Anda di halaman 1dari 14

PEMANTAUAN EFEK SAMPING ANTIBIOTIK YANG MERUGIKAN PADA PASIEN

ANAK YANG BEROBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN PONTIANAK TIMUR

Siti Hardianti Ratman1, Eka Kartika Untari2, Robiyanto2


1. Mahasiswa Program Studi Farmasi Universitas Tanjungpura, 2. Departemen
Farmakologi dan Klinik Program Studi Farmasi Universitas Tanjungpura

Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Jalan Prof Dr. Hadari
Nawawi, Pontianak 78124

ABSTRAK
Efek samping obat merupakan respon terhadap suatu obat yang merugikan. Antibiotik
merupakan salah satu obat yang sering terjadi efek samping. Antibiotik yang diberikan dalam
dosis teraupetik yang kecil tetapi sudah menimbulkan efek samping, memberikan dilema
dalam pengobatan karena mempengaruhi keberhasilan terapi. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui karakteristik pasien anak yang menerima terapi antibiotik, mengetahui
antibiotik yang paling sering diterima pada pasien anak dan mengetahui besar persentase efek
samping antibiotik pada pasien anak di Puskesmas Kecamatan Pontianak Timur. Penelitian
ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian prospektif melalui wawancara secara
langsung pada orangtua pasien anak pada hari terakhir pengobatan dan 72 jam setelah
pengobatan menggunakan telepon seluler. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pasien
anak yang paling sering menerima antibiotik adalah berjenis kelamin perempuan (60,78%)
dan berusia mulai dari 2 – 5 tahun (78,43%) serta diagnosa penyakit paling banyak adalah
diare (33,33%). Antibiotik yang sering diberikan adalah amoxicillin sirup. Kejadian efek
samping yang terjadi adalah sebesar 17,64%. Efek samping yang terjadi ada urtikaria
(13,72%), sakit kepala (1,96%) dan mual (1,96%). Kesimpulan dari penelitian ini pasien anak
yang memperoleh antibiotik paling banyak berjenis kelamin perempuan berusia 2 – 5 tahun,
antibiotik yang sering diberikan amoxicillin sirup dan efek samping yang sering terjadi
adalah urtikaria.

Kata kunci: Antibiotik, Anak, Efek Samping, Puskesmas


ABSTRACT
Side effects of the drug is a response to an adverse drug. Antibiotics are drugs that often
cause side effects. Antibiotics that have given in a small therapeutic dose has caused side
effects, giving dilemmas in the treatment because it affects the success of the therapy. The
purpose of this research is to investigate the characteristics of the pediatric patients and
investigate percentage of side effects of antibiotics in pediatric patients in Puskesmas
Kecamatan Pontianak Timur. This study was descriptive with a prospective survey research
design through direct interviews with parents of pediatric patients on the last day of treatment
and 72 hours after treatment using cell phones. The results of this study indicate that pediatric
patients who most often receive antibiotics are female with a percentage of 60.78% and ages
ranging from 2-5 years old (78.43%) and most diagnoses of disease are diarrhoea (33.33 %).
The antibiotics that are often given are amoxicillin syrup. The incidence of side effects that
occurred was 17.64%. Side effects that occurred were urticaria at 13.72%, headache (1.96%)
and nausea (1.96%). The conclusion of this study is that most pediatric patients who get
antibiotics are female aged 2-5 years, antibiotics that are often given amoxicillin syrup and a
common side effect is urticaria.

