga kehamilan meskipun
bisa terjadi kapan saja selama kehamilan. Pada beberapa wanita
diabetes dapat didiagnosa pada trimester pertama kehamilan
namun pada beberapa kasus, diabetes kemungkinan ada
sebelum kehamilan namun tidak terdiagnosis.
3. Etiologi DM
International Diabetes Federation (2017), penyebab dari Diabetes
mellitus adalah[1]:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
4. Manifestasi Klinis DM
International Diabetes Federation (2017), manifestasi klinis DM antara
[1]
lain :
a. Diabetes tipe 1
1) Sering haus dan mulut terasa kering
2) Sering buang air kecil
3) Merasa cepat lelah dan tidak bertenaga
4) Mudah terasa lapar
5) Penurunan berat badan secara tiba-tiba
6) Penglihatan kabur
b. Diabetes tipe 2
1) Sering haus dan mulut terasa kering
2) Sering buang air kecil dan banyak
3) Kurang berenergi dan kelelahan yang berlebihan
4) Kesemutan atau mati rasa di tangan dan di kaki
5) Infeksi jamur yang berulang di kulit
6) Lambatnya penyembuhan luka
7) Penglihatan yang kabur
5. Patofisiologi DM
Safitri (2013), patofisiologi dari DM adalah [6]:
a. Diabetes tipe I
Diabetes Tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Ketoasidosis diabetik yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda tanda dan gejala seperti
nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian.
b. Diabetes tipe II
Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan atau komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh disebut angiopati
diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan
pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati
dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan
dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen,
keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mendapatkan beban
terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area
kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya
ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia
dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang tidak adekuat menimbulkan closed space infection.
Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.
6. Pemeriksaan diagnostik
Tes glukosa darah menurut Williams, L. S., & Hopper (2015) antara
lain[7]:
a. Glukosa Darah Puasa (GDP) / Fasting Plasma Glucose Level (FPG)
ADA mengatakan bahwa glukosa darah yang normal adalah ≤
100mg/dl. Pasien didiagnosis DM apabila nilai GDP mencapai 126
mg/dl atau lebih yang diambil dengan minimal puasa selama 8 jam. Jika
nilai GDP antara 100-125 mg/dl maka pasien mengalami Glukosa Puasa
Terganggu (GPT) / Impaired Fasting Glucose (IFG) dan pradiabetes
b. Glukosa Darah Acak (GDA) / Random Plasma Glucose (RPG)
GDA disebut juga sebagai Gula Darah Sewaktu (GDS). GDS
bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah penderita diabetes dan
ketentuan program terapi medic tanpda ada persiapan yang khusus
pada saat makan. DM ditegakkan apabila nila RGP/GDS 200 mg/dl atau
lebih dengan gejala DM.
c. Tes Toleransi Glukosa Oral / Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)
OGTT dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis DM pada pasien
yang memiliki kadar glukosa darah pada batas normal-tinggi atau sedikit
meningkat. OGTT mengukur glukosa darah pada interval setelah
pasien minum minuman karbohidrat yang terkonsentrasi. DM
ditegakkan apabila level glukosa darah 200 mg/dl setelah 2 jam
didiagnosis dengan IFG dan pradiabetes.
d. Glycohemoglobin Test
Glycohemoglobin disebut juga sebagai glycosylated hemoglobin
(HbA1C) atau hemoglobin A1C. HbA1C digunakan sebagai data dasar
dan memantau kemajuan kontrol diabetes. Nilai normal HbA1C adalah
4%-6%, dikatakan DM apabila nilai HbA1C adalah 6,5% atau lebih,
sementara nilai HbA1C yang nilainya 6% sampai 6,5% beresiko tinggi
diabetes (pradiabetes).
7. Komplikasi DM
Hiperglikemia yang terjadi lama kelamaan akan dapat menyebabkan
kerusakan berbagai sistem tubuh terutama pada sistem syaraf dan pembulu
darah. Menurut Khan, A. N., Macdonald, S., Turnbull, I., & Chandramohan
(2015) menyatakan bahwa masalah yang mengancam kehidupan seorang
penderita diabetes yang tidak terkontrol adalah hiperglikemia dengan
ketoasidosis atau sindrom hiperglikemia hyperosmolar nonketosis.
Ketoasidosis merupakan gangguan metabolik yang paling serius pada DM
tipe 1 dan paling sering terjadi pada remaja dan lansia, sedangkan HHNS
kebanyakan terjadi pada lansia dengan DM tipe 2. Beberapa penyakit
lanjutan pada DM secara umum (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014) antara lain:
a. Meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke
b. Neuropati atau kerusakan syaraf pada kaki sehingga
terjadi ulkus kaki, infeksi, bahkan sampai amputasi kaki
c. Retinopati diabetikum sebagai penyebab utama kebutaan
karena rusaknya pembuluh darah kecil pada retina mata
d. Penyebab utama penyakit gagal ginjal
e. Resiko kematian pada penderita DM dua kali lipat dibandingkan denga
yang tidak menderita DM
American Diabetes Association (ADA’s) mengatakan adanya beberapa
komplikasi jangka panjang dari diabetes antara lain :
a. Retinopati dengan potensi penurunan penglihatan
b. Nefropati yang menyebabkan gagal ginjal
c. Neuropati perifer dengan resiko ulkus kaki
d. Neuropati otonom yang menyebabkan terjadinya gastrointestinal,
urogenital dan gejala kardiovaskuler serta disfungsi seksual
B. Ulkus
Ulkus diabetik adalah suatu komplikasi kronik yang mengenai kaki.
Masalah kaki ini berupa borok di kaki dengan atau tanpa infeksi yang dapat
terlokalisasi, menyerang seluruh kaki, maupun kematian berbagai jaringan
tubuh[10]. Permasalahan terse dapat meliputi ulkus, gangren, abses, selulitis
dan osteomielitis. Ulkus adalah kerusakan lokal atau ekskavasi permukaan
organ atau jaringan yang ditimbulkan oleh terkupasnya jaringan nekrotik
radang.Selulitis merupakan infeksi yang telah menyebarke dalam kulit dan
jaringan di bawah kulit. Abses merupakan kumpulan nanah setempat
dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan, sebagai
perkembangan dari selulitis. Osteomielitis, yaitu infeksi yang menyebar ke
jaringan dasar tulang[11]. Gangren adalah kematian jaringan yang
berhubungan dengan berhentinya aliran darah ke daerah yang terkena.
Pada umumnya, gangren diikuti kehilangan nutrisi, invasi bakteri dan
pembusukan. Pada penderita DM, gangren bersifat basah dan berbau
khas[11].
Tabel II. Bakteri Penginfeksi Ulkus diabetik
Aerob Anaerob
Gram + Peptococcus magnus
Staphylococcus aureus (methicilin- Peptostreptococcus species
sensitif dan
resisten) Bacteroides fragilis
Staphylococcus epidermidis Bacteroides species
Streptocccus species Clostridium perfringens
Enterococcus (Streptococcus Faecalis, Clostridium species
Group D
streptococcus)
Corynebacterium species
Gram - Lainnya
Proteus mirabilis Candida albicans
Proteus vulgaris Candida species
Eschericia coli
Klebsiella species
Enterobacter cloacae
Pseudomonas aeruginosa
Acinobacter species
Sumber : Diabetic Disordes Guideline (2016)

Pasien ulkus diabetik sangat mudah mengalami infeksi, di mana


infeksi menjadi alasan seorang pasien menjalani perawatan di rumah
sakit dan merupakanfaktor resiko dilakukannya amputasi. Pada tabel II
ditunjukkan bakteri patogen yang biasa menginfeksi ulkus diabetik.
C. Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi Ulkus Diabetik
Grade Luka Deskripsi
0 Preulcer Luka tertutup, kulit utuh, kemungkinan
A Iskemik mengalami deformities, warna kulit
B Infeksi memerah.
1 Ulkus superfisial Gangguan kulit tanpa penembusan
A Iskemik jaringan subkutan, dapat terjadi infeksi
B Infeksi superfisial dengan atau tanpa selulitis.
Grade Luka Deskripsi
2 Deep ulcer Ulkus sampai ke tendon (melewati daging)
A Iskemik atau tulang tanpa abses yang dalam dan
B Infeksi osteomielitis.
3 Deep ulcer dengan Ulkus yang dalam di mana sampai atau
A abses, osteomielitis atau tidak ke tulang, dengan abses,
B sepsis tulang osteomielitis atau sepsis tulang.
Iskemik
Infeksi
4 Gangren terlokalisasi Gangren di bagian depan kaki atau tumit.
A Iskemik
B Infeksi
5 Gangren di seluruh kaki Gangren atau nekrosis yang meluas
A Iskemik sehingga kaki membutuhkan
B Infeksi penyelamatan dan memerlukan tindakan
amputasi.
Sumber : Diabetic Disordes Guideline (2016)

Klasifikasi yang tepat dari ulkus pada kaki mendasari penilaian,


memudahkan penatalaksanaan dan dapat meramalkan outcome yang
diharapkan. Sistem klasifikasi yang paling sederhana adalah neuropatik,
iskemik dan neuroiskemik yang dideskripsikan dengan ukuran dan
kedalaman ulkus serta infeksi. Namun demikian tidak hanya satu sistem
klasifikasi yang digunakan secara umum. Sistem klasifikasi yang umum
digunakan adalah menurut Wagner. Wagner membagi ulkus pada kaki ke
dalam 6 tingkatan berdasarkan kedalaman luas nekrosis jaringan dan
menunjukkan adanya infeksi. Tabel III menunjukkan klasifikasi menurut
Wagner[12].
Tabel 2.2
Klasifikasi Diabetic Foot Infection
Manifestasi klinik Keparahan PEDIS
infeksi grade
Luka atau ada tanda inflamasi Tidak 1
terinfeksi
Terdapat ≥ 2 tanda (erithema, nyeri, panas) dan ada Ringan
selulitis dengan ukuran ≤ 2 cm mengelilingi ulkus. 2
Infeksi pada kulit dan jaringan lunak, tidak ada
komplikasi lokal atau kelainan sistemik.
Adanya tanda infeksi (seperti di atas) pada pasien
yang sistemik dan metaboliknya normal tetapi Sedang 3
mempunyai ≥ 1 tanda berikut : selulitis > 2 cm,
adanya cairan limfa, abses jaringan yang dalam,
gangren dan melibatkan otot, tendon, tulang sendi
dan tulang.
Infeksi pada pasien dengan adanya gangguan
sistemik dan metabolik seperti; demam, kedinginan, Berat 4
takikardia, hipotensi, kebingungan, mual muntah,
leukositosis, asidosis, hiperglikemia
berat atau azotemia.
Sumber : Diabetic Disordes Guideline (2016)