Keywords: Antibiotics, Pediatrics, Side Effects

PENDAHULUAN Indonesia masih bersifat sukarela


Efek Samping Obat/ESO (Adverse (voluntary reporting). Badan Pengawas
Drug Reactions/ADR) merupakan respon Obat dan Makanan (POM) RI menjadi
terhadap suatu obat yang merugikan dan Pusat Monitoring Efek Samping Obat
tidak diinginkan yang terjadi pada dosis (MESO) Nasional sejak terdaftar salah satu
yang biasanya digunakan pada manusia negara-negara anggota WHO.(3)
untuk pencegahan, diagnosis, atau terapi Antibiotik merupakan salah satu
penyakit atau untuk modifikasi fungsi obat yang sering terjadi efek samping.
fisiologik.(1,2) Banyak bukti menunjukkan Insiden keseluruhan efek samping per
bahwa sebenarnya efek samping obat masuk rumah sakit selama masa studi 10-
(ESO) dapat dicegah dengan pengetahuan tahun adalah 1,6%. Kejadian tahunan efek
yang bertambah, yang diperoleh dari samping berkisar antara 0,4% sampai
kegiatan pemantauan aspek keamanan obat 2,3%. Efek samping yang terjadi yaitu
pasca pengobatan. Monitoring efek ruam, perubahan tekanan darah, demam,
samping obat oleh tenaga kesehatan di menggigil, dan kekakuan, neutropenia atau
trombositopenia, aritmia, depresi Penelitian ini merupakan penelitian
pernafasan, urtikaria, tremor, kesulitan observasional dengan menggunakan
bernapas atau dinding dada kekakuan.(4) rancangan penelitian prospektif yang
Bila antibiotik yang diberikan dalam dosis bersifat deskriptif. Pengumpulan data
teraupetik yang kecil tetapi sudah dilakukan secara prospektif yaitu
menimbulkan efek samping, maka obat wawancara secara langsung dengan
harus dihentikan atau diganti dengan obat memberikan pertanyaan berdasarkan
yang lain.(5) Hal ini menimbulkan dilema pedoman wawancara yang diadopsi dari
dalam pengobatan dan bermutasinya panduan monitoring efek samping obat dan
bakteri, karena mempengaruhi dilanjutkan monitoring pasien pada hari
keberhasilan terapi. Putusnya terapi timbul terakhir pengobatan dan 72 jam setelah
akibat efek samping, menimbulkan pengobatan menggunakan telepon seluler
resistensi bakteri sehingga memperberat untuk memantau kondisi klinis pasien serta
beban penyakit dan beban pasien itu ditunjang dengan data pendukung. Data
sendiri.(6,7) pendukung yang digunakan adalah data
Berdasarkan penelitian yang rekam medik dan resep obat dengan
dilakukan oleh Ettore menyatakan melihat jenis kelamin, usia, obat yang
penggunaan antibiotik pada pasien anak digunakan, dosis serta lama pengobatan.
mengalami efek kulit (rash dan urtikaria) Pedoman wawancara diambil dari
dan sistem pencernaan (diare, mual dan monitoring efek samping obat untuk
muntah).(8) Anak lebih mudah sakit akibat mengetahui aspek ada atau tidaknya efek
daya tahan tubuh lebih rentan sehingga samping, bentuk efek samping dan riwayat
pengguaan antibiotik pada anak beresiko alergi dari pasien yang menebus antibiotik.
lebih tinggi. Perlunya perhatian khusus B. Waktu dan tempat penelitian
penggunaan antibiotik untuk anak karena Penelitian dilaksanakan pada bulan
respon tubuh anak tehadap obat tidak sama November sampai Desember 2018 di
dengan respon tubuh orang dewasa, selain Puskesmas Kecamatan Pontianak Timur.
itu kapasitas penyerapan, distribusi, C. Populasi dan Sampel Penelitian
metabolisme dan eliminasi dari obat yang Populasi adalah wilayah generalisasi
sangat berbeda antara orang dewasa, yang terdiri atas: obyek subyek yang
sehingga dapat terjadi perbedaan respon mempunyai kualitas dan karakteristik
terapetik atau efek samping.(9) tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
METODE PENELITIAN dipelajari dan kemudian ditarik
A. Jenis dan Rancangan Penelitian kesimpulannya, sedangkan sampel bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki Tanjungpura. Surat ijin tersebut kemudian
oleh populasi tersebut. disampaikan kepada Kepala Dinas
Penelitian ini mengambil sampel Kesehatan Pontianak agar dapat
penelitian berdasarkan kriteria inklusi. memberikan perijinan untuk mengeluarkan
Sampel dalam penelitian ini adalah semua surat perijinan penelitian, kemudian surat
pasien anak (umur 2-12 tahun) yang tersebut disampaikan kepada Kepala
mendapatkan terapi antibiotik di Puskemas Puskesmas Kecamatan Pontianak Timur,
Kecamatan Pontianak Timur. Adapun sebagai prosedur resmi untuk melakukan
kriteria inkluasi sebagai berikut: penelitian di Puskemas Kecamatan
1. Orangtua pasien anak berusia 2-12 Pontianak Timur.
tahun yang menebus antibiotik 2. Tahap pengumpulan data
golongan amoksisilin dan sefalosporin Data diambil dari resep dan rekam medis
2. Data resep periode November sampai di Puskemasmas Kecamatan Pontianak
Desember 2018 Timur. Data yang diambil dari resep dan
3. Orangtua (bapak/ibu) pasien yang kartu rekam medik meliputi identitas
bersedia menjadi reponden dan pasien (jenis kelamin dan umur), diagnosa
memiliki telepon seluler. penyakit, kesesuaian penggunaan
D. Cara Kerja Penelitian antibiotik (jenis antibiotik, ketepatan dosis
Cara kerja penelitian yang dilakukan antibiotik, cara pemberian antibiotik, dan
meliputi tahap perijinan, tahap, lama pemberian antibiotik).
pengumpulan data, dan tahap analisis: 3. Tahap analisis data
1. Tahap perijinan melakukan penelitian Data di analisis secara deskriptif non
Surat ijin penelitian diperlukan sebagai Analitik. Teknik deskriptif non analitik
prosedur resmi untuk melakukan penelitian digunakan untuk menganalisis data resep
di Puskesmas Kecamatan Pontianak Timur. dan rekam medik, sehingga dapat diketahui
Surat ijin penelitian diajukan kepada pihak Karateristik pasien anak yang
fakultas dan ditanda tangani oleh Dekan mendapatkan terapi antibiotik.
Fakultas Kedokteran Universitas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Karakteristik Pasien yang Menerima Antibiotik

No. Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)


1. Jenis Kelamin Laki-laki 20 39,21
Perempuan 31 60,78
2. Usia (tahun) 2–5 40 78,43
5 – 12 10 19,60
Rata-rata (tahun) 3,76
3. Jenis Obat Amoxicillin sirup 51 100
4. Diagnosa Penyakit Diare 17 33,33
Gingivitis 6 11,76
Periodontitis 8 15,68
ISPA (Infeksi 12 23,52
Saluran Pernapasan
Atas) 8 15,68
Tonsilitis
5. Lama Pengobatan 4 hari 51 100

Karakteristik jenis kelamin dari antibiotik adalah pasien anak


hasil penelitian terdapat 51 sampel yang perempuan.(10)
sesuai dengan kriteria inklusi yang terdiri Adapun hasil penelitian
dari pasien anak perempuan (60,78 %) dan karakteristik usia pasien yang
pasien anak laki-laki (39,21 %), dimana mendapatkan terapi antibiotik dapat dilihat
dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil penelitian pada Tabel 1. Usia pasien anak
ini menunjukkan karakteristik pasien anak digolongkan menjadi 3 kelompok yang
di Puskemas lebih banyak diderita oleh merupakan kategori usia menurut Dinkes
pasien anak perempuan daripada pasien RI tahun 2009 yaitu: masa balita (2 – 5
anak laki-laki. Hal ini sesuai dengan tahun), masa kanak-kanak (5 – 12 tahun).
penelitian dari Dasopang mengatakan Hasil dari penelitian ini menyimpulkan
bahwa pasien anak yang menggunakan bahwa pasien yang memperoleh terapi
antibiotik banyak terjadi pada masa balita
sebesar 78,43% dan masa kanak-kanak (LPLPO) dari Puskemas Kecamatan
sebesar 19,60%. Hasil penelitian ini Pontianak Timur. Penelitian ini didukung
didukung oleh hasil penelitian Nur’aini oleh penelitian Sugiharta yaitu amoksisilin
yaitu evaluasi penggunaan antibiotik pada adalah antibiotik golongan penisilin yang
pasien pediatri rawat jalan, usia yang paling efektif dan paling luas digunakan.
paling banyak memperoleh terapi Penisilin bebas dari sifat toksik,
antibiotik adalah usia balita (37,9%) dan kebanyakan efek-efek yang tidak
usia kanak-kanak (56,8%). Penggunaan diinginkan yang parah terjadi hanya karena
antibiotik pada anak disebabkan karena hipersensitivitas. Amoksisilin yang
adanya penyakit infeksi. Salah satu diberikan dalam bentuk sirup hal ini karena
penyebab terjadinya infeksi adalah disebabkan oleh faktor pasien yaitu balita
gangguan sistem imunitas akibat status gizi lebih menyukai sediaan cair. Dikarenakan
yang buruk. Pada kondisi malnutrisi terjadi sirup merupakan larutan gula jenuh
atrofi dan penurunan proliferasi sel- sel sehingga lebih disenangi anak, disamping
imun sehingga sel imun tidak bisa manis, biasanya sirup ditambahkan rasa
melawan organisme patogen yang masuk dan aroma yang sesuai dengan selera
ke dalam tubuh. Risiko terserang infeksi anak.(12)
juga tergantung pada pola asuh orang tua, Karakteristik pasien selanjutnya
jika pola asuhnya baik maka risiko adalah diagnosa penyakit. Berdasarkan
terserang penyakit infeksi rendah penelitian yang dilakukan di Puskesmas
sedangkan jika pola asuhnya buruk, risiko Kecamatan Pontianak Timur, diagnosa
terserang penyakit infeksi meningkat.(11) penyakit paling banyak adalah diare
Karakteristik selanjutnya adalah sebesar 33,33%, selanjutnya ISPA sebesar
jenis antibiotik. Pada penelitian yang 23,52%, sedangkan periodontitis dan
dilakukan di Puskesmas Kecamatan tonsilitis sebesar 15,68% dan diagnosa