The International Consensus on Diabetic Foot (2013) (cit.,Lipsky,


et al., 2014) juga membuat sistem klasifikasi ulkus diabetik untuk tujuan
penelitian. Klasifikasi tersebut diringkas dengan akronim PEDIS
(perfusion, extent/size, depth/tissue loss, infection and sensation).
Klasifikasi yang ditunjukkan pada tabel 2.2 dapat menjelaskan tingkat
keparahan infeksi yang meliputi grade 1 (tidak ada infeksi), grade 2
(adanya infeksi pada kulit dan jaringan lunak saja), grade 3 (selulitis atau
infeksi yang dalam) dan grade 4 (keberadaan inflammatory response
syndrome padasistemik)[13].
D. Penatalaksanaan
1. Tujuan
Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dari ulkus diabetik
sangat penting untuk mencegah komplikasi serius dan mengurangi
resiko amputasi bagian tubuh yang terkena ulkus. Mengontrol
peningkatan kadar glukosa darah sangat penting untuk mengoptimalkan
outcome bagi penderita DM dengan komplikasi ulkus. Adapun tujuan
dari penatalaksanaan DM dengan komplikasi ulkus adalah : menutup
ulkus, mengurangi tekanan pada kaki, penyembuhan infeksi dan
pengatasan iskemik[11]. Tujuan yang utama pada penatalaksanaan ulkus
diabetik adalah untuk mendapatkan ulkus tertutup yang sebaik
mungkin[12]. Mengelola DM dan keadaaan lain pada penderita DM
seperti; hipertensi, gangguan fungsi ginjal, status nutrisi dan
hiperlipidemia juga sangat penting untuk mengoptimalkan outcome yang
diharapkan[11]
2. Sasaran terapi
Sasaran terapi yang mendasar dalam penatalaksanaan ulkus
diabetik meliputi : penutupan luka, infeksi, iskemik dan kadar glukosa
darah[12].
3. Strategi terapi
Strategi terapi pada ulkus diabetik meliputi terapi non farmakologis
dan farmakologis.
a. Non farmakologis
1) Pengelolaan DM, dapat dilakukan dengan perencanaan atau
pengaturan pola makan danolahraga.
2) Penanganan ulkus secara non farmakologis, dapat dilakukan
dengan cara debridemen yaitu menggunakan pisau, gunting
dan pinset untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan
nekrotik. Selain mengeluarkan jaringan juga membuka jalur-
jalur nanah agar drainase menjadi baik. Setelah dibersihkan,
luka dikompres dengan larutan betadin dan neomisin1%.
3) Mengurangi tekanan pada kaki mutlak dilakukan, yaitu dengan
istirahat tempat tidur. Dengan berjalan akan memberi tekanan
pada daerah ulkus dan memungkinkan rusaknya jaringan
fibroblast yang menghambat penyembuhan. Selain itu, tekanan
pada luka akan memberi iskemik pada daerah dan sekitarnya
sehingga penyembuhan dipersulit
b. Farmakologis
1) Penanganan ulkus secara farmakologis, dapat dilakukan dengan
cara- cara berikut.Penutupan luka, digunakan untuk
menyembuhkan luka dengan menciptakan lingkungan yang
lembab dan hangat untuk memperbaiki dan menyembuhkan
jaringan. Contoh sediaan yang digunakan untuk menutup luka
antara lain; hidrogel dan hidrokoloid.
(a) Faktor pertumbuhan, yaitu suatu substansi protein yang
menstimulasi pembelahan sel dan proliferasi sel. Sebagai
contoh, faktor penumbuh yang biasa digunakan adalah :
becaplermin, suatu rekombinan platelet manusia. Ini
dianjurkan oleh Food and Drug Administration (FDA)
untuk menangani ulkusneuropatik.
(b) Cangkok jaringan lunak biasa dilakukan pada ulkus
diabetik yang tidak dapat disembuhkan[11].
2) Pengelolaan diabetes melitus
Ada berbagai macam jenis obat antidiabetika oral yang
berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
pemicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid), penambah
sensitivitas terhadap insulin (biguanid dan thiazolidindion),
penghambat absorpsi glukosa (α- glucosidase inhibitor).
(a) Golongan sulfonylurea
Golongan ini bekerja dengan menstimulasi sel β
pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan
(merangsang produk insulin). Alasan tersebut yang
mendasari pernyataan bahwa obat ini hanya bermanfaat
pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk
mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai
pada penderita DM tipe I. Pada penderita dengan
kerusakan β Langerhans pemberian obat derivat
sulfonilurea tidak bermanfaat. Obat golongan ini
merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, serta tidak mengalami
ketoasidosis sebelumnya[10].
Pada pemakaian golongan sulfonilurea, umumnya
selalu dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari
hipoglikemia. Pada keadaan tertentu jika kadar glukosa
darah sangat tinggi, dapat diberikan dalam dosis lebih
besar hingga diperolah efek klinis yang jelas dan dalam
satu hari terjadi penurunan kadar glukosa darah yang
bermakna.
(b) Golongan glinid
Merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya
sama dengan sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi
insulin. Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu
repraglinid dan nateglinid[10].
(c) Golongan biguanid
Biguanid meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel
usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga
diramalkan akan menghambat absorpsi glukosa dari usus
pada keadaan sesudah makan.
Sediaan yang ada yaitu menformin, buformin, dan
metformin. Derivat biguanid bekerja langsung terhadap
organ sasaran. Biguanid mempunyai efek menimbulkan
efektifitas insulin, yaitudengan menghambat absorpsi
karbohidrat, menghambat glukoneogenesis di hati,
meningkatkan afinitas pada reseptor insulin,