Pontianak Timur didapatkan hasil bahwa penyakit paling sedikit adalah gingivitis
antibiotik yang diberikan pada pasien sebesar 11,76% dimana dapat dilihat pada
adalah antibiotik amoxicillin sirup Tabel 1. Berdasarkan penelitian yang
sebanyak 100% yang dapat dilihat pada dilakukan di Puskesmas Pontianak Timur
Tabel 1. Hal ini dikarenakan kurangnya didapatkan hasil bahwa anak yang
pengadaan obat di Puskesmas tersebut mengalami diare. Penelitian ini didukung
sehingga hanya satu jenis antibiotik yang oleh penelitian yang dilakukan Pertiwi,
digunakan terdapat bukti pada Laporan angka kejadian diare anak meningkat pada
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat tahun 2015 yaitu sebesar 608 jiwa.(13)
Pasien dikatakan diare adalah buang air saluran pernapasan adalah terjadinya
besar encer lebih dari 3 kali perhari. Buang demam serta batuk berdahak yang
air tersebut dapatatau tanpa disertai lendir bertambah parah. Antibiotik yang sesuai
dan darah. Pemberian antibiotik untuk untuk ISPA adalah golongan penisilin
diare yaitu dengan kondisi diare yang (amoksisilin). ISPA adalah penyakit akut
berlendir dan berdarah serta tidak yang disebabkan oleh virus dan bakteri.
ditemukan ampas feses sama sekali yang Bakteri – bakteri yang paling sering
disebabkan oleh bakteri Shigella atau terlihat adalah Streptococcus pneumoniae,
parasit Entamoeba histolotica dan bakteri Haemophilus influenzae, Chlamydia spp
Vibrio Cholerae. Salah satu faktor yang dan Mycoplasma pneumoniae yang
juga mendasari adanya hubungan antara terutama dijumpai pada anak – anak
penurunan kejadian diare dan peningkatan kecil.(14)
usia adalah faktor imunitas tubuh. Di Diagnosa penyakit periodontal pada
samping faktor imunitas, faktor teknis penelitian yang dilakukan di Puskesmas
seperti penggantian susu formula yang Kecamatan Pontianak Timur menduduki
umumnya terjadi pada usia 1 bulan - 2 peringkat ketiga dengan jumlah 15, 68%.
tahun, perubahan pola pemberian nutrisi Penelitian ini didukun oleh penelitian yang
menjadi makanan padat, pertumbuhan gigi dilakukan Sompie yang menyatakan 70,3%
yang menyebabkan anak cenderung anak mengalami sakit periodontitis.
memasukkan sesuatu ke mulut, juga Periodontitis adalah suatu penyakit
berkontribusi pada peningkatan kasus diare inflamasi pada jaringan penyokong gigi
pada anak.(13) yang disebabkan oleh mikroorganisme
Diagnosa penyakit selanjutnya spesifik, mengakibatkan kerusakan
adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan progresif pada ligamen periodontal dan
Atas) dengan jumlah 23,52 %. Berdasarkan tulang alveolar dengan pembentukan
penelitian yang dilakukan di Puskesmas poket, resesi atau keduanya. Penampakan
Kecamatan Pontianak Timur, ISPA klinis yang membedakan periodontitis
merupakan diagnosa penyakit urutan kedua dengan gingivitis adalah keberadaan
setelah diare. Sesuai dengan penelitian kehilangan perlekatan (attachment loss)
yang dilakukan oleh Nasution yaitu anak – yang dapat dideteksi. Hal ini sering disertai
anak mengalami Infeksi Saluran dengan pembentukan poket periodontal
Pernapasan Atas (ISPA). Adanya infeksi dan perubahan densitas serta ketinggian
bakteri dapat dilihat melalui pemeriksaan tulang alveolar dibawahnya.(15)
laboratorium. Tanda – tanda infeksi bakteri
Selanjutnya adalah diagnosa Penelitian ini sesuai dengan penelitian