meningkatkan jumlah reseptor insulin, dan memperbaiki
penurunan respon insulin.
(d) Golongan thiazolidindion
Thiazolidindion berikatan pada peroxisome
proliferator actived receptor gamma, suatu reseptor inti sel
otot dan sel lemak. Contoh dari obat golongan ini adalah
pioglitazon yang mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah pentranspor glukosa
sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat[10].
(e) Golongan α-glucosidaseinhibitor
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat
kerja enzim α- glukosidase dalam saluran cerna sehingga
dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa
dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat
golongan ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan hipoglikemi serta tidak berpengaruh pada
kadar insulin. Efek samping yang dapat ditimbulkan
adalah gejala gastrointestinal seperti diare dan flatulensi.
Efek samping tersebut diakibatkan oleh maldigesti
[10]
karbohidrat .
Pengelolaan DM secara farmakologis selain
penggunaan ant idiabetika oral adalah dengan
penggunaan insulin. Insulin adalah suatuhormon yang
diproduksi oleh sel β pulau Langerhans kelenjar
pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke
dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan
membantu penyimpanan glikogen ke dalam sel hati dan
otot. Terdapat dua jenis insulin, yaitu endogen dan
eksogen di mana insulin endogen adalah insulin yang
dihasilkan pankreas sedangkan insulin eksogen
merupakan produk farmasi dan disuntikkan ke dalam
tubuh[10].Indikasi mutlak penggunaan insulin adalah
semua penderita DM tipe I. Namun demikian, pada
keadaan tertentu terapi insulin dikerjakan agar tubuh
memiliki sejumlah insulin efektif pada saat yang tepat.
Keadaan tertentu yang membutuhkan insulin antara lain;
DM tipe II bilaterapi jenis lain tidak dapat mengendalikan
kadar glukosa darah, keadaan stress berat seperti infeksi
berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau
stroke. Diabetes gestasional jika diet saja tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah. Di samping itu
insulin juga dibutuhkan penderita DM dengan
ketoasidosis, DM yang mengalami gangguan fungsi ginjal
atau hati yang berat, penderita DM yang memiliki
kontraindikasi atau alergi terhadap obat antidiabetika oral
serta DM yang mendapat nutrisi parenteral, yaitu untuk
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal
selama periode resistensi insulin dan ketika terjadi
peningkatan kebutuhan insulin[10]
3) Penyembuhan infeksi
Infeksi pada ulkus diabetik meningkatkan faktor resiko
untuk amputasi pada bagian tubuh. Setiap infeksi mengganggu
kestabilan diabetes dan sebaliknya hiperglikemia dapat
memperburuk infeksi. Oleh karena itu, pada dasarnya kelainan
kaki dengan infeksi membutuhkan kontrol glukosa darah yang
ketat. Penderita dengan gangguan infeksi sebaiknya dialihkan
ke insulin apabila sebelumnya mendapat obat oral. Hampir
selalu infeksi mengakibatkan kebutuhan insulin meningkat.
Berdasarkan Guidelines for Diabetic Foot Infections
disebutkan dasar-dasar pemilihan regimen antibiotik yang
meliputi; pemilihan awal regimen antibiotik dengan menentukan
rute terapi, spektrum mikroorganisme serta pemilihan obat yang
spesifikuntukdiberikan dan yang terakhir adalah pemilihan
regimen dan lama pemberian secara pasti. Terapi awal
biasanya secara empiris dan harus didasarkan pada keparahan
infeksi dan hasil pemeriksaan kultur. Infeksi sedang serta
infeksi yang parah dan lebih luas diterapi dengan antibiotika
berspektrum luas. Antibiotika yang digunakan harus memiliki
aktivitas melawan bakteri gram positif cocci sama baiknya
untuk melawan bakteri gram negatif dan bakteri anaerob[13].
Dalam Guidelines for Diabetic Foot Infection juga
dianjurkan pemilihan antibiotik secara empiris untuk pasien
ulkus diabetik yang terinfeksi berdasarkan tingkat keparahan
infeksi. Anjuran tersebut ditunjukkan pada tabel VI.
Tabel 2.3
Anjuran Pemilihan Antibiotik secara Empiris
Infeksi dan agents Ringan Sedang Berat
Rute yang dianjurkan Oral oral atau Parenter
parenteral al
Klindamisin Ya
Cefalexin Ya
TMP-SMX Ya Ya
amoksisilin + clavulanat Ya Ya
Levofloksasin Ya Ya
ampisilin + sulbaktam Ya
Piperasilin Ya Ya
levofloksasin/siprofloksasin dengan Ya Ya
klindamisin
Imipenem Ya
vancomisin / ceftazidim (dengan atau Ya
tanpa
metronidazol)
Sumber : Guidelines for Diabetic Foot Infections
Antibiotika yang secara empiris merupakan terapi pilihan utama adalah
piperasilin. pemilihan antibiotika yang pasti harus mempertimbangkan hasil
pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas.
Menurut Eric Nuermberger (2012), dalam pemilihan antibiotika
berdasarkan jenis bakteri patogen dapat dilihat dalam table VIII.
Tabel VII
Pemilihan Antibiotika Berdasarkan Bakteri Penginfeksi
Bakteri Penginfeksi 1st Line Agent 2nd Line Agent
Methisilin-sensitif nafsilin, oxasilin sefalosporin generasi I,
Staphylococcus klindamisin, betalaktam,
aureus trimethoprim/sulfametoksaz
ol,
vancomisin
Methisilin-resisten vancomisin +/- rifampin klindamisin,
Staphylococcus trimethoprim/sulfametoksaz
aureus ole, fluoroquinolon +
rifampin, linezolid,
daptomisin,
quinupristin/dalfopristin
Streptococcus penisilin G, ampisilin sefalosporin generasi I, III,
Aerob klindamisin

Bakteri Penginfeksi 1st Line Agent 2nd Line Agent


Enterobacteriaceae sefalosporin generasi ampisilin, sefalosporin
III atau generasi I, II, betalaktam,
fluoroquinolon carbapenem, TMP-SMX
Pseudomoas (Anti-pseudomonal siprofloksasin,
aeruginosa Ssfalosporin / penisilin) carbapenem, aztreonam
+ aminoglikosida (tunggal atau kombinasi
(2minggu dengan aminoglikosida)
awal)
atausiprofloksasin)
Bacteroides Metronidazol β -lactam, carbapenem,
species klindamisin, cefoxitin,
cefotetan
Streptococcus penisilin G Klindamisin, cefoxitin
anaerob dan
Microaerofilik
Staphylococcus vancomisin +/- rifampin Nafsilin, oxasilin,
Gram negative klindamisin,
fluoroquinolon +
rifampin
Enterococcus ampisilin + gentamicin vancomisin + gentamicin,
Species imipenem
Vancomisin- Linezolid daptomisin,
resisten quinupristin/dalfopristin,
Enterococcus doksisiklin, rifampin,
kloramfenikol,
fluoroquinolon(kombinasi
berdasarkan uji sensitivitas)
Organisme aerob betalaktam, siprofloksasin +
dan anaerob carbapenem klindamisin,
sefalosporin
generasi III +
metronidazol
Sumber : Infectious Diseases Society

4) Pengatasan iskemik
Pilihan terapi yang diberikan untuk mengatasi penyakit
vaskulerperifer (iskemik) adalah rekonstruksi vaskuler untuk
memperlancar pasokan aliran darah ke bagian tubuh yang terkena
ulkus[11]
Pengatasan iskemik yang diberikan kepada pasien DM
dengan komplikasi ulkus adalah hemoreologi dan antiplatelet.
Hemoreologi yang digunakan adalah pentoksifilin. Pentoksifilin
dapat mengubah sifat alir sel darah merah dengan menurunkan
viskositas darah. Jika pasien tidak dapat mentoleransi
pentoksifilin, diberikan cilostazol. Cilostazol menghambat agregasi
platelet.
Terapi dengan antiplatelet tidak secara langsung
menyembuhkan ulkus diabetik namun dapat menghambat
agregasi platelet pada penderita ulkus diabetik dengan
atherosklerosis. Obat yang menjadi pilihan adalah klopidrogel dan
aspirin
E. Drug Related Problems
Farmasi klinik didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh
seorang farmasis dalam usahanya untuk mencapai terapi obat rasional yang
aman, tepat dan cost effective. Pharmaceutical care (asuhan kefarmasian)
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pasien memperoleh terapi obat
rasional dan untuk memastikan bahwa terapi yang diberikan adalah yang
diinginkan oleh penderita. Pharmaceutical care menurut Hepler dan Strand
(2012) adalah tanggung jawab pemberian terapi obat yang bertujuan untuk
mencapai outcome yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien[15].
Permasalahan dalam farmasi klinis terutama muncul karena
penggunaan terapi obat. Setiap pemberian obat harus diikuti dengan
evaluasi terhadap tercapai tidaknya efek terapeutik yang diharapkan.
Keberhasilan pengobatan adalah tercapainya efek terapeutik yang dituju
dengan efek samping seminimal mungkin. Keberhasilan tersebut akan
tergantung pada beberapa hal, yaitu ketepatan diagnosa, ketepatan
pemilihan obat, aturan dosis, dan cara pemberian serta ketaatan pasien.
Drug Related Problems adalah sebuah kejadian atau permasalahan
yang melibatkan terapi obat penderita yang mempengaruhi pencapaian
outcome. Drug Related Problem terdiri dari aktual DRP, yaitu masalah
yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi yang sedang diberikan pada
penderita dan potensial DRP, yaitu masalah yang diperkirakan akan terjadi
berkaitan dengan terapi yang sedang diberikan pada penderita[16].
Dalam Pharmaceutical Care Practice oleh Robert J. Cipolle (2012)
masalah-masalah dalam kajian DRP ditunjukkan oleh kemungkinan
penyebab DRP yang disajikan dalam tabel VII berikut[16].
Tabel 2.4
Penyebab Drug Related Problems(Drug Related Problems)