penyakit tonsilitis dengan jumlah 15,68% yang dilakukan Hamudeng bahwa anak
yang banyak diderita oleh pasien anak di sebanyak 74,4% orang mengalami
Puskemas Kecamatan Pontianak Timur gingivitis.(17) Gingivitis adalah peradangan
dimana dapat dilihat pada Tabel 1. pada jaringan gingiva karena adanya
Penelitian ini sesuai dengan penelitian akumulasi plak dan kalkulus pada bagian
yang dilakukan oleh Nizar yaitu pasien supra dan sub gingiva.
anak usia 1 - 17 tahun dan diperoleh Karakteristik yang terakhir yaitu
sebanyak 13 isolat bakteri. Dari 13 sampel lama pengobatan. Adapun hasil penelitian
pasien anak ditemukan tiga jenis isolat karakteristik lama pengobatan pasien yang
bakteri yaitu Staphylococcus aureus mendapatkan terapi antibiotik dapat dilihat
sebanyak 7 isolat (53,84%), Escherichia pada tabel 1. Hasil dari karakteristik lama
coli sebanyak 1 isolat (7,69%), dan pengobatan ini dapat disimpulkan bahwa
Streptococcus sp. sebanyak 5 isolat pasien yang mendapatkan terapi antibiotik
(38,46%). Tonsilitis kronis adalah salah selama 4 hari dengan signa 3 kali 1 sendok
satu penyakit yang paling umum ditemui teh dalam sehari sebanyak 100%. Hal ini
pada masa anak-anak. Karena proses terjadi karena pemberian antibiotik pada
radang tonsil yang berulang maka selain anak dilakukan dalam waktu 4 hari untuk
epitel mukosa jaringan limfoid juga penyembuhan. Berdasarkan penelitian
mengalami perlukaan, sehingga pada yang dilakukan oleh Rifa’i yaitu lama
proses penyembuhannya digantikan oleh pemberian antibiotik yang paling banyak
jaringan parut yang akan mengalami adalah 3 – 4 hari. Lama pemberian
pengerutan. Faktor - faktor predisposisi antibiotik yang tepat dapat
timbulnya tonsillitis kronis ialah memaksimalkan kerja obat antibiotik
rangsangan yang menahun dari rokok, sehingga tepat indikasi dan tidak
beberapa jenis makanan, hygiene mulut menyebabkan kontraindikasi. Dalam lama
yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan pemberian antibiotik kebanyakan
fisik, dan pengobatan tonsillitis akut yang diresepkan sesuai dengan kondisi pasien,
tidak kuat.(16) oleh karena itu lama pengobatan hanya ada
Diagnosa penyakit terakhiradalah satu jenis variasi lama pemberian. Di
gingivitis. Berdasarkan tabel 1, hasil dari Puskesmas Kecamatan Pontianak Timur
penelitian yang telah dilakukan di kebijakan penggunaan antibiotik (protab
Puskesmas Pontianak Timur bahwa penggunaan antibiotik) masih selama 4
penyakit gingivitis berjumlah 11,76%. hari, jika di tinjau secara biofarmasetika
untuk tujuan terapetik diperlukan lebih dari antibakteri, sehingga jika di lihat kebijakan
95% kadar tunak obat dalam darah dan ini penggunaan antibiotika selama 4 hari itu
dicapai dalam waktu enam kali waktu diasumsikan kadar antibiotik dalam darah
paruh eliminasi. Jika obat di gunakan 3 berada dalam jendela terapi selama 4 hari
kali sehari, untuk 6 kali waktu paruh dan waktu yang diperlukan untuk
eliminasi berarti 2 hari penggunaan dan mencapai kadar pada jendela terapi adalah
hanya tersisa 1 hari obat berada di kadar 2 hari, maka pemakaian antibiotik yang
rentang terapi, rentang ini tidak tepat adalah minimal 6-7 hari.(18)
memungkinkan untuk efektifitas
Tabel 2. Jenis Efek Samping yang Terjadi
No. Jenis Efek Samping Jumlah Persentase