DRP Kemungkinan penyebab DRP


1.Perluterapi obat Pasien dengan kondisi baru yang membutuhkan obat.
tambahan Pasien kronis membutuhkan kelanjutan terapi obat.
(Need for Pasien dengan kondisi yang membutuhkan kombinasi obat.
additional drug Pasien dengan kondisi yang beresiko dan membutuhkan obat
therapy) untuk mencegah.
DRP Kemungkinan penyebab DRP
2. Tidak Tidak ada indikasi pada saat itu.
Terapiobat(Un Pasien mendapat obat dalam jumlah toksis.
necessary Kondisi pasien akibat drug abuse.
drugtherapy) Pasien lebih baik disembuhkan dengan terapi non farmakologi.
pemakaian multiple drug yang seharusnya cukup dengan single
drug.
Pasien minum obat untuk mencegah efek samping obat lain
yang seharusnya dapat dihindarkan.
3.Obat Kondisi pasien yang menyebabkan obat bekerja tidak efektif
Tepat(Wrong (kurang sesuai dengan indikasinya).
drug) Pasien menerima obat yang bukan paling efektif untuk indikasi
Pasien mempunyai alergi terhadap obat-obat tertentu.
Obat yang diberikan memiliki faktor resiko kontraindikasi dengan
obat lain yang juga dibutuhkan.
Obat yang diberikan efektif namun bukan yang paling murah.
Obat yang diberikan efektif namun bukan yang paling aman.
Penggunaan antibiotika yang sudah resisten terhadap infeksi
pasien.
Pasien menerima kombinasi obat yang tidak perlu
4. Dosis kurang Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk memberikan respon.
(Dosage too Konsentrasi obat di bawah therapeutic range.
low) Obat, dosis, rute, atau, konversi formula obat tidak cukup.
Dosis dan interval obat tidak cukup.
Pemberian obat terlalu awal.
5. Dosis berlebih Dosis yang digunakan pasien terlalu tinggi untuk memberikan
(Dosage too respon.
high) Konsentrasi obat di atas therapeutic range.
Dosis obat terlalu cepat dinaikkan
Akumulasi obat karena penyakit kronis
Obat, dosis, rute, atau, konversi formula obat tidak sesuai
6. Efek obat yang Dosis obat yang diberikan kepada pasien terlalu tinggi
tidak diinginkan kecepatannya.
(Adverse Drug Adanya reaksi alergi terhadap obat-obat tertentu.
Reaction/ADR) Ada faktor resiko yang membahayakan bagi pasien.
Interaksi dengan obat-obatan atau makanan.
Hasil laboratorium pasien berubah akibat obat.
7.Ketidaktaatan Pasien tidak menerima obat sesuai regimen karena medication
pasien (In error.
complience) Pasien tidak taat instruksi.
Pasien tidak mengambil obat karena harga obat mahal.
Pasien tidak mengambil obat karena tidak memahami.
Pasien tidak mengambil obat karena keyakinan kurang.
Sumber : Pharmaceutical Care Practice
F. KERANGKA TEORI

Diabetes Melitus

Ulkus Diabetikum

Terapi

Terapi Farmakologi Terapi Farmakologi

a. Penyuluhan Luka
b. Pengaturan Diet
Insulin OHO Terapi c. Olahraga

Kombinasi Antibiotik

Drug Related Problem


(DRP)
a. Tepat Diagnosa
b. Tepat Indikasi
c. Tepat Dosis
d. Tepat Cara Pemberian

Keterangan :
: Variabel tidak diteliti
: Variabel yang diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan terdiri dari 2 (Dua) variabel
yaitu :
1. Variabel Independen / Variabel Bebas (x)
Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat[17]. Dalam Penelitian
ini, yang menjadi variabel bebas adalah Evaluasi Drug Related Problems
Penggunaan Antibiotik
2. Variabel Dependen / Variabel Terikat (y)
Variabel Terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas[18]. Dalam Penelitian ini yang menjadi
Variabel Terikat yaitu Pasien Diabetes Melitus yang mengalami Ulkus/
Gangren

B. Hipotesis Penelitian
Adapun Hipotesis Penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Nihil atau Nol (HO)
HO1 : Tidak ada Evaluasi Drug Related Problems Penggunaan Antibiotik
Terhadap Pasien Diabetes Melitus yang mengalami Ulkus/ Gangren
Dirumah Sakit Islam Sunan Kudus Tahun 2022.
2. Hipotesis Kerja atau Alternatife (Ha)
Ha1 : Terdapat Evaluasi Drug Related Problems Penggunaan Antibiotik
Terhadap Pasien Diabetes Melitus yang mengalami Ulkus/ Gangren
Dirumah Sakit Islam Sunan Kudus Tahun 2022.

C. Kerangka konsep penelitian


Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara
Variabel satu dengan Variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti [19].
Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut
:
Variabel Bebas Variabel Terikat

Evaluasi Drps Pasien Diabetes Melitus


Penggunaan Antibiotik yang mengalami Ulkus/
Gangren

Gambar. 3.1 Kerangka Konsep

D. Rancangan penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis observasional analitik Kuantitatif,
yaitu metode pengumpulan data penelitian secara obyektif dan sistematis
yang mana data bersifat numerik (angka)[19].
2. Pendekatan waktu Pengumpulan Data
Rancangan yang di gunakan pada penelitian ini adalah studi cross
sectional (potong lintang). Pada survey cross sectional yaitu penelitian
untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dan efek
samping, dengan pendekatan observasi[19]. Penelitian cross sectional ini
sering disebut juga penelitian transversal, dan sering digunakan pada
penelitian-penelitian epidemiologi. Pada studi etiologi, studi cross sectional
mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung.
3. Metode pengumpulan Data
a) Metode
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu Retrospektif. Penelitian Retrospektif yaitu faktor risiko diukur
dengan melihat kejadian masa lampau untuk mengetahui ada tidaknya
faktor risiko yang dialami[20].
b) Jenis data
Sumber pengumpulan data diperoleh dari data sekunder.Data
sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini
digunakan untuk mendukung informasi primer yang telah diperoleh yaitu
dari bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku, dan lain
sebagainya.
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari hasil rekam medis
pengobatan antibiotik yang diberikan kepada pasien DM dengan
komplikasi ulkus/gangren yang rawat inap di Rumah Sakit Islam Kudus
periode November 2022-Januari 2023.
4. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes dengan
komplikasi ulkus/gangren yang mengkonsumsi obat antibiotik dengan
menjalani pengobatan rawat inap di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
yaitu sebanyak 145 pasien
b.Sampel penelitian
Sampel dalam Penelitian ini dihitung dengan Rumus Solvin
sebagai berikut :
N
n=
1+ N (d 2)
Keterangan:
n : Besar Sampel
N : Besar Populasi
d2 : Penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 10% atau 0,1.
Maka besar jumlah sampel penelitian ini adalah sebagai berikut :
N
n=
1+ N (d 2)
145
n=
1+ 145(0,1)2
145
n=
1+ 1,45
145
n= = 59,18 orang
2,45
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui jumlah sampel
minimal sebanyak60 orang, akan tetapi untuk antisipasi dropping
sampel sebanyak 20%. Jadi 60 + 20% = 72 orang
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
Teknik Sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel.
Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat
berbagai teknik sampling yang digunakan[18].
Teknik pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sample dengan
pertimbangan sesuai dengan inklusi dan jumlah pasien yang di butuhkan.
Pengambilan besar sample dalam penelitian iniditentukan berdasarkan
rumus slovin.
Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan kriteria inklusi
dan eksklusi:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi dari penelitian ini yaitu :
1. Pasien laki- laki dan Perempuan
2. Pasien dengan rentang Usia 30-80 th
3. Mendapat terapi antibiotik
4. Pasien Diabetes dengan komplikasi ulkus/gangren di Rumah Sakit
Islam Sunan Kudus
5. Bersedia menjadi responden
6. Menandatangani inform consen
7. Tidak memiliki komorbid
b. Kriteria eksklusi
Kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang tidak bisa dijadikan
sebagai sampel penelitian[21].
Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu :
1. Menolak untuk menjadi responden.
2. Pasien Diabetes tidak disertai penyakit ulkus/gangren
3. Mendapatkan Obat terapi tidak diminum
4. Pasien yang memiliki penyakit komorbid.
5. Dapat obat tidak diminum
6. Keluar dari penelitian.
6. Definisi Operasional Variabel penelitian dan Skala pengukur.
Menurut Sugiyono definisi operasional variabel adalah: "Suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.
Tabel. 3.2
Definisi Operasional Variabel dan skala Pengukuran
Variabel Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala
Variable Pemberian obat antibiotik Catatan Rekam 1.Tepat, jika pasien Nominal
bebas antidepresan yang benar Medik mendapatkan
Evaluasi dan sesuai dengan pengobatan sesuai
Drug diagnosa dokter yang dengan diagnosa
Related diidentifikasikan untuk dokter.
Problems pasien skizoafektif. 2.Tidak tepat jika pasien
Pengguna tidak mendapatkan
an pemgobatan sesuai
Antibiotik diagnosa dokter.

Variable Ketepatan pemilihan Catatan Rekam 1. Normal < 200 Nominal


terikat obat antidepresan yang Medik 2. Hiperglikemi ≥ 200
Pasien tepat dapat dilihat dari
Diabetes kadar gula darah pada
Melitus pasien Pasien Diabetes
yang Melitus yang mengalami
mengala Ulkus/ Gangren
mi Ulkus/
Gangren

7. Instrumen Penelitian dan cara penelitian


a. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu fasilitas yang digunakan
oleh peneliti dalam mengumpulkan data, sehingga lebih mudah diolah[22].
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah data sekunder rekam
medis pasien.
b. Cara penelitian
1) Tahap persiapan
a) Pembuatan surat ijin di universitas muhammadiyah kudus
b) Pengajuan surat ijin kepada DKK kudus
c) Pengajuan surat ijin kepada Rumah sakit islam sunan kudus
d) Ijin kepada kepala ruangan instalasi farmasi untuk pengambilan
data
2) Tahap penelitian
a) Penelitian diawali dengan menentukan besar sempel
b) Penelusuran atau pengumpulan data Tahap pengolahan data
a) Melakukan pengolahan data pasien
8. Teknik pengolahan dan Analisa Data
Dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu
langkah yang penting[19]. data yang telah dikumpulkan masih dalam bentuk
data mentah harus diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi
yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian.
Menurut Notoatmodjo (2018), pengolahan data terdiri dari 5 tahap,
yaitu:
1) Editing (pemeriksaan Data)
Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isi
lembar cheklist dan kuesioner yang sudah di isi lengkap, jelas,
jawaban dari responden, relevan antara jawaban dengan pertanyaan
dan konsisten. Sehingga apabila terdapat ketidak sesuaian dapat
dilengkapi oleh peneliti.
2) Coding (Pemeriksaan Kode)
Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka/bilangan yang berguna untuk
mempermudah pada saat analisis data dan mempercepat pada saat
entry data. Tujuannya adalah mempermudah pada saat analisis data
dan juga pada saat memasukkan data.
3) Scoring (penilaian)
Kegiatan melakukan scoring terhadap jawaban dari kuesioner.
Pemberian skore atau nilai pada jawaban pertanyaan yang telah
diterapkan.
4) Processing (Memasukkan Data)
Setelah merubah data menjadi angka, selanjutnya data dari
kuesioner dimasukkan ke dalam program komputer. Program
komputer yang digunakan adalah SPSS for window.
5) Cleaning (Pembersihan Data)
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukkan, untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidak lengkapan, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
6) Analisis Data
Data yang telah diolah tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis.
Tujuan dari analisis data untuk memperoleh gambaran dari hasil
penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian,
membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan,
dan memperoleh kesimpulan secara umum. Pada penelitian ini, data
yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan Analisa nyata yang
digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat.
a. Analisa Univariat
Merupakan analisa yang dilakukan terhadap variabel dari
hasil penelitian. Pada umumnya analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan presentase dari tiap variabel.
Analisa univariat dalam penelitian ini digunakan untuk
mendiskripsikan Variabel bebas yaitu Evaluasi Penggunaan Obat
Antibiotik serta variabel Terikat yaitu pasien Diabetes Mellitus
dengan komplikasi ulkus/gangren yang mengkonsumsi Obat
Antibiotik.
b. Analisa Bivariat
Analisa yang dilakukan untuk melihat hubungan dua
variabel. Analisa bivariat ini digunakan untuk mengetahui
hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam
penelitian ini analisa bivariat yang digunakan untuk mengetahui
Drug Related Problem (DRP) obat antibiotik terhadap pasien
Diabetes Mellitus dengan komplikasi ulkus/gangren di Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus.
E. Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, penelitian menekankan masalah etika
meliputi :
1. Informed consent ( Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka
harus menandatangani lembar persetujuan, jika responden tidak bersedia
maka peneliti harus menghormati hak pasien
2. Anonymity (tanpa nama)
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah etika penelitian ini dengan maksud memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
pleh peneliti, hanyakelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
F. Jadwal penelitian
(Terlampir )
DAFTAR PUSTAKA