1. Urtikaria 7 13,72%

2. Mual 1 1,96%

3. Sakit kepala 1 1,96%

Penelitian mengenai kejadian efek oleh teori dari Syamsudin yang


samping obat ini dilakukan dengan cara mengatakan bahwa pasien mengalami efek
mewawancarai orangtua pasien, dengan samping setelah menggunakan obat
tujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya amoksisilin. Hal ini terjadi dikarenakan
efek samping obat yang terjadi selama adanya reaksi hipersensitivitas, reaksi ini
pasien menjalani pengobatan antibiotik. terjadi karena antigen yang masuk
Wawancara ini dilakukan pada 51 orangtua menurunkan agen kuman sehingga terjadi
pasien anak yang sudah memenuhi kriteria pertukaran sel TH1 menjadi TH2 yang
inklusi dan bersedia untuk di wawancarai. memproduksi IL-4 dan IL-13. Sehingga,
Hasil yang di dapat pada penelitian efek menyebabkan sel B matang menjadi sel
samping antibiotik. Diantara 51 responden plasma dan mengeluarkan IgE yang terikat
yang diwawancarai 9 orang mengaku reseptor dan dilewati oleh alergen hingga
mengalami efek samping obat. terjadilah reaksi tersebut.(19) Selain itu efek
Kejadian efek samping yang paling samping yang terjadi pada pasien anak
sering terjadi yaitu urtikaria yang dirasakan yang mendapatkan terapi antibiotik dapat
oleh beberapa pasien yang mendapatkan dilihat pada Tabel 2.
terapi antibiotik. Penelitian ini didukung
Kejadian efek samping yang sering menerima sinyal masuk dari bagian lain
dikeluhkan oleh pasien diantaranya sakit dari otak dan saluran GI dan kemudian
mual dan sakit kepala. Mual dan sakit mengkoordinasikan respon mual dengan
kepala merupakan efek samping kedua mengirimkan sinyal ke organ efektor.
yang terbanyak dirasakan pasien yaitu Pusat muntah terletak di medulla oblongata
sebanyak 1,96%, dimana efek samping ini otak.(20)
dirasakan oleh pasien ketika pasien sedang
menjalankan pengobatan. Sistem Saraf
Pusat, Sistem Saraf Perifer, dan saluran
gastrointestinal (GI) semua terlibat dalam
memulai dan koordinasi respon mual. Di
Sistem Saraf Pusat (SSP), pusat muntah

Tabel 3. Hasil Wawancara pada Pasien yang Merasakn Efek Samping Antibiotik
No. Panduan Pertanyaan Wawancara Jumlah Persentase

1. Apakah ada keluhan efek Terdapat keluhan = 9 orang 17,64%


samping selama anak anda Tidak terdapat keluhan = 42 82,35%
meminum obat antibiotik? orang

2. Apa saja efek samping yang Mual = 1 orang 1,96%


anak anda rasakan selama Sakit kepala = 1 orang 1,96%
meminum obat antibiotik? Urtikaria = 7 orang 13,72%

3. Seberapa sering merasakan efek Sering = 5 orang 9,80%


samping dari meminum obat Tidak sering = 4 orang 7,84%
antibiotik tersebut?