[1] A. D. Association, “Standard of medical care in diabetes - 2017,” Diabetes


Care, 40 (sup 1)(January),. 2017.
[2] … Sugama Yusuf, S., Okuwa, M., Irwan, M., Rassa, S., Laitung, B., Thalib,
A. and J., “Prevalence and Risk Factor of Diabetic Foot Ulcers in a
Regional Hospital , Eastern Indonesia.,” p. (February), 1–11., 2016.
[3] A. J. M. Boulton, “The diabetic foot.,” J. Med. (United Kingdom), pp. 47(2),
100–105. https://doi.org/10.1016/j.mpmed.20, 2019.
[4] S. Yazdanpanah, L., Shahbazian, H., Nazari, I., Arti, H. R., Ahmadi, F., &
Hesam, “Incidence and risk factors of diabetic foot ulcer: a population-
based diabetic foot cohort (ADFC study)—two-year follow-up study.,” Int.
J. Endocrinol., 2018.
[5] C. Ignatavicius, D, D., Workman, M, L,. & Winkelman, Medical-Surgical
Nursing: Patient-centered Collaborative Care (8th Ed.) St. Louis,. 2016.
[6] Safitri I.N., “Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus Tipe II ditinjau dari
Locus of Control, ,” J. ilmu Psikol. Terap., p. 1(2), pp.273–290, 2013.
[7] P. D. Williams, L. S., & Hopper, “Understanding Medical Surgical Nursing
(5th ed.).,” Philadelphia F.A. Davis Company., p. Retrieved from
www.fadavis.com, 2015.
[8] J. Black, J dan Hawks, “No Title,” Keperawatan Med. Bedah Manaj. Klin.
untuk Has. yang Diharapkan. ., p. Dialihbahasakan oleh Nampira R.
Jakarta: Salemba E, 2014.
[9] Kemenkes RI, Profil Kesehatan Indonesia 2014. 2015.
[10] S. Masithoh, F. R., & Priyanto, “Optimalisasi Self Monitoring Blood
Glucose Pasien Diabetes Melitus dalam Melakukan Deteksi Episode
Hipoglikemia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Magelang.,” p.
Urecol, 73–82, 2017.
[11] Anonim., Penuntun Praktikum Mikrobiologi. 2012.
[12] R. et al. Frykberg, “Diabetic foot disorders: a clinical practice guideline
(2006 revision).,” J. Foot Ankle Surgery., 2006.
[13] A. D. G. Lipsky B.A., Berendt A.R., Cornia P.B., Pile J.C., Peters E.J.G., P.
M. S. and Deery H.G., Embil J.M., Joseph W.S., Karchmer A.W., and
Senneville E., “Infectious Diseases Society of America Clinical Practice
Guideline for the Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections,”
Infect. Dis. Soc. Am. 2012 Guidel., vol. 54, 132– 1, p.
http://cid.oxfordjournals.org/, 2012.
[14] B. A. Lipsky et al., “2012 Infectious Diseases Society of America clinical
practice guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot
infections,” Clin. Infect. Dis., vol. 54, no. 12, pp. e132–e173, 2012.
[15] L. M. Hepler, C.D., dan Strand, “Opportunities and responsibilities in
Pharmaceutical Care. Am. J. Hosp.,” p. Pharm. 47: 533-543., 1990.
[16] Cipolle R.J., Strand L.M. and Morley P.C., Pharmaceutical Care Practice:
The Patient-Centered Approach to Medication Management, 3rd ed.,
McGraw-Hill Education, New York. 2012.
[17] P. D. Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta, 2018.
[18] Sugiyono., “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.,” p.
Bandung : Alfabeta, CV, 2017.
[19] Notoatmodjo ., “Metode Penelitian Kesehatan.,” p. Jakarta : Rineka Cipta,
2018.
[20] Saryono., Metodologi penelitian keperawatan. 2011.
[21] S. Notoatmodjo, Metodologi riset kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2018.
[22] S. Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.,” p. Jakarta :
Rineka Cipta, 2014.
[23] A. Alimul Hidayat, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. 2013.

Anda mungkin juga menyukai