4. Apa yang anda lakukan untuk Memberi lotion = 4 orang 7,84%


mengatasi efek samping yang Memberi bedak gatal = 3 orang 5,88%
terjadi pada anak anda? Istirahat dan minum obat 3,92%
pendamping = 2 orang
5. Apakah anak anda ada riwayat Makanan = 1 orang 1,96%
alergi terhadap antibiotik, obat Antibiotik lain = 0 orang 0%
lain, makanan dan keturunan? Obat lain = 0 orang 0%
Keturunan = 0 orang 0%
Pertanyaan nomor 1 menanyakan yang ditimbulkan itu muncul. Tujuan dari
apakah pasien anak merasakan ada keluhan pertanyaan ini untuk melengkapi
selama meminum antibiotik. Adapun pertanyaan nomor 3 yang menanyakan
tujuan dari pertanyaan ini untuk efek samping yang terjadi. Hasil dari
memastikan ada atau tidaknya keluhan penelitian ini menyatakan 51 orang yang
yang terjadi selama menjalani pengobatan diteliti 5 orang dengan persentase sebesar
antibiotik. Pertanyaan ini bersifat tertutup 9,80% menyatakan efek samping tersebut
dimana jawaban dari pertanyaan ini antara terjadi hingga 2 kali dengan waktu yang
ya atau tidak. Hasil dari penelitian ini berbeda sedangkan 4 orang dengan
menyatakan dari 51 sampel yang ada 9 persentase 7,84% lainnya menyatakan efek
orang (17,64%) mengatakan terdapat samping tersebut terjadi hanya sekali saja.
keluhan yang berarti selama menjalani Pertanyaan nomor 4 menanyakan
pengobatan. 42 orang tidak mengalami apa yang dilakukan orangtua pasien untuk
keluhan (82,35%) selama menjalani mengatasi efek samping tersebut. Tujuan
pengobatan terapi antibiotik. dari pertanyaan ini untuk mengetahui
Selanjutnya pertanyaan nomor 2 bagaimana cara orangtua pasien mengatasi
menanyakan apa saja yang dirasakan efek samping yang dirasakan anaknya.
pasien anak selama meminum antibiotik Hasil dari penelitian ini menyatakan
tersebut. Adapun tujuan dari pertanyaan ini beberapa cara mengatasi efek samping obat
yaitu untuk melihat kejadian efek samping tersebut dengan memberikan atau
yang dirasakan dan dikeluhkan oleh mengolesi lotion dan bedak gatal bagian
pasien. Hasil dari penelitian ini yaitu efek yang dirasakan gatal oleh anaknya, karena
samping yang dirasakan oleh pasien berupa sebagian besar efek samping yang
sakit kepala sebesar 1,96%, mual sebesar dirasakan adalah urtikaria. Orangtua yang
1,96% dan urtikaria sebesar 13,72%. memberikan lotion kepada anaknya
Waktu paruh adalah waktu yang merasakan gatal sebanyak 4 orang dengan
dibutuhkan untuk setengah dari jumlah persentase kejadian sebesar 7,84%
awal obat untuk dieliminasi atau waktu sedangkan orangtua yang memberikan
yang dibutuhkan untuk setengah dari bedak gatal kepada anaknya sebanyak 3
jumlah awal obat atau dihilangkan dari orang dengan persentase 5,88%. Selain
tubuh atau bagi obat untuk mengurangi urtikaria, efek samping yang dirasakan
setengah konsentrasi aslinya dalam darah. adalah mual dan sakit kepala. Berdasarkan
Selanjutnya pertanyaan nomor 3 hasil wawancara, orangtua pasien
menanyakan seberapa sering efek samping mengatasi mual pada anaknya dengan
memberikan air hangat dan memberikan Karakteristik pasien yang menerima
minyak pada perut anaknya agar efek antibiotik paling banyak adalah berjenis
samping yang dirasakan berkurang. kelamin perempuan dengan persentase
Orangtua yang menyatakan anaknya sebesar 60,78% dan berusia mulai dari 2 –
merasakan efek sakit kepala cara 5 tahun dengan persentase sebanyak
mengatasinya dengan memberikan obat 78,43%, diagnosa penyakit paling banyak
lain yaitu paracetamol karena menurut adalah diare dengan persentase 33,33%.
orangtua pasien anaknya sedang sakit dan Antibiotik yang paling sering diterima
belum sembuh. pada pasien anak di Puskesmas Kecamatan
Pertanyaan terakhir nomor 5 yang Pontianak Timur adalah amoxicillin sirup
menanyakan apakah anak tersebut dengan kekuatan obat 125 Mg/5 ml dengan
memiliki riwayat alergi terhadap antibiotik lama pemberian 4 hari. Persentase kejadian
lain, obat lain, makanan dan keturunan. efek samping antibiotik pada pasien anak
Tujuan dari pertanyaan ini untuk di Puskesmas Kecamatan Pontianak Timur
mengetahui riwayat alergi dari pasien yaitu 17,64%. Efek samping yang terjadi
sebagai antisipasi bahwa efek samping adalah urtikaria sebesar 13,72%, sakit
yang timbul bukan dari riwayat alergi kepala sebesar 1,96% dan mual sebesar
selain dari antibiotik yang diberikan 1,96%. DAFTAR PUSTAKA
selama pengobatan. Hasil dari penelitian 1. Darmansjah I. Penggunaan Antibiotik
ini dinyatakan pasien yang mengalami efek pada Pasien anak. Indon: Maj
samping anitbiotik tidak memiliki riwayat Kedokteran. 2008: 58(10): 368.
alergi sehingga dapat dipastikan bahwa 2. Febiana. T. Kajian rasionalitas
benar efek samping tersebut akibat dari Penggunaan Antibiotik di Bangsal
penggunaan antibiotik yang dikonsumsi Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang
selama terapi pengobatan. Ada 1 pasien Periode Agustus-Desember 2011.
dengan persentase kejadian sebesar 1,96% Skripsi. Universitas Diponegoro,
yang memiliki riwayat alergi terhadap Semarang. 2011.
makanan tetapi tidak merasakan efek 3. Badan POM RI. Pedoman Monitoring
samping akibat antibiotik yang diminum Efek Samping Obat (MESO) Bagi
sehingga tidak mengganggu kesehatan Tenaga Kesehatan. Jakarta. 2012.
pasien selama menjalankan terapi 4. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian
pengobatan antibiotik. Dan Alat Kesehatan Departemen
KESIMPULAN Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan
Farmasi Untuk Pasien Pediatri. Bukan Pneumonia Di Puskesmas
Jakarta. 2009. Bogor Timur. Jurnal Inkofar. 2018.
5. WHO. Drug and Therapeutic Comittes 1(1).
A practical Guide. Switzerlad: World 13. Pertiwi L, Nugraha D P dan Inayah.
Health Organization. 2013. Gambaran Farmakoterapi diare akut
6. Utami ER. Antibiotika, Resistensi dan pada anak di puskesmas simpang tiga
Rasionalitas Terapi. 2012. kota pekanbaru periode 1 januari –
7. Pujiati, S. Tingkat Peresepan desember 2015. JOM FK. 2017. 4(1).
Antibiotik di Puskesmas X Tahun 14. Nasution K. Infeksi Saluran Napas
2012 dan 2013 dengan Metode Akut Pada Balita Di Daerah Urban
ATC/DDD. Surakarta: Universitas Jakarta. Jurnal Sari Pediatri. 2009.
Muhammadiyah Surakarta. 2014. 11(4).
8. Ettore N. Children and ADRs 15. Sompie G M M, Mintjelungan C N
(Adverse Drug Reactions). Napoleone dan Juliatri. Status periodontal pelajar
Italian Journal of Pediatrics. 2010: umur 12 – 14 tahun di SMP Negeri 2
36(4): 2-5. Ranoyapo Kabupaten Minahasa
9. Brunton LL, Parker KL, Blumenthal Selatan. Jurnal e-GiGi (eG). 2016:
DK BI. Manual Farmakologi dan 4(2).
Terapi. Jakarta: EGC. 2010. 16. Nizar M, Qamariah N dan
10. Dasopang E S, Juniati A. Ketapatan Muthmainah N. Identifikasi Bakteri
Pemberian antibiotik pada pasien Penyebab Tonsilitis Kronik Pada
ISPA bagian atas di Puskesmas Pekan Pasien Anak di Bagian THT RSUD
Labuhan Medan pada bulan Januari- Uin Banjarmasin. Berkala Kedokteran.
Juni 2017. Jurnal Biologi Lingkungan, 2016: 12(2).
Industri, Kesehatan. 2018. 5(1). 17. Hamudeng, A M. Gambaran
11. Nur’aini, Miladi A, Lestari A D. Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar
Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Di Kota Makassar (Description of
Pasien Faringitis Anak Di Instalasi Gingivitis in Elementary School in
Rawat Jalan RSU Kabupaten Makassar). Departemen Ilmu
Tangerang Tahun 2014. Farmagazine. Kedokteran Gigi Anak. 2010.
2014: 1(1). 18. Rifa’i A M., Sudarso, Anjar MK.
12. Sugiharta S, Filosane F H, Haviana. Evaluasi Penggunaan Antibiotik
Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Terhadap Pasien Anak Penderita
Pasien Balita Dengan Diagnosa ISPA Demam Tifoid di Rumah Sakit Wijaya
Kusuma Purwokerto Tahun 2009.
PHARMACY. 2011: 8(1).
19. Muhlis M. Kajian Peresepan
Antibiotika Pada Pasien Dewasa Di
Salah Satu Puskesmas Kota
Yogyakarta Periode Januari – April
2010. Jurnal Ilmiah Kefarmasian.
2011. 1(1).
20. Mariono H, Suryana K. Adverse Drug
Reaction. Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK Unud/RSUP Sanglah.
Jurnal Penyakit Dalam. 2008: 9(2).

Anda mungkin juga menyukai